Perempuan itu merasakan jantungnya berdegup kian cepat saat dia mengalungkan tangan ke leher suaminya, lalu mengecup bibirnya sekilas.
"Tempat ini sangat indah. Bagaimana mungkin Ade tidak menyukai tempat ini?"
"Sebenarnya Abang ingin mengajakmu ke tempat wisata alam Mayang, tapi kalau ke tempat itu rasanya lebih baik dengan membawa serta Nayra. Saat ini Abang hanya ingin berduaan dengan kamu, menikmati bulan madu kita."
Kata-kata bulan madu membuat pipi Naila memerah. Perempuan itu merasa dirinya sudah tua dan rasanya tak pantas kalau pernikahan mereka harus disertai dengan sesi bulan madu. Membayangkan semua keromantisan yang tercipta, rasanya dia tak sanggup.
"Lah kok Ade jadi terdiam sih? Kenapa?" Khairul menangkap semburat malu di wajah istrinya.
"Ade malu?" bisiknya.
"Ade sudah tua, Bang. Masa iya masih memer
Laki-laki itu tak perduli dengan sang istri yang terus memberontak. Dia tak peduli dengan ocehan Naila yang minta diturunkan dari gendongannya, bahkan dia tak peduli dengan beberapa pasang mata yang memandangnya dengan penuh senyum dan di dalam hatinya mungkin berpikir bahwa mereka adalah pasangan kekasih yang lagi hot-hotnya memadu cinta.Khairul terus menggendong sang istri menuju parkiran mobil dan begitu sampai, dia mendaratkan tubuh mungil itu ke jok mobil dan menutup pintunya. Khairul masuk mobil dari pintu samping lalu duduk di belakang kemudi."Kenapa sih? Abang kok gitu sama Ade? Ade kan malu dilihat orang. Masa gendong Ade di tengah umum?!" protes Naila. Dia masih berbaring dengan menjadikan paha suaminya sebagai bantal."Kok malu? Sudah halal ini." Gelak tawa laki-laki itu memenuhi mobil mereka."Ade, kan malu. Kasihan sama beberapa pasang mata itu. Mereka pasti menganggap ki
"Ah...!!" Laki-laki itu mengumpat dalam hati. Dia melirik jam yang terpajang di dinding sebuah sudut ruangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 sore."Benar, kita belum salat ashar. Maaf ya. Khairul menghela nafas. Dia menetralkan nafsunya yang sudah berada di ubun-ubun, lalu bangkit dari tubuh istrinya."Kita shalat ashar dulu ya, Sayang. Terima kasih sudah mengingatkan," ujarnya. Laki-laki itu mendahului masuk ke dalam kamar mandi.Naila bangkit dari tempat tidur dan mulai membenarkan kancing-kancing bajunya yang tadi sempat terlepas. Sementara itu matanya terus berkeliling mengatur seisi ruangan."Ruangan yang indah," gumamnya.Belum pernah sekalipun dia masuk ke dalam hotel dan kamar ini sungguh sangat mewah buatnya. Bisa merasakan merasakan dan berbaring di ranjang empuk bahkan seperti mimpi buatnya.Di masa lalu, kemiskinan dan semua yang melekat di d
"Abang ngomong apa sih? Sudah berkali-kali Ade bilang, kalau Ade mencintai Abang," bantahnya keras. Dia memalingkan muka menghadap kaca jendela yang masih menyungguhkan pemandangan malam nan indah "Tidak, Sayang, itu hanya kewajibanmu. Di dalam hatimu masih ada bang Ammad dan juga almarhum suamimu." "Itu sudah menjadi masa lalu Ade. Tolong jangan diungkit-ungkit lagi, Bang!" "Abang tidak bermaksud untuk mengungkit-ungkit masa lalumu, tetapi Abang ingin kamu mencintai Abang sepenuhnya dan tak berpaling kepada kenangan masa lalumu. Abang ingin hanya Abang yang jadi pusat perhatian Ade dan hanya Abang yang menjadi pemilik cinta Ade." "Maaf, Bang. Ade belum bisa untuk itu," lirihnya. Naila menundukkan kepala. Khairul benar. Laki-laki itu begitu peka perasaannya dan bisa membedakan mana yang cinta dan mana yang kewajiban. "Tak apa-apa, Sayang. Kita akan bela
"Abang tidak apa-apa, Sayang. Tidurlah. Abang masih bisa menahan diri kok," ucapnya menenangkan. "Adek istirahat dulu ya." Dia mengusap wajah wanita itu. Naila mulai memejamkan matanya. Rasa lelah dan ngilu di sekujur tubuh membuatnya cepat tertidur, berlayar ke alam mimpi. Melihat itu, Khairul hanya bisa tersenyum. kemudian dia mengalihkan pandangan menatap langit-langit kamar. Dia masih saja teringat percintaan panas mereka barusan. Betapa dia ingin segera mengulanginya kembali. Betapa dia sangat bersyukur bisa memiliki wanita itu dan dia berharap tidak lama lagi akan segera berhasil merebut hati Naila sepenuhnya Khairul bangkit dari tempat tidur setelah mengenakan celana selutut. Dia pun pergi ke kamar mandi. Lelaki tampan itu mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Dingin yang menerpa tubuh sama sekali tak dia pedulikan. Sekarang yang terpentin
"Mama!"Naila menggeliat. Suara teriakan sang putri memekakkan telinga, membangunkan tidurnya."Sayang," sambut Naila. Nayra menghambur ke dalam pelukannya."Kenapa Mama lama sekali pergi? Nayra jadi kangen. Masa Nayra disuruh sama nenek terus ...?" Wajah gadis kecil itu cemberut."Dulu Nayra juga selalu sama nenek," balas Naila."Itu kan dulu, Ma. Sekarang Nayra pengen sama Mama.""Tidak apa-apa, Nak. Nenek memang ingin di temani sama Nayra. Gimana dengan nenek? Nenek baik kan?""Nenek baik, Mama. Tadi malam Nayra tidur sama nenek.""Gimana dengan nenek?" pancing Naila. "Apakah nenek mendongeng untuk Nayra? "Apakah nenek menyelimuti Nayra, mencium kening Nayra sebelum tidur?""Nenek melakukan semua itu, Mama," jawab Nayra. Gadis kecil itu memiringkan tubuh menghadap ibunya sembari terus memeluknya.
Dekorasi ruangan ini begitu indah. Pelaminan berwarna krem dengan sentuhan bunga-bunga, perpaduan warna putih dan ungu yang ditebar di sana-sini. Terasa sekali sentuhan adat Melayu melalui ornamen dan hiasan di beberapa sudut ruang. Semua memberikan kesan megah, indah dan berkelas. Semua bagaikan mimpi buat Naila. Menikah dan mengadakan resepsi yang begitu mewah. Bahkan untuk bermimpi pun rasanya dia kurang pantas. Dia cuma seorang janda miskin beranak satu yang tak memiliki kelebihan apa-apa. Ini kali pertama dia menghadiri pesta semewah ini, bahkan dialah yang menjadi pengantin, pusat perhatian semua orang! Sungguh tak bisa di bayangkan betapa berbunga hatinya. Pernikahan pertama dengan Rasyid dulu dilaksanakan secara sederhana, hanya akad biasa, tidak ada resepsi. Tak ada kemewahan apapun, mengingat suaminya juga berasal dari keluarga miskin seperti dirinya. Saat memutuskan untuk mener
"Ayah!"Laki-laki itu setengah berlari menghampiri sang putri kecil yang juga setengah berlari menghampirinya. Dia tidak perduli dengan gaun cantiknya. Gaun yang panjangnya menyentuh lantai itu seperti tumpukan kain yang di seret-seret lantaran sepasang kakinya yang terus bergerak.Mereka bertemu tepat di tengah-tengah aula, di iringi dengan pandangan ratusan pasang mata.Ammad mencondongkan badan berusaha mensejajarkan diri. Tangannya bergerak menepuk pundak Nayra."Nayra cantik sekali hari ini," pujinya."Terima kasih, Ayah. Ini berkat tante Dila," celoteh Nayra."Tante Dila? Siapa dia?""Tante Dila yang tadi mendandani Nayra," ujarnya polos."Oh ...." Laki-laki itu segera mengerti.Ammad meraih tubuh gadis mungil itu, mendudukkan ke dalam gendongannya. Sikapnya di iringi oleh sepasang mata tajam dari sesesok tubuh
"Mama bicara apa sih? Kok sampai ngomong begitu. Memangnya Khairul sejahat itu, sehingga Mama menuduh Khairul merebut kekasih orang lain?" sentaknya. Wajahnya mendadak bersilih rona memerah. "Mama bukan menuduh, Khairul, tetapi naluri seorang ibu mengatakan bahwa istrimu itu memiliki hubungan yang dekat dengan laki-laki yang siang tadi hadir di pesta pernikahan kalian," bantah ibunya. Perempuan itu masih teringat jelas interaksi antara menantunya dengan laki-laki yang di panggil oleh cucu sambungnya dengan sebutan ayah itu. "Bang Ammad memang dekat dengan Naila, tapi mereka cuma teman," ralat Khairul. "Kebetulan dia memang pandai mengambil hati anak kecil, makanya mereka akrab." "Mereka saling mencintai, Nak." Perkataan ibunya menambah nyeri di hati laki-laki itu. laki-laki muda itu mendoakan wajah memandang ibunya. Sorot matanya terlihat sayu.