Beranda / Romansa / Takhta Istimewa Istri Kedua / Bab 1 - Kana dan Dirga

Share

Takhta Istimewa Istri Kedua
Takhta Istimewa Istri Kedua
Penulis: Guardiangel

Bab 1 - Kana dan Dirga

Penulis: Guardiangel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“T-tunggu–”

Kata-kata gadis berkulit putih pucat tersebut teredam oleh ciuman yang didaratkan oleh sang suami dengan tiba-tiba. Terkukung di bawah dominasi tubuh pria tersebut, Kana tidak bisa berkutik selain mencoba untuk bernapas.

“Dirga–”

Sekali lagi, Kana mencoba mendorong bahu suaminya tersebut. Bukan ini yang seharusnya terjadi. Semestinya, Kana dan Dirga sudah berada dalam mobil sekarang dan pergi berkencan, menonton pemutaran film di drive-in cinema seperti yang sudah mereka rencanakan sebelumnya usai pria itu selesai bertemu dengan kakeknya, kepala keluarga Dewantara.

Namun, Dirga Dewantara seakan tuli, tidak peduli dengan penolakan Kana. Ia justru dengan sigap mencekal pergelangan tangan Kana dan menguncinya di atas kepala perempuan itu.

Malam ini, yang Kana lihat bukanlah sosok suaminya yang senantiasa memperlakukan Kana dengan lembut dan penuh kasih. Seraut wajah itu tampak buas, dengan sorot mata sedingin es. Tubuh kokoh di atasnya tidak lagi membuat Kana merasa aman, melainkan terancam.

Pria itu tidak mengacuhkan teriakan Kana, bahkan ketika wanita itu menangis dan memohon padanya untuk berhenti karena merasakan bagian dalam tubuhnya seperti dikoyak berkali-kali.

“Ga, sakit,” bisik Kana sekali lagi sebagai usaha terakhirnya menyadarkan suaminya. "Sudah … aku mohon."

Namun, sayangnya, malam ini suara Kana tidak bisa menembus hati Dirga Dewantara. Gadis itu berhenti memohon. Hanya suara rintihan saja yang keluar dari bibirnya seiring sorot matanya yang berubah kosong selama suaminya memegang kontrol atas situasi ini, sementara Dirga terus mengejar kepuasannya. Hanya ketika Dirga mencapai puncak, barulah dia berhenti.

Kana tidak menoleh ketika Dirga akhirnya melepaskan dirinya dan berlalu ke kamar mandi, meninggalkan Kana begitu saja alih-alih mengurusi sang istri yang baru saja berhubungan intim dengannya.

‘Apa yang terjadi, Ga?’ tanya Kana dalam hati ketika akhirnya ia mendengar suara kucuran air dari kamar mandi. 'Apa yang salah?'

Perlahan, gadis itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Di bawah selimut itu, Kana memeluk lututnya dan menangis dalam diam.

Ia merasa seperti barang bekas, yang setelah digunakan, kemudian ditelantarkan begitu saja. Sekujur tubuhnya sakit, tetapi hatinya lebih terluka.

'Apakah aku salah menilai Dirga?' pikir Kana.

Sebelumnya, semua tampak baik-baik saja. Kana menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia.

'Apa sesuatu terjadi ketika makan malam bersama Kakek?' Kana kembali bertanya pada dirinya sendiri.

Gadis itu tersentak ketika ia mendengar Dirga keluar dari kamar mandi. Diintipnya suaminya itu dari balik selimut. Sebagian dirinya merasa takut dan khawatir, sementara sisanya … adalah celaan.

Ekspresi Dirga masih sama seperti sebelumnya, dingin dan datar, tidak lembut dan hangat seperti biasanya. Kana tidak bisa menembus sorot mata itu dan menyelami pikiran suaminya.

Dan ternyata tidak perlu, karena Dirga langsung mengutarakan isi pikirannya kemudian.

"Bagaimana bisa kamu belum hamil?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari bibir Dirga. "Jangan-jangan, sebenarnya ada masalah dengan rahimmu.”

