Gen dalam Keluarga Wicaksono tidak bisa disangkal. Jeremy memiliki postur tinggi dan meskipun sudah di usia paruh baya, tubuhnya tetap terjaga dengan baik tanpa tanda-tanda kegemukan.Setelah mencoba beberapa setelan jas, semuanya terlihat pas dan elegan. Dia bertanya kepada Irene, "Sayang, menurutmu yang mana yang paling bagus?"Nadine juga refleks menoleh ke ibunya. Irene berpikir sejenak, lalu berkata, "Semuanya bagus."Jeremy mengerutkan kening. "Kalau semuanya bagus, gimana milihnya?""Nggak perlu milih.""Hah?""Beli saja semuanya."Jeremy terkejut."Jangan, jangan! Mahal sekali! Satu setelan saja harganya sudah beberapa juta, aku cukup pakai satu, di rumah juga masih ada."Namun, Irene sudah lebih dulu menyerahkan kartu banknya ke pramuniaga. "Ambil ketiga setelan ini, tolong bungkus semuanya. Terima kasih.""Baik! Terima kasih banyak!" Pramuniaga itu segera bergegas ke kasir dengan senyum lebar.Sementara itu, Jeremy tampak seperti seorang istri yang sedang malu-malu sambil men
Namun, adegan selanjutnya ternyata tidak seperti yang dibayangkan oleh pramuniaga ....Terlihat Yenny berjalan ke sisi Irene, mengamati dari atas ke bawah, lalu berkomentar, "Gaun ini sangat cocok untukmu."Yenny sendiri sudah mencobanya dan merasa cukup bagus, tetapi jelas Irene lebih cocok memakainya. Bukan hanya dari segi ukuran, tetapi juga dari segi aura yang lebih sesuai.Yenny sendiri memiliki aura yang terlalu tegas dan kurang lembut, sementara Irene justru sebaliknya. Wajahnya lembut, senyumannya lembut. Ini adalah tipe wajah yang disukai semua orang.Sebenarnya, Yenny tidak terlalu menyukai wanita yang berpenampilan terlalu lembut, seperti Natasha atau Nadine yang mengenakan gaun tradisional di kelas teh sebelumnya. Namun, Irene yang berdiri di hadapannya justru membuatnya merasa nyaman.Pramuniaga di samping terlihat ragu-ragu ingin berbicara, sementara Irene yang peka segera menyadari situasi ini. Dia tersenyum santai kepada Yenny. "Benaran? Terima kasih."Irene menunjuk se
Beberapa kali bertemu, Nadine bisa merasakan bahwa pihak lain tidak menyukainya. Jika benar begitu, lebih baik pura-pura tidak mengenalnya. Lagi pula, selain beberapa kali kebetulan bertemu, mereka memang tidak punya hubungan apa pun.Namun, Yenny secara refleks mengerutkan kening. Gadis ini bukan hanya wajahnya tidak sesuai dengan seleranya, bahkan sopan santun dasar pun kurang.Keduanya berpapasan, Yenny segera berjalan menjauh."Nadine, ke mana saja? Cepat sini, aku sudah memilihnya," panggil Irene."Secepat itu? Aku cuma ke toilet sebentar, bahkan belum melihatmu mencoba apa pun ....""Nanti di rumah aku pakai buat kamu lihat.""Oke, oke."Irene berkata, "Tadi aku ketemu seorang kakak dan bantu dia memilih beberapa gaun. Dia bilang anaknya sedang membaca Seven Days ...."Pada saat yang sama, jauh di dalam laboratorium, Arnold bersin beberapa kali berturut-turut.Melihat itu, Calvin dengan menggoda, "Arnold, kamu bersin dari tadi. Kira-kira ada berapa wanita yang sedang memikirkanmu
