Mino menyerahkan undangan itu kepada istrinya. "Nih, baca sendiri."Dengan rasa penasaran, Laudya menerima undangan itu. Setelah membaca isinya, dia terdiam sejenak. "Jadi ... dia benar-benar membangun laboratorium?""Makanya, anak kita ini kurang hebat apa dibanding anak laki-laki? Kamu masih nggak puas? Dengar ya, mulai sekarang jangan pernah bilang yang aneh-aneh di depan Mikha ... bahkan di belakang pun nggak boleh, ngerti?"Laudya hanya cemberut."Aku lagi bicara, dengar nggak?""Iya, iya! Anak perempuan kesayanganmu! Nggak boleh dikomentar sama siapa pun!"Setelah itu, Mino mengangguk puas. "Bagus kalau kamu ngerti."Sore harinya, mereka berdua berkemas, lalu berangkat ke bandara. Saat melewati pintu masuk desa ...."Eh, Pak Mino! Mau pergi mancing lagi?""Bukan mancing. Kali ini ke Kota Juanin.""Wah, jauh amat? Ngapain?""Mau lihat anakku.""Memangnya kenapa?""Dia lagi bikin gebrakan besar!""Hah?"....Di hari yang sama, pihak universitas dan fakultas juga menerima undangan.
"Duduk." Konan tetap bersikeras."Pak Konan, kamu nggak ngerti apa yang kubilang? Aku sibuk sekali, nggak punya waktu untuk ....""Kusuruh kamu duduk, kamu tuli? Apa aku harus menyipitkan mata waktu bicara sama kamu supaya kamu nyaman?""Kamu pikir kamu ini siapa? Dihargai sedikit, kamu malah bertingkah seolah-olah bisa menguasai segalanya? Jangan lupa siapa yang dulu bantu kamu naik ke posisi ini? Siapa yang setiap tahun bantu mencarikan sumber daya untukmu?""Kalau bukan karena itu, kamu pikir dengan pencapaian kecilmu yang nggak seberapa itu, kamu bisa merebut dana dari tangan Freya? Memang ada beberapa anjing yang kalau terlalu kenyang, berani menyalak sama tuannya!"Diana langsung terdiam karena dimaki habis-habisan."Ka ... kamu ... kenapa ...." Konan belum pernah semarah ini padanya sebelumnya."Aku bilang sekali lagi, du-duk!!"Diana tidak berani lagi bersikap angkuh. Dia langsung menarik kursi dan duduk dengan patuh. "Kenapa cari aku?" Nada bicaranya juga jadi lebih hati-hati.
Malam telah tiba, cahaya bulan bersinar jernih dan angin dingin bertiup kencang. Nadine berjalan menuju pintu laboratorium, lalu menoleh ke belakang sejenak ...."Dragcloud, matikan lampu."Sebuah suara mekanis tiba-tiba terdengar di udara. "Nadine, silakan lakukan verifikasi akses."Nadine mendongak."Verifikasi berhasil, mematikan lampu."Tiga detik setelah suara itu menghilang, seluruh laboratorium langsung gelap gulita. Nadine berbalik dan pergi. Pintu otomatis tertutup di belakangnya dan terkunci rapat.Laboratorium pintar ....Sungguh luar biasa!Nadine mengeluarkan ponselnya dan bersiap memesan mobil, tetapi tiba-tiba melihat sebuah Porsche yang terparkir di tepi jalan. Pintu mobil terbuka dan Stendy keluar dari dalamnya. Nadine terkejut. "Kamu belum pulang?"Tadi sore, Stendy sempat datang untuk menanyakan perkembangan peralatan laboratorium yang baru tiba. Padahal hal itu bisa dibicarakan lewat telepon, tetapi dia tetap datang langsung dengan alasan, "Sekalian lihat laboratori
Nadine membuka pintu dan bersiap turun dari mobil. Tiba-tiba, sebuah suara menghentikannya ...."Aku masih punya satu pertanyaan."Dia menoleh. "Apa?"Stendy melambaikan undangan di tangannya. "Reagan dapat juga?"Nadine membalas, "Bisa nggak kita nggak bahas dia?""Yah, sudah kuduga. Aku cuma mau memastikan. Lalu Pak Arnold?"Nadine mengangguk. "Tentu saja, dia harus dapat undangan.""Apa peran dia dalam pembangunan laboratorium?""Dia memang nggak terlibat langsung dalam pembangunannya, tapi selama ini dia bantu kami menemukan laboratorium sementara, sehingga proyek penelitian kami nggak tertunda."Stendy terdiam sejenak.Nadine menutup pintu mobil. "Kalau nggak ada hal lain, aku masuk dulu.""Oke, sampai besok."Stendy baru menyalakan mobilnya setelah melihat Nadine naik ke lantai atas dan lampu kamarnya menyala.....Setelah mandi dan mengenakan piama berbulu tebal, Nadine berjalan ke depan pintu kamar Arnold. "Pak Arnold? Kamu di rumah?"Tidak ada jawaban.Sebelumnya, dia sudah me
