Beranda / Romansa / Takdir Cinta Kita / Tasbih Yang Sama

Share

Tasbih Yang Sama

Penulis: Pena_Malam71
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-23 16:15:30

***

Langit nampak dipenuhi awan pekat. Sinar mentari perlahan meredup seketika. Menghapus bayangan benda yang terpapang di atas tanah.

Sudah dua hari hujan deras di sekitar sore membasahi Kota Yaman tanpa henti. Tidak hanya hujan saja, angin kencang pendatang khawatir  juga menyerta. 

Di kamar, Hasan sibuk dengan bajunya yang harus satu persatu Ia setrika.

 Panas yang jarang  membuat cuciannya harus berlama-lama dijemur dan membuatnya harus menyetrika bagian-bagian yang belum kering dan kusut.

“Kamu diniah?” tanya Syahrir sambil berjalan menghampiri Hasan.

Syahrir masih lengkap memakai almater kampusnya yang berwarna kebiruan itu, mungkin Ia tidak sempat mengganti dulu selekas pulang dan sekiranya langsung datang untuk menemui Hasan.

“Diniah ... kenapa nanyain itu?”

Hasan tidak menoleh sedikitpun wajah Syahrir yang ada di sampingnya, mungkin karena Ia mengingat waktu yang terus berjalan. Jadwal menyetrikanya harus secepatnya Ia selesaikan.

“Cuman tanya, Hasan. Nanti kamu duluan saja, jangan nunggu aku, mungkin aku agak lama karena nyuci bajuku ini."

“Ya, kalau telat hati-hati kena hukum.” lanjut Hasan sambil mengingatkan.

“Ya sudah Hasan.”

“Hmm."

“Aku berangkat!" pamit Hasan mengarah pada pintu luar kamar.

Hasan berjalan sambil mengenakan kemeja almater diniahnya yang barusan ia setrika.  

“Ya, kamu duluan aja. Masih nungguin yang lain nih."

“Hmm.”

“Hasan. Kamu berangkat tumben nggak pakai kopyah?"

“Bentar, masih makai kemeja ... sudah ya, berangkat dulu aku!”

 “Oh iya ...."

 Di saku Hasan terdapat uang yang agak banyak. Ia ingat, Ia harus membeli kitab Alfiyah dan terjemahnya sekalian. Karena kitabnya sudah semenjak dua hari yang lalu  masih belum saja dikembalikan sama yang tukang goshob.

 Usai makai kopyah sambil jalan, Ia menghentikan langkah. Menghitung uang kertasnya, yang akan digunakan membeli kitab. 

Lepas itu Hasan berjalan ke arah timur, menuju sebuah pusat toko yang terpapang di sebrang jalan.

Dilihat dari luar, toko itu sepi tanpa kunjung. Bahkan penjualnya malas menjaga toko. Hasan tak terdiam. Ia mengambil langkah memasuki toko itu lebih masuk ke dalam.

 

Persis sebelum letak meja kasir.

“Assalamu'alaikum."

Hasan mencoba memanggil pemilik toko. Salam Hasan lama tak terjawab. Apa penjual kitab sebanyak ini asik tiduran?

Hanya selang beberapa detik, salam Hasan terjawab. Benar, itu pemilik toko yang menemui Hasan. Dengan khas baju kusam berwarna abu-abu lengkap sarung hijau yang tidak bisa diungkapkan, tentang bagaimana ekspresi cara memakainya seperti apa. 

“Wa'alaikumsalam. Masnya, mau membeli apa?”

Pemilik itu menghampiri Hasan yang berdiri tegak dekat meja kasir. Ia melangkah ke arah Hasan sambil tangan yang masih sibuk memperbaiki sarung hijaunya.

Bukan hanya sarung, pemilik toko itu juga sibuk merapikan rambutnya yang masih acak-acakkan. Mungkin benar, memang pemilik toko ini telah memang sengaja meningggalkan tokonya tanpa pengawasan dengan cara merebah. 

“Kitab Alfiahnya, ada pak?”  tanya Hasan sambil memberikan senyum hormat.

 “Iya ada Mas, bentar saya ambilkan!"

Pemilik toko itu berjalan menuju beberapa kardus bersegel dekat rak yang berisi buku kitab yang begitu banyak. Kardus-kardus itu mungkin isinya hanyalah kitab alfiyah yang sudah di data keseluruhannya. 

Hasan melihat sekeliling sudut semua toko, tanpa sengaja tatapannya seketika jatuh ke sebuah tasbih yang tergelantung banyak di dekat papan sebelah koridor.

Itu sebuah tasbih, yang tergantung begitu banyaknya. Tasbih-tasbih itu seakan membenamkan Hasan kembali tentang malam yang membawanya pergi pada suatu mimpi yang mempertemukannya dengan gadis cantik penitip tasbih itu. 

 Hasan mengahampiri tempat tasbih itu, satu persatu tasbih Ia teliti. Mencoba mencari sebuah tasbih putih yang persis dititipkan gadis cantik yang masuk dalam mimpinya pada malam kemarin.

Tasbih itu tidak ada, sementara penjual kitab itu mulai menanyakan. Tentang maksud keberadaannya. Apa ingin membeli tasbih ataukah barang lain?

“Masnya, sedang mencari apa?”

Hasan sedikit terkejut.

Entah kenapa, ada rasa dalam batinnya kalau dunia mimpi pada malam itu akan ada artinya. Akan ada sebuah pertemuan yang menyebabkannya datangnya cinta ketika gadis itu benar-benar menempati janjinya.

 Yang katanya, datang ketika alam bertasbih. Namun, itu kapan?

 “Saya mencari tasbih, namun warnanya putih bentuknya tidak begitu panjang, apakah ada?”

 “Putih, tidak terlalu panjang? Apa seperti yang ini, Mas?"

 Penjual toko itu mengambil sebuah toples berukuran besar, yang isinya berupa tasbih bermacam bentuk dan tentunya dengan warna bermacam-macam.

 Penjual toko itu, mengeluarkan segala tasbih dalam toples. Termasuk bagian tasbih yang berada paling bawah. Tanpa disangka Hasan menemukan tasbih yang Ia cari telah ada di depannya.

"Tasbih ini berada di kehidupan nyata, apa gadis itu memang akan benar-benar datang dalam kehidupan nyata? Aku meyakini wajahnya bersinar kecantikan bak bintang yang bersinar sendiri, apakah ia akan datang dengan kecantikannya tanpa perlu aku undang dengan surat apa-apun." 

 Hasan mengambil tasbih putih itu, sambil membatin.

“Pak, saya membeli tasbih ini saja."

“Baik. Masnya silahkan ke meja kasir, tempat pembayarannya ada di sana!”

“Baiklah."

Usai membayar, Hasan kembali mengambil langkah dengan sedikit menyerong timur untuk menuju pintu keluar dan menaruh kembalian di sakunya.

Panas meredup. 

Sempat Hasan perhatikan awan. Memang nampak gelap namun belum turun hujan.

 Sementara pemilik toko di sekitar toko itu sudah mulai memberesi barang-barang.

Angin kencang tiba-tiba datang menyentuh tubuh Hasan yang separuh kaku. Kabut berdebu membuatnya sejenak menutup mata dengan lengan yang Ia buat menutup wajah.

Tengah itu, dari jauh Hasan melihat sosok gadis berseragam diniah dengan hijab kuning langsat berjalan lemas melangkah terus ke depan. Mungkin gadis itu tidak bisa melawan angin kencang.

Tangan gadis itu menenteng kitabnya dengan tawadu’ dengan pandangan yang mengarah depan dan sedikit menundukkan kepala.

 Hasan berbalik badan dan mencoba menghiraukan gadis itu dan mencoba tidak lagi memperdulikan angin kencang berdebu.

 Namun benaknya tiba-tiba terlintas bayangan gadis cantik yang mendatangi mimpinya itu sama miripnya dengan gadis yang barusan Ia perhatikan tadi. 

Cepat-cepat Hasan menoleh kembali jalanan yang dilalui gadis tadi.

Gadis yang barusan Ia pandang tadi di sebrang jalan dekat perempatan itu tak terlihat, bahkan bayangannya seakan lenyap terkena angin lalu. Hasan menggenggam erat tasbih putihnya yang barusan Ia beli.

 Allah, Izinkan aku melihat sosok itu kembali, sosok gadis penitip tasbih yang masuk dalam mimpiku. 

Ah, bukan penitip. Namun pemberi tasbih putih sebagai isyarat buatku untuk slalu mengingat kebesaranmu.

***

Aula pondok hampir dekat. Laila bernapas lega, namun hanya selang beberapa detik.

Tiba-tiba Ia merasakan ada air yang menetes. Laila bersempat diri menatap di mana asal titik air itu, apa hujan?

Angin sudah terlalu kencang untuk berhembus, sementara sinar mentari pun menghilang seakan sirna tertutup oleh awan gelap yang berselimut.

Bab terkait

  • Takdir Cinta Kita   Tentang Cinta

    Hanyalah ada cahaya kilat yang memancarkan kekhawatiran, menyambar kesegala arah dari atas langit yang kali ini dilihat Laila."Hai ... hujan ... hujan deras, cepat masuk aula!" teriak santriwati yang kerap tertimbun kerisauan.Laila setengah berlari kecil, meninggalkan cara berjalannya yang begitu pelan. Demi mempercepat langkah, Seakan Laila mendadak di kejar-kejar oleh derasnya air hujan yang ingin menuju ke arahnya dari arah belakang."Alhamdulilah, sekiranya allah menyelamatkannku dari derasnya hujan. Bila tidak, mungkin seragam diniahku akan basah kuyup saat memasuki aula."Nafas Laila seperti tersengal-sengal dan ada juga beribu kelegahan. Laila terdiam sejenak. Menghentikan langkah untuk segera mengambil posisi duduk.Ia berdiri membelakangi pintu, di samping pula gorden jendela aula yang masih terikat. Tiada kaca putih ataupun hitam yang mampu menutupi lukisan-lukisan alam tiga dimensi itu.Jendela hijau itu, han

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • Takdir Cinta Kita   Nada Hujan

    Sebenarnya Hasan agak penasaran dengan nama gadis yang Ismail cintai itu, namun Ismail tidak mengatakan siapakah nama gadis itu.Saat Hasan tanya selalu hanya menginisialkan namanya. Semoga saja gadis yang Ia cintai memiliki perasaan yang sama seperti Ismail.Harapan Hasan cukup itu saja."Tidak ah, hawa dingin membuatku masih ingin berteduh, hujan masih deras. Angin juga masih terlalu kencang rasanya malas menerobos rasa dingin, kalau mau ke pondok, pergi saja dulu, nanti ujung-ujungnya aku akan nyusul!"Tatapannya seakan tiada berpalingnya melihat gemericik air yang menyentuh tanah itu, Ia pun tidak membalas tatapan mata Hasan, bahkan tidak menolehkan wajahnya.Mungkin mata berselaput hitamnya ingin mengamati angin kencang yang masih berkali-kali menggugurkan daun dan Ia masih ingin merasakan, antara pahit dan manis segala kerinduannya yang terkapar."Assalamu'alaikum."Separuh rasa kesal agak m

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • Takdir Cinta Kita   Gadis Itu?

    Tentunya tanpa adanya Mbak Harvey dirasa Laila tidak cukup seru. Karena yang biasanya diajak cerita Laila, hanya Mbak Havey itu.Sebenaranya Laila ingin sekali gabung dengan teman lainnya, namun Laila rasa bila awalnya Ia sudah tidak dekat rasanya cangguh dan bisa-bisa di ujung Ia bicara sudah dianggurin.Tidak hanya itu, terkadang Laila juga kurang berbicara, bisanya diam seusai cerita di bagian awal.Banyaknya santri yang tidak masuk, menjadikan alasan jalan yang dilalui Laila sepi kunjungan.Sehingga tidak sedikit Laila temukan, suara perbincangan dan tawa santriwati yang membuat keramaian di sepanjang jalan ataupun hanya saja sekedar suara kehadiran seseorang dengan gesekan sandal polos yang dipakainya.Semua hal itu, membuat dua telinga Laila harus selalu mendengar hujan deras yang kerap tanpa ada jeda dan hentinya.Memang ada sebagian anak pondok Laila yang ikut diniah juga hadir, namun mereka suka

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • Takdir Cinta Kita   Pemilik Suara

