“Baik anak-anak, tugasnya dikumpulkan terakhir hari Sabtu sebelum kalian study tour, ya. Nanti tugasnya tinggal kalian letakan saja di meja Bapak,” jelas Pak Budi kepada para murid kelas 11 IPA 1. Beliau merupakan salah satu dari guru seni rupa yang ada di SMA Antariksa.
“Untuk temanya bebas, Pak?” tanya Rendi selaku ketua kelas di 11 IPA 1.
“Untuk tema kalian bebas memilih apa saja. Jika temanya semakin unik maka nanti nilai kalian semakin tinggi,” tambah Pak Budi. Para murid pun mengangguk menanggapi ucapan Pak Budi.
“Baik kalau begitu Bapak sudahkan pelajaran hari ini karena sebentar lagi bel istirahat berbunyi. See you next time.” Setelah itu Pak Budi segera meninggalkan kelas 11 IPA 1.
Para murid berhamburan dari tempat duduknya setelah Pak Budi keluar dari kelas. Hal yang sudah biasa Pak Budi lakukan ketika pelajarannya adalah mendahului istirahat sebelum bel berbunyi. Oleh karena itu, banyak murid yang menyukai guru seni rupa tersebut karena pengajarannya yang santai dan tidak terlalu disiplin. Beberapa murid segera keluar kelas menuju kantin dan ada juga yang tetap berada di dalam kelas. Contohnya seperti para murid perempuan yang segera bergerombol untuk bergosip.
Putra kemudian mengajak ketiga temannya, Haris, Hugo dan Felix, untuk menuju ke kantin karena perutnya sudah meminta untuk diberi makan. Mereka berempat bergegas keluar dari kelas dan segera menuju ke kantin yang jaraknya tidak jauh dari kelasnya, hanya melewati tiga kelas saja. Suasana kantin saat ini masih sepi karena bel istirahat belum berbunyi dan di sana hanya berisi para murid kelas 11 IPA 1 saja. Mereka kemudian segera menduduki meja kosong yang berada di pojok.
“Lo pada mau makan apa? Sekalian gue pesenin, nih,” tanya Putra kepada tiga temannya yang sekarang sedang fokus dengan ponselnya masing-masing.
“Gue batagor sama es jeruk aja, Put,” jawab Haris dan disusul dengan Hugo, “Gue samain kayak Haris.”
Putra mengangguk dan beralih menatap Felix, “Kalau lo mau makan apa, Lix?”
Felix terlihat sedang berpikir sejenak, “Siomay ada nggak?” tanyanya kepada Putra. Putra pun mengangguk.
“Lah orang Australia kok tau makanan siomay?” tanya Hugo.
“Di Ausie juga ada siomay kali, itu juga makanan asal Cina. Cuma kalau di Ausie nggak ada sambal kacangnya,” jelas Felix. Ucapannya itu sontak membuat ketiga temannya tertawa.
“Terus minumnya mau apa?” tanya Putra dan dibalas oleh Felix, “Samain aja.”
Setelah semua temannya memesan makanan, Putra segera menuju ke warung yang menjual siomay dan batagor. Tidak lupa sebelumnya ia menuju ke warung yang menjual mie ayam karena dirinya sudah merasa sangat lapar padahal saat ini jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi.
“Eh, by the way kita mau ambil tema apa buat tugasnya Pak Budi?” ucap Hugo membuka obrolan. Haris dan Felix kini sudah beralih dari ponselnya dan menatap temannya itu.
“Gimana kalau nature aja? Kayak hutan pepohonan gitu.” Kini Haris membuka bibirnya. Tugas dari Pak Budi adalah melukis di atas kanvas putih berukuran 80 x 100 cm yang cukup besar dengan media cat minyak. Namun, hal itu jadi tidak terlalu menjadi masalah karena lukisan tersebut akan dilukis oleh empat orang yang akan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah.
“Boleh tuh, jadi nanti kita beli cat minyaknya warna hijau aja,” sambung Putra yang kini sudah datang dengan satu mangkuk mie ayam dan satu gelas es jeruk di tangannya.
“Punya gue mana?” tanya Haris. Ia hanya melihat temannya ini membawa satu mangkuk mie ayam dan segelas es jeruk, tidak lupa dengan satu keping kerupuk di atas mie ayamnya.
