Nadine tidak mengatakan apa-apa. Renovasi laboratorium adalah fakta. Tidak ada hasil penelitian juga adalah fakta. Tidak ada yang perlu diperdebatkan.Dia duduk kembali. Kebetulan, kursi di sebelahnya ditempati oleh Clarine. Clarine tidak bisa menahan tawa. "Nadine, akhirnya kamu juga merasakan ini.""Hidup selalu ada pasang surut, siapa yang nggak pernah mengalami masa sial? Tapi, seperti kata pepatah, roda kehidupan selalu berputar. Hari ini giliranku, bisa jadi besok giliranmu.""Sok bijak!"Nadine menatap lurus ke depan, tanpa sedikit pun ekspresi marah di wajahnya.Melihat sikap tenangnya, Clarine justru semakin kesal. "Kamu pikir kamu bisa menang melawan Bu Diana? Freya mungkin bisa saat masih muda, tapi dia sudah tua sekarang. Dia nggak bisa bersaing lagi. Sebagai muridnya, kamu sendirian dan lemah. Kamu cuma akan ditindas.""Dulu aku bersaing mati-matian denganmu untuk menjadi mahasiswa bimbingan Freya. Akhirnya kamu yang menang dan aku yang kalah. Tapi lihat sekarang, siapa sa
Konan bertanya, "Semua kelompok sudah menyelesaikan laporan mereka, 'kan? Apakah ada hal lain yang perlu diajukan?"Sesuai kebiasaan, setelah setiap kelompok menyampaikan laporan mereka, akan ada waktu untuk mengumumkan pengajuan resmi dari fakultas.Pengajuan ini bukanlah hal sepele yang bisa dibicarakan sembarangan dalam rapat, melainkan sesuatu yang berkaitan dengan perubahan personel, laporan pelanggaran, atau pemecatan, yang menyangkut hal-hal besar yang harus diumumkan secara transparan.Biasanya, sesi ini hanya formalitas belaka karena tidak ada pengajuan yang perlu dibahas. Awalnya semua orang mengira hari ini juga akan sama, tetapi siapa sangka ....Perwakilan dari tim pengawas yang duduk di atas panggung tiba-tiba berdiri. "Ada satu pengajuan."Ruangan langsung riuh. Bahkan, Konan pun cukup terkejut dan mengangkat alisnya."Pengajuan ini berkaitan dengan pemberitahuan dari kelompok penelitian Nadine mengenai pendirian laboratorium independen di luar kampus. Kami telah menerim
Di antara semua orang di ruangan itu, yang wajahnya paling suram tidak lain adalah Diana. Begitu mendengar kata laboratorium independen, dia langsung membeku. Tatapannya tampak tak percaya, lalu berubah menjadi seringai dingin yang penuh ejekan.Mendirikan laboratorium sendiri? Kedengarannya memang mudah, tetapi apakah itu semudah yang mereka pikirkan?Jangankan soal biaya, hanya urusan lahan dan persetujuan administratif saja sudah bukan sesuatu yang bisa Nadine dapatkan begitu saja.Dulu saat fakultas lebih memihak Freya, Diana menjalani masa-masa yang sangat sulit. Dia tidak memiliki akses ke mahasiswa terbaik, tidak mendapatkan sumber daya yang cukup, bahkan para petinggi fakultas mengabaikannya, seakan-akan dia tidak pernah ada.Pada saat itu, Diana pernah memiliki pemikiran gila, yaitu mendirikan laboratorium sendiri supaya terlepas dari fakultas. Ketika dia berhasil membuktikan dirinya, fakultas pasti akan membujuknya kembali.Namun, itu hanya sebatas angan-angan pada saat dirin
Setelah 1 bulan 23 hari, dengan total biaya 32 miliar, sebuah laboratorium dengan sistem pintar dan dua tingkat sistem keamanan biologis akhirnya resmi selesai dibangun. Salju ketiga musim dingin baru saja berhenti saat proyek ini mencapai tahap akhir.Aditya dan tim rintisannya melakukan pemeriksaan akhir terhadap sistem pintar laboratorium. Sementara itu, berbagai peralatan canggih yang dibeli melalui jalur internasional dari perusahaan teknologi milik Stendy mulai berdatangan satu per satu.Mikha dan Darius benar-benar kewalahan dalam beberapa hari terakhir. Selain harus mempelajari cara mengoperasikan sistem pintar laboratorium bersama Aditya, mereka juga bertanggung jawab untuk memeriksa setiap peralatan yang masuk dan mengatur tata letak ruangannya.Mulai dari posisi meja eksperimen hingga penempatan dispenser air minum, semuanya mereka tangani sendiri. Kecuali untuk waktu kuliah, makan, dan tidur, hampir seluruh waktu mereka dihabiskan di laboratorium.Di rumah Keluarga Lugiman.
