Hari H resepsi perkawinan Khairul dan Naila semakin dekat. Kesibukan begitu terasa. Setiap anggota keluarga besar Khairul memiliki tugas masing-masing. Meskipun semuanya sudah di tangan pihak Wedding Organizer, tetap saja mereka tidak bisa santai.
Hari ini Khairul dan Naila tengah fitting baju pengantin di sebuah butik yang cukup terkenal di kota Pekanbaru.
"Bagaimana, Bang?" tanya Naila. Suaranya mengagetkan Khairul yang tengah asyik memandangi istrinya. Di ruangan tertutup itu hanya ada mereka berdua. Gaun berwarna putih dengan jilbab berwarna putih pula membuat wanita itu terlihat begitu anggun, apalagi dengan mahkota silver di kepalanya.
"Ade cantik," puji Khairul. "Bajunya sangat pas dengan ukuran tubuh Ade."
"Alhamdulillah.... Berarti tidak perlu diapa-apain lagi ya, Bang. Cukup begini saja," sahut Naila. Ade juga sudah merasa nyaman dengan baju ini," sambungnya.
Laki-laki itu m
Perempuan itu merasakan jantungnya berdegup kian cepat saat dia mengalungkan tangan ke leher suaminya, lalu mengecup bibirnya sekilas. "Tempat ini sangat indah. Bagaimana mungkin Ade tidak menyukai tempat ini?" "Sebenarnya Abang ingin mengajakmu ke tempat wisata alam Mayang, tapi kalau ke tempat itu rasanya lebih baik dengan membawa serta Nayra. Saat ini Abang hanya ingin berduaan dengan kamu, menikmati bulan madu kita." Kata-kata bulan madu membuat pipi Naila memerah. Perempuan itu merasa dirinya sudah tua dan rasanya tak pantas kalau pernikahan mereka harus disertai dengan sesi bulan madu. Membayangkan semua keromantisan yang tercipta, rasanya dia tak sanggup. "Lah kok Ade jadi terdiam sih? Kenapa?" Khairul menangkap semburat malu di wajah istrinya. "Ade malu?" bisiknya. "Ade sudah tua, Bang. Masa iya masih memer
Laki-laki itu tak perduli dengan sang istri yang terus memberontak. Dia tak peduli dengan ocehan Naila yang minta diturunkan dari gendongannya, bahkan dia tak peduli dengan beberapa pasang mata yang memandangnya dengan penuh senyum dan di dalam hatinya mungkin berpikir bahwa mereka adalah pasangan kekasih yang lagi hot-hotnya memadu cinta.Khairul terus menggendong sang istri menuju parkiran mobil dan begitu sampai, dia mendaratkan tubuh mungil itu ke jok mobil dan menutup pintunya. Khairul masuk mobil dari pintu samping lalu duduk di belakang kemudi."Kenapa sih? Abang kok gitu sama Ade? Ade kan malu dilihat orang. Masa gendong Ade di tengah umum?!" protes Naila. Dia masih berbaring dengan menjadikan paha suaminya sebagai bantal."Kok malu? Sudah halal ini." Gelak tawa laki-laki itu memenuhi mobil mereka."Ade, kan malu. Kasihan sama beberapa pasang mata itu. Mereka pasti menganggap ki
"Ah...!!" Laki-laki itu mengumpat dalam hati. Dia melirik jam yang terpajang di dinding sebuah sudut ruangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 sore."Benar, kita belum salat ashar. Maaf ya. Khairul menghela nafas. Dia menetralkan nafsunya yang sudah berada di ubun-ubun, lalu bangkit dari tubuh istrinya."Kita shalat ashar dulu ya, Sayang. Terima kasih sudah mengingatkan," ujarnya. Laki-laki itu mendahului masuk ke dalam kamar mandi.Naila bangkit dari tempat tidur dan mulai membenarkan kancing-kancing bajunya yang tadi sempat terlepas. Sementara itu matanya terus berkeliling mengatur seisi ruangan."Ruangan yang indah," gumamnya.Belum pernah sekalipun dia masuk ke dalam hotel dan kamar ini sungguh sangat mewah buatnya. Bisa merasakan merasakan dan berbaring di ranjang empuk bahkan seperti mimpi buatnya.Di masa lalu, kemiskinan dan semua yang melekat di d