“Nanti dianter, Sayang. Tangan gue cuma dua.” Putra kemudian duduk di sebelah Haris dan membuatnya bergidik ngeri, “Najis.”
Tepat setelah ucapan Haris tiba-tiba datang penjual siomay dan batagor yang membawa nampan berisi dua piring batagor dan satu piring siomay serta tiga gelas es jeruk. Haris, Hugo, dan Felix segera mengucapkan terima kasih kepada penjual itu karena telah mengantarkan makanan kepada mereka.
“Nanti pulang sekolah ke rumah gue aja. Kakak gue punya perlengkapan lukis yang lumayan lengkap. Kayaknya di studionya juga masih ada kanvas besar,” tukas Felix. Laki-laki berdarah Australia-Indonesia ini ternyata memiliki seorang kakak perempuan yang tiga tahun lebih tua darinya. Saat ini kakaknya sedang mengemban pendidikan di bidang seni lukis tepatnya di salah satu perguruan tinggi yang ada di kota Bandung. Oleh karena itu, tidak heran jika di rumahnya terdapat banyak peralatan melukis.
“Emangnya boleh sama kakak lo, Lix?” tanya Hugo. Felix kemudian mengangguk dan menjawab, “Santai aja, nanti gue izin ke kakak gue. Hari ini juga dia nggak ada di rumah.”
Haris, Putra, dan Hugo hanya mengangguk perkataan Felix, “Oke deh, nanti pulang sekolah berarti tancap gas ke rumah lo, ya, Lix,” ucap Putra.
“Eh, tapi nanti gue ada jadwal bimbel gimana? Atau gini aja, nanti lo bertiga mulai ngelukis terus besok kanvasnya kasihin ke gue biar gue finishing,” tukas Hugo.
“Ya udah kalau gitu, Go,” tambah Haris. Putra dan Felix menyetujui saran dari Hugo. Mereka bertiga kemudian melanjutkan untuk menghabiskan makanan yang ada di meja karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
Haris, Felix, dan Putra kini sudah berada di parkiran motor sekolah. Mereka bertiga akan segera pergi menuju ke rumah Felix. Putra sendiri tidak membawa kendaraan sehingga ia membonceng di belakang Haris. Felix yang sudah siap di depan segera menancapkan gas sepeda motornya menuju ke rumahnya dan diikuti oleh Haris dan Putra di belakang. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di rumah Felix, mereka hanya menghabiskan waktu sekitar sepuluh menit untuk sampai di rumah Felix.
Di depan mereka sudah ada rumah yang berukuran cukup besar dengan desain eksteriornya yang minimalis tetapi masih terlihat elegan. Felix beranjak turun dari motornya dan membuka gerbang rumahnya yang masih terkunci dengan gembok. Ia mengeluarkan kunci dari kantong seragamnya dan segera membuka gemboknya. Ia kemudian mendorong gerbang agar terbuka lebar. Felix kembali menaiki motornya dan mempersilakan Haris dan Putra untuk memarkirkan motornya di dalam sebelum ia kembali menutup gerbangnya.
“Rumah lo kok sepi banget, Lix. Di dalem nggak ada orang apa?” tanya Putra setelah melepas helm yang ada di kepalanya dan diikuti juga oleh Haris.
“Enggak ada. Bokap sama nyokap di kantor,” jawab Felix. Ia lalu segera membuka pintu rumahnya yang terkunci dan menyuruh Haris dan Putra untuk masuk.
“Mau minum apa?” tanya Felix kepada dua temannya yang sekarang sudah duduk di sofa ruang tamu.
“Terserah lo aja, Lix.” Putra kemudian berjalan menuju ruang keluarga yang masih satu ruangan dengan ruang tamu tetapi hanya diberikan sekat dengan lemari kayu yang besar. Di sana terdapat satu televisi dengan ukuran besar serta dua pengeras suara di sebelahnya.
Mata Putra langsung membulat ketika melihat salah satu barang yang menarik perhatiannya ada di sebelah televisi, “Wih! Ternyata lo punya PS5 juga, Lix! Main yuk lah,” ucapnya bersemangat.
“Heh, kerjain tugas Pak Budi dulu baru boleh main,” omel Haris. Ia kemudian bertanya kepada Felix di mana letak studio lukis milik kakaknya itu. Setelah meletakkan minuman untuk kedua temannya di meja, Felix segera menuju ke lantai atas untuk mengambil kanvas dan berbagai macam cat minyak serta kuas milik kakaknya. Sebelumnya ia sudah menelpon kakaknya untuk meminta izin meminjam cat minyak dan mengambil salah satu kanvasnya. Kakaknya pun membolehkan adiknya itu untuk menggunakan alat lukis miliknya dengan catatan harus dirapikan kembali setelah digunakan.
Felix kembali dari studio lukis kakaknya dengan membawa satu kanvas yang cukup besar dan berbagai macam cat minyak dan kuas di tangannya. Karena kesulitan membawa sendiri ia meminta bantuan kepada temannya. Haris dengan inisiatif langsung menyusul ke atas untuk membantu Felix. Ia kemudian membawa turun kanvas yang cukup besar itu sedangkan Felix membawa berbagai macam cat minyak dan kuas yang ditempatkan pada sebuah kotak besar.
“Butuh easel nggak?” tanya Felix kepada Haris.
“Easel tuh apa?” tanya Haris karena ia tidak mengetahui istilah yang ada di dunia perlukisan itu.
“Easel tuh stand kayu biar kanvasnya bisa berdiri,” jelasnya. Haris kemudian berpikir sejenak, “Nggak usah kali, ya? Nanti malah jadi susah soalnya kita kan mau ngelukis bertiga,” jawab Haris.
Felix mengangguk dan menutup lagi pintu studio kakaknya. Mereka berdua beranjak turun. Ternyata sudah ada Putra yang duduk dengan santai di sofa sambil memegang stik game. Ia tersenyum menunjukkan giginya ke arah Haris, “Main sekali aja, ya, Ris? Hehehe.”
Akhirnya, Haris, Putra, dan Felix mulai bermain game di PS5 milik Felix. Awalnya Putra berjanji jika hanya bermain satu ronde saja. Namun, ternyata mereka sudah menghabiskan waktu selama dua jam untuk bermain game. Haris yang awalnya tidak membolehkan Putra bermain game malah ikut terhanyut ke dalam permainan dan tidak sadar akan ucapannya sendiri.
Langit sudah berubah warna menjadi jingga yang menandakan bahwa hari sudah semakin sore. Haris, Felix, dan Putra yang awalnya berniat untuk mengerjakan tugas dari Pak Budi malah berakhir dengan bermain game sampai sore. Kanvas berwarna putih yang bersandar di dinding itu masih belum ternodai oleh satu warna pun. Tiga empu yang sedang memegang stik permainan ini masih fokus menggerakkan jarinya. Mereka bertiga masih belum menyelesaikan game-nya.“Jam berapa sih sekarang?” tanya Haris kepada kedua temannya tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi.Felix kemudian melihat jam yang ada di dinding, “Jam setengah enam.”Haris lantas berhenti menggerakkan jarinya dan menatap kedua temannya, “Parah! Kita belum ngerjain tugas Pak Budi!” Putra seketika menatap ke arah Haris, “Lah iya, bego!”Namun, berbeda dengan sang tuan rumah yang tidak peduli dan tetap fokus dalam permainan di layar televisi. Hal it
Semua murid kelas 11 IPA 1 kini telah meletakkan hasil tugas kelompok mereka yang diberikan oleh Pak Budi di atas meja masing-masing. Berbagai jenis tema yang dituangkan dalam kanvas menghiasi ruang kelas. Pak Budi kemudian menyuruh para murid untuk meletakkan hasil lukisan kelompok masing-masing ke lapangan basket untuk diberikan penilaian. Bukan hanya Pak Budi yang akan menilai, tetapi semua guru seni rupa yang ada di SMA Antariksa Jakarta juga akan ikut menilai karya murid milik kelas tersebut.Kelas 11 IPA 1 adalah kelas pertama yang telah menyelesaikan tugas melukis dengan media kanvas dari Pak Budi. Untuk kelas lainnya, Pak Budi memberikan kompensasi untuk mengumpulkan tugasnya setelah mereka pulang dari kegiatan study tour. Hal ini karena kelas milik Haris mendapatkan jadwal pelajaran yang lebih awal dibandingkan dengan kelas lainnya. Saat ini para murid sudah meletakkan hasil karya di lapangan yang akan segera dinilai oleh Pak Budi. Lima lukisan terbaik dari
