Nadine melirik Savero, seorang mitra senior di Firma Hukum Venus, pengacara handal yang khusus menangani urusan Keluarga Sanjaya. Nadine menahan diri, lalu menarik rambutnya yang berantakan ke belakang telinga dan mengucapkan terima kasih sekali lagi, "Terima kasih."Keluarga Sanjaya memiliki tim pengacara terbaik di negara ini. Dengan bantuan mereka, banyak prosedur rumit berhasil disederhanakan. Bagi Nadine, ini bukan sekadar masalah uang yang bisa diselesaikan dengan mudah.Stendy menoleh padanya. Sorot matanya yang kelam tampak serius. "Aku bukan orang baik, bahkan mungkin bukan orang yang layak. Hanya karena korbannya adalah kamu, makanya aku bersedia melakukan ini ...."Nadine menghindari tatapannya dan memandang ke arah laut, "Kamu tadi bilang apa? Aku nggak dengar ...."Stendy tertawa, "Ah, nggak masalah kalau kamu nggak dengar. Aku bisa mengatakannya sekali lagi, mau dengar?"Nadinet terdiam. Dalam hatinya membatin, 'Nggak perlu, terima kasih.'....Di bawah langit malam yang
Rasa dibutuhkan dan dirindukan ini benar-benar membuat Reagan merasa luar biasa. Hal ini tak pernah dia dapatkan dari Nadine. Namun setelah benar-benar bersama Eva, dia mulai merasakan ada sesuatu yang kurang, meski tak tahu apa itu.Saat berjalan, tanpa sadar langkahnya membawanya ke tepi pantai. Tiba-tiba, langkah Reagan terhenti. Tatapannya semakin dingin dan wajahnya perlahan-lahan berubah muram.Di atas kursi pantai di kejauhan, Nadine dan Stendy sedang duduk bersebelahan sambil tertawa santai dan minum bersama. Eva yang baru selesai memakai masker wajah dan mengenakan serum seadanya, buru-buru menyusul Reagan. Namun, karena memakai sepatu berhak di atas pasir, dia agak kesulitan dan butuh waktu lama untuk mengejarnya."Sayang, apa yang sedang kamu lihat?" Eva mengikuti arah pandang Reagan dan berkata, "Kelihatannya Kak Nadine dan Stendy dekat sekali ya?" Dia tersenyum polos sambil menambahkan, "Mereka bahkan minum bersama."Reagan tetap diam dengan wajah tanpa ekspresi. "Dari kej
Sudah berkali-kali Eva mencoba bersikap aktif, tetapi Reagan tetap tak tergoyahkan. Dia benar-benar tidak mengerti, apa yang sebenarnya membuat Reagan ragu? Apa dia pikir dengan bersikap seperti ini, dia sedang "menjaga kesetiaan" untuk Nadine? Konyol sekali!Di kamar ....Reagan mematikan lampu dan berniat tidur. Namun setiap kali dia memejamkan mata, yang muncul hanyalah pemandangan Nadine dan Stendy yang sedang minum dan bercanda bersama di tepi pantai. Sepanjang malam, dia tidak bisa tidur nyenyak dan terus membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur.Keesokan paginya.Dengan lingkaran hitam di bawah mata akibat kurang tidur, Reagan pergi ke restoran untuk sarapan. Eva menggandeng tangannya dengan hati-hati sepanjang jalan. Tepat di depannya, Stendy keluar dari lift lain dan suasana di antara mereka langsung terasa tegang.Saat itu juga, Nadine dan Kelly masuk dari pintu lain. Melihat mereka, Stendy langsung tersenyum dan menyapa, "Pagi, kalian tidur nyenyak semalam?"Dia menyapanya