    Hembusan angin seakan menyentuhkan nafas Laila secara langsung dengan pemilik suara itu.'Apakah ini mimpi?'Laila memperhatikan wajah kuning langsat pemilik suara itu yang terkena air, peci hitam yang masih menetap dikepalanya.Kemeja birunya yang basah kuyub, bahkan cara pemilk suara itu memandangnya dengan senyum ramahnya.Semua begitu terekam jelas dibenak Laila.Namun Tidak terhitung beberapa selang detik iman Laila mengingatkan. Bahwa apa yang ditatapnya adalah seseorang lawan jenisnya.'Seharusnya aku tidak menatapmu begitu dalam. Sehingga aku tidak menaruh sedikit rasa padamu. Namun sejujurnya aku mulai mengagumimu, entah kenapa? aku benar-benar tidak tahu.'"Pergilah ... semoga allah selalu melindungimu di setiap langkah dan setiap detik selangnya waktu!"Laila menganggap pemilik suara itu adalah seorang lelaki yang mengerti tentang cara mengahargai seseorang.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • Takdir Cinta Kita   Layaknya Bidadari

    "Assalamu'alaikum, Mas."Suara lembut itu tiba-tiba terdengar di telinga Hasan."Siapa pemilik suara itu? Aku belum pernah mengenalnya, apa orang lain? Tidak mungkin kalau itu suara Ibu, bukankah suara Ibu tidak seperti itu?"Hasan beranjak.Sekaligus Ia mengehentikan kedua tangannya, yang tengah menyapu teras rumahnya yang berserak dedaunan di antara tiang-tiang kokoh yang mengapit rumah.Nampaklah sosok gadis cantik berwajah seri, dengan riasan ala pengantin Kota Yaman melangkah di antara hembusan angin lalu."Subhanallah ... gadis itu begitu cantik. Namun aku tiada pernah mengenalnya."Cahaya mentari siang itu, sebagian membias wajah gadis cantik itu.Seakan gadis cantik itu, menguasai sinar yang jatuh menerpanya.Seketika Hasan tiada bisa berpaling. Justru Ia tidak akan pernah menghentikan tatapannya.Karena di balik tatapan itu, seperti tersembunyi suatu kesyahduan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23

Bab terbaru

  • Takdir Cinta Kita   Pemilik Suara

    Hembusan angin seakan menyentuhkan nafas Laila secara langsung dengan pemilik suara itu.'Apakah ini mimpi?'Laila memperhatikan wajah kuning langsat pemilik suara itu yang terkena air, peci hitam yang masih menetap dikepalanya.Kemeja birunya yang basah kuyub, bahkan cara pemilk suara itu memandangnya dengan senyum ramahnya.Semua begitu terekam jelas dibenak Laila.Namun Tidak terhitung beberapa selang detik iman Laila mengingatkan. Bahwa apa yang ditatapnya adalah seseorang lawan jenisnya.'Seharusnya aku tidak menatapmu begitu dalam. Sehingga aku tidak menaruh sedikit rasa padamu. Namun sejujurnya aku mulai mengagumimu, entah kenapa? aku benar-benar tidak tahu.'"Pergilah ... semoga allah selalu melindungimu di setiap langkah dan setiap detik selangnya waktu!"Laila menganggap pemilik suara itu adalah seorang lelaki yang mengerti tentang cara mengahargai seseorang.

  • Takdir Cinta Kita   Gadis Itu?

    Tentunya tanpa adanya Mbak Harvey dirasa Laila tidak cukup seru. Karena yang biasanya diajak cerita Laila, hanya Mbak Havey itu.Sebenaranya Laila ingin sekali gabung dengan teman lainnya, namun Laila rasa bila awalnya Ia sudah tidak dekat rasanya cangguh dan bisa-bisa di ujung Ia bicara sudah dianggurin.Tidak hanya itu, terkadang Laila juga kurang berbicara, bisanya diam seusai cerita di bagian awal.Banyaknya santri yang tidak masuk, menjadikan alasan jalan yang dilalui Laila sepi kunjungan.Sehingga tidak sedikit Laila temukan, suara perbincangan dan tawa santriwati yang membuat keramaian di sepanjang jalan ataupun hanya saja sekedar suara kehadiran seseorang dengan gesekan sandal polos yang dipakainya.Semua hal itu, membuat dua telinga Laila harus selalu mendengar hujan deras yang kerap tanpa ada jeda dan hentinya.Memang ada sebagian anak pondok Laila yang ikut diniah juga hadir, namun mereka suka