Sepuluh bus wisata berukuran besar sudah terparkir rapi di halaman SMA Antariksa Jakarta. Para murid berbondong-bondong untuk masuk ke dalam aula indoor di sekolah. Sebelumnya, mereka berpamitan dengan orangtuanya dan berpelukan untuk melepas rindu nanti ketika mereka berada di Bali. Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi yang artinya satu jam lagi bus akan segera berangkat.Para murid kini sedang berkumpul di aula indoor untuk diberikan pembekalan oleh kepala sekolah dan guru kesiswaan. Kepala sekolah memulai pembekalannya diawali dengan mengucapkan salam kemudian memberikan arahan kepada para murid. Beliau juga tidak lupa untuk memperingatkan kepada para murid agar berhati-hati dalam betindak dan bertingkah laku karena mereka akan mengunjungi daerah milik orang lain. Oleh karena itu, para murid harus menjaga tata karma dan perilaku ketika berada di Bali besok. Kemudian dilanjutkan oleh guru kesiswaan yang juga memberikan arahan kepada para murid ketika samp
Saat ini rombongan bus dari SMA Antariksa Jakarta sudah sampai di rest area yang terletak di dekat laut di pinggir kota Semarang. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi yang artinya rombongan murid dan guru dipersilakan turun dari bus untuk istirahat dan sarapan. Beberapa murid segera berebut menuju ke toilet yang jumlahnya tidak banyak. Beberapa murid juga menuju ke dalam restoran yang sudah menyediakan sarapan untuk rombongan mereka. Marsha dan Lia mempunyai ide agar mereka tidak perlu berebut toilet dengan yang lain. Mereka berdua segera menuju ke masjid yang terletak di belakang restoran. Dan benar saja, di masjid tersebut tidak terlalu banyak murid yang mengantre di toilet karena beberapa dari mereka akan melaksanakan salat duha.Sesampainya di masjid Marsha dan Lia segera beralih ke toilet yang kosong. Mereka pun masuk dan mulai membersihkan diri setelah itu berwudu untuk melaksanakan salat duha. Setelah selesai salat, Marsha dan Lia beranjak ke restoran yang
Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi dan rombongan dari sepuluh bus kini sudah berjejer di parkiran pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Seluruh murid dipersilakan untuk turun dari bus dan berbaris sesuai kelas untuk segera masuk ke dalam kapal Feri. Para murid nantinya dibagi menjadi dua kapal karena satu kapal Feri hanya memuat seratus lima puluh penumpang sedangkan total rombongan adalah tiga ratus enam puluh orang.Sayangnya, Haris dan Marsha tidak bisa satu kapal karena kelas Marsha lebih dulu memasuki kapal pertama. Mereka hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di pelabuhan Gilimanuk Bali. Ternyata Marsha belum pernah menaiki kapal sebelumnya. Hal itu membuatnya kini merasakan mual akibat mabuk laut. Untungnya Lia sudah siap siaga membawa tas kecil berisi obat-obatan. Ia kemudian memberikan salah satu obat kepada Marsha untuk meredakan rasa mualnya. Setelah itu, perlahan mata Marsha mulai menutup karena pengaruh dari obat.Ia terlelap hingga tid
Hari ini sungguh hari yang cukup melelahkan. Rombongan study tour telah mengunjungi tiga pantai sekaligus. Setelah mengunjungi Pantai Tanah Lot, mereka melanjutkan perjalanan menuju ke Pura Luhur Uluwatu pada siang hari setelah makan siang. Pura Luhur Uluwatu merupakan pura Hindu yang terletak di atas anjungan batu karang yang terjal dan tinggi serta menjorok ke laut. Pura ini berada di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung Bali. Rombongan bus membutuhkan waktu selama satu setengah jam dari Tanah Lot untuk sampai di pura ini. Setelah selesai mengunjungi Pura Luhur Uluwatu, rombongan study tour kembali melanjutkan perjalanan ke Pantai Kuta yang hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di sana.Rombongan telah sampai di Pantai Kuta pada sore hari. Para guru pun membebaskan murid untuk bermain dan bersantai di Pantai Kuta. Mereka memberikan waktu sampai jam tujuh malam untuk berada di pantai ini dan setelah itu melanjutkan p
“Kalian berdua ngapain?” Itu adalah suara Haris. Ia kini sedang berdiri di depan mereka dan menatap kedua insan yang awalnya sedang mengobrol hingga akhirnya kini mematung dan terdiam.“Marsha, aku tanya kamu sama Felix lagi ngapain?” tanya laki-laki itu sekali lagi yang saat ini sedang menatap Marsha tajam.“Ris, gue bisa jelasin,” timpal Felix yang sedari tadi hanya diam mematung. Haris yang awalnya sedang menatap Marsha kini beralih menatap Felix. “Perasaan tadi lo bilang mau nyusulin gue sama Putra. Gue juga minta tolong ajakin Hugo buat ikut. Kenapa lo malah bawa cewek gue, Lix?”Marsha lantas menundukkan kepalanya setelah mendengar suara Haris yang dingin. Marsha tahu saat ini Haris sedang marah sehingga ia tidak berani menjawab ucapan Haris bahkan menatapnya saja pun tidak berani. Felix mencoba untuk menjelaskan kesalahpahaman ini kepada temannya tetapi Haris sudah terlanjur marah. Ia pun segera menarik tang
Senyum cerah mewarnai wajah Marsha. Wajah cantiknya kini sudah berseri tidak seperti saat pagi hari tadi. Hal ini disebabkan oleh hubungannya dengan Haris yang telah membaik. Bahkan ketika berada di Pura Ulun Danu mereka berdua menyempatkan diri untuk berfoto bersama. Ketiga teman mereka termasuk Lia, Putra, dan Hugo merasa lega apabila Haris dan Marsha sudah tidak bertikai seperti tadi malam. Akan tetapi, Felix belum menampakkan diri sejak di Kebun Raya Bedugul. Ia langsung memisahkan diri saat bus baru saja berhenti di parkiran. Felix kembali muncul jika bus akan segera berangkat menuju destinasi selanjutnya.Tujuan wisata selanjutnya adalah Garuda Wisnu Kencana Cultural Park yang berlokasi di Desa Ungasan, Kabupaten Badung Bali. Landmark ini berdiri dengan megah dan merupakan maskot Bali, yaitu patung Garuda Wisnu Kencana yang menggambarkan sosok Dewa Wisnu menunggangi Garuda. Patung ini mulai dibangun pada tahun 1997 oleh seniman I Nyoman Nuarta dengan t
Epilog: The Good EndingTidak ada yang pernah menduga tentang takdir seseorang. Haris dan Marsha yang sudah menjadi sepasang kekasih sejak SMA ternyata benar-benar menjadi sepasang kekasih yang melanjutkan sampai di pelaminan. Marsha yang awalnya berpikir akan berakhir menikah dengan Felix pun ternyata salah. Setelah semua masa lalu kelam dan pedih yang Marsha alami, ia akan tetap kembali kepada Haris. Sejauh apa pun Marsha berlari, Tuhan akan selalu berusaha untuk mempertemukan mereka berdua. Seperti yang disebut dengan takdir, Haris dan Marsha adalah sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan dan tidak bisa diganggu gugat.Sama seperti Marsha, Felix yang awalnya mengira bahwa Marsha adalah takdirnya ternyata salah besar. Sejauh apa pun Felix berusaha untuk meraih Marsha, pria itu tetap tidak bisa menggapainya. Cinta yang Felix pendam sejak pertama kali bertemu dengan Marsha pada kenyataannya tidak akan pernah bisa terbalaskan. Walaupun pada