"Abang ngomong apa sih? Sudah berkali-kali Ade bilang, kalau Ade mencintai Abang," bantahnya keras. Dia memalingkan muka menghadap kaca jendela yang masih menyungguhkan pemandangan malam nan indah "Tidak, Sayang, itu hanya kewajibanmu. Di dalam hatimu masih ada bang Ammad dan juga almarhum suamimu." "Itu sudah menjadi masa lalu Ade. Tolong jangan diungkit-ungkit lagi, Bang!" "Abang tidak bermaksud untuk mengungkit-ungkit masa lalumu, tetapi Abang ingin kamu mencintai Abang sepenuhnya dan tak berpaling kepada kenangan masa lalumu. Abang ingin hanya Abang yang jadi pusat perhatian Ade dan hanya Abang yang menjadi pemilik cinta Ade." "Maaf, Bang. Ade belum bisa untuk itu," lirihnya. Naila menundukkan kepala. Khairul benar. Laki-laki itu begitu peka perasaannya dan bisa membedakan mana yang cinta dan mana yang kewajiban. "Tak apa-apa, Sayang. Kita akan bela
"Abang tidak apa-apa, Sayang. Tidurlah. Abang masih bisa menahan diri kok," ucapnya menenangkan. "Adek istirahat dulu ya." Dia mengusap wajah wanita itu. Naila mulai memejamkan matanya. Rasa lelah dan ngilu di sekujur tubuh membuatnya cepat tertidur, berlayar ke alam mimpi. Melihat itu, Khairul hanya bisa tersenyum. kemudian dia mengalihkan pandangan menatap langit-langit kamar. Dia masih saja teringat percintaan panas mereka barusan. Betapa dia ingin segera mengulanginya kembali. Betapa dia sangat bersyukur bisa memiliki wanita itu dan dia berharap tidak lama lagi akan segera berhasil merebut hati Naila sepenuhnya Khairul bangkit dari tempat tidur setelah mengenakan celana selutut. Dia pun pergi ke kamar mandi. Lelaki tampan itu mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Dingin yang menerpa tubuh sama sekali tak dia pedulikan. Sekarang yang terpentin
"Mama!"Naila menggeliat. Suara teriakan sang putri memekakkan telinga, membangunkan tidurnya."Sayang," sambut Naila. Nayra menghambur ke dalam pelukannya."Kenapa Mama lama sekali pergi? Nayra jadi kangen. Masa Nayra disuruh sama nenek terus ...?" Wajah gadis kecil itu cemberut."Dulu Nayra juga selalu sama nenek," balas Naila."Itu kan dulu, Ma. Sekarang Nayra pengen sama Mama.""Tidak apa-apa, Nak. Nenek memang ingin di temani sama Nayra. Gimana dengan nenek? Nenek baik kan?""Nenek baik, Mama. Tadi malam Nayra tidur sama nenek.""Gimana dengan nenek?" pancing Naila. "Apakah nenek mendongeng untuk Nayra? "Apakah nenek menyelimuti Nayra, mencium kening Nayra sebelum tidur?""Nenek melakukan semua itu, Mama," jawab Nayra. Gadis kecil itu memiringkan tubuh menghadap ibunya sembari terus memeluknya.
Dekorasi ruangan ini begitu indah. Pelaminan berwarna krem dengan sentuhan bunga-bunga, perpaduan warna putih dan ungu yang ditebar di sana-sini. Terasa sekali sentuhan adat Melayu melalui ornamen dan hiasan di beberapa sudut ruang. Semua memberikan kesan megah, indah dan berkelas. Semua bagaikan mimpi buat Naila. Menikah dan mengadakan resepsi yang begitu mewah. Bahkan untuk bermimpi pun rasanya dia kurang pantas. Dia cuma seorang janda miskin beranak satu yang tak memiliki kelebihan apa-apa. Ini kali pertama dia menghadiri pesta semewah ini, bahkan dialah yang menjadi pengantin, pusat perhatian semua orang! Sungguh tak bisa di bayangkan betapa berbunga hatinya. Pernikahan pertama dengan Rasyid dulu dilaksanakan secara sederhana, hanya akad biasa, tidak ada resepsi. Tak ada kemewahan apapun, mengingat suaminya juga berasal dari keluarga miskin seperti dirinya. Saat memutuskan untuk mener
"Ayah!"Laki-laki itu setengah berlari menghampiri sang putri kecil yang juga setengah berlari menghampirinya. Dia tidak perduli dengan gaun cantiknya. Gaun yang panjangnya menyentuh lantai itu seperti tumpukan kain yang di seret-seret lantaran sepasang kakinya yang terus bergerak.Mereka bertemu tepat di tengah-tengah aula, di iringi dengan pandangan ratusan pasang mata.Ammad mencondongkan badan berusaha mensejajarkan diri. Tangannya bergerak menepuk pundak Nayra."Nayra cantik sekali hari ini," pujinya."Terima kasih, Ayah. Ini berkat tante Dila," celoteh Nayra."Tante Dila? Siapa dia?""Tante Dila yang tadi mendandani Nayra," ujarnya polos."Oh ...." Laki-laki itu segera mengerti.Ammad meraih tubuh gadis mungil itu, mendudukkan ke dalam gendongannya. Sikapnya di iringi oleh sepasang mata tajam dari sesesok tubuh
