Share

Gadis Itu?

Penulis: Pena_Malam71
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-23 17:28:07

Tentunya tanpa adanya Mbak Harvey dirasa Laila tidak cukup seru. Karena yang biasanya diajak cerita Laila, hanya Mbak Havey itu.

Sebenaranya Laila ingin sekali gabung dengan teman lainnya, namun Laila rasa bila awalnya Ia sudah tidak dekat rasanya cangguh dan bisa-bisa di ujung Ia bicara sudah dianggurin.

Tidak hanya itu, terkadang Laila juga kurang berbicara, bisanya diam seusai cerita di bagian awal. 

Banyaknya santri yang tidak masuk, menjadikan alasan jalan yang dilalui Laila sepi kunjungan. 

Sehingga tidak sedikit Laila temukan, suara perbincangan dan tawa santriwati yang membuat keramaian di sepanjang jalan ataupun hanya saja sekedar suara kehadiran seseorang dengan gesekan sandal polos yang dipakainya. 

Semua hal itu, membuat dua telinga Laila harus selalu mendengar hujan deras yang kerap tanpa ada jeda dan hentinya. 

Memang ada sebagian anak pondok Laila yang ikut diniah juga hadir, namun mereka suka memperlambat waktu dengan berteduh agak lama di aula. 

Bila Laila melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan mereka, mungkin usai maghrib nanti baru jalan. Karena hujan deras masih mengguyur lebat. Anginpun juga bertambah kencang.

Wajah Laila mulai memucat. 

Badannya menggigil hebat. 

Air hujan sontak membuatnya kuat tidak kuat tetap harus melangkah. Karena di sekitar kawasan tidak ada yang bisa dibuat untuk berteduh.

Sore itu bagi Laila, sepertinya tidak seperti sore yang biasanya.  

Yang di mana Laila rasa dalam sore itu, akan terdapat aura yang asing di sekelilingnya. 

Ada suatu hal yang berbeda jauh dari hal-hal sebelumnya, namun Laila  tidak tahu betul tentang suara apa itu? 

Mungkinkah aura itu hanya berasal dari perasaannya yang Berhalusinasi? 

Arloji di tangan Laila mati, beterainya mungkin habis ataukah karena terkena hujan yang turun tanpa memilih tempat untuk dijatuhi air, 

Laila mengira rasanya sedetik sudah berlalu.

Laila memejam mata, mengarahkan wajah ke atas langit. 

Meski rasanya air hujan secara langsung memukul wajahnya, namun tetap seakan Laila  tetap terhenyak di ujung tenakknya. 

Sebelum itu, Laila dapati langit mendung berhitam pekat. Cahaya kilat terlihat menjalar terlukis di atas, suara guntur pun terdengar menyeramkan. Semua yang Laila saksikan, telah Ia jangkau di depan mata. 

Hampir selang beberapa menit, selang itu membuat Laila harus membisukan mulut, saat mendengar suara seseorang pria dari arah belakang. 

"Sebentar!"

Laila duga, bahwa suara yang terdengar itu, Jelas sekali pemilik suara itu semakin mendekat ke singgahnya.

Laila tidak mengenal suara itu, suara bernada besar. Namun seakan pemilik suara itu, mencoba bersuara lembut. Dengan suara yang tidak seperti laki-laki lainnya, yang tidak bisa mengatur gaya bicara.

Suara alas kaki pemilik suara itu, Laila tangkap terang-terangan di telinganya yang sekiranya alas kaki pemilik suara itu, berkali-kali menabrak arus air hujan yang menghulu kecil di pinggir jalan yang Ia lalui.

Hati Laila semakin tergetak habis, oleh pemilik suara itu. Langkah yang begitu menakutkan, langkah perlangkahnya membuat ketenangan Laila semakin memudar dan perlahan membuat kecemasan.

Jiwa Laila goyah tertimbun gemetar hebat. Pemilik suara itu, lama semakin lama semakin mendekat. Membuat Laila  tidak mampu berkutik sekalipun.

Suara Laila seakan menghilang tanpa jejak, mulut Laila begitu sulit untuk dibuat bicara. Aliran darahnya mendadak seperti tidak lancar, terasa bagai tersumbat. 

Paru-paru Laila seakan tiada berfungsi, denyut nadinya semakin menjadi. Laila rasakan pula jantung yang berdetak begitu kencang.

Tuhan kuatkan imanku, perbaiki ketaqwaanku, tabahkan batinku.