  • Takdir Cinta Kita   Nada Hujan

    Sebenarnya Hasan agak penasaran dengan nama gadis yang Ismail cintai itu, namun Ismail tidak mengatakan siapakah nama gadis itu.Saat Hasan tanya selalu hanya menginisialkan namanya. Semoga saja gadis yang Ia cintai memiliki perasaan yang sama seperti Ismail.Harapan Hasan cukup itu saja."Tidak ah, hawa dingin membuatku masih ingin berteduh, hujan masih deras. Angin juga masih terlalu kencang rasanya malas menerobos rasa dingin, kalau mau ke pondok, pergi saja dulu, nanti ujung-ujungnya aku akan nyusul!"Tatapannya seakan tiada berpalingnya melihat gemericik air yang menyentuh tanah itu, Ia pun tidak membalas tatapan mata Hasan, bahkan tidak menolehkan wajahnya.Mungkin mata berselaput hitamnya ingin mengamati angin kencang yang masih berkali-kali menggugurkan daun dan Ia masih ingin merasakan, antara pahit dan manis segala kerinduannya yang terkapar."Assalamu'alaikum."Separuh rasa kesal agak m

  • Takdir Cinta Kita   Tentang Cinta

    Hanyalah ada cahaya kilat yang memancarkan kekhawatiran, menyambar kesegala arah dari atas langit yang kali ini dilihat Laila."Hai ... hujan ... hujan deras, cepat masuk aula!" teriak santriwati yang kerap tertimbun kerisauan.Laila setengah berlari kecil, meninggalkan cara berjalannya yang begitu pelan. Demi mempercepat langkah, Seakan Laila mendadak di kejar-kejar oleh derasnya air hujan yang ingin menuju ke arahnya dari arah belakang."Alhamdulilah, sekiranya allah menyelamatkannku dari derasnya hujan. Bila tidak, mungkin seragam diniahku akan basah kuyup saat memasuki aula."Nafas Laila seperti tersengal-sengal dan ada juga beribu kelegahan. Laila terdiam sejenak. Menghentikan langkah untuk segera mengambil posisi duduk.Ia berdiri membelakangi pintu, di samping pula gorden jendela aula yang masih terikat. Tiada kaca putih ataupun hitam yang mampu menutupi lukisan-lukisan alam tiga dimensi itu.Jendela hijau itu, han

  • Takdir Cinta Kita   Tasbih Yang Sama

    ***Langit nampak dipenuhi awan pekat. Sinar mentari perlahan meredup seketika. Menghapus bayangan benda yang terpapang di atas tanah.Sudah dua hari hujan deras di sekitar sore membasahi Kota Yaman tanpa henti. Tidak hanya hujan saja, angin kencang pendatang khawatir juga menyerta.Di kamar, Hasan sibuk dengan bajunya yang harus satu persatu Ia setrika.Panas yang jarang membuat cuciannya harus berlama-lama dijemur dan membuatnya harus menyetrika bagian-bagian yang belum kering dan kusut.“Kamu diniah?” tanya Syahrir sambil berjalan menghampiri Hasan.Syahrir masih lengkap memakai almater kampusnya yang berwarna kebiruan itu, mungkin Ia tidak sempat mengganti dulu selekas pulang dan sekiranya langsung datang untuk menemui Hasan.“Diniah ... kenapa nanyain itu?”Hasan tidak menoleh sedikitpun wajah Syahrir yang ada di sampingnya, mungkin karena Ia mengingat waktu yang

  • Takdir Cinta Kita   Layaknya Bidadari

    "Assalamu'alaikum, Mas."Suara lembut itu tiba-tiba terdengar di telinga Hasan."Siapa pemilik suara itu? Aku belum pernah mengenalnya, apa orang lain? Tidak mungkin kalau itu suara Ibu, bukankah suara Ibu tidak seperti itu?"Hasan beranjak.Sekaligus Ia mengehentikan kedua tangannya, yang tengah menyapu teras rumahnya yang berserak dedaunan di antara tiang-tiang kokoh yang mengapit rumah.Nampaklah sosok gadis cantik berwajah seri, dengan riasan ala pengantin Kota Yaman melangkah di antara hembusan angin lalu."Subhanallah ... gadis itu begitu cantik. Namun aku tiada pernah mengenalnya."Cahaya mentari siang itu, sebagian membias wajah gadis cantik itu.Seakan gadis cantik itu, menguasai sinar yang jatuh menerpanya.Seketika Hasan tiada bisa berpaling. Justru Ia tidak akan pernah menghentikan tatapannya.Karena di balik tatapan itu, seperti tersembunyi suatu kesyahduan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status