“Apa?”

Kana merasa luar biasa tersinggung. Benarkah pertanyaan ini keluar dari bibir suaminya? Inikah sebabnya ia menerima perlakuan seperti itu tadi?

"Sudah dua bulan," ucap Dirga lagi. Nada suaranya masih saja sama, terdengar jauh. "Kita sering melakukannya. Tapi sampai saat ini belum–"

"Kalau kamu ingin kita mengecek hal itu lagi, aku bersedia." Entah dapat kekuatan dari mana, Kana duduk dan memotong ucapan Dirga, meskipun air matanya kembali turun. "Apakah kamu menikahiku hanya untuk seorang anak? Jika aku tidak bisa memberikannya padamu, apakah kamu akan menelantarkan aku?"

Mendengar itu, Dirga diam. Sorot matanya tidak terbaca. Pria itu tampak ingin menjawab pertanyaan Kana, tetapi urung. Dirga hanya menatap Kana tanpa mengatakan apa pun.

Selama dua bulan pernikahan mereka, Kana selalu berusaha tampil sebagai seorang istri yang perhatian, mengurusi kebutuhan Dirga dan tampil di depan ketika suaminya tersebut membutuhkan bantuan.

Kini, Kana tidak menyembunyikan tatapan mencela dan menyalahkan dari Dirga. Meskipun air matanya belum berhenti, Kana berusaha menahan isak dengan mengatur napas. Dada serta bahunya naik turun di balik selimut yang masih menutupi tubuhnya.

Melihat itu, perlahan Dirga menghela napas dan duduk di tepi tempat tidur. Kana berjengit ketika suaminya tersebut kemudian menghapus air matanya dengan ibu jari.

'Dingin,' pikir Kana.

Sepertinya, usai mandi tadi membuat kulit Dirga dingin–dan Kana menyukainya. Sensasi itu membawa efek, yang anehnya, menenangkan bagi Kana.

Selanjutnya, Dirga merapikan rambut Kana yang berantakan, menyisirnya dengan lembut menggunakan jemari.

Logika Kana menolak untuk menyerah pada sentuhan Dirga yang lembut dan menenangkan mengingat betapa kasarnya pria itu bisa berubah, tetapi hatinya luluh. Ia menginginkan perhatian–yang sudah selayaknya ia dapatkan usai aktivitas yang tadi mereka lakukan.

Karenanya, Kana beringsut mendekat, sedikit demi sedikit, mencari kenyamanan. ‘Ya, harusnya seperti ini,’ batin wanita itu, menikmati kelembutan yang diberikan sang suami.

Sentuhan Dirga membuat ingatan Kana tanpa sadar melayang ketika pria itu melamarnya.

Beberapa bulan yang lalu, Dirga dan asisten pribadinya mengunjungi kediaman keluarga Mahendra, keluarga angkat Kana, atas undangan jamuan Edi Mahendra, ayah angkat wanita itu. Beliau berusaha melobi Dirga dalam hal kerjasama. Itulah saat pertama Kana bertemu dengan Dirga. Wibawa pria itu yang berpadu dengan sosoknya yang rupawan tentunya memesona Arkana dalam waktu yang singkat.

Dalam mimpi pun Kana tidak dapat membayangkan kalau Dirga akan mendekatinya. Bagi Kana, sosok Dirga tidak dapat disentuh, layaknya pangeran dari negeri dongeng. Akan tetapi pangeran itu jugalah yang bertumpu pada satu kakinya di hadapan Kana, meminta tangannya untuk bergabung dalam bahtera pernikahan.

“Rasanya,” ujar Dirga Dewantara kala itu. Sosoknya tampak gagah dalam balutan setelan jas warna biru tua, disertai senyum kecil yang melunturkan gambaran dingin bawaannya, “aku melihat masa depanku bersamamu, Kana. Menikahlah denganku.”