Laila terdiam di tempat, tidak kunjung melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang saat ini telah memenuhi pikirannya.  

Karena hanya ada kata heran, memikirkan tentang ribuan alasan seseorang itu tiba-tiba hadir di tengah rintikan hujan yang turun.

Laila benar-benar tidak sanggup untuk berbicara, merakit kesunyian di tengah derasnya air hujan. Mungkin karena suara itu, membuat batin Laila rasanya sedikit tersentak.

Pandangan mata Laila mengarah bawah, yang dilihat hanya sebuah tanah berlumpur yang diterjang hujan serta, aliran air yang membuat hulu kecil tersendiri di atas tanah dekat ranting-ranting dari batang pohon kecil yang berserakan.

 Pemilik suara itu mengambil posisi dihadapan Laila, lalu melantunkan salam penghanyut suasana.

"Assalamu'alaikum."

"Wa ... wa ... wa'alikumsalam."

Laila menjawab dengan nada gagap dan badan yang mendadak tidak bisa dikendalikan karena di samping kedinginan Laila merasakan juga ketakutan menjalar.

Laila terpaku diam. Matanya tidak berani melirik siapakah pria yang ada di depannya. 

Laila hanya bisa melihat sarung hijau pria itu yang begitu basah kuyub dengan ujung bawahan sarungnya yang terkena tanah basah.

"Ambillah payung ini, jadikan ini teduhan kecil. Di tengah badanmu yang kedinginan."

Pemilik suara itu mencoba memberikan teduhan kecil di atas kepala Laila dengan tangannya.

"Dari jauh timur sana, aku lama memperhatikanmu yang melangkah pelan dan  benar-benar terlihat kedinginan. Untuk itu aku, segera ke mari."  lanjut pemilik suara itu.

Pemilik suara itu menatap tajam Laila yang masih saja tertunduk di hadapannya. 

Pemilik suara itu tahu, memang perilaku itulah yang seharusnya diterapkan oleh para gadis pada zaman sekarang.

Pemilik suara itu benar-benar bersyukur Ia telah menemukan gadis yang benar-benar mirip dengan seorang gadis yang mendatangi mimpinya di waktu malam kemarin. 

Tidak, bukan hanya mirip namun itulah wujud asli gadis cantik yang datang dalam mimpinya. 

Pemilik suara itu tidak lain lagi kalau bukan Ahmad Hasanal Akbar Dermawan Syah, yakni santri pondok Al-faruq. 

Yang di hari kemarin dalam mimpinya didatangi gadis cantik penitip tasbih suci itu.

Subhanallah, wajah itu benar-benar mirip dengan gadis yang memberi tasbih dalam mimpi.

Pemilik suara itu mengingat betul, apa yang dikatakan oleh gadis yang mendatangi mimpinya sebelum pergi.

"Tetaplah menjadi pelita kesejukanku. Kamu ialah cinta terbaik yang allah berikan padaku. Suatu saat kamu akan temukanku kembali di antara alam yang bertasbih."

Benar, itulah yang dikatakan gadis yang datang dalam mimpinya itu. Mungkin yang dimaksudnya gadis cantik itu akan kembali Hasan temui sosoknya.

“Bila Laila memakai payung milikmu, Mas. Lantas, Mas akan pulang dengan menggunakan teduhan apa?”

Laila tidak berani menatap sedikitpun pria yang ada di depannya,  Ia punya bisa melantun suara lirih. Laila tahu pemilik suara itu mendengarnya.

“Biarlah, aku mengalah demimu yang berniat baik. Wajahmu begitu pucat. Aku sarankan saja, pakai payung ini dan cepatlah pulang."

Pemilik suara itu mencoba menanyakan apa yang mengganjal dalam batinnya.

Laila diam sejenak, Ia berusaha mencari jawaban.

Laila juga bingung, kenapa pemilik suara yang ia temui itu seakan tahu kalau dirinya lagi sakit.

"Baiklah, Mas. Laila akan nurut. Laila juga akan cepat pulang."

"Ambillah!"

Laila meraih pegangan ujung payung itu secara pelan dengan tangan kanannya.

"Subhanallah. Tatapanmu begitu teduh, Mas. hingga aku lupa saat ini aku berada pada kedinginan. Aku memiliki rasa berbeda saat mendekat denganmu, padahal ini pertemuan yang pertama kalinya. Aku berdoa, semoga ini jalan yang diridhoi allah. Aamiin."