Semua teman dekat di lingkungan pertemanan mereka tahu bahwa Nadine Wicaksono sangat mencintai Reagan Yudhistira. Saking cintanya, Nadine sampai tidak punya kehidupannya sendiri, seolah-olah ingin berada di dekatnya selama 24 jam sehari.Setiap kali mereka putus, belum sampai tiga hari saja Nadine akan kembali untuk meminta balikan. Di dunia ini, siapa pun mungkin bisa mengatakan kata "putus", kecuali Nadine. Ketika Reagan masuk sambil memeluk kekasih barunya, ruangan itu menjadi hening selama lima detik.Gerakan Nadine yang sedang mengupas jeruk terhenti, "Kenapa kalian semua diam? Kenapa pada lihat aku?""Nadine ...." Teman-temannya memandangnya dengan tatapan khawatir.Namun Reagan tetap santai memeluk wanita itu dan langsung duduk di sofa. "Selamat ulang tahun, Philip" ucapnya. Begitu terang-terangan, seolah-olah tidak terjadi apa pun.Nadine langsung berdiri. Ini hari ulang tahun Philip, jadi dia tidak ingin membuat kekacauan. "Aku ke toilet sebentar." Saat menutup pintu, dia mend
Di meja makan.Reagan bertanya, "Kenapa nggak ada bubur?""Maksud Tuan, bubur untuk kesehatan lambung ya?""Bubur untuk kesehatan lambung?" tanya Reagan lagi."Ya, bubur yang sering dimasak Nona Nadine. Bubur millet dicampur ubi, bunga bakung, dan kurma merah, 'kan? Wah, aku nggak sempat menyiapkannya. Hanya untuk bunga bakung, jali-jali, dan kurma merahnya saja harus direndam semalaman dan mulai direbus keesokan paginya.""Selain itu, pengaturan apinya sangat penting. Aku nggak sepeka Nona Nadine untuk terus mengawasi api. Hasil masakanku juga nggak akan seperti miliknya, terus ...."Reagan menyelanya, "Bawakan saus daging sapi.""Oke, Tuan.""Kenapa rasanya beda?" Reagan melihat sekilas botol itu. "Kemasannya juga beda.""Yang sebelumnya sudah habis, hanya tersisa yang ini," jawab Bibi Julia."Nanti belikan dua kaleng di supermarket.""Nggak dijual.""Hah?" Reagan kebingungan.Julia tersenyum canggung. "Saus itu buatan Nona Nadine sendiri, aku nggak bisa buat ...."Prang!"Hm? Tuan n
"Nggak nemu tempat parkir yang bagus ya? Aku keluar untuk bantu ...." Saat menyadari ekspresi Reagan yang muram, Philip baru tersadar. "Hah! Kak Reagan, jangan-jangan ... Kak Nadine masih belum kembali?"Sekarang ini sudah lewat dari tiga jam.Reagan membuka tangannya sambil mengangkat bahu. "Balik apanya? Kamu kira putus itu candaan?" Setelah berkata demikian, dia berjalan melewati Philip dan duduk di sofa.Philip menggaruk kepalanya. Apakah kali ini mereka benar-benar putus? Namun, dia langsung menggelengkan kepala mengenyahkan pemikiran itu. Dia percaya bahwa Reagan tega memutuskan hubungan, tetapi Nadine ....Semua wanita di dunia ini mungkin bisa menerima putus, tapi Nadine sudah pasti tidak bisa. Hal ini adalah fakta yang telah diakui dalam lingkaran pertemanan mereka selama ini."Reagan, kenapa kamu sendirian?" tanya Teddy sambil tersenyum sinis. "Tiga jam sudah lewat, sekarang sudah seharian."Reagan menyeringai, "Aku kalah taruhan, jadi harus terima hukumannya. Apa hukumannya?
Reagan terlalu banyak minum semalam. Selain itu, si berengsek Philip malah mengajaknya untuk minum lagi di tengah malam. Saat Reagan diantar pulang oleh sopir, langit sudah mulai terang.Awalnya dia sudah terkapar di ranjang karena rasa kantuknya yang hebat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sebentar.'Kali ini Nadine seharusnya nggak akan marah, 'kan?' batin Reagan dalam pikirannya yang setengah sadar. Saat membuka mata kembali, rasa sakit yang hebat membuatnya terjaga."Ugh ...." Sambil menekan perutnya, Reagan berusaha untuk bangkit."Aku sakit maag! Nad ...." Saat hendak memanggil nama itu, Reagan terhenti seketika. Reagan mengerutkan alisnya sejenak. 'Hebat sekali Nadine kali ini, bahkan lebih keras kepala dari sebelumnya. Baiklah, kita lihat seberapa lama dia bisa bertahan.'Akan tetapi ... di mana letak obatnya?Reagan pergi ke ruang tamu untuk mengobrak-abrik laci dan lemari. Semua laci yang bisa menyimpan barang sudah digeleda
Nadine membuka pintu dan bersiap turun dari mobil. Tiba-tiba, sebuah suara menghentikannya ...."Aku masih punya satu pertanyaan."Dia menoleh. "Apa?"Stendy melambaikan undangan di tangannya. "Reagan dapat juga?"Nadine membalas, "Bisa nggak kita nggak bahas dia?""Yah, sudah kuduga. Aku cuma mau memastikan. Lalu Pak Arnold?"Nadine mengangguk. "Tentu saja, dia harus dapat undangan.""Apa peran dia dalam pembangunan laboratorium?""Dia memang nggak terlibat langsung dalam pembangunannya, tapi selama ini dia bantu kami menemukan laboratorium sementara, sehingga proyek penelitian kami nggak tertunda."Stendy terdiam sejenak.Nadine menutup pintu mobil. "Kalau nggak ada hal lain, aku masuk dulu.""Oke, sampai besok."Stendy baru menyalakan mobilnya setelah melihat Nadine naik ke lantai atas dan lampu kamarnya menyala.....Setelah mandi dan mengenakan piama berbulu tebal, Nadine berjalan ke depan pintu kamar Arnold. "Pak Arnold? Kamu di rumah?"Tidak ada jawaban.Sebelumnya, dia sudah me
Malam telah tiba, cahaya bulan bersinar jernih dan angin dingin bertiup kencang. Nadine berjalan menuju pintu laboratorium, lalu menoleh ke belakang sejenak ...."Dragcloud, matikan lampu."Sebuah suara mekanis tiba-tiba terdengar di udara. "Nadine, silakan lakukan verifikasi akses."Nadine mendongak."Verifikasi berhasil, mematikan lampu."Tiga detik setelah suara itu menghilang, seluruh laboratorium langsung gelap gulita. Nadine berbalik dan pergi. Pintu otomatis tertutup di belakangnya dan terkunci rapat.Laboratorium pintar ....Sungguh luar biasa!Nadine mengeluarkan ponselnya dan bersiap memesan mobil, tetapi tiba-tiba melihat sebuah Porsche yang terparkir di tepi jalan. Pintu mobil terbuka dan Stendy keluar dari dalamnya. Nadine terkejut. "Kamu belum pulang?"Tadi sore, Stendy sempat datang untuk menanyakan perkembangan peralatan laboratorium yang baru tiba. Padahal hal itu bisa dibicarakan lewat telepon, tetapi dia tetap datang langsung dengan alasan, "Sekalian lihat laboratori
"Duduk." Konan tetap bersikeras."Pak Konan, kamu nggak ngerti apa yang kubilang? Aku sibuk sekali, nggak punya waktu untuk ....""Kusuruh kamu duduk, kamu tuli? Apa aku harus menyipitkan mata waktu bicara sama kamu supaya kamu nyaman?""Kamu pikir kamu ini siapa? Dihargai sedikit, kamu malah bertingkah seolah-olah bisa menguasai segalanya? Jangan lupa siapa yang dulu bantu kamu naik ke posisi ini? Siapa yang setiap tahun bantu mencarikan sumber daya untukmu?""Kalau bukan karena itu, kamu pikir dengan pencapaian kecilmu yang nggak seberapa itu, kamu bisa merebut dana dari tangan Freya? Memang ada beberapa anjing yang kalau terlalu kenyang, berani menyalak sama tuannya!"Diana langsung terdiam karena dimaki habis-habisan."Ka ... kamu ... kenapa ...." Konan belum pernah semarah ini padanya sebelumnya."Aku bilang sekali lagi, du-duk!!"Diana tidak berani lagi bersikap angkuh. Dia langsung menarik kursi dan duduk dengan patuh. "Kenapa cari aku?" Nada bicaranya juga jadi lebih hati-hati.
Mino menyerahkan undangan itu kepada istrinya. "Nih, baca sendiri."Dengan rasa penasaran, Laudya menerima undangan itu. Setelah membaca isinya, dia terdiam sejenak. "Jadi ... dia benar-benar membangun laboratorium?""Makanya, anak kita ini kurang hebat apa dibanding anak laki-laki? Kamu masih nggak puas? Dengar ya, mulai sekarang jangan pernah bilang yang aneh-aneh di depan Mikha ... bahkan di belakang pun nggak boleh, ngerti?"Laudya hanya cemberut."Aku lagi bicara, dengar nggak?""Iya, iya! Anak perempuan kesayanganmu! Nggak boleh dikomentar sama siapa pun!"Setelah itu, Mino mengangguk puas. "Bagus kalau kamu ngerti."Sore harinya, mereka berdua berkemas, lalu berangkat ke bandara. Saat melewati pintu masuk desa ...."Eh, Pak Mino! Mau pergi mancing lagi?""Bukan mancing. Kali ini ke Kota Juanin.""Wah, jauh amat? Ngapain?""Mau lihat anakku.""Memangnya kenapa?""Dia lagi bikin gebrakan besar!""Hah?"....Di hari yang sama, pihak universitas dan fakultas juga menerima undangan.
Orang pertama yang menerima undangan adalah Mino.Karena harus dikirim lewat ekspedisi, Mikha sudah lebih dulu mengirimkan undangannya ke Provinsi Kanto dua hari sebelumnya.Saat menerima telepon dari kurir, Mino sempat bingung. Istrinya belanja online lagi? Namun, kenapa nomor yang dicantumkan malah miliknya? Jangan-jangan dia beli Hermes dan pilih bayar di tempat?"Dasar wanita ini!"Di ruang tamu, Laudya yang sedang menghangatkan tubuh langsung melirik tajam. Apa-apaan sih?Mino buru-buru turun ke bawah untuk mengambil paket, lalu berlari naik lagi. Begitu melihat nama pengirimnya ....'Yuhu! Ini dari anak perempuanku!' Ekspresinya seketika berubah sumringah."Siapa yang kirim paket?" tanya Laudya sambil mengayunkan stik moksa. Seketika, aroma herbal memenuhi ruang tamu.Tanpa pikir panjang, Mino langsung membuka paketnya. "Dari Mikha.""Hmm?" Laudya langsung mendekat. "Anak kita kirim apa? Kok bentuknya amplop? Jangan-jangan tagihan kartu kredit?"Tangan Mino yang sedang membuka pa
Setelah 1 bulan 23 hari, dengan total biaya 32 miliar, sebuah laboratorium dengan sistem pintar dan dua tingkat sistem keamanan biologis akhirnya resmi selesai dibangun. Salju ketiga musim dingin baru saja berhenti saat proyek ini mencapai tahap akhir.Aditya dan tim rintisannya melakukan pemeriksaan akhir terhadap sistem pintar laboratorium. Sementara itu, berbagai peralatan canggih yang dibeli melalui jalur internasional dari perusahaan teknologi milik Stendy mulai berdatangan satu per satu.Mikha dan Darius benar-benar kewalahan dalam beberapa hari terakhir. Selain harus mempelajari cara mengoperasikan sistem pintar laboratorium bersama Aditya, mereka juga bertanggung jawab untuk memeriksa setiap peralatan yang masuk dan mengatur tata letak ruangannya.Mulai dari posisi meja eksperimen hingga penempatan dispenser air minum, semuanya mereka tangani sendiri. Kecuali untuk waktu kuliah, makan, dan tidur, hampir seluruh waktu mereka dihabiskan di laboratorium.Di rumah Keluarga Lugiman.
Di antara semua orang di ruangan itu, yang wajahnya paling suram tidak lain adalah Diana. Begitu mendengar kata laboratorium independen, dia langsung membeku. Tatapannya tampak tak percaya, lalu berubah menjadi seringai dingin yang penuh ejekan.Mendirikan laboratorium sendiri? Kedengarannya memang mudah, tetapi apakah itu semudah yang mereka pikirkan?Jangankan soal biaya, hanya urusan lahan dan persetujuan administratif saja sudah bukan sesuatu yang bisa Nadine dapatkan begitu saja.Dulu saat fakultas lebih memihak Freya, Diana menjalani masa-masa yang sangat sulit. Dia tidak memiliki akses ke mahasiswa terbaik, tidak mendapatkan sumber daya yang cukup, bahkan para petinggi fakultas mengabaikannya, seakan-akan dia tidak pernah ada.Pada saat itu, Diana pernah memiliki pemikiran gila, yaitu mendirikan laboratorium sendiri supaya terlepas dari fakultas. Ketika dia berhasil membuktikan dirinya, fakultas pasti akan membujuknya kembali.Namun, itu hanya sebatas angan-angan pada saat dirin
Konan bertanya, "Semua kelompok sudah menyelesaikan laporan mereka, 'kan? Apakah ada hal lain yang perlu diajukan?"Sesuai kebiasaan, setelah setiap kelompok menyampaikan laporan mereka, akan ada waktu untuk mengumumkan pengajuan resmi dari fakultas.Pengajuan ini bukanlah hal sepele yang bisa dibicarakan sembarangan dalam rapat, melainkan sesuatu yang berkaitan dengan perubahan personel, laporan pelanggaran, atau pemecatan, yang menyangkut hal-hal besar yang harus diumumkan secara transparan.Biasanya, sesi ini hanya formalitas belaka karena tidak ada pengajuan yang perlu dibahas. Awalnya semua orang mengira hari ini juga akan sama, tetapi siapa sangka ....Perwakilan dari tim pengawas yang duduk di atas panggung tiba-tiba berdiri. "Ada satu pengajuan."Ruangan langsung riuh. Bahkan, Konan pun cukup terkejut dan mengangkat alisnya."Pengajuan ini berkaitan dengan pemberitahuan dari kelompok penelitian Nadine mengenai pendirian laboratorium independen di luar kampus. Kami telah menerim
Nadine tidak mengatakan apa-apa. Renovasi laboratorium adalah fakta. Tidak ada hasil penelitian juga adalah fakta. Tidak ada yang perlu diperdebatkan.Dia duduk kembali. Kebetulan, kursi di sebelahnya ditempati oleh Clarine. Clarine tidak bisa menahan tawa. "Nadine, akhirnya kamu juga merasakan ini.""Hidup selalu ada pasang surut, siapa yang nggak pernah mengalami masa sial? Tapi, seperti kata pepatah, roda kehidupan selalu berputar. Hari ini giliranku, bisa jadi besok giliranmu.""Sok bijak!"Nadine menatap lurus ke depan, tanpa sedikit pun ekspresi marah di wajahnya.Melihat sikap tenangnya, Clarine justru semakin kesal. "Kamu pikir kamu bisa menang melawan Bu Diana? Freya mungkin bisa saat masih muda, tapi dia sudah tua sekarang. Dia nggak bisa bersaing lagi. Sebagai muridnya, kamu sendirian dan lemah. Kamu cuma akan ditindas.""Dulu aku bersaing mati-matian denganmu untuk menjadi mahasiswa bimbingan Freya. Akhirnya kamu yang menang dan aku yang kalah. Tapi lihat sekarang, siapa sa