Semua teman dekat di lingkungan pertemanan mereka tahu bahwa Nadine Wicaksono sangat mencintai Reagan Yudhistira. Saking cintanya, Nadine sampai tidak punya kehidupannya sendiri, seolah-olah ingin berada di dekatnya selama 24 jam sehari.Setiap kali mereka putus, belum sampai tiga hari saja Nadine akan kembali untuk meminta balikan. Di dunia ini, siapa pun mungkin bisa mengatakan kata "putus", kecuali Nadine. Ketika Reagan masuk sambil memeluk kekasih barunya, ruangan itu menjadi hening selama lima detik.Gerakan Nadine yang sedang mengupas jeruk terhenti, "Kenapa kalian semua diam? Kenapa pada lihat aku?""Nadine ...." Teman-temannya memandangnya dengan tatapan khawatir.Namun Reagan tetap santai memeluk wanita itu dan langsung duduk di sofa. "Selamat ulang tahun, Philip" ucapnya. Begitu terang-terangan, seolah-olah tidak terjadi apa pun.Nadine langsung berdiri. Ini hari ulang tahun Philip, jadi dia tidak ingin membuat kekacauan. "Aku ke toilet sebentar." Saat menutup pintu, dia mend
Di meja makan.Reagan bertanya, "Kenapa nggak ada bubur?""Maksud Tuan, bubur untuk kesehatan lambung ya?""Bubur untuk kesehatan lambung?" tanya Reagan lagi."Ya, bubur yang sering dimasak Nona Nadine. Bubur millet dicampur ubi, bunga bakung, dan kurma merah, 'kan? Wah, aku nggak sempat menyiapkannya. Hanya untuk bunga bakung, jali-jali, dan kurma merahnya saja harus direndam semalaman dan mulai direbus keesokan paginya.""Selain itu, pengaturan apinya sangat penting. Aku nggak sepeka Nona Nadine untuk terus mengawasi api. Hasil masakanku juga nggak akan seperti miliknya, terus ...."Reagan menyelanya, "Bawakan saus daging sapi.""Oke, Tuan.""Kenapa rasanya beda?" Reagan melihat sekilas botol itu. "Kemasannya juga beda.""Yang sebelumnya sudah habis, hanya tersisa yang ini," jawab Bibi Julia."Nanti belikan dua kaleng di supermarket.""Nggak dijual.""Hah?" Reagan kebingungan.Julia tersenyum canggung. "Saus itu buatan Nona Nadine sendiri, aku nggak bisa buat ...."Prang!"Hm? Tuan n
"Nggak nemu tempat parkir yang bagus ya? Aku keluar untuk bantu ...." Saat menyadari ekspresi Reagan yang muram, Philip baru tersadar. "Hah! Kak Reagan, jangan-jangan ... Kak Nadine masih belum kembali?"Sekarang ini sudah lewat dari tiga jam.Reagan membuka tangannya sambil mengangkat bahu. "Balik apanya? Kamu kira putus itu candaan?" Setelah berkata demikian, dia berjalan melewati Philip dan duduk di sofa.Philip menggaruk kepalanya. Apakah kali ini mereka benar-benar putus? Namun, dia langsung menggelengkan kepala mengenyahkan pemikiran itu. Dia percaya bahwa Reagan tega memutuskan hubungan, tetapi Nadine ....Semua wanita di dunia ini mungkin bisa menerima putus, tapi Nadine sudah pasti tidak bisa. Hal ini adalah fakta yang telah diakui dalam lingkaran pertemanan mereka selama ini."Reagan, kenapa kamu sendirian?" tanya Teddy sambil tersenyum sinis. "Tiga jam sudah lewat, sekarang sudah seharian."Reagan menyeringai, "Aku kalah taruhan, jadi harus terima hukumannya. Apa hukumannya?
Reagan terlalu banyak minum semalam. Selain itu, si berengsek Philip malah mengajaknya untuk minum lagi di tengah malam. Saat Reagan diantar pulang oleh sopir, langit sudah mulai terang.Awalnya dia sudah terkapar di ranjang karena rasa kantuknya yang hebat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sebentar.'Kali ini Nadine seharusnya nggak akan marah, 'kan?' batin Reagan dalam pikirannya yang setengah sadar. Saat membuka mata kembali, rasa sakit yang hebat membuatnya terjaga."Ugh ...." Sambil menekan perutnya, Reagan berusaha untuk bangkit."Aku sakit maag! Nad ...." Saat hendak memanggil nama itu, Reagan terhenti seketika. Reagan mengerutkan alisnya sejenak. 'Hebat sekali Nadine kali ini, bahkan lebih keras kepala dari sebelumnya. Baiklah, kita lihat seberapa lama dia bisa bertahan.'Akan tetapi ... di mana letak obatnya?Reagan pergi ke ruang tamu untuk mengobrak-abrik laci dan lemari. Semua laci yang bisa menyimpan barang sudah digeleda
Setelah 1 bulan 23 hari, dengan total biaya 32 miliar, sebuah laboratorium dengan sistem pintar dan dua tingkat sistem keamanan biologis akhirnya resmi selesai dibangun. Salju ketiga musim dingin baru saja berhenti saat proyek ini mencapai tahap akhir.Aditya dan tim rintisannya melakukan pemeriksaan akhir terhadap sistem pintar laboratorium. Sementara itu, berbagai peralatan canggih yang dibeli melalui jalur internasional dari perusahaan teknologi milik Stendy mulai berdatangan satu per satu.Mikha dan Darius benar-benar kewalahan dalam beberapa hari terakhir. Selain harus mempelajari cara mengoperasikan sistem pintar laboratorium bersama Aditya, mereka juga bertanggung jawab untuk memeriksa setiap peralatan yang masuk dan mengatur tata letak ruangannya.Mulai dari posisi meja eksperimen hingga penempatan dispenser air minum, semuanya mereka tangani sendiri. Kecuali untuk waktu kuliah, makan, dan tidur, hampir seluruh waktu mereka dihabiskan di laboratorium.Di rumah Keluarga Lugiman.
Di antara semua orang di ruangan itu, yang wajahnya paling suram tidak lain adalah Diana. Begitu mendengar kata laboratorium independen, dia langsung membeku. Tatapannya tampak tak percaya, lalu berubah menjadi seringai dingin yang penuh ejekan.Mendirikan laboratorium sendiri? Kedengarannya memang mudah, tetapi apakah itu semudah yang mereka pikirkan?Jangankan soal biaya, hanya urusan lahan dan persetujuan administratif saja sudah bukan sesuatu yang bisa Nadine dapatkan begitu saja.Dulu saat fakultas lebih memihak Freya, Diana menjalani masa-masa yang sangat sulit. Dia tidak memiliki akses ke mahasiswa terbaik, tidak mendapatkan sumber daya yang cukup, bahkan para petinggi fakultas mengabaikannya, seakan-akan dia tidak pernah ada.Pada saat itu, Diana pernah memiliki pemikiran gila, yaitu mendirikan laboratorium sendiri supaya terlepas dari fakultas. Ketika dia berhasil membuktikan dirinya, fakultas pasti akan membujuknya kembali.Namun, itu hanya sebatas angan-angan pada saat dirin