Laila tersadar. Bahwasanya tanpa Ia duga, Ia begitu dekatnya dengan singgah pemilik suara itu.

Gemetar semakin berselimut. Hati Laila semakin berkata Dag-Dig-Dug. Paru-paru Laila rasanya semakin tidak berfungsi sehingga membuat hembusan nafasnya tiada teratur lagi.

Di mana rasa dinginnya mendadak terubah saat Ia merasakan tentang apa yang terjadi pada dirinya kali ini. 

Tentang Jarak antara wajah Laila dengan pemilik suara itu bisa terhitung dengan setengah lengan tangan. 

Bab terkait

  • Takdir Cinta Kita   Pemilik Suara

    Hembusan angin seakan menyentuhkan nafas Laila secara langsung dengan pemilik suara itu.'Apakah ini mimpi?'Laila memperhatikan wajah kuning langsat pemilik suara itu yang terkena air, peci hitam yang masih menetap dikepalanya.Kemeja birunya yang basah kuyub, bahkan cara pemilk suara itu memandangnya dengan senyum ramahnya.Semua begitu terekam jelas dibenak Laila.Namun Tidak terhitung beberapa selang detik iman Laila mengingatkan. Bahwa apa yang ditatapnya adalah seseorang lawan jenisnya.'Seharusnya aku tidak menatapmu begitu dalam. Sehingga aku tidak menaruh sedikit rasa padamu. Namun sejujurnya aku mulai mengagumimu, entah kenapa? aku benar-benar tidak tahu.'"Pergilah ... semoga allah selalu melindungimu di setiap langkah dan setiap detik selangnya waktu!"Laila menganggap pemilik suara itu adalah seorang lelaki yang mengerti tentang cara mengahargai seseorang.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • Takdir Cinta Kita   Layaknya Bidadari

    "Assalamu'alaikum, Mas."Suara lembut itu tiba-tiba terdengar di telinga Hasan."Siapa pemilik suara itu? Aku belum pernah mengenalnya, apa orang lain? Tidak mungkin kalau itu suara Ibu, bukankah suara Ibu tidak seperti itu?"Hasan beranjak.Sekaligus Ia mengehentikan kedua tangannya, yang tengah menyapu teras rumahnya yang berserak dedaunan di antara tiang-tiang kokoh yang mengapit rumah.Nampaklah sosok gadis cantik berwajah seri, dengan riasan ala pengantin Kota Yaman melangkah di antara hembusan angin lalu."Subhanallah ... gadis itu begitu cantik. Namun aku tiada pernah mengenalnya."Cahaya mentari siang itu, sebagian membias wajah gadis cantik itu.Seakan gadis cantik itu, menguasai sinar yang jatuh menerpanya.Seketika Hasan tiada bisa berpaling. Justru Ia tidak akan pernah menghentikan tatapannya.Karena di balik tatapan itu, seperti tersembunyi suatu kesyahduan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • Takdir Cinta Kita   Tasbih Yang Sama

    ***Langit nampak dipenuhi awan pekat. Sinar mentari perlahan meredup seketika. Menghapus bayangan benda yang terpapang di atas tanah.Sudah dua hari hujan deras di sekitar sore membasahi Kota Yaman tanpa henti. Tidak hanya hujan saja, angin kencang pendatang khawatir juga menyerta.Di kamar, Hasan sibuk dengan bajunya yang harus satu persatu Ia setrika.Panas yang jarang membuat cuciannya harus berlama-lama dijemur dan membuatnya harus menyetrika bagian-bagian yang belum kering dan kusut.“Kamu diniah?” tanya Syahrir sambil berjalan menghampiri Hasan.Syahrir masih lengkap memakai almater kampusnya yang berwarna kebiruan itu, mungkin Ia tidak sempat mengganti dulu selekas pulang dan sekiranya langsung datang untuk menemui Hasan.“Diniah ... kenapa nanyain itu?”Hasan tidak menoleh sedikitpun wajah Syahrir yang ada di sampingnya, mungkin karena Ia mengingat waktu yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • Takdir Cinta Kita   Tentang Cinta

    Hanyalah ada cahaya kilat yang memancarkan kekhawatiran, menyambar kesegala arah dari atas langit yang kali ini dilihat Laila."Hai ... hujan ... hujan deras, cepat masuk aula!" teriak santriwati yang kerap tertimbun kerisauan.Laila setengah berlari kecil, meninggalkan cara berjalannya yang begitu pelan. Demi mempercepat langkah, Seakan Laila mendadak di kejar-kejar oleh derasnya air hujan yang ingin menuju ke arahnya dari arah belakang."Alhamdulilah, sekiranya allah menyelamatkannku dari derasnya hujan. Bila tidak, mungkin seragam diniahku akan basah kuyup saat memasuki aula."Nafas Laila seperti tersengal-sengal dan ada juga beribu kelegahan. Laila terdiam sejenak. Menghentikan langkah untuk segera mengambil posisi duduk.Ia berdiri membelakangi pintu, di samping pula gorden jendela aula yang masih terikat. Tiada kaca putih ataupun hitam yang mampu menutupi lukisan-lukisan alam tiga dimensi itu.Jendela hijau itu, han

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • Takdir Cinta Kita   Nada Hujan

    Sebenarnya Hasan agak penasaran dengan nama gadis yang Ismail cintai itu, namun Ismail tidak mengatakan siapakah nama gadis itu.Saat Hasan tanya selalu hanya menginisialkan namanya. Semoga saja gadis yang Ia cintai memiliki perasaan yang sama seperti Ismail.Harapan Hasan cukup itu saja."Tidak ah, hawa dingin membuatku masih ingin berteduh, hujan masih deras. Angin juga masih terlalu kencang rasanya malas menerobos rasa dingin, kalau mau ke pondok, pergi saja dulu, nanti ujung-ujungnya aku akan nyusul!"Tatapannya seakan tiada berpalingnya melihat gemericik air yang menyentuh tanah itu, Ia pun tidak membalas tatapan mata Hasan, bahkan tidak menolehkan wajahnya.Mungkin mata berselaput hitamnya ingin mengamati angin kencang yang masih berkali-kali menggugurkan daun dan Ia masih ingin merasakan, antara pahit dan manis segala kerinduannya yang terkapar."Assalamu'alaikum."Separuh rasa kesal agak m

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23

Bab terbaru

  • Takdir Cinta Kita   Pemilik Suara

    Hembusan angin seakan menyentuhkan nafas Laila secara langsung dengan pemilik suara itu.'Apakah ini mimpi?'Laila memperhatikan wajah kuning langsat pemilik suara itu yang terkena air, peci hitam yang masih menetap dikepalanya.Kemeja birunya yang basah kuyub, bahkan cara pemilk suara itu memandangnya dengan senyum ramahnya.Semua begitu terekam jelas dibenak Laila.Namun Tidak terhitung beberapa selang detik iman Laila mengingatkan. Bahwa apa yang ditatapnya adalah seseorang lawan jenisnya.'Seharusnya aku tidak menatapmu begitu dalam. Sehingga aku tidak menaruh sedikit rasa padamu. Namun sejujurnya aku mulai mengagumimu, entah kenapa? aku benar-benar tidak tahu.'"Pergilah ... semoga allah selalu melindungimu di setiap langkah dan setiap detik selangnya waktu!"Laila menganggap pemilik suara itu adalah seorang lelaki yang mengerti tentang cara mengahargai seseorang.

  • Takdir Cinta Kita   Gadis Itu?

    Tentunya tanpa adanya Mbak Harvey dirasa Laila tidak cukup seru. Karena yang biasanya diajak cerita Laila, hanya Mbak Havey itu.Sebenaranya Laila ingin sekali gabung dengan teman lainnya, namun Laila rasa bila awalnya Ia sudah tidak dekat rasanya cangguh dan bisa-bisa di ujung Ia bicara sudah dianggurin.Tidak hanya itu, terkadang Laila juga kurang berbicara, bisanya diam seusai cerita di bagian awal.Banyaknya santri yang tidak masuk, menjadikan alasan jalan yang dilalui Laila sepi kunjungan.Sehingga tidak sedikit Laila temukan, suara perbincangan dan tawa santriwati yang membuat keramaian di sepanjang jalan ataupun hanya saja sekedar suara kehadiran seseorang dengan gesekan sandal polos yang dipakainya.Semua hal itu, membuat dua telinga Laila harus selalu mendengar hujan deras yang kerap tanpa ada jeda dan hentinya.Memang ada sebagian anak pondok Laila yang ikut diniah juga hadir, namun mereka suka

  • Takdir Cinta Kita   Nada Hujan

    Sebenarnya Hasan agak penasaran dengan nama gadis yang Ismail cintai itu, namun Ismail tidak mengatakan siapakah nama gadis itu.Saat Hasan tanya selalu hanya menginisialkan namanya. Semoga saja gadis yang Ia cintai memiliki perasaan yang sama seperti Ismail.Harapan Hasan cukup itu saja."Tidak ah, hawa dingin membuatku masih ingin berteduh, hujan masih deras. Angin juga masih terlalu kencang rasanya malas menerobos rasa dingin, kalau mau ke pondok, pergi saja dulu, nanti ujung-ujungnya aku akan nyusul!"Tatapannya seakan tiada berpalingnya melihat gemericik air yang menyentuh tanah itu, Ia pun tidak membalas tatapan mata Hasan, bahkan tidak menolehkan wajahnya.Mungkin mata berselaput hitamnya ingin mengamati angin kencang yang masih berkali-kali menggugurkan daun dan Ia masih ingin merasakan, antara pahit dan manis segala kerinduannya yang terkapar."Assalamu'alaikum."Separuh rasa kesal agak m

  • Takdir Cinta Kita   Tentang Cinta

    Hanyalah ada cahaya kilat yang memancarkan kekhawatiran, menyambar kesegala arah dari atas langit yang kali ini dilihat Laila."Hai ... hujan ... hujan deras, cepat masuk aula!" teriak santriwati yang kerap tertimbun kerisauan.Laila setengah berlari kecil, meninggalkan cara berjalannya yang begitu pelan. Demi mempercepat langkah, Seakan Laila mendadak di kejar-kejar oleh derasnya air hujan yang ingin menuju ke arahnya dari arah belakang."Alhamdulilah, sekiranya allah menyelamatkannku dari derasnya hujan. Bila tidak, mungkin seragam diniahku akan basah kuyup saat memasuki aula."Nafas Laila seperti tersengal-sengal dan ada juga beribu kelegahan. Laila terdiam sejenak. Menghentikan langkah untuk segera mengambil posisi duduk.Ia berdiri membelakangi pintu, di samping pula gorden jendela aula yang masih terikat. Tiada kaca putih ataupun hitam yang mampu menutupi lukisan-lukisan alam tiga dimensi itu.Jendela hijau itu, han

  • Takdir Cinta Kita   Tasbih Yang Sama

    ***Langit nampak dipenuhi awan pekat. Sinar mentari perlahan meredup seketika. Menghapus bayangan benda yang terpapang di atas tanah.Sudah dua hari hujan deras di sekitar sore membasahi Kota Yaman tanpa henti. Tidak hanya hujan saja, angin kencang pendatang khawatir juga menyerta.Di kamar, Hasan sibuk dengan bajunya yang harus satu persatu Ia setrika.Panas yang jarang membuat cuciannya harus berlama-lama dijemur dan membuatnya harus menyetrika bagian-bagian yang belum kering dan kusut.“Kamu diniah?” tanya Syahrir sambil berjalan menghampiri Hasan.Syahrir masih lengkap memakai almater kampusnya yang berwarna kebiruan itu, mungkin Ia tidak sempat mengganti dulu selekas pulang dan sekiranya langsung datang untuk menemui Hasan.“Diniah ... kenapa nanyain itu?”Hasan tidak menoleh sedikitpun wajah Syahrir yang ada di sampingnya, mungkin karena Ia mengingat waktu yang

  • Takdir Cinta Kita   Layaknya Bidadari

    "Assalamu'alaikum, Mas."Suara lembut itu tiba-tiba terdengar di telinga Hasan."Siapa pemilik suara itu? Aku belum pernah mengenalnya, apa orang lain? Tidak mungkin kalau itu suara Ibu, bukankah suara Ibu tidak seperti itu?"Hasan beranjak.Sekaligus Ia mengehentikan kedua tangannya, yang tengah menyapu teras rumahnya yang berserak dedaunan di antara tiang-tiang kokoh yang mengapit rumah.Nampaklah sosok gadis cantik berwajah seri, dengan riasan ala pengantin Kota Yaman melangkah di antara hembusan angin lalu."Subhanallah ... gadis itu begitu cantik. Namun aku tiada pernah mengenalnya."Cahaya mentari siang itu, sebagian membias wajah gadis cantik itu.Seakan gadis cantik itu, menguasai sinar yang jatuh menerpanya.Seketika Hasan tiada bisa berpaling. Justru Ia tidak akan pernah menghentikan tatapannya.Karena di balik tatapan itu, seperti tersembunyi suatu kesyahduan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status