Eva memang ingin menyenangkan hati Rebecca, tetapi dia juga ingat bahwa dirinya sedang mengandung bayi keluarga itu. Jadi, siapa takut? Pikiran itu membuatnya tak bisa lagi menahan diri. Eva langsung balas membentak Rebecca."Aku cuma beli dua tas, kenapa? Nggak boleh? Aku cuma mau menyenangkan diriku sendiri! Apa itu salah? Kursus-kursus itu membosankan dan menjengkelkan. Kalau mau jujur, aku nggak mendengarkan satu kata pun! Bertahan sejauh ini saja sudah hebat bagiku!""Cuma beberapa tas saja, dan aku belum puas! Itu kartu tambahan dari anakmu. Kalau dia sendiri nggak protes, kenapa kamu yang repot memikirkannya?!"Rebecca begitu marah hingga darahnya naik. Dalam benaknya, dia langsung membandingkan Eva dengan Nadine.Saat Nadine masih bersama Reagan, dia hampir tidak pernah meminta tas atau pakaian bermerek. Bahkan jika membawa barang mewah, itu karena tuntutan acara atau permintaan Reagan sendiri. Nadine selalu berpakaian sederhana nan elegan, punya selera yang bagus, dan bisa mem
Rebecca sontak marah dan melemparkan handuk di dahinya. "Kamu kemari untuk menjengukku atau untuk membuatku marah? Kalau bukan karena dia hamil keturunan Keluarga Yudhistira, kamu kira aku akan peduli padanya?"Clarine mendengus. "Kalau begitu, kamu pantas mendapatkannya. Wanita seperti dia jelas punya niat jahat. Dia ingin menaikkan derajatnya dengan memanfaatkan anak di perutnya. Cuma kamu yang menganggapnya wanita polos."Sejak awal, Clarine tidak menyukai Eva. Sementara itu, Rebecca malah baru menyadarinya sekarang. Benar-benar lamban.Reagan mendengar kabar bahwa ibunya dirawat di rumah sakit. Dia langsung meninggalkan kantor dan pergi ke rumah sakit. Sebelum masuk, dia sudah mendengar suara perdebatan.Reagan mengernyit dan bertanya, "Apa yang sedang kalian ributkan?"Ketika melihat anaknya datang, Rebecca langsung duduk tegak dan berhenti mengeluh. Kemudian, dia mengadu, "Kamu datang tepat waktu! Pacarmu itu keterlaluan sekali! Aku berbaik hati menjemput dia pulang kuliah, dia m
Amarah Eva akhirnya meledak setelah menahan diri sejak tadi. "Kamu nggak bisa melihat semua yang sudah kulakukan selama ini? Aku cuma ingin kita kembali seperti dulu. Hubungan yang dekat tanpa jarak di antara kita. Tapi, hatimu seperti batu. Kamu nggak memberiku kesempatan sedikit pun ....""Kenapa? Kenapa begitu? Karena di hatimu masih ada Nadine, 'kan? Kamu nggak bisa melupakan dia sampai sekarang!"Reagan mengucapkan setiap patah katanya dengan perlahan, "Ya. Terus, apa masalahnya?" Dia bahkan tidak ingin berpura-pura lagi."Aku tahu aku nggak sebanding dengan Nadine, tapi cintaku padamu nggak kalah darinya ...." Eva menangis sesenggukan. Dia mencoba meraih tangan Reagan, tetapi ditepis dengan kejam."Kamu nggak pantas menyebut namanya." Urat di dahi Reagan sampai menonjol, seolah-olah dia sudah menahan amarahnya sampai batas maksimal. "Wanita sesuci dia jadi terdengar hina kalau kamu yang menyebut namanya.""Aku beri kamu satu kesempatan. Pergi minta maaf kepada ibuku atau keluar d