Konan bertanya, "Semua kelompok sudah menyelesaikan laporan mereka, 'kan? Apakah ada hal lain yang perlu diajukan?"Sesuai kebiasaan, setelah setiap kelompok menyampaikan laporan mereka, akan ada waktu untuk mengumumkan pengajuan resmi dari fakultas.Pengajuan ini bukanlah hal sepele yang bisa dibicarakan sembarangan dalam rapat, melainkan sesuatu yang berkaitan dengan perubahan personel, laporan pelanggaran, atau pemecatan, yang menyangkut hal-hal besar yang harus diumumkan secara transparan.Biasanya, sesi ini hanya formalitas belaka karena tidak ada pengajuan yang perlu dibahas. Awalnya semua orang mengira hari ini juga akan sama, tetapi siapa sangka ....Perwakilan dari tim pengawas yang duduk di atas panggung tiba-tiba berdiri. "Ada satu pengajuan."Ruangan langsung riuh. Bahkan, Konan pun cukup terkejut dan mengangkat alisnya."Pengajuan ini berkaitan dengan pemberitahuan dari kelompok penelitian Nadine mengenai pendirian laboratorium independen di luar kampus. Kami telah menerim
Nadine tidak mengatakan apa-apa. Renovasi laboratorium adalah fakta. Tidak ada hasil penelitian juga adalah fakta. Tidak ada yang perlu diperdebatkan.Dia duduk kembali. Kebetulan, kursi di sebelahnya ditempati oleh Clarine. Clarine tidak bisa menahan tawa. "Nadine, akhirnya kamu juga merasakan ini.""Hidup selalu ada pasang surut, siapa yang nggak pernah mengalami masa sial? Tapi, seperti kata pepatah, roda kehidupan selalu berputar. Hari ini giliranku, bisa jadi besok giliranmu.""Sok bijak!"Nadine menatap lurus ke depan, tanpa sedikit pun ekspresi marah di wajahnya.Melihat sikap tenangnya, Clarine justru semakin kesal. "Kamu pikir kamu bisa menang melawan Bu Diana? Freya mungkin bisa saat masih muda, tapi dia sudah tua sekarang. Dia nggak bisa bersaing lagi. Sebagai muridnya, kamu sendirian dan lemah. Kamu cuma akan ditindas.""Dulu aku bersaing mati-matian denganmu untuk menjadi mahasiswa bimbingan Freya. Akhirnya kamu yang menang dan aku yang kalah. Tapi lihat sekarang, siapa sa
Akhir Desember, Kota Juanin menyambut salju kedua setelah memasuki musim dingin. Salju kali ini jauh lebih lebat dibanding sebelumnya, turun tanpa henti selama 2 hari, menyelimuti seluruh kota.Pagi-pagi, Nadine mengetuk pintu apartemen Arnold dengan sedikit rasa bersalah. "Pak ...." Suaranya terdengar ragu.Arnold yang masih mengenakan piama dengan rambut berantakan, langsung merasa cemas. "Ada apa?""Nggak, nggak ada apa-apa!" Mungkin menyadari bahwa waktu masih terlalu pagi dan tidak pantas, Nadine semakin merasa bersalah, bahkan wajahnya sedikit memerah. "Aku ... apa aku membangunkanmu?"Arnold menjawab, "Nggak, aku memang sudah seharusnya bangun. Ada perlu apa?""Alat main salju yang waktu itu ... masih ada?"Arnold termangu sejenak. Dia menoleh ke luar jendela. Benar saja, salju sudah berhenti. "Pagi-pagi begini mau main salju?" tanyanya ragu.Nadine mengangguk dengan mata berbinar. "Ya! Kalau pagi-pagi, saljunya masih bersih, belum ada yang injak."Arnold terkekeh-kekeh. "Kenapa
Aditya tidak bisa merespons!Nadine berkata, "Pak Stendy, kamu sudah bisa melepaskan tanganmu sekarang."Stendy tersenyum tipis, seolah-olah baru menyadari sesuatu. Namun, bukannya melepaskan, tangannya yang tadi hanya menggantung di udara kini benar-benar merangkul bahu Nadine.Tubuhnya ramping dan mungil. Bahkan melalui jaket tebal, dia masih bisa merasakan betapa kurusnya gadis itu.Aroma samar dari tubuh Nadine tanpa sadar menyusup ke dalam hidung. Seluruh tubuh Stendy menegang.Detik berikutnya, Nadine berputar dengan lincah dan meloloskan diri dari pelukannya. Stendy bereaksi cepat. Begitu melihatnya kabur, dia segera mengulurkan tangan, berniat menariknya kembali.Yang satu kabur, yang satu mengejar. Yang satu menghindar, yang satu memburu.Nadine akhirnya kesal. "Stendy! Kamu belum selesai juga?"Stendy tersenyum semakin lebar. "Bagus, akhirnya kamu nggak memanggilku Pak Stendy lagi."Di saat keduanya sedang berselisih, tak jauh dari sana di bawah cahaya lampu jalan, Arnold ber
Di bawah cahaya lampu jalan, Nadine, Aditya, dan Stendy berjalan sambil mengobrol. Angin malam berembus kencang. Napas mereka berubah menjadi uap putih yang melayang di udara."Nad, mau minum teh susu? Aku traktir." Aditya tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang putih.Nadine hendak menjawab. Tiba-tiba, seorang pemuda berjalan ke arahnya dan berhenti di depan mereka.Di bawah tatapan bingung mereka bertiga, pria itu seperti sedang melakukan trik sulap. Dia mengeluarkan sebuket mawar dari belakangnya dan menyodorkannya kepada Nadine."Ha ... halo! Aku mahasiswa pascasarjana tahun ketiga di Universitas Teknologi dan Bisnis. A ... aku sudah memperhatikanmu sejak lama. Ini bunga untukmu, semoga kamu suka!""A ... apa kita boleh bertukar kontak? Sejak pertama kali melihatmu, aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku tahu ini terlalu mendadak. Aku sendiri juga nggak bisa percaya, tapi ... memang itu yang terjadi. Aku harap kamu bisa memberiku kesempatan ...."Nadine sama seka
"Semua berkat dua tim konstruksi dari Pak Stendy yang sangat membantu."Awalnya, mereka hanya dipinjam untuk pekerjaan konstruksi dasar. Namun, Aditya segera menyadari bahwa dirinya telah meremehkan kemampuan mereka. Selain pekerjaan konstruksi, tim ini juga sangat ahli dalam renovasi dan evaluasi material.Jadi, setelah pekerjaan konstruksi dasar selesai, Aditya memutuskan untuk tidak mengembalikan mereka kepada Stendy. Sebaliknya, mereka langsung melanjutkan ke tahap renovasi interior dan pemasangan sistem kontrol pintar."Pak Stendy nggak masalah, 'kan?"Mendengar itu, Nadine juga menoleh ke arah Stendy mengikuti Aditya.Ketika Stendy bertemu dengan tatapan Nadine, dia tersenyum tipis. "Aku nggak masalah." Selama Nadine meminta, berapa pun orang yang dibutuhkan, dia bisa mengaturnya."Terima kasih, Pak Stendy.""Panggil Kak Stendy."Nadine termangu. Lagi-lagi ini.Aditya bersuara, "Hehe .... Terima kasih, Kak Stendy."Stendy seketika tidak bisa berkata-kata.Setelah hampir selesai m
Setelah menenangkan Freya, Nadine membantunya membersihkan tubuh. Sebelum pergi, dia juga mengingatkan agar Freya menunggu sampai infusnya habis dulu sebelum mengurus administrasi kepulangan.Sebelum meninggalkan rumah sakit, Nadine memanggil Tasyi dan berkata, "Aku sudah bicara dengan Bu Freya. Besok akan ada mobil yang menjemput kalian ke tempat pemulihan. Selama di sana, aku titip beliau padamu ya."Tasyi langsung tersenyum lega. "Memang cuma kamu yang bisa mengatasinya! Aku sudah mencoba membujuk dan menasihati berulang kali, tapi dia tetap nggak mau mendengar. Untung ada kamu! Tenang saja, aku pasti menjaga Bu Freya dengan baik!""Terima kasih, Kak Tasyi.""Ah, nggak usah berterima kasih. Ini memang tugasku."Setelah Nadine pergi, Tasyi masuk kembali ke kamar pasien. Freya melirik ke arah pintu. "Dia sudah pergi?""Iya, sudah. Sebelum pergi, dia menitip pesan agar aku menjagamu baik-baik. Nadine benar-benar perhatian."Freya mengangguk pelan. "Dia anak yang baik. Aku yang nggak gu