Acara diadakan di lantai tiga Toko Buku Gramilia. Belum sampai waktu masuk, sudah ada banyak pembaca yang menunggu di luar. Belasan satpam bekerja sama untuk menjaga ketertiban.Di dekat pintu, terdapat sebuah rak pajangan besar yang tertata rapi dengan novel baru karya Irene, Seven Days. Selain itu, ada juga papan iklan besar yang menampilkan sampul buku serta beberapa karakter utama dalam bentuk ilustrasi kartun."Ya ampun, seramai ini?" Seorang gadis muda baru saja melangkah masuk dan langsung terkejut.Pacarnya mengikuti dari belakang. Melihat kerumunan itu, dia langsung menggerutu, "Ini 'kan cuma acara tanda tangan buku, kenapa suasananya kayak acara dukungan buat idol?"Gadis itu adalah seorang fangirl sejati. Biasanya idolanya selalu berganti-ganti, begitu juga dengan daftar artis yang disukainya. Selama bertahun-tahun mengejar idola, dia tidak pernah sekalipun mengikuti novel.Minggu lalu, dia tiba-tiba melihat ayahnya membaca sebuah novel misteri dengan sampul yang cukup menye
Barisan depan dipenuhi oleh para paman dan bibi seusia ayah dan ibunya."Apa ... apa-apaan ini?"Pacarnya juga bingung dan langsung menyeletuk, "Kok isinya kakek nenek semua?"Sekejap, dia langsung jadi musuh bersama."Kakek nenek kenapa? Kamu ada masalah?"Pacarnya buru-buru mencoba menjelaskan, "Bukan ... di umur segini kalian masih mengejar idola?""Kami bukan mengejar idola, kami mengejar novel! Kenapa memangnya?""Ya, betul!"Pacarnya melongo. "Pembaca Irene seluas ini pasarnya?""Hmph! Kami sudah jadi penggemar Irene sejak 10 tahun lalu. Setelahnya, kami sibuk menikah, punya anak, kerja cari uang. Memang jarang aktif di internet, nggak seperti anak muda yang suka buat trending dan main algoritma, tapi kami beli bukunya pakai uang sungguhan.""Ya, ya! Kami cuma sibuk, bukan mati!"Gadis itu melayangkan pandang ke sekitar. Benar saja, para penggemar yang hadir terdiri dari berbagai usia.Tak lama kemudian, pembawa acara naik ke panggung dan menyampaikan kata pembuka. Setelah itu, I
Sungguh memalukan!Akhirnya, Arnold membawanya melewati kerumunan hingga sampai ke bagian luar. Kali ini, tidak ada lagi yang mendorong."Fiuh ...." Nadine menghela napas panjang. Namun, begitu mendongak, tatapannya sontak bertemu pandang dengan mata pria yang dipenuhi senyuman tipis."Maaf, Pak ... aku ...."Arnold menunjuk ke sisi wajahnya. "Rambutmu nempel di pipi.""Hah?"Nadine refleks mengangkat tangan, tetapi tidak menemukan posisi yang tepat. Akhirnya, Arnold langsung membantunya membetulkan.Meskipun sudah sangat hati-hati, ujung jarinya tetap tak bisa menghindari sentuhan dengan kulit gadis itu yang lembut dan hangat.Dia berusaha menenangkan diri. "Sudah."Nadine menyelipkan helaian rambut itu ke belakang telinganya dengan canggung. Sial, gara-gara desak-desakan tadi, rambutnya jadi berantakan.Ditambah lagi ... karena keringat, beberapa helai rambut jadi menempel di wajahnya. Malu sekali.Mengingat kejadian tadi saat tubuhnya menabrak Arnold, wajah Nadine langsung memanas.