Berhadapan dengan situasi seperti ini, waktu terasa begitu lambat bagi Khairul. Detik demi detik sangat berharga baginya. Laki-laki itu terlihat tengah berjalan mondar-mandir di depan sebuah ruangan yang tertutup rapat. Pikirannya melayang mengingat sang istri di dalam sana yang tengah berjuang menjelang proses persalinan. Penantian ini terasa begitu mencekam. "Tidak apa-apa. Naila pasti kuat kok," tegur sang Mama melihat anak lelakinya tampak begitu gelisah. "Dia begitu kesakitan, Ma. Khairul tidak tega melihatnya." "Setiap wanita yang mau melahirkan memang begitu. Mana ada yang melahirkan tidak sakit, Rul?" Perempuan itu memberi isyarat putranya untuk mendekat. "Memangnya sakit sekali ya, Nek?" celutuk Nayra. Gadis kecil itu baru saja pulang dari sekolah. Dia sampai ke rumah sakit dan tidak sempat menemui sang ibunda, karena Naila sudah keburu
"Hadiah?" tanya Nayra. "Ini adalah hadiah untuk kalian." Naila mengambil kotak kecil berwarna merah dari dalam tasnya. "Sebuah kotak? ucap Khairul. "Ayo kita main tebak-tebakan, Nayra, apa isi kotak dari Mama?" "Paling-paling perhiasan. Biasanya gitu, kan?" Gadis kecil itu mengamati kotak berbentuk segi empat panjang di depannya. "Dulu Papa juga pernah memberikan Mama dan Nayra perhiasan kalung," ucap Nayra sembari meraba lehernya. Gadis itu sudah diizinkan oleh ibunya untuk memakai kalung pemberian Khairul tempo hari. "Daripada main tebak-tebakan, yuk dibuka saja!" Perempuan itu tersenyum penuh makna. Khairul mulai membukanya. Selapis kertas berwarna merah yang membungkus kotak itu kini telah robek oleh tangannya. "Tespek!" Tiba-tiba hatinya bergetar. Tangannya bergerak mengambil benda itu. "Garis dua, De?" Lak
Seminggu kemudian ...Matahari bersinar malu-malu kucing. Cahayanya menyapa rerumputan, menyapu embun yang membasahinya semalaman. Keceriaan dan kegembiraan menyambut hari minggu begitu terasa di hati mereka bertiga, Khairul, Naila dan Nayra.Mobil meluncur dengan tenang, menyusuri jalanan yang mulai ramai. Khairul sengaja menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia ingin memberikan kesempatan kepada anak istrinya untuk menikmati keindahan kota kelahirannya.Baru kali ini dia bisa mengajak keduanya jalan-jalan. Setelah acara resepsi perkawinan dan resmi pindah ke rumah baru, dia langsung di sibukkan oleh pekerjaan. Pekerjaan yang sangat menyita waktu dan perhatiannya, setelah lebih dari sebulan dia tidak masuk kantor dan hanya memantau perusahaan dari orang-orangnya saja.Pertemuan, rapat, meeting dengan tim perusahaan serta klien penting menjadi agenda hari-harinya belakangan ini, bahkan di saat har
Malam ini terasa kurang bergairah. Meskipun Naila sudah berusaha untuk memasakkan makanan kesukaan Nayra, tetapi gadis kecil itu masih tampak murung dan tidak selera makan. Kondisi tidak menyenangkan yang sangat terasa bagi Khairul, mengingat dia belum tahu permasalahan yang sebenarnya. Laki-laki itu baru bisa pulang ke rumah menjelang magrib. Seharian ini dia mengunjungi beberapa tempat sekaligus untuk bertemu dengan klien penting. "Ada apa? Abang lihat rona wajah Nayra terlihat murung?" Keduanya baru saja bisa masuk ke kamar tidur, setelah sebelumnya harus menidurkan Nayra terlebih dahulu. Naila yang duduk di pinggir ranjang kemudian suaminya menyusul duduk di sampingnya. "Ada masalah baru lagi, Dek?" tanyanya. "Tidak apa-apa, Bang. Biasa, hanya urusan anak kecil." "Urusan anak kecil?" ulang laki-laki itu. Ade bertengkar dengan Nayra?"
"Putri ayah ngomongnya seperti itu?" Ammad meletakkan kembali tubuh mungil Fitri ke dalam box bayi kemudian segera meraih ponselnya, memposisikan lagi wajahnya menghadap ke kamera."Ayah nggak pernah membeda-bedakan di antara anak-anak ayah," bantahnya. Laki-laki itu serius menatap wajah Nayra melalui layar ponselnya."Ayah yang ngomongnya begitu! Kenapa Ayah bilang nggak janji? Nayra, kan kangen sama Ayah," keluh gadis cilik itu.Nayra mendudukkan tubuhnya di pembaringan, sementara ponselnya dia letakkan menyandar di guling karakter hello Kitty."Ayah pun kangen sama Nayra. Hanya saja bulan-bulan yang akan datang, Ayah sangat sibuk dengan perusahaan baru.""Kirain sibuk sama dede Fitri," gerutu Nayra.Ammad tercekat. Untuk sejenak dia terdiam. Hanya netranya menatap iba pada Nayra, gadis manja tak berayah yang sejak bertahun-tahun lalu lengket denganny
Bukan tanpa alasan Ammad memilih tempat tinggal di daerah pinggiran kota, bahkan cenderung lebih ke nuansa pedesaan. Bukan karena dia tidak memiliki uang lebih untuk membeli rumah di kota, tapi lebih kepada keinginan untuk memberikan suasana baru bagi Rosita dan anak-anak.Sebenarnya ayah mertuanya menawarkan sebuah rumah mewah untuk didiami oleh mereka, tapi dengan tegas dia menolak. Laki-laki itu sudah merasa cukup dengan sebuah perusahaan yang akan dikelola setelah mereka kembali menikah. Ammad tidak tidak mau ayah mertuanya terlalu banyak membantu, lagipula dia masih mampu membeli rumah tanpa bantuan siapapun, walaupun rumah itu tidak semewah rumah yang dimiliki oleh Khairul, rumah yang didedikasikan untuk Naila dan Nayra.Mengingat perempuan itu, membuatnya semakin sadar betapa skenario Allah itu begitu indah. Setiap manusia sudah ada jodohnya masing-masing. Istilah bahwa jodohmu adalah cerminan dirimu itu tidaklah salah.
Bab 81"Abang akan membawamu ke suatu tempat," ujarnya ketika sang istri mengajaknya untuk pulang."Tenang aja, De. Di rumah kan ada abang-abangnya, nenek, kakek, bahkan kak Khadijah pun juga menginap di rumah. Apa yang mesti Ade takutkan? Lagipula Semua orang pasti paham kita tengah merayakan hari pernikahan kita atau barangkali malam pertama!" Laki-laki itu tertawa melihat wajah masam sang istri."Bang, kita ini sudah tua! Anak sudah banyak. Harus ingat waktu. Kalau anak muda yang nggak ada dipikirkan sih hayu aja. Semalaman juga Ade mau jalan sama Abang," ujar Rosita."Memangnya Ade nggak senang, malam ini Abang ajak makan malam berdua?""Bukannya nggak senang, Bang, cuma kepikiran Fitri aja," balas Rosita."Abang juga ingat waktu kok. Ini tidak akan lama. Kita akan pergi ke suatu tempat, karena Abang ingin menunjukkan sesuatu." Laki-laki itu mulai mempercepat la
Abang tidak menyesal, kan sudah menikah dengan Ade?" cicit Rosita..Pernikahan ini bahkan seperti keajaiban buatnya!"Tidak, De. Ini, kan sudah kita bicarakan sebelumnya, sejak jauh-jauh hari pula. Untuk apa Abang menyesal?""Ade takut Abang tidak bahagia menjalani pernikahan ini.""Abang bahagia, insya Allah. Melihat kalian bahagia, Abang pun turut bahagia," ujarnya.Laki-laki merendahkan suaranya. Dia ikut duduk di samping istrinya, mengelus punggungnya."Kok Abang ngomongnya seperti itu?" Rosita menatapnya dalam-dalam.Abang bahagia Rosita Abang bahagia percayalah senyumnya teramat manis"Kita sudah melewati banyak hal untuk sampai ke titik ini. Inilah jalan hidup kita dan kita harus bahagia menjalaninya."❣️❣️❣️"Jangan lama-lama ya, Bang. Ade takut kalau Fitri haus." Wanita itu berkali-k
Betapa banyak hal yang sudah mereka lewati dan secara perlahan akan bertemu di persimpangan jalan. Bukan karena tidak saling cinta, tapi kehidupan akan terus berjalan meskipun kita berusaha untuk menahan. Waktu akan terus bergerak dan sedetik pun kita tak bisa untuk mencegah."Sekarang Abang ikhlas, Nai. Jalani hidup dan rumah tanggamu. Jangan sisakan luka dan biarkan cinta diantara kita hanya sebagai kenangan. Kenangan manis dan pahit sekaligus.""Tak perlu kita saling memvonis siapa yang benar dan siapa yang salah. Tak ada kesalahan yang sempurna, pun tak ada kebenaran yang sempurna. Kebenaran sejati hanya milik Allah.""Kita hanya manusia biasa yang memiliki rasa dan keinginan. Seperti kamu yang sudah belajar untuk melupakanku dan mencintai suamimu, aku pun akan mencoba melakukan hal yang sama, melupakanmu dan mencintai istriku kembali, belajar melupakan kesalahan-kesalahan dan masa