Reagan bukan orang bodoh. Setelah insiden yang menimpa Nadine, dia langsung mempertimbangkan kemungkinan ada yang mengatur semuanya. Itu sebabnya dia segera meminta rekaman CCTV. Kesimpulan akhir menunjukkan bahwa itu hanyalah kebetulan, baik kemunculan hiu maupun kejadian tabung oksigen.Stendy mengerutkan alisnya. "Dengarkan aku ...."Reagan menepis tangannya dan berkata dengan nada dingin, "Kuperingatkan kamu, jangan dekat-dekat Nadine. Kalau nggak, jangan salahkan aku kalau aku nggak segan padamu!"Stendy menatap punggung Reagan yang menjauh sambil mengangkat alisnya. Reagan tidak mengungkit soal Eva sama sekali karena tidak menyadarinya atau karena sengaja menutup-nutupi?Eva berdiri cemas di tempatnya. Saat melihat Reagan datang dengan wajah muram, dia langsung tersenyum dan menggandeng lengan Reagan. "Sayang, aku sudah lama menunggu. Ayo sarapan bareng, aku lapar ...." Kalimat akhir itu diucapkannya dengan nada manja dan pipi yang menggembung seolah merajuk.Reagan hanya berguma
Sementara itu, bagian yang menurut Nadine paling "mencolok" adalah dua potong kain berukuran kecil di depan dadanya ini. Benar-benar memalukan ...."Nggak bisa, aku mau ganti baju.""Hei!" Kelly buru-buru menariknya. "Ganti apanya? Bagus kok begini. Bahkan ada orang yang berani telanjang, apa yang perlu kamu malukan?""Kelly, kumohon lepaskan aku. Ini ... sudahlah, aku benar-benar nggak berani memakainya ke luar sana.""Jangan ...," cegah Kelly. Pada saat ini, ponselnya berdering.Menggunakan kesempatan ini, Nadine berhasil melarikan diri. "Jangan urus aku, kamu urus saja bulemu itu!"Merasa tak berdaya, Kelly terpaksa berbalik dan berjalan ke luar untuk menjawab telepon....."Sayang, menurutmu bagus nggak kalau aku pakai begini?" tanya Eva."Hm," jawab Reagan tanpa mendongak sama sekali.Eva kembali mengambil pakaian lainnya. "Gimana kalau yang ini? Warnanya terlalu polos nggak?""Lumayan.""Gimana kalau ini? Rasanya modelnya lebih seksi ...." Eva berdiri di depan cermin besar, menco
Namun, Reagan tampak sangat lelah. Begitu menutup mata, dia langsung tertidur dan mengabaikan semua yang terjadi di sekitarnya."Wow!" Tiba-tiba, pria asing tadi berseru dengan kagum, "Cantik sekali!"Eva mengikuti arah pandangannya dan melihat Nadine keluar dari sebuah bungalo pantai. Dia mengenakan bikini hitam bermodel rok dengan selendang putih melilit lehernya. Begitu tertiup angin laut, selendang itu melambai dengan anggun dan membuat penampilannya terlihat begitu memikat dan elegan."Wow! Seperti Chanel yang turun ke bumi! Cantik sekali!" puji pria asing itu dengan antusias.Eva menatapnya dingin, "Cantik?"Pria asing itu mengangguk tanpa ragu, "Kamu tahu Gabrielle Chanel, pendiri brand Chanel, 'kan? Dengan gaun hitam dan kerudung putih, dia berjalan menyusuri Champs-Élysées di Prancis. Angin menerbangkan ujung gaunnya dan selendang putihnya melayang di udara ...."Eva menggeram, "Lalu menurutmu aku bagaimana? Apa aku nggak cantik?""Tentu saja kamu cantik," jawab pria itu penuh
Setiap bunga mawar yang diterima Nadine semakin menumpuk di tangannya. Kelly yang melihatnya langsung tercengang. Kenapa hasilnya berbeda dari yang kubayangkan?Nadine sendiri tampak bingung. 'Tolong! Ini juga bukan yang aku bayangkan!'Reagan yang berada di kerumunan juga ikut tertegun.Sementara itu, Eva, yang hanya mendapatkan beberapa tangkai mawar, hampir menangis karena marah. 'Apa mereka semua buta?' pikirnya kesal. Padahal, Nadine bahkan sudah mengganti bikini hitamnya dengan baju renang model tertutup yang sama sekali tidak menarik menurut Eva.Meski demikian, pandangan Reagan tetap terpaku pada Nadine. Dia mengenakan topi bertepi lebar dengan pita sederhana yang diikat menjadi simpul kecil dan penampilan itu yang membuatnya terlihat begitu anggun dan berkelas.Saat dia muncul, semua mata pria langsung tertuju padanya. Namun, Nadine tampaknya tidak menyadari perhatian itu dan hanya asyik berbicara dengan Kelly sambil sesekali menunjukkan senyuman yang membuat banyak orang terp
Seekor ular tiba-tiba melompat keluar dari kotak! Tubuhnya berpola lingkaran hitam dan putih dengan ekor yang panjang dan ramping, jelas seekor ular berbisa! Nadine segera bereaksi dan melemparkan kotak itu.Namun, ular itu sudah terangkat tinggi dan memperlihatkan taringnya yang siap menyerang. Pembawa acara tampak pucat ketakutan dan memegang mikrofon sambil berteriak. Suasana menjadi kacau. Orang-orang langsung mundur karena ingin menjauh dari bahaya.Nadine tidak memiliki kesempatan untuk menghindar. Dia hanya bisa menyaksikan dengan ngeri saat ular berbisa itu melompat ke arah pergelangan tangannya. Tepat pada saat itu, muncul dua sosok yang melompat secara bersamaan.Reagan yang berada lebih dekat dengannya, langsung menarik Nadine dari bahaya sebelum Stendy mendekat. Namun, Reagan sendiri malah menjadi sasaran gigitan ular itu di bagian tengkuknya."Awas!""Jangan!"Nadine dan Eva berseru bersamaan. Nadine berada dalam pelukan Reagan, sedangkan Eva melompat ke depan dan mengguna
Karen yang begitu galak tidak mungkin menerima kerugian seperti itu. Hari itu juga, dia langsung pergi ke kantor agen properti itu, menuntut agar agen muda itu keluar.Namun, penanggung jawab memberitahukan bahwa agen itu sudah mengundurkan diri tiga hari yang lalu.Karena tidak punya cara lain, Karen datang ke kantor dan membuat keributan setiap hari, bahkan mengajak kerabat dan teman-temannya membawa spanduk di luar. Dengar-dengar, kejadian ini sangat heboh.Manajer tidak bisa berbuat apa-apa, jadi akhirnya memberi tahu Karen alamat tempat tinggal Devin. Karen mengikuti petunjuk itu dan datang ke rumahnya.Namun, Devin sama sekali tidak merasa bersalah dan berkata dengan percaya diri, "Ngapain kamu ribut? Lagian, rumahmu sudah kubeli. Uangnya sudah kubayar dan sekarang namaku yang tertera di sertifikat kepemilikan. Ribut juga nggak ada gunanya."Karen duduk di depan pintu rumahnya dan menangis kencang, menggunakan semua trik yang dia kuasai.Devin juga orang yang keras kepala. Ketika
Nadine lantas mengangkat ujung terusannya dan lebih berhati-hati kali ini.Orang-orang tidak menganggap serius insiden kecil tadi. Perhatian mereka lebih terfokus pada Nadine terluka atau tidak.Calvin langsung mengulurkan tangannya. "Nadine, kupinjamkan tanganku. Ada ototnya lho! Aku jamin kamu nggak akan jatuh."Hanya Olive yang memandang pinggang Nadine, seolah-olah ingin menembusnya dengan tatapannya.Saat makan, Wilfred memperhatikan bahwa Olive hanya makan sedikit. Dia khawatir Olive merasa tidak enak badan, jadi bertanya, "Kenapa hari ini makan sedikit sekali? Maagmu kambuh lagi?"Olive sering melewatkan waktu makan dan Wilfred sudah terbiasa mengingatkannya."Makanan hari ini nggak pedas atau berminyak kok. Bagus untuk pencernaan. Nah, ini makanan favoritmu ....""Bisa diam nggak sih?" Olive mendorong tangan Wilfred. "Aku cuma nggak mau makan saja. Kenapa kamu cerewet sekali? Apa aku nggak boleh memutuskan sendiri mau makan atau nggak?"Tangan Wilfred yang sedang mengambil maka
"Duduklah. Jangan terlalu sungkan, aku nggak terbiasa," ucap Arnold.Nadine pun tertawa dan akhirnya duduk.Arnold berkata, "Aku suka masakanmu, traktiranmu ini adalah ucapan terima kasih terbaik."Setelah itu, Arnold mengangkat mangkuk sup dan membenturkannya dengan ringan ke mangkuk Nadine.Kemudian, Arnold mengambil sepotong sayap ayam yang digoreng hingga keemasan. Kulitnya renyah dengan tepi yang sedikit terbakar dan bagian dalamnya yang berair. Perpaduan ini begitu seimbang dan rasanya sangat kaya."Di luar sana, belum tentu ada sayap ayam seenak ini."Nadine tertawa karena merasa lucu. "Kalau begitu, kamu habiskan saja semua sayap ayamnya."Arnold mengangkat alis dan senyumannya semakin lebar. "Bukan masalah."Makan siang selesai. Sekarang sudah pukul 2 siang. Mereka sama-sama membereskan dapur dan keluar.Arnold akan pergi ke laboratorium, sementara Nadine pergi ke perpustakaan. Karena sejalan, mereka pun berangkat bersama.Sesampainya di persimpangan jalan, Arnold berbelok ke
Nadine tertawa sambil bercanda, "Jangan, jangan. Masa tamu disuruh kerja?""Tamu bilang dia sangat senang bisa membantu."Berkat bantuan Arnold, pekerjaan menjadi lebih cepat selesai.Setelah semua beres, Nadine mengangkat ikan kakap dari air jahe daun bawang, lalu meletakkannya di piring dan mengeringkannya dengan tisu dapur. Kemudian, dia mengoleskan minyak goreng di permukaannya untuk mengunci kesegaran.Pekerjaan Arnold sudah beres Dia hanya bisa berdiri di samping dan menonton. "Perlu bantuan?""Bisa tolong ambilkan kukusan di atas sana?""Oke."Arnold bertubuh tinggi, jadi bisa meraihnya dengan mudah. Hanya saja, kukusan digantung agak tinggi tepat di atas kepala Nadine. Artinya, jika Arnold ingin mengambilnya, dia harus berdiri di belakang Nadine.Begitu Arnold menjulurkan tangan, dia merasa dirinya seperti memeluk Nadine. Untungnya, prosesnya sangat cepat sehingga tidak ada rasa canggung meskipun jarak mereka sangat dekat."Kemarikan kukusannya." Nadine mengulurkan tangannya.A
Nadine yang sekarang sangat tenang, tidak seperti saat baru-baru putus. Dulu dia sering teringat pada Reagan dan mudah terbawa emosi olehnya.Waktu adalah obat yang ampuh. Luka yang dalam sekalipun bisa sembuh. Kini, Nadine sudah melepaskan semuanya.Seiring berjalannya waktu, rasa sakit yang disebabkan oleh Reagan pun perlahan-lahan memudar hingga akhirnya terlupakan."Ada urusan apa?" tanya Nadine."Apa kita bisa ngobrol di tempat lain?""Aku rasa nggak ada yang perlu dibicarakan di antara kita.""Nad ....""Apa yang kubilang salah?"Reagan merasa agak frustrasi. Dia melirik Arnold. Orang-orang yang peka pasti tahu mereka harus menjauh untuk sekarang. Namun, Arnold tetap diam di tempatnya tanpa peduli dengan tatapan Reagan yang memberinya isyarat.Mengingat Reagan yang selalu berbuat nekat, Nadine sama sekali tidak berani berduaan dengannya."Kalau nggak ada yang penting, kami pergi dulu," ucap Nadine menatap Arnold. Arnold mengangguk ringan."Kalian berdua? Lalu gimana denganku?" Wa
Keesokan paginya, Nadine keluar untuk jogging pagi. Setelah punya lebih banyak waktu luang, dia kembali pada kebiasaan lari pagi. Setiap kali selesai lari dan mandi, dia merasa segar dan bertenaga sepanjang hari."Pagi, Pak Arnold.""Pagi."Arnold baru saja selesai berlari dan bersiap pulang. Namun, melihat Nadine, dia berbalik arah. "Ayo, kutemani kamu lari sebentar.""Nggak mengganggu jadwalmu di laboratorium?""Proyek baru sekarang ditangani sama Calvin, jadi aku nggak terlalu sibuk belakangan ini.""Wah, Pak Calvin pasti punya banyak keluhan," canda Nadine."Keluhan nggak akan berguna, tetap saja dia harus bekerja," jawab Arnold dengan wajah serius. Kalau Calvin mendengar itu, dia mungkin akan langsung frustasi.Keduanya berlari mengelilingi taman dua putaran. Ketika Nadine mulai terlihat kelelahan, Arnold menyadari hal itu."Atur napas, perhatikan ritme. Ikuti aku ... tarik, hembus, tarik, hembus ...."Nadine mengikuti instruksinya dan merasa lebih baik. "Wah, jadi lebih ringan!"
"Astaga!" Kelly langsung menepis tangan Teddy dari pundaknya, berdiri tegak, sambil diam-diam bersyukur karena sudah membuang puntung rokok lebih awal.Nadine butuh usaha besar untuk menutup mulutnya yang ternganga. "Ehm .... Kel, kamu lupa tasmu tadi."Dia sebenarnya cuma mau mengembalikan tas, tapi malah menyaksikan apa ini? Kelly terlihat bersandar mesra dengan seorang pria? Punggung pria itu ... kenapa rasanya tidak asing?Saat keduanya berbalik, teka-teki itu terjawab.Itu Teddy?!Jadi ... ini yang disebut Kelly sebagai "mitra kerja samanya"?Kelly berjalan mendekat dan mengambil tas dari tangan Nadine. "Makasih ya, Nadine! Malam-malam begini masih repot-repot ngantarin tasku. Cepat naik ke atas, sudah malam, bahaya di luar. Aku tunggu di sini sampai kamu di balkon, ya. Kalau sudah sampai, lambaikan tangan biar aku yakin.""Oke."Nadine berbalik dan pulang ke apartemennya. Dia tahu betul siapa Kelly. Meskipun temannya terlihat santai dan tanpa beban, dia selalu punya rencana matan
"Kalau nggak mau nunggu, ya pergi saja. Siapa juga yang mau ketemu kamu?" Kelly mendengus sambil memutar bola matanya. "Lihat sikapmu itu. Kamu yang butuh bantuan, 'kan?"Teddy menarik napas dalam-dalam, menahan diri. Wanita ini bisa bela diri. Kalau dia sampai membuat wanita ini marah, yang rugi adalah dirinya sendiri."Jangan marah dong," Teddy langsung mengganti wajahnya dengan senyuman, "Aku sudah bilang ini kasus darurat. Kamu santai begini, gimana aku nggak curiga?""Ada apa, langsung bilang." Kelly melirik ke dalam mobilnya. "Eh, itu ... ada rokok nggak?""Buat apa?""Kasih aku satu."Teddy terdiam. Dengan pasrah, dia kembali ke mobil, mengambil rokok dan korek api, lalu menyerahkannya. Namun, Kelly tidak langsung menerima. Dia menyilangkan tangan di depan dada dan menatapnya dengan senyum mengejek."Oke," Teddy mengangguk dan memasang ekspresi sabar. "Aku ini bukan cari pacar, aku malah cari majikan." Dia lalu menyalakan rokok untuk Kelly.Ini pertama kalinya Teddy menyalakan r
"Di mana kamu? Kenapa selama beberapa hari ini teleponku nggak kamu angkat?! Apa sekarang kamu bahkan nggak peduli lagi sama ibumu?"Tiga pertanyaan berturut-turut. Nada bicaranya semakin tajam di setiap kalimat.Reagan menjawab dengan tenang, "Aku lagi dinas. Sibuk, jadi nggak sempat angkat telepon.""Kamu sekarang juga harus pulang! Sekarang! Kalau kamu nggak pulang, jangan pernah anggap aku sebagai ibumu lagi!"Mendengar nada bicara ibunya yang tidak seperti biasanya, Reagan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa banyak bertanya, dia menutup telepon dan langsung menuju rumah lama keluarganya.Begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara pecahan vas bunga. Reagan berhenti sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. "Ibu, aku sudah pulang."Mendengar suaranya, Rebecca muncul dari dalam. Tanpa menunggu, dia langsung memarahi Reagan habis-habisan."Orang macam apa yang kamu pilih?! Kalau Eva itu memang murahan, aku masih bisa terima, tapi keluarganya juga seperti preman pasar! Terutama i