Namun, sejak putri mereka menghilang ....Semuanya pun berubah.Sebenarnya, hal ini juga berkaitan langsung dengan keputusan kakek dan neneknya untuk menetap di luar negeri.Mengingat bibinya yang hingga kini masih belum ditemukan, tak diketahui apakah masih hidup atau sudah tiada, Stendy tak bisa menahan diri untuk melirik ke arah kedua orang tua itu.Jika selamanya tidak ditemukan, rasa penyesalan ini mungkin akan terbawa hingga akhir hayat mereka."Stendy, aku agak haus." Nenek tiba-tiba membuka suara."Nenek, tunggu sebentar ya. Aku pergi beli air ...." Kemudian, dia menoleh ke arah Nadine. "Kamu sibuk nggak?""Nggak juga, ada yang bisa kubantu?""Kamu temani mereka sebentar, aku mau beli air.""Biar aku saja yang beli deh?" Toh dia juga turun untuk beli air.Stendy menggeleng. "Kesehatan Nenek agak lemah, biasanya cuma minum air alkali ringan dari merek tertentu. Di sekitar sini nggak ada, aku harus ke supermarket impor di seberang jalan.""Begitu ya .... Ya sudah, kamu pergi saja
Nadine merasa agak malu karena ketahuan, tetapi dia tidak merasa canggung. Bagaimanapun, ini adalah pertemuan pertama mereka. Memiliki sedikit kewaspadaan adalah hal yang wajar.Lagi pula, kedua orang tua ini pasti telah mengalami lebih banyak hal dibanding dirinya. Seharusnya mereka bisa memahaminya.Benar saja, Safir menepuk tangan Nadine. "Nak, terutama yang secantik kamu, punya kewaspadaan itu hal yang baik. Mencegah lebih baik daripada mengobati, agar bisa melindungi diri dengan lebih baik.""Mm, mm.""Nenek bilang suaraku terdengar begitu familier. Aku besar di Kota Linong dan baru pindah ke Kota Juanin setelah lulus SMA. Sebelum itu, seharusnya kita nggak pernah bertemu.""Itu juga benar." Safir tersenyum. Namun entah mengapa, Nadine melihat dalam senyuman itu ada sedikit kekecewaan dan kesedihan.Corwin tertawa untuk mencairkan suasana. "Meskipun sebelumnya nggak pernah bertemu, sekarang sudah bertemu. Ini adalah takdir."Nadine tersenyum dan mengangguk. Tidak lama kemudian, St
Pagi-pagi, sinar matahari menyinari masuk. Pakaian berserakan di lantai, dari sofa ruang tamu hingga depan ranjang kamar. Hampir semuanya adalah pakaian pria, hanya ada satu jubah tidur wanita.Teddy menggerakkan kelopak matanya dan terbangun. Ketika mengingat kembali kegilaan dan keintiman semalam, sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.Teddy menoleh ke samping, melihat wanita yang masih terlelap. Ekspresinya lembut dan penuh kehangatan yang bahkan tidak disadarinya.Kelly masih tidur, matanya terpejam rapat dan napasnya stabil. Tatapan Teddy menyusuri wajah cantiknya, lalu turun ke leher. Kulit putihnya dipenuhi bekas yang ditinggalkan Teddy saat malam penuh gairah itu.Teddy bukan lagi anak muda yang mudah terpukau oleh tubuh wanita. Namun, semalam dia seperti binatang buas yang pertama kali merasakan daging. Sungguh liar dan tak kenal lelah. Pada akhirnya, Kelly harus menamparnya agar dia berhenti.Sakit? Ya, memang sakit. Namun, puas tidak? Benar-benar puas!Memikirkan itu, senyuma
Teddy kehabisan kata-kata."Selesai," katanya sambil mematikan pengering rambut.Kelly merapikan rambutnya dengan jari. Harus diakui, hasilnya halus tapi tetap lembut. Teddy menyeringai. "Gimana?"Untuk pertama kalinya, Kelly mengangguk puas. "Buka salon deh, aku langsung jadi member VIP."Teddy berpikir, 'Terima kasih, tapi nggak deh.'Kelly menguap, lalu berjalan ke tempat tidur. Setelah menjatuhkan diri dan berguling dua kali, dia membungkus dirinya dengan selimut. "Aku tidur dulu. Tolong matikan lampu, tutup pintu, lalu pulang. Bye-bye ...."Memangnya aku ini pembantunya?! Teddy menggerutu dalam hati, tapi tangannya tetap patuh. Dia mematikan lampu, menutup pintu dengan pelan, lalu keluar.Setelah minum anggur, Kelly tertidur dalam keadaan sedikit mabuk. Hanya dalam sekejap, dia telah tertidur nyenyakBegitu keluar, Teddy melihat botol anggur di wajan kaca yang masih tersisa. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil gelas anggur dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri.Kemudian