Kala itu, Kana mengangguk. Mengabaikan logika yang berkali-kali mengetuk hatinya, meski ia sudah terbutakan cinta. Tidak mengacuhkan fakta kalau mungkin seharusnya ia tidak menerima uluran tangan itu.

“... Merasa lebih baik?” tanya Dirga kemudian, menarik Kana dari ingatan masa lalu. Meskipun tanpa senyum, nada suaranya sudah sedikit mencair. “Sepertinya aku terlalu–"

Ucapan Dirga terpotong kerasnya suara ketukan pintu.

“Siapa?” tanya Dirga, terdengar kasar. Kana melihat seraut wajah tampan itu kembali mengeras.

“Tuan Dirga.” Kana mengenali suara dari sang asisten rumah tangga. Anehnya, si asisten rumah tangga terdengar ketakutan. Apakah ia menyadari bahwa dirinya telah membuat Dirga gusar?

"Nyonya." Napas pemilik suara itu memburu. "Nyo-Nyonya Helena pingsan, Tu-tuan."

Kana bisa merasakan tubuh suaminya itu menegang, membuatnya mendongak dan mendapati wajah Dirga yang tadi mengeras dan dingin tiba-tiba berubah. Gadis itu bisa menangkap rasa khawatir yang mendalam dari sosok suaminya.

Dengan cekatan, Dirga menarik diri dari Kana. “Panggil dokter!” perintah pria itu kepada sang asisten rumah tangga. “Sekarang!”

Tanpa mengucapkan apa pun lagi, baik pada asisten rumah tangga ataupun pada istrinya, Dirga berlari menuju kamar di sayap kiri–yang letaknya cukup jauh dari kamar Kana–untuk mengunjungi istri pertamanya.

Ditinggalkan sendiri, Kana termenung. Perasaan terlantar yang tadi nyaris meninggalkannya, kini kembali lagi, membuat air matanya kembali jatuh.

Ditambah lagi, bayangan ekspresi Dirga ketika mendengar kabar tadi membayangi pikiran Kana. Begitu berbeda reaksi dan perlakuan Dirga padanya malam ini.

Kana memeluk lutut dan membenamkan wajahnya di sana, menangis tanpa suara.

"Apakah aku salah karena telah mengambil tempat kedua di hati Dirga?"

Guardiangel

Halo, semuanya. Selamat datang di karya pertama Guardiangel di GoodNovel. Semoga kalian suka ya.

| Sukai
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Just-Tea
Semangat nulisnya Kak!!!
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
go ada yang salah ko cinta itu memang datang secara tiba-tiba dan juga pergi bergituah ibaratnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 2 - Helena

    Meskipun sudah dua bulan menjadi istri kedua, Kana masih saja dihantui pertanyaan yang pada akhirnya ia jawab sendiri. "Apakah tidak apa-apa aku berada di sini?" Menjadi anak angkat sebenarnya membuat Arkana Paramita tidak berharap banyak. Ia hanya ingin menemukan pria baik, yang kemudian melamar Kana karena cinta dan membawanya pergi dari kediaman Mahendra untuk menciptakan sebuah keluarga bahagia. Seperti dalam cerita-cerita dongeng yang ia baca ketika masih kecil. Namun, ternyata sosok yang menawarkan hal tersebut adalah Dirga, pewaris utama Dewantara Group yang sudah memiliki istri. "Kamu juga harus ingat mengapa kamu menerima lamaran Dirga waktu itu, Kana," ujar sebuah suara lain di kepala Kana. Ya, itu cinta. Akan tetapi bukan hanya itu saja. Kana mengingat betapa lembut dan baiknya Dirga memperlakukan dirinya, bagaimana pria itu kemudian menyanjung tingkah remeh Kana–bahkan saat orang lain tidak pernah memperhatikannya. Dirga juga baik pada kedua oran

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 3 - Kabar Baik

    Kana berkedip, entah kenapa merasa ucapan Helena menusuk hatinya. Apa kakak madunya itu sedang memamerkan bahwa perhatian dari Dirga begitu besar? Selain itu, kenapa sepertinya Helena tidak sakit? Dia terdengar sehat, walau wajahnya sedikit pucat. ‘Itu ….’ Mata Kana memicing, mendapati ada yang aneh dari warna pucat bibir Helena. ‘Apa itu alas bedak?’ Ketika Kana sedang sibuk memperhatikan wajah Helena dari dekat, wanita tersebut menggenggam tangannya pelan. “Tanganmu dingin,” komentar Helena, manik hitamnya yang terlihat menenggelamkan menatap lurus ke arah Kana. “Kenapa? Takut padaku?” Kana berkedip, tersadar bahwa ia harus segera memulihkan diri dari keterkejutannya. Kala Helena meremas tangannya, dia yakin bahwa kakak madunya tersebut sebenarnya baik-baik saja. ‘Untuk apa … Helena berpura-pura sakit?’ batin Kana dalam hati, merasa sangat bingung. “Tentu tidak, Helen. Aku hanya … sedikit terkejut karena kamu mendadak berdiri dari tempat tidur. Apa kamu baik-baik

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 4 - Rencana Awal

    "Kamu baik-baik saja?" Mendengar pertanyaan suaminya, Kana tersenyum kecil. Ia menyukai nada khawatir yang terselip dalam suara Dirga–kekhawatiran yang sama seperti yang ia dengar ketika Helena pingsan tadi. "Aku baik-baik saja," jawab Kana. Tentu saja, mendapatkan perhatian dan perlakuan manis suaminya membuat Kana merasa lebih baik dalam waktu singkat. "Jangan khawatir." Tanpa mengatakan apa pun lagi, Dirga hanya memandang Kana yang tampil dalam balutan jubah tidur berbahan satin, menampilkan tulang selangkanya dengan jelas. Selewat beberapa saat, pria itu menyibak selimut, menyambut Kana untuk bergabung dengannya di tempat tidur. Sang istri tersenyum, lalu memeluk tubuh suaminya. Tampaknya malam ini pun, Dirga akan tidur bersamanya. "... Helena tidak apa-apa?" gumam Kana. "Kamu lihat sendiri tadi." Maksud Kana bukanlah mengenai kondisi fisik Helena, melainkan reaksi kakak madunya tersebut mengenai kabar kehamilan Kana. Meskipun, memang, respons Dirga

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 5 - Barra Mahendra

    Seorang pria dengan kemeja putih mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tamu, mengamati interior kediaman Dewantara dengan ekspresi muram. Bibirnya melengkung ke bawah dan ada kerutan tipis di dahi, sementara kedua tangannya berada di dalam saku celana, seakan-akan kemewahan ruangan tersebut tidak mampu menyenangkan hatinya. “Barra?” Perlahan, pria itu memutar badannya ke sumber suara ketika mendengar namanya disebut. Kala netra cokelat tersebut bertemu dengan sepasang mata hitam milik Kana, sorot mata dingin itu sejenak berubah hangat, meskipun masih tidak ada senyum di bibirnya. “Kak …,” balas Barra dengan suara rendah. Kana bisa menangkap kekecewaan dalam satu kata tersebut. Meskipun merupakan saudara angkat, hubungan Barra dan Kana baik, bahkan bisa dikatakan erat. Sejak kecil, keduanya nyaris tidak bisa dipisahkan. Barra yang lahir setahun setelah keluarga Mahendra mengadopsi Kana lebih sering menghabiskan waktunya dengan sang kakak dibanding dengan orang tua

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 6 - Kecurigaan sang Adik

    “Barra!” Kana refleks membentak adiknya itu, membuat Barra menoleh ke arah kakaknya. Dia tidak menyangka Barra akan bersikap tidak sopan kepada Dirga. “Habis,” ucap pria yang lebih muda tersebut sembari menoleh pada Kana. Senyum miring yang tadi ia berikan pada Dirga seketika berganti dengan senyum tanpa dosa. “Rasanya aneh kalau laki-laki memanggil laki-laki lain dengan sebutan ‘kakak’.” Kana menghela napas. “Tapi, Bar–” “Sudahlah, Kana,” sela Dirga dengan suara tenangnya. Wajah pria itu masih saja dingin dan tidak terbaca. “Aku tidak masalah.” Meskipun suaminya sudah mengizinkan, tetap saja Kana merengut karena menganggap adiknya tidak sopan. Ia menyayangkan hal tersebut lantaran ini adalah pertemuan pertama Dirga dan Barra, dua pria yang Kana harapkan untuk akur ke depannya sebab keduanya adalah sosok-sosok paling berharga dalam hidup Kana. Dirga menyaksikan Kana yang tengah cemberut dan hal itu tanpa sadar mengundang senyum tipis di bibir putra pertama Keluarga Dewantara terse

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 7 - Hasil Mencuri Dengar

    “Sa-saya, Tuan?” Sasmi tergagap. Ia menunduk dalam-dalam. Sorot mata Dirga begitu tajam dan menusuk, membuatnya ciut.“Aku tidak suka mengulangi kata-kataku.” Dirga langsung berbalik dan menghampiri Kana setelahnya, tanpa memedulikan Sasmi yang membungkuk hormat sebelum undur diri, kembali ke dapur. “Sudah tidak apa-apa?” tanya pria itu kemudian sembari menyodorkan segelas air putih pada istri keduanya. Berbeda ketika ia bicara dengan Sasmi tadi, nada suara Dirga terdengar lebih lembut dan hangat. Sorot matanya juga lebih ramah.Dengan ragu, Kana menurunkan tangan yang menutupi hidung dan mulutnya sejak tadi. Perasaan mualnya menghilang begitu saja. Dengan tenang, perempuan itu meneguk air putih yang disodorkan Dirga sementara dengan tangannya yang bebas, suaminya tersebut merapikan anak rambut Kana dengan hati-hati.Tepat seperti dugaan Dirga, Sasmilah penyebab Kana merasa mual sebelumnya. Beruntung tadi Dirga mampu menghubungkan kondisi istri keduanya tersebut dengan informasi yang

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 8 - Patah Hati

    “Dirga?” Kana memanggil sang suami. Dia mencengkeram ujung pakaiannya. “Dirga, yang Barra bilang–” "Aku tidak tahan lagi,” gumam Dirga secara mendadak. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap marah sosok Barra. “Apa maksudmu?” Suara Dirga terdengar dingin ketika menyahuti ucapan Barra, membuat Kana langsung terdiam. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Ia menyadari bahwa sedetik setelah suaminya mendengar pertanyaan itu, aura yang menyelimuti tubuh pria itu berubah gelap dan mengerikan. Namun, walaupun demikian, Barra tidak takut. Pria itu memandang lurus kepada suami kakaknya itu. "Aku pikir pertanyaanku mudah dipahami," balasnya. “Apa kamu menikahi kakakku hanya untuk seorang anak?” Ada rasa marah yang tersirat dari nada bicaranya. "Tidak ada masalah dengan pertanyaanmu," sahut Dirga. "Yang tidak bisa kupahami adalah sikapmu." Dirga dengan jelas tidak dapat mengiakan pertanyaan Barra. Tidak hanya pria di hadapannya ini akan menghajarnya, Dirga juga bisa mema

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 9 - Drama Istri Pertama

    “Helena, hentikan!” Suara Dirga terdengar keras, kentara terkejut dengan apa yang baru saja istri pertamanya lakukan. Baru saja Dirga pulang dari kantor dengan niat membawa Kana berkonsultasi ke dokter. Namun, niatan tersebut terhenti lantaran Helena berkata ingin bicara dua mata dengan pria itu. Tidak pernah dia duga bahwa Helena akan tiba-tiba memojokkannya, mendorong Dirga ke tempat tidur dan mencium pria itu setelah ia duduk di pangkuan sang suami. Terkejut, Dirga berusaha dengan lembut mendorong Helena menjauh. Akan tetapi, tingkah Helena justru makin menjadi hingga Dirga harus mendorong wanita itu dengan kuat dan menarik dingin dengan paksa. “Apa yang kamu pikir kamu laku–” Belum sempat Dirga menyelesaikan ucapannya, Helena terlebih memotongnya, "Kamu jatuh cinta pada Arkana.” Itu tidak terdengar seperti pertanyaan, melainkan pernyataan. Dirga membeku, menampakkan wajah terkejut. "Kenapa diam, Dirga?” tekan Helena dengan air mata menuruni wajahnya. “Itu alasan kamu menola

Bab terbaru

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 15 - Ancaman yang Masih Belum Hilang

    "Astaga, Kana!"Elia tidak menyangka bahwa ia bisa membodohi istri kedua Dirga semudah ini. Ternyata memang benar, paling baik memanglah bersandiwara sebagai seorang ibu bagi sosok yang tidak pernah mendapatkan figur ibu dalam hidupnya.Buktinya, Kana jatuh dengan mudah. Elia bisa membuat perempuan itu melakukan hal-hal yang ia inginkan sampai akhirnya Kana kelelahan, meskipun Elia harus meminta beberapa orang suruhan untuk menjadi temannya dan membuat Kana makin tertekan.Namun, toh, hal tersebut berhasil.Dengan begini, Elia bisa dengan mudah menyingkirkan janin yang ada di perut Kana. Tanpa calon bayi itu, Dirga tidak akan memenuhi syarat menjadi penerus Keluarga Dewantara. Dengan sedikit dorongan lagi–"Jika terjadi sesuatu pada mereka, aku akan membuatmu membayar dengan harga yang pantas."Celakanya bagi Elia, Dirga datang saat itu bersama beberapa orang penjaga yang langsung mencengkeram kedua lengan Elia dan membawa wanita paruh baya itu menjauh, sementara Dirga mengangkat tubuh

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 14 - Apa yang Ia Rencanakan?

    Dirga baru masuk ke dalam mobil dan berniat pergi ke tempat istri keduanya ketika ponsel pria itu berdering. Kata ‘Kakek’ muncul di layar, membuat mata hitam Dirga berkilat marah. Tidak ada yang sesuai dengan keinginannya sejak pagi. Bahkan tampaknya Kana yang ia peringatkan sebelumnya pun kini mengabaikannya dan bergabung dengan istri kedua sang ayah. Dirga harus mengurusnya nanti.“Kakek,” sapa Dirga singkat setelah ia mengangkat panggilan tersebut. Pria itu mendengarkan suara lawan bicaranya di ujung lain saluran telepon selama beberapa waktu. Tangannya menggenggam kemudi dengan erat hingga buku-buku jarinya memutih.Hingga tiba-tiba, tepat ketika sang kakek memutuskan sambungan telepon, Dirga melempar ponselnya ke kursi penumpang di sampingnya berkat informasi terbaru yang baru saja ia dapatkan.Kakeknya tidak pernah mengirim Elia ke rumahnya. Dari sini Dirga tahu bahwa wanita itu memang berniat menggagalkan rencana Dirga untuk menjadi penerus sang kakek dengan mencelakai Kana.“D

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 13 - Cerita dari Ibu Mertua

    "Ada apa, Tante?" Elia tersenyum kecil. “Boleh masuk? Ada yang mau Ibu bicarakan.” Kana tampak ragu untuk sesaat, mengingat peringatan Dirga tadi malam. Namun, apabila Kana menolak, kemungkinan ia akan menciptakan masalah baru untuk Dirga lantaran sebelumnya Elia menyinggung bahwa wanita paruh baya tersebut di sini atas perintah sang kakek, kepala keluarga Dewantara. Lagi pula, tidak baik menciptakan musuh baru, bukan? “Silakan, Tante.” Kana membuka pintu kamarnya lebih lebar. Ia kemudian mengajak Elia duduk di sofa. Ibu tiri Dirga tersebut menggenggam tangan Kana dengan kedua tangannya. Kana melihat bagaimana Elia tetap memasang senyumnya, tetapi mata wanita itu tampak sedih. “Kana,” ucap Elia kemudian. Suaranya terdengar lembut. “Aku tahu Dirga memperlakukanku seperti orang asing. Tapi apakah kamu juga harus memperlakukanku seperti itu?” Kana tampak terkejut. Ia buru-buru menunduk. “Saya tidak bermaksud seperti itu, Tante.” Elia menghela napas, tampak kecewa karena Kana masih

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 12 - Perasaan yang Tumbuh

    "Oh. Lama tidak bertemu, Helen." Langkah Helena terhenti ketika mendengar suara yang tidak asing itu. Benar saja. Elia sedang duduk dengan santainya di sofa ruang tamu. Wanita paruh baya itu tersenyum sembari melambaikan tangan. 'Apa yang wanita itu lakukan di sini? Di mana Dirga?' batin Helena. "Suamimu tadi pergi bersama istri keduanya," ucap Elia seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Helena. "Kamu dan Dirga sama saja. Bagaimana bisa kalian tidak membalas sapaanku?" Mendengar hal itu, Helena memasang senyum pura-puranya dan duduk di hadapan Elia. Tidak ada untungnya bersikap tidak ramah apabila Dirga tidak di rumah. "Selamat malam, Tante." Elia mendengus. "Memang hanya Arkana yang ramah padaku di sini ya. Sayang sekali dia sedang pergi kencan dengan Dirga." Helena tetap berusaha tersenyum meskipun mendengar informasi baru tersebut. Meskipun terakhir kali Dirga memarahinya dan sekarang sudah cukup larut. Helena akan menghubungi suaminya tersebut setelah ini, tetapi ia harus b

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 11 - Perintah Kakek

    “Ah.” Kana tertegun mendengar kalimat tersebut keluar dari si wanita asing, sebelum kemudian tersenyum ramah. “Halo.” Sebelumnya, Kana tidak pernah bertemu dengan wanita tersebut, mengingat pernikahan kecilnya hanya dihadiri segelintir orang–bahkan keluarga Dirga pun tidak hadir. Istri kedua Dirga itu berniat menghampiri sang tamu untuk bersalaman, tetapi Dirga menahan Kana agar tetap di sebelahnya. “Ibuku sudah meninggal,” kata Dirga dengan suara dinginnya, membuat Kana menoleh pada pria itu seketika. Perempuan itu bisa melihat kebencian pada sorot mata suaminya. Tentunya Kana tahu bahwa ibu kandung Dirga sudah meninggal. Pria itu sempat menyinggungnya sebelum mereka menikah. Kana juga sempat menduga bahwa hubungan suaminya dengan ayah serta sang ibu tiri tidak terlalu baik, tetapi ia tidak menyangka bahwa Dirga membenci ibu tirinya. Kana tidak pernah berpikir Dirga memiliki emosi negatif sekuat itu. Namun, kembali lagi–suaminya tersebut memang sedikit rumit. Sementara itu, sang

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 10 - Tamu Tak Diharapkan

    “Jangan pernah mengungkit hal ini lagi,” titah Dirga dengan tatapan dingin. “Aku akan anggap percakapan ini tidak pernah terjadi,” imbuh pria itu seraya mengendurkan dasi yang melingkari lehernya. Dirga berdiri, kemudian berjalan ke pintu, meninggalkan Helena yang tidak berani menahannya pergi. “Lagi pula," kata Dirga sebelum keluar. "Kamu harus ingat, Helen. Pernikahan ini adalah perintah darimu.” *** "Arkana?" Kana mendongak ketika mendengar suara tersebut dan terkesiap karena melihat suaminya. Mata perempuan itu turut melebar, tanpa bisa ditahan. Sejak tadi ia menunggu Dirga di kamar karena suaminya tersebut mengajaknya untuk pergi konsultasi ke dokter. Meskipun melalui telepon Dirga mengatakan bahwa ia akan sampai dalam beberapa menit, pria itu tidak kunjung datang. Kana tidak tahu apa yang terjadi hingga Dirga muncul dengan penampilan berantakan seperti ini. Belum lagi ekspresi pria yang biasanya tampak dingin dan tenang tersebut kini terlihat– Seperti malam itu, ketika D

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 9 - Drama Istri Pertama

    “Helena, hentikan!” Suara Dirga terdengar keras, kentara terkejut dengan apa yang baru saja istri pertamanya lakukan. Baru saja Dirga pulang dari kantor dengan niat membawa Kana berkonsultasi ke dokter. Namun, niatan tersebut terhenti lantaran Helena berkata ingin bicara dua mata dengan pria itu. Tidak pernah dia duga bahwa Helena akan tiba-tiba memojokkannya, mendorong Dirga ke tempat tidur dan mencium pria itu setelah ia duduk di pangkuan sang suami. Terkejut, Dirga berusaha dengan lembut mendorong Helena menjauh. Akan tetapi, tingkah Helena justru makin menjadi hingga Dirga harus mendorong wanita itu dengan kuat dan menarik dingin dengan paksa. “Apa yang kamu pikir kamu laku–” Belum sempat Dirga menyelesaikan ucapannya, Helena terlebih memotongnya, "Kamu jatuh cinta pada Arkana.” Itu tidak terdengar seperti pertanyaan, melainkan pernyataan. Dirga membeku, menampakkan wajah terkejut. "Kenapa diam, Dirga?” tekan Helena dengan air mata menuruni wajahnya. “Itu alasan kamu menola

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 8 - Patah Hati

    “Dirga?” Kana memanggil sang suami. Dia mencengkeram ujung pakaiannya. “Dirga, yang Barra bilang–” "Aku tidak tahan lagi,” gumam Dirga secara mendadak. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap marah sosok Barra. “Apa maksudmu?” Suara Dirga terdengar dingin ketika menyahuti ucapan Barra, membuat Kana langsung terdiam. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Ia menyadari bahwa sedetik setelah suaminya mendengar pertanyaan itu, aura yang menyelimuti tubuh pria itu berubah gelap dan mengerikan. Namun, walaupun demikian, Barra tidak takut. Pria itu memandang lurus kepada suami kakaknya itu. "Aku pikir pertanyaanku mudah dipahami," balasnya. “Apa kamu menikahi kakakku hanya untuk seorang anak?” Ada rasa marah yang tersirat dari nada bicaranya. "Tidak ada masalah dengan pertanyaanmu," sahut Dirga. "Yang tidak bisa kupahami adalah sikapmu." Dirga dengan jelas tidak dapat mengiakan pertanyaan Barra. Tidak hanya pria di hadapannya ini akan menghajarnya, Dirga juga bisa mema

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 7 - Hasil Mencuri Dengar

    “Sa-saya, Tuan?” Sasmi tergagap. Ia menunduk dalam-dalam. Sorot mata Dirga begitu tajam dan menusuk, membuatnya ciut.“Aku tidak suka mengulangi kata-kataku.” Dirga langsung berbalik dan menghampiri Kana setelahnya, tanpa memedulikan Sasmi yang membungkuk hormat sebelum undur diri, kembali ke dapur. “Sudah tidak apa-apa?” tanya pria itu kemudian sembari menyodorkan segelas air putih pada istri keduanya. Berbeda ketika ia bicara dengan Sasmi tadi, nada suara Dirga terdengar lebih lembut dan hangat. Sorot matanya juga lebih ramah.Dengan ragu, Kana menurunkan tangan yang menutupi hidung dan mulutnya sejak tadi. Perasaan mualnya menghilang begitu saja. Dengan tenang, perempuan itu meneguk air putih yang disodorkan Dirga sementara dengan tangannya yang bebas, suaminya tersebut merapikan anak rambut Kana dengan hati-hati.Tepat seperti dugaan Dirga, Sasmilah penyebab Kana merasa mual sebelumnya. Beruntung tadi Dirga mampu menghubungkan kondisi istri keduanya tersebut dengan informasi yang

DMCA.com Protection Status