Tak ...Tak ...Tak ...Suara detak jam dinding memenuhi seluruh ruang kamar Kinara pada malam ini. Saat ini ia sedang dilanda rasa gelisah yang tak tentu arah. Dua kelopak matanya sama sekali tak dapat terpejam. Dia berbalik ke kanan dan ke kiri dengan pikiran yang penuh dengan tanda tanya.Waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari pada saat ini. Sekian lama Nara menunggu tetap ia tidak mendapatkan kabar apapun dari suaminya. Sudah berjam-jam Arjuna pergi, tetapi bahkan satu pesan pun tidak ia dapatkan di dalam ponsel yang saat ini terbaring di sebelah telinganya.Kinara menjadi semakin kesal saat ia mengingat bagaimana Juna tidak memberitahunya akan pergi ke mana tadi. Setidaknya jika ia tahu ke mana perginya Juna, ia akan tahu ke mana ia harus pergi jika sampai pagi nanti suaminya belum juga kembali.Sudah puluhan kali Nara menengok dan menatap layar ponselnya. Tapi berkali-kali pula ia tak mendapatkan satupun pesan di layar ponselnya."Haduh, sebenarnya pergi ke mana dia?" isi
Tok tok tok ...Tok tok tok ..."Siapa sih, Pak? Masih pagi-pagi buta begini sudah bertamu ke rumah orang, ndak tahu waktu banget!" sentak Bu Ratna yang merasa kesal karena pagi-pagi buta sudah mendengar suara ketukan pintu di rumahnya.Dengan langkah yang gontai, Pak Rudi beranjak dari tempat tidurnya. Dia berjalan dengan berat menuju ke ruang tamu untuk membukakan pintu.Tok tok tok ... Terdengar suara pintu kembali diketuk."Iya iya iya, sabar sedikit dong." Pak Rudi merasa terganggu dan ingin segera melihat siapa tamu yang datang di saat pagi-pagi buta seperti ini.Dan betapa terkejutnya Pak Rudi ketika membuka pintu rumahnya. Di hadapannya sekarang sudah berdiri Agus dengan keringat yang sudah mengucur di pelipisnya."Pak, gawat, Pak." Agus berkata dengan raut wajah yang panik."Gawat kenapa?" tanya Pak Rudi sembari meminta Agus untuk duduk di sofa ruang tamunya.Terlihat saat ini ke
SREENNGG!!Suara air dari tirisan tempe beradu dengan minyak panas yang masih menggenang di dalam wajan penggorengan. Aroma dari rempah yang tercampur pada tempe berbalut tepung tersebut menguar memenuhi seluruh isi dapur pada saat Arjuna mulai masuk ke dalam sana.Terlihat, Kinara masih berdiri di depan kompor sembari menggoreng tempe goreng alias mendoan. Masakan andalan yang selalu di masak oleh mendiang ibunya."Heemmm ... Harumnya. Masak apa sih, bikin keroncongan. Jadi pengen cepet-cepet makan yang masak, deh." Arjuna tiba-tiba saja datang dengan melingkarkan tangannya di pinggang perempuan ayu tersebut.Kinara yang memang sedari tadi masih fokus menggoreng, tentu saja terkejut karena ia tidak menyadari akan kehadiran Arjuna di belakangnya."Astaghfirullah, Mas. Ngangetin aja loh tiba-tiba udah di belakang ..." Nara tidak jadi melanjutkan kata-katanya karena dalam hitunga detik saja Arjuna sudah mendaratkan sebuah kecupan mesra
Sejak peristiwa yang menggemparkan pesta pernikahan antara Deva dengan Vanya beberapa waktu yang lalu, Bu Ratna lebih sering menghabiskan waktu di dalam rumahnya. Dia menjadi jarang keluar rumah. Bu Ratna yang biasanya selalu aktif ikut dalam kegiatan kampanye sang suami dimana pun, kini lebih memilih untuk berdiam diri saja di rumah. Dia tidak ingin pergi dan tak ingin keluar kemana-mana.Bukan Tanpa alasan Bu Ratna melakukan hal seperti itu. Itu semua karena Bu Ratna malas untuk menghadapi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang yang ingin tahu mengenai kabar yang sedang viral tersebut.Dan dengan hal itu pula Pak Rudi bisa memanfaatkan kesempatan untuk selalu mencari celah bertemu dengan istri sirinya, yaitu Lina. Dengan Bu Ratna yang tidak berada di sampingnya, tentu saja pertemuan antara Pak Rudi dan juga Lina menjadi semakin bebas dan semakin leluasa tanpa adanya penghalang dan kecurigaan dari Bu Ratna.Namun masih ada satu hal yang
Terlihat di ruang tamu Bu Ratna saat ini, Pak Samsudin tengah duduk di sofa. Dan di hadapannya sudah tampak berkas-berkas di dalam tumpukan map yang entah apa isinya. Berkas-berkas itu tertumpuk di atas meja tepat dihadapan Pak Samsudin.Saat Bu Ratna tiba di sana untuk menemui Pak Samsudin, sama sekali tak terlihat keramahan di wajah Pak Samsudin. Bahkan untuk sedikit senyum pun tak terlihat di bibirnya. Bu Ratna masih menunjukkan senyumnya yang dipaksakan kepada Pak Samsudin. Tetapi jangankan membalas senyum Bu Ratna, Pak Samsudin justru memalingkan wajahnya ke arah lain."Maaf ya, Mas Samsudin sudah lama menunggu? Maaf tadi saya lagi beres-beres di dapur tadi, sehingga tidak mendengar kedatangan Mas Samsudin," ucap Bu Ratna berbasa-basi. Sesungguhnya wanita paroh baya itu tengah menyembunyikan rasa gugup yang ada di balik senyuman manis yang ia buat buat saat ini."Hmm," hanya itu saja yang keluar dari mulut Pak Samsudin. Aura wajahnya terlihat ben
Seharusnya Kinara tidur lebih awal pada malam ini agar esok hari ia tidak bangun kesiangan. Akan tetapi apa yang terjadi justru sebaliknya. Dia justru merasa kesulitan untuk memejamkan matanya meskipun jarum jam sudah menunjuk tepat di angka jam dua belas malam.Arjuna yang mendapati jika pada saat ini Nara tidak bisa tertidur pun ikut terjaga juga pada akhirnya. Ia sangat tahu jika saat ini istrinya itu sedang merasa gelisah karena esok hari ia akan bertemu dengan keluarganya yang tinggal di Jakarta."Kenapa, Sayang. Dari tadi Mas lihat kamu nggak tidur, loh? Mimpi buruk?" Arjuna pun kemudian sedikit mengangkat badannya karena merasakan pergerakan tubuh Nara yang sejak tadi gelisah di atas tempat tidur."Bukan mimpi buruk, Mas. Tapi memang nggak bisa tidur. maaf ya jika Mas jadi kebangun gara-gara aku yang nggak bisa tidur dari tadi," ucap Nara lirih yang merasa bersalah kepada suaminya."Udah nggak apa-apa. Sini sini, Mas peluk." Tanpa menunggu jawaban dari Kinara, Arjuna langsung s
Kinara sengaja tidak ingin memperlihatkan air matanya yang luruh di hadapan Arjuna. Ia tidak ingin jika suaminya tersebut nanti menilainya terlalu konyol karena hendak pergi ke sebuah tempat yang bernama Ibukota tersebut.Sebenarnya ini bukan hanya tentang perjalan yang akan dilewatinya saat ini, bukan pula tentang Ibukota negara yang akan mereka datangi. Namun, perasaan itu datang karena ia baru pertama kali ini meninggalkan kampung halamannya.Ini semua adalah tentang kampung halaman dan semua kenangannya. Tentang desa yang berada di sebuah lereng bukit yang menjadi tempat Kinara dilahirkan dan juga dibesarkan. Tempat di mana dirinya mendapatkan semua kasih sayang dari kedua orang tuanya.Di perjalanan yang ia tempuh pada saat ini, Kinara membayangkan wajah sang ibu yang pada saat ini menari-nari di pelupuk matanya. Dan juga melihat sang ayah dari luar jendela sedang mengukir senyum melihat ke arahnya. Kedua wajah dari orang yang berarti baginya itu kini memenuhi relung hatinya. Waj
"Selamat datang di keluarga kami, Nak. Kami harus menunggu waktu yang sangat lama hanya untuk melihat Juna pulang dengan membawa bidadarinya untuk diperkenalkan kepada kami," ucap Bu Hasan dengan kedua mata yang dipenuhi binar-binar bahagia.Bu Hasan merasa sangat bahagia untuk saat ini, karena anak sulungnya yang begitu ia banggakan sudah resmi memiliki istri. Bu Laras, nama aslinya. Tapi orang-orang lebih sering memanggilnya dengan nama Bu Hasan.Terlihat Kinara pun mengulum senyumnya. Ketegangan yang dirasakan begitu menyiksa dirinya di sepanjang perjalanan, perlahan-lahan mulai terkikis dan tergerus oleh sikap hangat dari wanita berusia sekitar lima puluh tahun dan itu. Namun di usianya yang bahkan sudah lebih dari separuh abad, sama sekali tidak membuat kecantikan alaminya memudar."Masya Allah, Nak. Kamu sungguh cantik sekali. Dan lebih cantik daripada foto-foto yang Juna kirimkan kepada kami." Pak Hasan pun maju ke depan dan ikut menimpali perkataan istrinya. Demikian pula deng