Kelly meletakkan gelas anggurnya dan berdiri. "Sudah cukup." Minum terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, apalagi kalau di rumah ada seorang pria. Dia masih tahu batasannya.Teddy menghentikan gerakannya. "Belum habis, kenapa berhenti?""Kamu kira ini bar? Mau minum sampai pagi?""Anggurnya udah aku siapin, kalau nggak habis, sayang dong?""Sayang buat siapa? Aku bisa minum sendiri besok."Teddy terdiam.Kelly melirik jam dinding. "Sudah malam, pulang sana.""Tunggu, kenapa begitu sih?""Aku kenapa?""Waktu butuh aku, kamu terima. Setelah nggak butuh, langsung diusir. Begitu caramu?""Terus mau gimana? Mau aku suruh kamu nginap?""Pacar nginap di rumah pacar itu hal biasa. Walaupun kita cuma pura-pura, tapi setidaknya harus terlihat meyakinkan, 'kan?"Kelly mendengus. "Sok drama! Memangnya ada yang peduli kita tidur bareng atau nggak?"Baru saja dia selesai bicara, ponsel Teddy berdering. Panggilan video dari WhatsApp. Dia melirik layarnya dan menyeringai. "Tuh, ada yang peduli."Kel
Kelly menegaskan, "Aku. Nggak. Makan. Mi."Teddy menatapnya dengan ekspresi "Kamu pikir aku bakal percaya?"Saat Kelly berbalik hendak masuk kamar, Teddy tiba-tiba berseru, "Nggak mau coba segelas?"Kelly menoleh, matanya melirik wajan kaca yang berembun di meja. Kebetulan sekali, ini jenis anggur favoritnya dan sudah didinginkan dengan sempurna ...."Baiklah, tuangkan satu untukku!" Godaan yang sulit ditolak.Teddy langsung sigap mengambil gelas. "Ini, coba deh! Aku yang dinginkan, dijamin puas!"Kelly menerima gelasnya dan tersenyum sinis. "Itu semua karena anggur yang aku beli bagus.""Iya, iya. Anggurnya bagus, tapi teknikku juga hebat. Kalau digabung, hasilnya luar biasa. Gimana?""Nggak usah bawa-bawa aku," kata Kelly sambil meneguk seteguk pertama.Teddy terdiam. Bahkan dalam obrolan santai, Kelly tetap tidak mau rugi sedikit pun. Baru satu tegukan, Kelly langsung harus mengakui bahwa Teddy benar-benar punya keterampilan."Gimana? Nggak mengecewakan, 'kan?" Teddy mengangkat dagu
"A-aku capek, jadi minggir sebentar buat istirahat, eh malah ketiduran ...."Kelly langsung memutar ke sisi lain mobil, menarik pintu kursi penumpang depan, dan duduk. "Kebetulan, antarin aku pulang."Teddy mendengus. "Kamu benaran nggak tahu malu, ya." Meskipun begitu, sudut bibirnya tetap melengkung ke atas."Oke deh, hari ini sekalian aku jadi malaikat baik hati. Pegangan yang kencang ...." Begitu dia menginjak gas, mobil melesat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya.Kelly: "Gila! Pelan sedikit! Aku masih betah hidup, nggak mau ketemu malaikat maut bareng kamu!"Teddy: "Kenapa? Kita bisa dikubur dalam satu liang lahat, romantis, 'kan? Hehehe ...."Kelly hanya bisa memberikan tatapan menjijikkan kepadanya. Kalau pun mati, mereka pasti bakal dikubur di tempat terpisah!Dua puluh menit kemudian ....Kelly: "Berhenti di depan gerbang apartemen aja, aku jalan sendiri ke dalam.""Nggak bisa! Belum sampai depan pintu!"Dengan satu putaran setir, Teddy langsung mengarahkan mobil ma