Stendy merentangkan kedua tangannya, lalu mengaku dengan santai, "Akhir-akhir ini aku lagi fokus mengembangkan diri, jadi memang nggak berani minum."Ejekan Reagan tidak berhasil membuat Stendy merasa kesal. Karena pukulannya tidak menghasilkan efek yang diharapkan, Reagan hanya bisa terdiam."Stendy, kamu ini nggak punya nyali. Kamu pria bukan sih?""Minum alkohol nggak ada hubungannya dengan nyali. Kalau soal aku pria atau bukan, yang nggak buta pasti bisa melihat dengan jelas."Reagan terkekeh-kekeh dingin. "Jadi, begini caramu mengejar Nadine? Begini juga waktu kamu ngajak dia ngobrol?""Tentu saja nggak." Stendy mengangkat jari telunjuknya dan menggoyangkannya. "Dia sangat paham soal prinsip hidup, jadi nggak ada yang perlu dijelasin.""Heh! Terus, apa yang kamu bicarakan dengannya?""Pengalaman, cerita lucu, pengetahuan profesional, puisi, lagu, atau filosofi hidup, bahkan ... kata-kata manis. Banyak deh, susah kalau mau sebutin semuanya."Reagan sontak terdiam.Stendy malah mena
"Jadi, sekalipun Nadine mencintaimu, dia akhirnya tetap akan memilih untuk pergi. Cuma masalah waktu saja." Stendy menyimpulkan.Enam tahun .... Stendy merasa waktu itu terlalu lama. Terlalu lama sampai dia mengira gadis yang dulunya bersinar terang itu telah berubah menjadi boneka yang terikat oleh cinta. Terlalu lama sampai dia sempat ragu, bahkan hampir menyerah.Untungnya, Nadine akhirnya mengambil langkah dan memilih untuk menjadi diri sendiri kembali.Stendy berkata, "Selama 6 tahun, dia memberimu banyak kesempatan. Kasih sayang yang terang-terangan seperti itu ...." Benar-benar membuat orang iri hingga hampir menggila!"Sayangnya, kamu tetap mengecewakannya. Makanya, dia pergi dengan tegas tanpa memberimu kesempatan lagi."Ini baru Nadine yang dikenalnya! Ketika jatuh cinta, dia akan mempertaruhkan segalanya yang dia punya. Begitu cinta itu hilang, dia pun bisa melepaskan diri dan melanjutkan hidupnya.Dulu, Teddy sering mengejek Nadine terlalu terobsesi dengan cinta dan gila. N
Setelah meninggalkan bar, Reagan pulang ke vila. Eva sedang duduk di sofa ruang tamu. Ketika mendengar suara pintu terbuka, dia langsung menyambut.Reagan malah mengabaikannya. Dia berjalan melewati Eva dan langsung naik ke lantai atas. Eva hanya bisa menggigit bibirnya dengan kesal.Di kamar tidur utama, Reagan berbaring di ranjang besarnya. Ranjang ini pernah menjadi tempat tidurnya dengan Nadine. Kenangan mesra terputar di benaknya satu per satu.Tanpa Reagan sadari, tatapannya menjadi dipenuhi hasrat. Dia mengumpat dengan lirih, lalu segera masuk ke kamar mandi untuk mandi air dingin.Malam ini, Reagan hanya minum dua gelas sehingga pikirannya masih jernih. Kata-kata yang diucapkan Stendy terus bergema di telinganya."Kalau cinta, kenapa putus?""Kamu cuma memanfaatkan waktu 6 tahun untuk kehilangan dia.""Kamu bilang cinta, tapi setiap tindakanmu malah menyakitinya.""Sekalipun cinta, Nadine memilih untuk pergi. Itu cuma masalah waktu."Setiap kalimat seperti paku yang menusuk lan
Julia berkata, "Nona Eva, sop ayamnya belum matang. Apa yang kamu lakukan?""Diam saja, jangan banyak omong!" Siapa yang peduli kalau sop ayam ini belum matang? Lagi pula, Rebecca belum tentu mau meminumnya. Kalaupun dia minum, malah bagus! Biar dia sakit perut!Di bangsal, Eva tidak mengetuk pintu dan langsung mendorong pintu untuk masuk. "Bibi, aku bawakan sop ayam untukmu."Begitu melihatnya, sakit kepala Rebecca yang baru saja sembuh langsung kambuh lagi. Dia yang merasa pusing lantas marah. "Siapa yang suruh kamu datang? Aku nggak mau lihat kamu. Cepat keluar dari sini!"Eva berkata dengan wajah tulus, "Bibi, aku datang untuk minta maaf. Kemarin aku sudah keterlaluan. Aku nggak seharusnya bicara kasar sama kamu. Lihat, ini sop ayam yang kubuat tadi pagi. Aku bawa selagi masih panas. Ini sangat bernutrisi."Rebecca tersenyum dingin. "Minta maaf? Kamu pasti punya niat jahat! Aku sudah bersyukur kalau kamu nggak membuatku kesal! Mana mungkin aku berani minum sup buatanmu!"Rebecca cu
Laboratorium di bulan Juni tetap sibuk. Nadine bekerja tanpa henti selama dua minggu ini. Akhirnya, dia bisa beristirahat satu hari.Pagi-pagi, setelah memberi makan ikan, Jeremy meneleponnya. "Nadine, kamu sudah bangun?""Hm, sudah.""Kenapa nggak tidur sebentar lagi? Setahuku kamu nggak perlu ke laboratorium hari ini. Hari ini kamu istirahat, 'kan?""Aku sudah terbiasa. Ibu di mana?""Di ruang kerja.""Lagi nulis novel?""Ya. Kamu juga tahu, pagi-pagi dia paling banyak ide."Nadine teringat pada kontrak ibunya. Tatapannya menjadi serius. "Ayah, belakangan ini editor Ibu ada datang nggak?""Nggak ada, kenapa? Biasanya mereka lebih sering komunikasi online.""Oh, nggak apa-apa. Cuma tanya kok."Setelah selesai bertelepon, Nadine pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Di sisi lain, Jeremy pergi ke halaman belakang untuk merawat tanamannya.Irene masih duduk di depan komputer di ruang kerja. Dia fokus mengetik. Kata demi kata mengalir dengan lancar, sampai akhirnya membentuk satu per s
Nadine yang sekarang sangat tenang, tidak seperti saat baru-baru putus. Dulu dia sering teringat pada Reagan dan mudah terbawa emosi olehnya.Waktu adalah obat yang ampuh. Luka yang dalam sekalipun bisa sembuh. Kini, Nadine sudah melepaskan semuanya.Seiring berjalannya waktu, rasa sakit yang disebabkan oleh Reagan pun perlahan-lahan memudar hingga akhirnya terlupakan."Ada urusan apa?" tanya Nadine."Apa kita bisa ngobrol di tempat lain?""Aku rasa nggak ada yang perlu dibicarakan di antara kita.""Nad ....""Apa yang kubilang salah?"Reagan merasa agak frustrasi. Dia melirik Arnold. Orang-orang yang peka pasti tahu mereka harus menjauh untuk sekarang. Namun, Arnold tetap diam di tempatnya tanpa peduli dengan tatapan Reagan yang memberinya isyarat.Mengingat Reagan yang selalu berbuat nekat, Nadine sama sekali tidak berani berduaan dengannya."Kalau nggak ada yang penting, kami pergi dulu," ucap Nadine menatap Arnold. Arnold mengangguk ringan."Kalian berdua? Lalu gimana denganku?" Wa
Keesokan paginya, Nadine keluar untuk jogging pagi. Setelah punya lebih banyak waktu luang, dia kembali pada kebiasaan lari pagi. Setiap kali selesai lari dan mandi, dia merasa segar dan bertenaga sepanjang hari."Pagi, Pak Arnold.""Pagi."Arnold baru saja selesai berlari dan bersiap pulang. Namun, melihat Nadine, dia berbalik arah. "Ayo, kutemani kamu lari sebentar.""Nggak mengganggu jadwalmu di laboratorium?""Proyek baru sekarang ditangani sama Calvin, jadi aku nggak terlalu sibuk belakangan ini.""Wah, Pak Calvin pasti punya banyak keluhan," canda Nadine."Keluhan nggak akan berguna, tetap saja dia harus bekerja," jawab Arnold dengan wajah serius. Kalau Calvin mendengar itu, dia mungkin akan langsung frustasi.Keduanya berlari mengelilingi taman dua putaran. Ketika Nadine mulai terlihat kelelahan, Arnold menyadari hal itu."Atur napas, perhatikan ritme. Ikuti aku ... tarik, hembus, tarik, hembus ...."Nadine mengikuti instruksinya dan merasa lebih baik. "Wah, jadi lebih ringan!"
"Astaga!" Kelly langsung menepis tangan Teddy dari pundaknya, berdiri tegak, sambil diam-diam bersyukur karena sudah membuang puntung rokok lebih awal.Nadine butuh usaha besar untuk menutup mulutnya yang ternganga. "Ehm .... Kel, kamu lupa tasmu tadi."Dia sebenarnya cuma mau mengembalikan tas, tapi malah menyaksikan apa ini? Kelly terlihat bersandar mesra dengan seorang pria? Punggung pria itu ... kenapa rasanya tidak asing?Saat keduanya berbalik, teka-teki itu terjawab.Itu Teddy?!Jadi ... ini yang disebut Kelly sebagai "mitra kerja samanya"?Kelly berjalan mendekat dan mengambil tas dari tangan Nadine. "Makasih ya, Nadine! Malam-malam begini masih repot-repot ngantarin tasku. Cepat naik ke atas, sudah malam, bahaya di luar. Aku tunggu di sini sampai kamu di balkon, ya. Kalau sudah sampai, lambaikan tangan biar aku yakin.""Oke."Nadine berbalik dan pulang ke apartemennya. Dia tahu betul siapa Kelly. Meskipun temannya terlihat santai dan tanpa beban, dia selalu punya rencana matan
"Kalau nggak mau nunggu, ya pergi saja. Siapa juga yang mau ketemu kamu?" Kelly mendengus sambil memutar bola matanya. "Lihat sikapmu itu. Kamu yang butuh bantuan, 'kan?"Teddy menarik napas dalam-dalam, menahan diri. Wanita ini bisa bela diri. Kalau dia sampai membuat wanita ini marah, yang rugi adalah dirinya sendiri."Jangan marah dong," Teddy langsung mengganti wajahnya dengan senyuman, "Aku sudah bilang ini kasus darurat. Kamu santai begini, gimana aku nggak curiga?""Ada apa, langsung bilang." Kelly melirik ke dalam mobilnya. "Eh, itu ... ada rokok nggak?""Buat apa?""Kasih aku satu."Teddy terdiam. Dengan pasrah, dia kembali ke mobil, mengambil rokok dan korek api, lalu menyerahkannya. Namun, Kelly tidak langsung menerima. Dia menyilangkan tangan di depan dada dan menatapnya dengan senyum mengejek."Oke," Teddy mengangguk dan memasang ekspresi sabar. "Aku ini bukan cari pacar, aku malah cari majikan." Dia lalu menyalakan rokok untuk Kelly.Ini pertama kalinya Teddy menyalakan r
"Di mana kamu? Kenapa selama beberapa hari ini teleponku nggak kamu angkat?! Apa sekarang kamu bahkan nggak peduli lagi sama ibumu?"Tiga pertanyaan berturut-turut. Nada bicaranya semakin tajam di setiap kalimat.Reagan menjawab dengan tenang, "Aku lagi dinas. Sibuk, jadi nggak sempat angkat telepon.""Kamu sekarang juga harus pulang! Sekarang! Kalau kamu nggak pulang, jangan pernah anggap aku sebagai ibumu lagi!"Mendengar nada bicara ibunya yang tidak seperti biasanya, Reagan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa banyak bertanya, dia menutup telepon dan langsung menuju rumah lama keluarganya.Begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara pecahan vas bunga. Reagan berhenti sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. "Ibu, aku sudah pulang."Mendengar suaranya, Rebecca muncul dari dalam. Tanpa menunggu, dia langsung memarahi Reagan habis-habisan."Orang macam apa yang kamu pilih?! Kalau Eva itu memang murahan, aku masih bisa terima, tapi keluarganya juga seperti preman pasar! Terutama i
Keributan di luar begitu besar sehingga menarik perhatian para nyonya yang sedang berkumpul di ruang pertemuan.Ketika mereka melihat keluar, pemandangan yang mereka lihat membuat mata mereka membelalak. Rebecca dengan rambut berantakan, sedang ditarik-tarik oleh seorang wanita yang terus memakinya tanpa henti.Luar biasa! Skandal sebesar apa ini? Para nyonya saling menatap dan bertukar pandangan penuh arti. Melihat banyak orang mulai berkumpul, Lupita semakin bersemangat."Semua orang, lihat baik-baik! Ini dia wanita itu! Anaknya mempermainkan perasaan putriku, membuat putriku hamil, tapi nggak mau bertanggung jawab!""Putriku adalah gadis baik-baik, masa depannya hancur begitu saja! Bukannya meminta maaf, dia malah menghindar dan nggak mau menemui kami? Memangnya keluarga kami ini nggak punya harga diri?!"Lupita sambil berbicara mulai menggulung lengan bajunya, bersiap untuk aksi lebih lanjut."Ayo, semua rekam ini! Sebarkan videonya ke internet, biar seluruh masyarakat tahu seperti
"Kenapa satpam belum datang juga?! Cepat tahan mereka ...."Di tengah kekacauan itu, Lupita berhenti berpura-pura sopan dan berteriak lantang, suaranya menggema di lobi. "Rebecca mana?! Siapa yang namanya Rebecca?! Aku mau bicara sama Rebecca! Suruh dia keluar sekarang juga!"Dua hari sebelumnya, Lupita dan putranya, Rocky, tiba di Kota Juanin. Begitu sampai, mereka langsung pergi menjenguk Eva yang masih dirawat di rumah sakit, lalu ....Mereka tinggal di kamar pasien itu.Lupita berkata, "Kenapa harus tinggal di hotel? Hotel kan mahal! Menurutku kamar rumah sakit ini sudah cukup bagus, luas, terang, dan yang paling penting, gratis!""Tapi cuma ada satu tempat tidur. Kamu dan Rocky ....""Kenapa? Kami ibu dan anak, apa yang perlu dipermasalahkan?"Rocky yang baru saja selesai makan siang, ikut menimpali sambil membersihkan giginya, "Iya, betul! Aku dan Ibu juga sering tidur bareng di rumah. Hemat listrik, cukup pakai satu AC."Tidak peduli seberapa keras Eva mencoba membujuk mereka, h
Teddy tersenyum percaya diri. "Koneksiku jauh lebih luas daripada si Jim ... apalah tadi namanya."Kelly menatapnya selama beberapa detik dengan ekspresi aneh, sebelum berkata, "Kamu yakin mau kerja sama denganku?""Tentu saja. Kenapa? Pandanganmu itu meremehkan aku, ya?"Kelly memandangnya dari atas ke bawah, lalu dari bawah ke atas lagi.Keluarga Teddy jelas tidak perlu diragukan. Salah satu dari delapan keluarga besar di Kota Juanin, mereka berada beberapa level di atas Keluarga Tanoto.Dan Teddy sendiri, meski playboy dan punya banyak skandal, dia terlihat cukup stabil secara emosional. Bahkan tadi dia tidak membalas ketika ditampar, menunjukkan bahwa dia bisa bersikap tenang dan sedikit gentleman.Meski gaya hidupnya liar, itu tidak masalah bagi Kelly. Lagi pula, dia juga hidup dengan cara yang sama! Bagus. Mereka tidak akan saling mengatur.Kalaupun bertemu di kelab malam, mereka mungkin malah bisa bersenang-senang bersama.Yang terpenting, Teddy adalah tipe pria yang bisa dengan
Wanita itu selesai berbicara, lalu berbalik dan pergi dengan langkah tegas. Sepatu hak tingginya mengetuk lantai dengan ritme yang mantap. Teddy hanya tertawa kecil, sama sekali tidak memedulikan kutukan wanita itu.Pahitnya cinta?Huh! Omong kosong!Belum lama wanita itu pergi, seorang gadis muda keluar dari bar. Dia mengenakan rok pendek, memperlihatkan sepasang kaki panjang nan putih, rambut ikalnya terurai indah, dengan riasan wajah yang sempurna."Pak Teddy ...."Gadis itu mendekat dengan percaya diri, mengira pria itu tidak akan menolak. Namun, di luar dugaannya, Teddy justru menghindar dengan cepat. Dia mengulurkan tangannya dan malah merangkul pinggang Kelly serta menariknya ke dalam pelukannya.Kelly yang tadinya sedang asyik menonton drama, langsung terkejut. Teddy menatap gadis itu dengan santai. "Maaf ya, kamu telat datang."Gadis itu menggigit bibirnya, melirik Kelly dengan kesal, lalu pergi dengan berat hati."Pakai aku sebagai tameng?" Kelly melipat tangan di depan dada