Waktu hanya tinggal tersisa dua hari lagi menuju hari bahagia. Segala persiapan sudah Marsha dan Haris lakukan. Mereka berdua berhasil menyiapkan pernikahan hanya dalam rentang waktu satu minggu saja. Tentu saja, mereka berdua tidak melakukannya sendiri. Haris dan Marsha dibantu oleh masing-masing kedua orangtua mereka dan juga sahabat serta teman dekat mereka. Namun, sebelum itu, Marsha harus membatalkan segala proses di Swiss yang pada awalnya akan menjadi hari penikahan Marsha dan Felix. Akan tetapi, ternyata segala urusan tersebut sudah diselesaikan oleh Felix seorang diri.Salah satu rekan kantor Felix, Juan, kemarin menelepon Marsha secara mendadak. Pria itu berkata bahwa seluruh proses yang sudah disiapkan mulai dari gedung, peralatan, gaun dan jas, serta wedding organizer sudah dibatalkan oleh Felix. Karena pembatalan tersebut Marsha dan Felix harus merelakan biaya yang cukup banyak yang mereka gunakan sebagai modal pernikahan. Namun, sayangnya yang membuat Marsha kec
Setelah sekian lama berusaha untuk menghilang dan bersembunyi dari orang-orang yang dikenal, Marsha akhirnya memberanikan diri untuk kembali terbang ke negara tempat di mana ia lahirkan, Indonesia. Marsha berangkat kembali menuju ke Indonesia bersama dengan Willy dan Haris yang siap mendampingi kapan pun dan di mana pun ia berada. Marsha awalnya menolak mentah-mentah ketika Haris mengajaknya untuk kembali ke Indonesia. Namun, perlahan demi pasti, akhirnya Haris berhasil membujuk wanita itu agar mau kembali ke Indonesia untuk bertemu sahabat dan teman-temannya terutama kedua orangtuanya.Siang ini, pesawat yang Marsha, Haris, dan Willy naiki sudah mendarat di bandara internasional Indonesia. Haris menggenggam tangan Marsha sambil menggendong Willy dan mengajak mereka untuk segera keluar dari bandara. Tujuan pertama mereka adalah apartemen milik Haris. Tentu saja, Marsha masih belum siap jika setelah ini ia langsung bertemu dengan kedua orangtuanya setela
Hingga sampai pagi ini, Marsha masih belum mendapatkan kabar apa pun dari Felix. Ia sudah berulang kali memberikan pesan dan menelepon kepada Felix tetapi hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban apa pun. Bahkan ketika Marsha berusaha untuk menanyakan Felix melalui Juan, pria itu tidak bisa memberitahunya. Padahal, Marsha sudah memilih gaun pengantin untuk dirinya dan juga jas tuksedo untuk Felix di butik fitting kemarin. Marsha sudah bersusah payah untuk memilih jas tuksedo yang cocok digunakan untuk Felix. Ia takut jika jas tuksedo yang dipilihnya tidak sesuai dengan selera pakaian Felix.Saat ini, Marsha sedang merapikan pakaian di lemarinya sembari membersihkan kamarnya yang terlihat berantakan. Sekitar tiga puluh menit yang lalu, Marsha sudah mengantarkan Willy ke sekolah dan ia akan menjemputnya kembali pada pukul sebelas siang nanti. Sebenarnya hari ini adalah jadwal Marsha dan Felix untuk bertemu dengan agen wedding organizer yang sudah mereka pilih untuk menentukan tem
Hari ini adalah jadwalnya bagi Marsha dan Felix untuk melakukan fitting gaun pengantin untuk Marsha dan jas tuksedo untuk Felix. Wanita itu sudah siap dengan dirinya setelah selesai mengantarkan Willy ke sekolah. Akan tetapi, sejak tadi malam Marsha tidak mendapatkan kabar dari Felix. Pria itu tidak membalas pesan dari Marsha sejak sore hari kemarin. Hal itu pun membuat jadwal perjanjian mereka dengan butik untuk melakukan fitting diundur. Marsha sendiri sudah berusaha untuk menghubungi Felix berulang kali tetapi hingga sampai saat ini ia tidak mendapatkan balasan apa pun.Apakah Felix marah dengan Marsha karena sikap anehnya kemarin? Marsha bisa menebak akan hal itu karena perubahan sikap Felix tepat setelah mereka selesai membeli cincin pernikahan. Felix bahkan tidak mengajaknya berbicara terlalu sering saat mereka berdua berada di dalam mobil. Karena hal itulah Marsha akhirnya berusaha untuk menghilangkan mood buruk dan mengalahkan rasa egonya demi mengajak Felix mengobrol
Ternyata, hari itu adalah pertemuan terakhir Haris dan Marsha. Setelah bertemu dan berbincang dengan Felix di kafetaria hotel, Haris memutuskan untuk pulang kembali ke Jerman pada esok hari. Pria itu benar-benar sudah merelakan Marsha demi kebahagiaan wanita itu sendiri. Haris tidak boleh egois, bukan hanya dia lah yang menderita selama ini. Akan tetapi, Marsha ternyata lebih menderita darinya. Oleh karena itu, Haris sudah merelakan Marsha kepada Felix dan berharap mereka berdua akan menjalankan hidup yang harmonis.Setelah pertemuan Haris dan Felix di kafetaria, mereka berdua kembali menjadi akrab seperti dahulu. Baik Haris maupun Felix, mereka berdua meminta maaf satu sama lain atas kesalahan yang telah mereka perbuat. Felix meminta maaf karena tidak memberitahu tentang Marsha selama ini kepada Haris sedangkan Haris meminta maaf karena tadi ia memukul Felix sampai berdarah dengan penuh emosi. Pada saat itu pun mereka mulai bertukar tentang banyak cerita. Pertemanan mereka y
"Asal kamu tau, aku nggak pernah membenci kamu, Ris. Tapi maaf, kita udah nggak bisa kembali kayak dulu lagi karena aku dan Felix udah terikat dalam sebuah hubungan dan satu bulan lagi aku dan Felix menikah," ucap Marsha yang sontak membuat jantung Haris seakan berhenti mendadak.Setelah mendengar perkataan Marsha baru saja, Haris langsung merenggangkan pelukannya dengan Marsha. Pria itu berjalan mundur perlahan seakan terkejut dengan ucapan Marsha. Ya, Haris tentu saja terkejut bukan main. Kedua kakinya saat ini terasa seperti tidak mempunyai kekuatan untuk menahannya agar tetap berdiri. Tubuh Haris melemas. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Keringat di dahinya mulai muncul perlahan. Ia mengusap wajahnya perlahan dan berusaha menyadarkan diri apakah saat ini hanyalah khayalannya saja. Namun, semua ini adalah kenyataan.Sementara itu, saat ini Marsha hanya menundukkan kepalanya dan menatap ke bawah lantai. Wanita itu belum siap untuk melihat bagaimana reaksi yan
"Felix? Lo ngapain di sini?" Haris bertanya kepada Felix yang kini sudah berhadapan dengan teman lamanya saat SMA. Rasa kantuk yang sebelumnya masih menyelimuti diri Haris kini sudah hilang sepenuhnya. Seluruh indra yang dimilikinya tampak bekerja menjadi lebih giat setelah melihat seseorang di depannya. Haris meneguk ludahnya perlahan. Pria yang saat ini sedang berdiri di hadapannya masih belum menjawab pertanyaan dari Haris. Tampaknya Felix masih sangat terkejut dengan kehadiran Haris yang secara tiba-tiba sudah berada di rumah calon istrinya. "Oh, shit," ucap Marsha yang tiba-tiba sudah berdiri di antara Haris dan Felix. Wanita itu tampak memijat dahinya pelan karena situasi yang saat ini sedang berlangsung. Di antara Haris dan Felix, mereka berdua bahkan belum merasakan stres yang mendalam dengan situasi saat ini. Marsha lah yang merasa paling pusing di antara mereka. Sebuah memori yang dulu pernah terjadi kembali terulang di benak Marsha ketika pada saat
"Mama, kenalin Paman di sebelah aku namanya Paman Haris! Paman Haris baik banget udah beliin aku makanan di minimarket dan nganterin aku pulang sampai ke rumah!" ucap Willy dengan semangat yang tanpa tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Marsha masih diam dan tidak menghiraukan perkataan anaknya. Saat ini, ia masih terhanyut dengan kehadiran Haris di depannya. Sama seperti Marsha, Haris pun masih terdiam dan tidak mengeluarkan suara apa pun. Pria itu masih memandangi wajah wanita yang sudah lima tahun tidak ia temui dengan lekat.Wanita yang saat ini berada di hadapannya sudah sangat berbeda dengan Marsha yang terakhir kali ia temui pada lima tahun yang lalu. Rambut panjang lurus berwarna hitam sepinggang yang biasa Haris lihat dahulu kini sudah berubah menjadi rambut pendek berwarna cokelat hazelnut sebahu. Akan tetapi, wajah cantik dan indah milik Marsha masih sama seperti dahulu, tidak ada yang berubah. Marsha masih terlihat sangat cantik, bahkan wanita itu menjadi lebih