"Selamat pagi, Semesta. Aku berharap hari ini Kaisar menjadi lebih baik daripada kemarin ...." Suara penuh harap keluar dari bibir Bella ketika matanya menatap matahari yang telah berada di singgasananya.
Kakinya melangkah dengan riang dan juga cepat, tak sabar sekali rasanya ingin bertemu Kaisar. Apalagi, mengingat pria itu sudah sedikit lebih terbuka dengannya.Walau hanya sedikit."Pagi, Dokter Bella. Senyumannya cerah sekali, matahari nanti iri, Dok." Baru saja memasuki ruangan, godaan yang menurut Bella sedikit mengejek terlontar dari Adrian.Bella hanya terkekeh sambil mendekati meja perawat yang sudah ramai. Masalahnya, saat ini sudah pukul 08.30 WIB, bahkan lagu dangdut untuk senam setiap pagi sudah hampir selesai. Kepala Bella menoleh ke kiri dengan mata berkeliaran mencari sosok Kaisar, tapi tak ditemukan. Membuatnya tersenyum kecut dan duduk di kursi kosong."Sudah Operan?" tanyanya basa-basi. Pasalnya, dia tak melihat perawat shift malam di sana.Kini bergantian Rio yang menanggapi. "Sudah dong, Dok. Yeah, tadi malam tidak ada yang nakal, aman terkendali."Bella tersenyum kecil mendengar itu. Lantas, menaruh tas begitu saja dan kakinya melangkah mendekati ruangan outdoor yang diskat oleh sebuah pintu. Di dalam sana, seluruh pasien tengah senam pagi dengan energik, didampingi adik-adik mahasiswa yang sedang PKL. Biasanya jika tidak ada mereka, Rio dan Adrian lah bertugas setiap pagi."Selamat pagi, semua!" Bella menyapa begitu hangat, ceria, dan bahagia. Beberapa pasien membalasnya tak kalah semangat, ada pun yang malu-malu, tersenyum saja, bahkan memalingkan wajah, contohnya Kaisar. Tetapi, Bella tak ingin ambil pusing. Dia memilih tuk menghampiri pasien bernama Pak Gianto yang baru saja duduk dengan keringat membasahi wajah hingga leher."Selamat pagi, Pak Gianto. Wah, bersemangat sekali untuk senam hari ini, hebat sekali bapak." Dengan menyunggingkan senyuman selebar daun kelor, Bella memujinya.Mendengar itu membuat Pak Gianto ikut menarik kedua sudut bibirnya malu-malu. "T-terima kasih, Dok."Bella pun memutuskan untuk duduk di sebelah pasiennya. "Tadi malam, bagaimana, Pak? Tidak ada gangguan, kan?" tanyanya.Kemudian, Pak Gianto menceritakan kegiatannya tadi malam dengan antusias. Bella pun merespon begitu baik dan tak lupa menyelipkan penghargaan melalui pujian, sesekali matanya melirik ke arah Kaisar yang tengah bersama dengan teman-teman sekamarnya. Senyuman Bella pun tak pernah luntur."Kalau ada sesuatu yang mengganjal, jangan dipendam sendiri ya, Pak. Langsung laporkan saja ke perawatnya, oke?" Sambil menepuk bahu Pak Gianto beberapa kali, Bella pun memberikan nasihat kecil. Kalimat yang selalu dia katakan kepada seluruh pasien pada sesi konseling.Ketika kepalanya berpaling, mata Bella tak bisa menemukan Kaisar di lapangan tersebut. Serta, beberapa pasien yang tampak tidak terlihat di sana. Membuat Bella menaikkan sebelah alisnya. Dia bergegas pamit untuk menanyakan hal tersebut."Dri, ke mana pasien yang lain? Kok jumlahnya semakin sedikit?" tanya Bella tanpa basa-basi."Jadwal aktivitas, Dok. Pasien yang sudah bisa melakukan segalanya secara mandiri dan tidak pernah 'on' dalam beberapa waktu, bisa melakukan simulasi kegiatan rumah tangga di halaman depan," jawab Adrian menjelaskan.Lantas, seruan 'o' lolos dari bibir mungil Bella sambil mengangguk dengan canggung. Tanpa berkata apapun, dia segera melangkahkan kaki menuju halaman depan yang luas dan banyak sekali tanaman hias, pohon buah dalam pot, dan juga beberapa sayuran segar hasil berkebun pasien.Kehadiran Bella membuat para pasien berseru bersemangat dan mengajak Bella untuk bergabung. Dia tak menyia-nyiakan itu, Bella melepas jas putih kebanggaannya dan menitipkan kepada Rio, dia berjalan menuju kebun sederhana yang ditanami sayuran seperti kol putih, sawi, tomat, dan beberapa jenis cabai. Sebab, di sana terdapat Kaisar tengah memetik hasil panen yang akan pasien nikmati nanti.Sambil memakai sarung tangan kain dan berjongkok di sebelah Kaisar, Bella pun bertanya, "Wah, ini sudah matang ya, Kai? Saya boleh metik yang mana saja, nih? Ajarkan dong!"Kaisar memberikan keranjang lalu menunjuk cabai yang sudah berwarna merah tanpa berkata apapun. Lantas, dia menyibukkan diri sendiri dan tidak bergeming atas kehadiran Bella.Bella terkekeh. "Jadi, saya harus mengambil yang warna merah-merah saja, ya? Kalau yang hijau, kenapa gak dipetik?" tanyanya berusaha membuat percakapan antara mereka."Belum masak." Jawaban itu terdengar begitu lirih dan tidak menatap sang lawan bicara.Bella memaklumi itu dan akan berusaha giat mengajak Kaisar berbicara. "Oh gitu. Ini jenis cabai apa sih, Kai? Pedas, tidak? Kamu pernah mencoba mentah-mentah begini?" tanyanya tidak menyerah.Namun, tidak ada jawaban apapun."Kalau yang tomat, tidak dipetik juga, Kai?" Seraya menunjuk ke arah sebelah, di mana pohon tomat berjejer rapih dan sudah matang semua, Bella pun bertanya-tanya.Kaisar mengangguk pelan. "Nanti," lirihnya."Oh gitu. Ini, keranjang saya sudah penuh, kamu juga penuh. Panen tomat, yuk!" Ini bukan lah sebuah permintaan, melainkan pernyataan karena Bella segera mengambil keranjang cabai mereka dan menaruhnya. Lalu, dia menarik lengan Kaisar untuk bergeser tempat. Sambil membawa dua keranjang kosong.Sebuah kontak fisik yang membuat Kaisar gugup. Hingga tanpa sadar, Kaisar menyentak tarikan itu begitu kasar. Membuat, keranjang di tangan Bella terjatuh dan dokternya itu mundur beberapa langkah. Kaisar menunduk dalam-dalam dengan kedua kaki bergerak gelisah.Di depannya, Bella menghela napas kecil. Dia menepuk pipinya sendiri dengan pelan dan melangkah mendekati Kaisar setelah mengambil keranjang tersebut lalu memberikannya kepada pria ini."Kamu pasti mau kabur, kan? Tidak boleh bolos dari sini, ayo buruan panen tomat itu!" Kemudian, Bella segera berjongkok di depan pohon tomat. Beberapa menit kemudian, matanya melirik ke samping dan tidak mendapati Kaisar, membuatnya segera menoleh ke belakang."Kai, ngapain di sana? Ngelamunin kalau Dokter Bella ini cantik dan baik hati, ya?""Kai, rambutmu sudah panjang, saya potong, ya." Sontak, gerakan tangan Kaisar, si pemilik rambut tersebut berhenti saat mendengar penawaran yang ingin sekali dirinya tolak. Namun, Bella tidak memberikan sebuah penawaran, melainkan pernyataan yang harus dipenuhi detik itu juga. "Yuk!" Dalam sekali gerakan, tangan Bella menarik Kaisar untuk berdiri sehingga tomat-tomat di genggamannya berhamburan di tanah. Sebelum pergi, pandangan Bella beralih kepada beberapa teman sekamar Kaisar yang berada di sekitar mereka lalu dia berkata, "Pak, kalau mau dipotong rambutnya, ke lapangan saja ya!" Kemudian, tak menunggu lama, Bella membawa Kaisar menuju lapangan indoor. Lama kelamaan, tangannya yang menarik itu menyelip ke jari-jari tangan Kaisar hingga menggenggamnya ringan. Selang beberapa detik, Bella menunggu beberapa saat untuk menunggu reaksi penolakan. Tapi, dia tidak mendapatkan itu dari Kaisar membuatnya berasumsi jika pria ini nyaman dengan perlakuannya. Sesampainya di lapangan dan me
"Kaisar?!" Bella tak mampu menahan pekikan ketika melihat sosok yang mengeluarkan suara tinggi hingga pasien di depannya menjauh ketakutan. Kaisar yang kini menarik lengan Bella agar mundur beberapa langkah. "Kai, tidak apa-apa. Tenang, dia tidak menyakiti saya." Dengan sigap, Bella mengusap otot bisep Kaisar yang langsung bersentuhan dengan kulit tangannya dikarenakan pemuda itu memakai lengan pendek. "Tenang ya, sudah, gak papa." Sorot mata tajam Kaisar masih memandang pasien di depan Bella, sampai dia melihat sebuah telapak tangan kecil yang menutupi indera penglihatannya dan menarik Kaisar dalam kesadaran. "Kaisar, ini teman baru. Namanya Mas Sam, mau kenalan gak?" Kaisar menolehkan kepalanya, memandang Bella dan dalam beberapa detik langsung memalingkan wajah. "Mas Sam malu kalau duluan nyapa, Kaisar mau kan ngobrol duluan dan ngajak Mas Sam ke mana-mana?" Bella kembali bersuara. Matanya melirik ke arah Samuel yang beringsut menjauhi mereka karena ketakutan oleh tindakan Ka
“Dokter Bella! Pak Andri mengamuk kembali! Saya dan Rio sudah mengisolasinya di kamar B sebab beliau mencelakai salah satu teman sekamarnya!”Merasa namanya dipanggil, Arabella Jennie Manuel, atau kerap disapa Bella pun menoleh. Tahun ini, Bella baru saja selesai menjalani Pendidikan Program Dokter Spesialis di RS Jiwa Provinsi dan resmi bergabung sebagai dokter spesialis Jiwa dan Psikiater di ruang Merpati. Kamar rawat inap bagi pasien yang telah tak mengalami gejala gangguan jiwa dan bersiap akan pulang ke rumah. Atau, istilahnya yaitu pasien sudah normal.Kepala cantiknya menoleh sambil memberikan senyuman tipis, mengapresiasi kinerja rekan perawatnya yang juga merupakan kenalan Bella. Lantas, suara indahnya pun terdengar ketika menjawab, “Ada apa? Mengapa dia mengamuk? Apakah halusinasinya kembali ketika senam barusan?”Perawat ruangan Merpati sekaligus teman SMA Bella yakni Adrian pun duduk di hadapan Bella. Saat ini, mereka berada di ruang perawat yang terletak di tengah-tengah
“Halo, Dok? Mengapa bengong?” Sentuhan di bahu Bella membuatnya kembali pada kenyataan. “Dokter Bella menangis?” Sahutan kembali terdengar, tetapi bukan berasal dari suara yang sama. Kini, terselip kepanikan pada nada bicaranya. Kepala Bella dipalingkan berlawanan arah. Tangannya terangkat tuk mengusap kedua pipinya ternyata telah basah. Sebuah senyuman yang amat dipaksakan tersemat ketika dirinya memutuskan tuk menatap lawan bicara. “Sudah selesai terapinya?” Sebuah pertanyaan dilayangkan tuk mengalihkan suasana. Namun, tak dapat Bella sembunyikan sebuah pancaran hangat dan mimik wajah bahagia ketika memandang pasien di hadapannya yang tengah membawa sebuah sarung. “Hari ini terapinya gimana Kaisar? Lancar?” tanyanya pada salah satu pasien. Sayangnya, bukan hanya Bella yang memiliki perasaan berbunga itu. Hampir seluruh perawat lajang di ruangan Merpati ini bersikap sedikit lembut ketika berhadapan dengan pasien bernama Kaisar Magenta. Pasien dengan gangguan jiwa halusinasi pend
“Huft, bagaimana caranya menarik perhatian Kaisar?”Sembari menopang pipi dengan telapak tangan, Bella bergumam bingung. Otaknya bekerja lebih keras daripada saat dia ujian OSCE dulu. Menaklukkan sifat Kaisar lebih sulit dibandingkan dengan mata kuliah kedokteran.Getaran pada ponsel Bella mengalihkan perhatian sang pemiliknya yang kini segera mengambil barang elektronik tersebut. Senyuman sendu terbit di kedua sudut bibirnya kala melihat isi pesan di sana.[Mama]‘Mbak, jangan lupa pulang ya. Nanti sore ada acara doa anak-anak panti untuk memperingati hari kepergian adikmu.’Jari jempolnya bergegas mengetikkan balasan. Tetapi, ketika ingin mengirim pesan tersebut, seseorang duduk di hadapannya. Yang mana, saat ini Bella tengah berada di taman samping ruangan.Kehadiran seseorang membuat Bella mendongak. Matanya membeliak saat wajah tampan yang kini menyiratkan ketakutan tengah mencuri pandangan ke arahnya. “Kai?!” serunya tak menyangka. Hingga, dirinya melupakan balasan kepada sang i
‘Hahahaha, seharusnya kamu menusuk tepat di jantung Dokter Bella! Menyenangkan bukan menghirup aroma kenikmatan dari cairan merah pekat itu? Ayo lakukan lagi!’“Pergi!!” Kaisar berteriak kuat sembari menatap ke segala arah. Saat ini, wanita itu sudah tidak ada di pandangan matanya. Tetapi suara tanpa wujud masih memenuhi pemikiran Kaisar.Teriakan membahana Kaisar mengundang beberapa orang mendekat. Adrian, Rio, dan Rafael yang kebetulan akan keluar menuju dapur. Mereka bergegas menghampiri gazebo.“Dokter Bella!” Adrian mendekati Bella, matanya membeliak melihat kondisi mengenaskan teman sekaligus rekan kerjanya ini. Dia pun segera membalut luka Bella menggunakan sapu tangan miliknya agar pendarahan tidak semakin parah.“Kai, lo kambuh?!” Dengan panik, Rafael melayangkan pertanyaan. Selama 1 tahun di sini tetapi dia belum terbiasa menyaksikan pasien tengah kambuh. Apalagi, Kaisar. Yang jarang sekali seperti ini.Dengan gerakan waspada, Rio mendekat ke arah Kaisar. Lantas, dia pun ber
“Kamu mirip zombie daripada dokter, Bella.” Kalimat tersebut dilontarkan Bella pada dirinya sendiri saat dia melihat rupa wajah pada cermin yang terletak di ruang perawat.Dengan kantung mata hitam menyerupai panda, Bella memasuki ruang kerjanya. Tubuhnya begitu lelah setelah menjaga sang ibu yang pingsan karena dehidrasi di rumah sakit sejak kemarin sore hingga pagi ini. Jika saja, hari ini dia tidak ada shift pagi, Bella ingin sekali mengistirahatkan tubuhnya yang sudah tidak bertenaga. Belum lagi, luka di tangan Bella saat ini berdenyut nyeri secara berkala.Tok! Tok!Belum sempat Bella memberikan reaksi, pintu ruangannya telah terbuka kecil.“Dok, ayo handover,” kata Adrian sembari menyembulkan kepalanya ke dalam ruangan Bella.Setelah menganggukkan kepala lalu meletakkan semua barang-barangnya ke atas meja, Bella mengikuti langkah Adrian menuju ruang perawat tanpa banyak bicara. Tenaganya sudah habis.Di sana, telah lengkap. Sebelum memulai hari, para tenaga medis di ruangan akan
“Kai ... saya tidak pernah tahu apa yang kamu alami di masa lalu, dulu. Tetapi, jangan jadikan hal itu sebagai beban di pundakmu sendiri.” Tangan Bella tak henti-hentinya mengusap pundak Kaisar yang kini menundukkan kepala dalam-dalam. ‘Kaisar lagi down, makanya dia mengarang seperti itu,’ batin Bella menyahut dengan tidak percaya atas kalimat Kaisar baru saja, yang menyatakan kata mengejutkan. Kaisar berusaha tidak menatap Bella yang terus memandang dia. Dirinya pun tak bisa berkata-kata lagi melihat reaksi biasa saja tersebut. Jika Kaisar sedang berusaha memecahkan respon Bella, maka, gadis itu berusaha keras menenangkan debaran jantung yang kian terpacu kuat. Hingga pada akhirnya, Bella berdehem keras sembari menepuk bahu Kaisar beberapa kali dengan lembut. Dia pun berkata, “Sudah, masalah yang telah terjadi tidak perlu dipikirkan kembali, hm? Ayo, teman-teman yang lain tengah kegiatan di ruang terbuka. Mari kita susul ke sana.” Ketika Bella sudah berdiri dan ingin menarik
"Kaisar?!" Bella tak mampu menahan pekikan ketika melihat sosok yang mengeluarkan suara tinggi hingga pasien di depannya menjauh ketakutan. Kaisar yang kini menarik lengan Bella agar mundur beberapa langkah. "Kai, tidak apa-apa. Tenang, dia tidak menyakiti saya." Dengan sigap, Bella mengusap otot bisep Kaisar yang langsung bersentuhan dengan kulit tangannya dikarenakan pemuda itu memakai lengan pendek. "Tenang ya, sudah, gak papa." Sorot mata tajam Kaisar masih memandang pasien di depan Bella, sampai dia melihat sebuah telapak tangan kecil yang menutupi indera penglihatannya dan menarik Kaisar dalam kesadaran. "Kaisar, ini teman baru. Namanya Mas Sam, mau kenalan gak?" Kaisar menolehkan kepalanya, memandang Bella dan dalam beberapa detik langsung memalingkan wajah. "Mas Sam malu kalau duluan nyapa, Kaisar mau kan ngobrol duluan dan ngajak Mas Sam ke mana-mana?" Bella kembali bersuara. Matanya melirik ke arah Samuel yang beringsut menjauhi mereka karena ketakutan oleh tindakan Ka
"Kai, rambutmu sudah panjang, saya potong, ya." Sontak, gerakan tangan Kaisar, si pemilik rambut tersebut berhenti saat mendengar penawaran yang ingin sekali dirinya tolak. Namun, Bella tidak memberikan sebuah penawaran, melainkan pernyataan yang harus dipenuhi detik itu juga. "Yuk!" Dalam sekali gerakan, tangan Bella menarik Kaisar untuk berdiri sehingga tomat-tomat di genggamannya berhamburan di tanah. Sebelum pergi, pandangan Bella beralih kepada beberapa teman sekamar Kaisar yang berada di sekitar mereka lalu dia berkata, "Pak, kalau mau dipotong rambutnya, ke lapangan saja ya!" Kemudian, tak menunggu lama, Bella membawa Kaisar menuju lapangan indoor. Lama kelamaan, tangannya yang menarik itu menyelip ke jari-jari tangan Kaisar hingga menggenggamnya ringan. Selang beberapa detik, Bella menunggu beberapa saat untuk menunggu reaksi penolakan. Tapi, dia tidak mendapatkan itu dari Kaisar membuatnya berasumsi jika pria ini nyaman dengan perlakuannya. Sesampainya di lapangan dan me
"Selamat pagi, Semesta. Aku berharap hari ini Kaisar menjadi lebih baik daripada kemarin ...." Suara penuh harap keluar dari bibir Bella ketika matanya menatap matahari yang telah berada di singgasananya. Kakinya melangkah dengan riang dan juga cepat, tak sabar sekali rasanya ingin bertemu Kaisar. Apalagi, mengingat pria itu sudah sedikit lebih terbuka dengannya. Walau hanya sedikit. "Pagi, Dokter Bella. Senyumannya cerah sekali, matahari nanti iri, Dok." Baru saja memasuki ruangan, godaan yang menurut Bella sedikit mengejek terlontar dari Adrian. Bella hanya terkekeh sambil mendekati meja perawat yang sudah ramai. Masalahnya, saat ini sudah pukul 08.30 WIB, bahkan lagu dangdut untuk senam setiap pagi sudah hampir selesai. Kepala Bella menoleh ke kiri dengan mata berkeliaran mencari sosok Kaisar, tapi tak ditemukan. Membuatnya tersenyum kecut dan duduk di kursi kosong. "Sudah Operan?" tanyanya basa-basi. Pasalnya, dia tak melihat perawat shift malam di sana. Kini bergantian Rio
“Kai ... saya tidak pernah tahu apa yang kamu alami di masa lalu, dulu. Tetapi, jangan jadikan hal itu sebagai beban di pundakmu sendiri.” Tangan Bella tak henti-hentinya mengusap pundak Kaisar yang kini menundukkan kepala dalam-dalam. ‘Kaisar lagi down, makanya dia mengarang seperti itu,’ batin Bella menyahut dengan tidak percaya atas kalimat Kaisar baru saja, yang menyatakan kata mengejutkan. Kaisar berusaha tidak menatap Bella yang terus memandang dia. Dirinya pun tak bisa berkata-kata lagi melihat reaksi biasa saja tersebut. Jika Kaisar sedang berusaha memecahkan respon Bella, maka, gadis itu berusaha keras menenangkan debaran jantung yang kian terpacu kuat. Hingga pada akhirnya, Bella berdehem keras sembari menepuk bahu Kaisar beberapa kali dengan lembut. Dia pun berkata, “Sudah, masalah yang telah terjadi tidak perlu dipikirkan kembali, hm? Ayo, teman-teman yang lain tengah kegiatan di ruang terbuka. Mari kita susul ke sana.” Ketika Bella sudah berdiri dan ingin menarik
“Kamu mirip zombie daripada dokter, Bella.” Kalimat tersebut dilontarkan Bella pada dirinya sendiri saat dia melihat rupa wajah pada cermin yang terletak di ruang perawat.Dengan kantung mata hitam menyerupai panda, Bella memasuki ruang kerjanya. Tubuhnya begitu lelah setelah menjaga sang ibu yang pingsan karena dehidrasi di rumah sakit sejak kemarin sore hingga pagi ini. Jika saja, hari ini dia tidak ada shift pagi, Bella ingin sekali mengistirahatkan tubuhnya yang sudah tidak bertenaga. Belum lagi, luka di tangan Bella saat ini berdenyut nyeri secara berkala.Tok! Tok!Belum sempat Bella memberikan reaksi, pintu ruangannya telah terbuka kecil.“Dok, ayo handover,” kata Adrian sembari menyembulkan kepalanya ke dalam ruangan Bella.Setelah menganggukkan kepala lalu meletakkan semua barang-barangnya ke atas meja, Bella mengikuti langkah Adrian menuju ruang perawat tanpa banyak bicara. Tenaganya sudah habis.Di sana, telah lengkap. Sebelum memulai hari, para tenaga medis di ruangan akan
‘Hahahaha, seharusnya kamu menusuk tepat di jantung Dokter Bella! Menyenangkan bukan menghirup aroma kenikmatan dari cairan merah pekat itu? Ayo lakukan lagi!’“Pergi!!” Kaisar berteriak kuat sembari menatap ke segala arah. Saat ini, wanita itu sudah tidak ada di pandangan matanya. Tetapi suara tanpa wujud masih memenuhi pemikiran Kaisar.Teriakan membahana Kaisar mengundang beberapa orang mendekat. Adrian, Rio, dan Rafael yang kebetulan akan keluar menuju dapur. Mereka bergegas menghampiri gazebo.“Dokter Bella!” Adrian mendekati Bella, matanya membeliak melihat kondisi mengenaskan teman sekaligus rekan kerjanya ini. Dia pun segera membalut luka Bella menggunakan sapu tangan miliknya agar pendarahan tidak semakin parah.“Kai, lo kambuh?!” Dengan panik, Rafael melayangkan pertanyaan. Selama 1 tahun di sini tetapi dia belum terbiasa menyaksikan pasien tengah kambuh. Apalagi, Kaisar. Yang jarang sekali seperti ini.Dengan gerakan waspada, Rio mendekat ke arah Kaisar. Lantas, dia pun ber
“Huft, bagaimana caranya menarik perhatian Kaisar?”Sembari menopang pipi dengan telapak tangan, Bella bergumam bingung. Otaknya bekerja lebih keras daripada saat dia ujian OSCE dulu. Menaklukkan sifat Kaisar lebih sulit dibandingkan dengan mata kuliah kedokteran.Getaran pada ponsel Bella mengalihkan perhatian sang pemiliknya yang kini segera mengambil barang elektronik tersebut. Senyuman sendu terbit di kedua sudut bibirnya kala melihat isi pesan di sana.[Mama]‘Mbak, jangan lupa pulang ya. Nanti sore ada acara doa anak-anak panti untuk memperingati hari kepergian adikmu.’Jari jempolnya bergegas mengetikkan balasan. Tetapi, ketika ingin mengirim pesan tersebut, seseorang duduk di hadapannya. Yang mana, saat ini Bella tengah berada di taman samping ruangan.Kehadiran seseorang membuat Bella mendongak. Matanya membeliak saat wajah tampan yang kini menyiratkan ketakutan tengah mencuri pandangan ke arahnya. “Kai?!” serunya tak menyangka. Hingga, dirinya melupakan balasan kepada sang i
“Halo, Dok? Mengapa bengong?” Sentuhan di bahu Bella membuatnya kembali pada kenyataan. “Dokter Bella menangis?” Sahutan kembali terdengar, tetapi bukan berasal dari suara yang sama. Kini, terselip kepanikan pada nada bicaranya. Kepala Bella dipalingkan berlawanan arah. Tangannya terangkat tuk mengusap kedua pipinya ternyata telah basah. Sebuah senyuman yang amat dipaksakan tersemat ketika dirinya memutuskan tuk menatap lawan bicara. “Sudah selesai terapinya?” Sebuah pertanyaan dilayangkan tuk mengalihkan suasana. Namun, tak dapat Bella sembunyikan sebuah pancaran hangat dan mimik wajah bahagia ketika memandang pasien di hadapannya yang tengah membawa sebuah sarung. “Hari ini terapinya gimana Kaisar? Lancar?” tanyanya pada salah satu pasien. Sayangnya, bukan hanya Bella yang memiliki perasaan berbunga itu. Hampir seluruh perawat lajang di ruangan Merpati ini bersikap sedikit lembut ketika berhadapan dengan pasien bernama Kaisar Magenta. Pasien dengan gangguan jiwa halusinasi pend
“Dokter Bella! Pak Andri mengamuk kembali! Saya dan Rio sudah mengisolasinya di kamar B sebab beliau mencelakai salah satu teman sekamarnya!”Merasa namanya dipanggil, Arabella Jennie Manuel, atau kerap disapa Bella pun menoleh. Tahun ini, Bella baru saja selesai menjalani Pendidikan Program Dokter Spesialis di RS Jiwa Provinsi dan resmi bergabung sebagai dokter spesialis Jiwa dan Psikiater di ruang Merpati. Kamar rawat inap bagi pasien yang telah tak mengalami gejala gangguan jiwa dan bersiap akan pulang ke rumah. Atau, istilahnya yaitu pasien sudah normal.Kepala cantiknya menoleh sambil memberikan senyuman tipis, mengapresiasi kinerja rekan perawatnya yang juga merupakan kenalan Bella. Lantas, suara indahnya pun terdengar ketika menjawab, “Ada apa? Mengapa dia mengamuk? Apakah halusinasinya kembali ketika senam barusan?”Perawat ruangan Merpati sekaligus teman SMA Bella yakni Adrian pun duduk di hadapan Bella. Saat ini, mereka berada di ruang perawat yang terletak di tengah-tengah