Teddy langsung nyeletuk, "Aku traktir kamu makan!""Nggak perlu, sudah ada yang ngajak. Kamu tunggu kesempatan berikutnya aja."Selesai bicara, Kelly hendak berjalan melewatinya.Teddy buru-buru mengejar. "Kalau begitu, biar aku antar kamu!"Kelly langsung berhenti melangkah. "Kamu serius?""Banget!""Oke deh, tapi nyetirnya cepat, ya."Seminggu ini Kelly memang sengaja tidak bawa mobil sendiri, supaya bisa tidur sebentar di perjalanan pulang-pergi kerja. Teddy membukakan pintu depan mobil dengan sigap dan seramah mungkin.Sayangnya ....Kelly berkata, "Aku duduk di belakang saja. Lebih enak buat rebahan.""Oke deh."Di dalam mobil, Teddy menyetir sambil menarik napas panjang. Apa ada pacar yang lebih baik lagi dari dia di dunia ini? Menunggu pacarnya satu jam untuk pulang kerja, lalu mengantarkan dia untuk bertemu pria lain dengan sukarela.Namun, jika dia tidak mengantarkannya, Kelly pasti sudah pergi duluan. Selain itu, dia ingin melihat pria berengsek mana yang memikat pacarnya sam
Banyak atau tidak, Nadine tidak tahu. Karena Arnold tidak membalas pesannya lagi.Saat semua bakpao kepiting selesai dikukus, Nadine mengambil sepuluh buah, memasukkannya ke dalam kantong plastik, dan berencana membawanya untuk Arnold. Namun, setelah mengetuk pintunya selama setengah menit, tetap tidak ada jawaban.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik.[ Profesor, ada di rumah? ]Kali ini Arnold membalas dengan cepat:[ Sudah di laboratorium. ]Nadine mengetik lagi.[ Aku mengukus bakpao kepiting, aku sudah siapkan sepuluh untukmu. Nanti malam waktu kamu pulang, ambil di tempatku, ya? ]Arnold awalnya ingin membalas "Terima kasih, nggak usah", tetapi saat hampir mengetik selesai, dia merasa .... Seorang gadis bersusah payah membuat makanan sendiri dan bahkan ingin memberinya, kalau dia menolak mentah-mentah, sepertinya ....Sangat tidak sopan.Dan juga ... akan terlihat sangat mencurigakan.[ Oke. ]Nadine menyimpan ponselnya dan kembali ke rumah.Setelah selesai merapikan dapur, ba
Melewati bagian perlengkapan rumah tangga, Arnold tiba-tiba berhenti. "Ada yang perlu dibeli?"Nadine teringat kalau sabun mandi dan deterjen di rumahnya hampir habis. "Ada."Saat memilih sabun mandi, dia melirik ke arah Arnold yang juga sedang memasukkan beberapa barang ke dalam troli belanja. Dia melirik sekilas dan melihat ada handuk, sandal rumah, gantungan, dan beberapa barang kecil lainnya ....Barang yang dibelinya cukup banyak, dan troli yang sudah hampir penuh kini makin menggunung.Saat tiba di kasir, Arnold berkata bahwa dia yang akan membayar. Nadine tidak terlalu mempermasalahkan, hanya mengingatkannya untuk menyimpan struk agar nanti mereka bisa membagi biayanya.Arnold mengangguk dan menyuruhnya menunggu di luar jalur kasir. "Di sini terlalu ramai.""Baik," kata Nadine, lalu keluar terlebih dahulu.Beberapa saat kemudian, Arnold selesai membayar dan keluar sambil membawa tiga kantong besar.Melihat itu, Nadine langsung mengulurkan tangan untuk membantu membawanya. Namun,
Setelah berkeliling taman dan menikmati kue kacang hijau, Irene merasa sangat puas. Keesokan harinya, dia dan Jeremy kembali ke Kota Linong. Nadine mengantar mereka ke stasiun kereta cepat.Hugo yang mendapat kabar langsung bergegas menyusul."Bu Irene, ini surat dari para penggemar yang dikirim ke penerbit. Mereka minta aku untuk menyerahkannya kepada Anda."Irene tampak terkejut dan senang. Ini pertama kalinya dia menerima surat dari penggemar. Dan jumlahnya cukup banyak, satu buntalan besar.....Setelah kembali ke rumah, Nadine memanfaatkan cuaca cerah untuk mencuci seprai dan sarung bantal dari dua kamar.Akhir Oktober, hawa panas musim panas perlahan memudar, digantikan dengan kesejukan musim gugur yang menyelinap diam-diam.Nadine kemudian merapikan lemari pakaian. Baju dan gaun yang sudah jarang dipakai dia simpan di bagian atas, sementara pakaian musim gugur dia pindahkan ke tempat yang lebih mudah dijangkau.Saat semuanya beres, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia