Bab 74. Bersihkan.Shizi fokus kembali untuk menyembuhkan sang bayi, sedangkan selir kelima dan semua dayangnya terlihat kebingungan setelah mendengar kata kata Shizi. Mereka ingin bertanya lebih lanjut namun melihat Shizi lebih fokus pada penyembuhan bayi mereka pun urung melakukannya.Selir keempat angkat bicara.” Lalu bagaimana dengan putraku?” Tanyanya sambil menatap Shizi dan tabib Zhun Yi serta tabib wanita yang bersamanya.Zhun Yi yang tidak mau kehilangan muka lebih jauh lagi kemudian ia turun tangan, Wang Suyi pun dan beberapa tabib segera membantunya.Selir kelima menyerahkan bayi yang ada di pangkuannya pada Wang Suyi, dari sana Wang Suyi membaringkannya diatas ranjang.Bayi berbaring di ranjang, pada saat itu terjadi tangis bayi terdengar lebih keras dari sebelumnya, bahkan sang bayi sampai menangis tanpa suara.Tabib Zhun Yi segera memeriksanya dibantu Wang Suyi, tampak ada kerutan di kening mereka berdua yang jelas menunjukan tidak mengerti apa yang terjadi.Shizi menat
Bab 75. Cemas.Di halaman belakang kediaman selir keempat.Shizi sibuk membuat rebusan ramuan untuk kedua pangeran kecil. Mengingat usianya mereka berdua yang masih bayi maka ia pun hanya bisa memberikan keduanya obat melalui ibunya.Satu guci besar dan dua teko tanah liat kecil menjadi tempat untuk memasak ramuan obatnya. Dua teko tanah liat kecil itu tentunya untuk diminum selir keempat dan selir kelima, adapun ramuan yang direbus dalam guci besar adalah ramuan yang dibuat untuk para dayang.“ Ada yang bisa kubantu?” Tanya Wang Suyi pada Shizi yang sibuk mengipas bara api untuk memanaskan ramuan.Shizi menoleh ke arah sumber suara, tampak Wang Suyi lah yang berkata padanya.Belum sempat Shizi menjawab, Wang Suyi sudah mengambil sebuah kipas yang ada di tangan kiri Shizi, ia pun langsung mengambil sikap duduk dan mengipasi bara api yang digunakan untuk memanaskan ramuan.Shizi yang tidak bisa menolak akhirnya kembali melakukan tindakan serupa, kini keduanya mengipasi bara api tanpa a
Bab 76. Bandul.Shizi mengawasi pembersihan tanaman yang ada di sekitaran kediaman kedua selir yang semuanya ditangani oleh dayang dan kasim yang dipanggil Kasim Mo, tanaman tanaman beracun tersebut kemudian ia minta dipindahkan ke halaman kliniknya untuk diperiksa lebih lanjut.“ Kasim Mo, nanti aku akan menata ulang halaman dan tanaman herbal yang digunakan di dalam dan di luar ruangan, apakah itu tidak apa?” Tanya Shizi serius.“ Tentu saja tidak masalah, bahkan aku sudah mendapat perintah dari selir keempat dan kelima termasuk permaisuri untuk itu semua.” Jawab Kasim Mo dengan tenang.Shizi terkejut mendengarnya.” Permaisuri? Bagaimana permaisuri….” Kasim Mo memberi tanda pada Shizi, gesturnya meminta Shizi untuk tidak bertanya lebih lanjut tentang itu.Kasim Mo kembali berkata.” Tabib Shizi, aku sudah memerintahkan orangku untuk mengawasi disini, jadi tabib tak perlu mengkhawatirkan situasi disini.” Ujar Kasim Mo mengalihkan perhatian.Shizi mengangguk paham, daripada meributka
Bab 77. Kepastian.Shizi fokus dengan latihan pemusatan tenaga dalamnya, dalam duduk silanya itu ia kemudian melakukan beberapa gerakan tangan secara terpadu dan serempak.Apa yang dilakukannya saat ini sesuai dengan isi kitab kedua yang dulu dibacanya dimana proses penyaluran tenaga dalam dilakukan.Satu telapak tangan Shizi didorong dengan lembut ke arah depan dimana sebuah lilin yang menyala di atas meja berada.Wush.Api lilin yang menyala pun seketika padam oleh gelombang energi kasat mata yang berasal dari tangannya itu.“ Berhasil!” Ujarnya dengan tenang.Shizi tak cepat berpuas diri, setelah mengerti prosesnya ia pun mulai membiasakan diri dan melangkah menuju tahap selanjutnya.Pagi menjelang Shizi keluar dari ruangan, ia kemudian mengolah raganya dengan melakukan aktivitas seperti pada saat berlatih dengan pasukan elit Jenderal Tang San.“ Aku harus menjadikan latihan ini sebagai makanan wajibku sehari hari, dengan tubuhku yang semakin terlatih maka aku bisa menggunakan tek
“Anak haram!”“Pecundang!” “Sampah!” Sorot mata meremehkan dan kata-kata hinaan mengiringi langkah Shizi yang sedang berjalan sambil menanggung dua ember air di pundaknya dengan sebuah tongkat.Meski tubuhnya kurus, Shizi terus melangkah melewati jalan kecil di halaman belakang klan Song, mengabaikan cemoohan dari orang-orang di sekelilingnya. "Ternyata dia juga tuli, anak haram memang bodoh!" teriak seorang pemuda, disambut tawa rekan-rekannya. Shizi hanya melirik sekilas ke arah Song Ong, sang tuan muda klan Song, yang menjadi sumber suara itu.Shizi hanya mengepalkan tangannya dengan keras. Tapi ia tahu, melawan pun tak ada gunanya. Mengingat status Song Ong sebagai tuan muda klan Song dan anak emas klan, siapapun yang melawannya pasti akan menderita. "Seperti kata ibu, lebih baik diam dan abaikan saja perkataan mereka." Shizi merenung, "Song Ong semakin agresif semenjak ia melihat aku berjalan bersama nona Wang Suyi. Mungkin benar kata ibu, aku harus menjaga jarak untuk mengh
Bab 02. Melarikan diri.Di sudut gelap sel penjara klan Song, Shizi terduduk lemah, menyandarkan tubuhnya yang penuh luka dan darah mengering di dinding dingin. Rasa sakit di tubuhnya seolah menghilang, tertutupi oleh kekhawatiran mendalam tentang keadaan ibunya.Pikirannya melayang pada kenangan terakhir yang buruk,melihat ibunya terjatuh tak berdaya saat Song Ong dan pengikutnya dengan brutal menghajarnya hingga pingsan.Shizi menarik napas dalam-dalam, menatap jeruji besi yang menjadi penghalang antara dia dan dunia luar.Bagi sebagian orang, sel ini adalah simbol dari kehilangan dan putus asa, namun bagi Shizi, sel ini adalah tempat perlindungan yang menawarkan jeda dari kekejaman Song Ong dan para anteknya.Di sel sempit inilah, setidaknya, ia dapat bernafas tanpa rasa takut akan serangan mendadak yang selalu mengintai.Shizi menatap dinding sel tempat barisan garis darahnya terukir."Empat puluh satu, sekarang empat puluh dua," ujarnya pelan, suaranya terbata-bata, sambil mengol
Bab 03. Keinginan dan tekad.Shizi menyembunyikan tubuhnya di celah sempit antara bangunan rumah dan tembok pembatas klan. Nafasnya tersengal, jantungnya berdebar-debar ketika suara langkah cepat dan teriakan tajam meresap melalui malam, menginstruksikan pencarian terhadapnya.Seolah waktu berhenti berdetak, hanya diisi oleh kesunyian yang kemudian terpecahkan oleh suara jangkrik dan burung hantu yang menambah keseraman malam."Hampir, hampir aman," bisik Shizi kepada dirinya sendiri, wajahnya penuh dengan keringat dingin. Matahari mulai berwarna kekuningan saat dia mengintip dari balik celah, mengawasi dengan hati-hati.Menemukan tembok yang tak terlalu tinggi, dia mengumpulkan keberaniannya, melirik sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mengawasi.Dengan gerakan yang hampir tak terdengar, dia menginjakkan kaki pertamanya pada tembok, perlahan-lahan naik sambil menghitung dengan cermat, detak jantungnya semakin cepat, karena setiap detik adalah perebutan antara hidup dan ketah
Bab 04. Potensi.Shizi terbangun dari tidurnya, meski tubuhnya terasa ngilu dan sakit, ia berusaha menahannya.Melalui ventilasi ruangan, sinar matahari yang terang masuk kedalam ruangan menandakan bahwa matahari telah lama terbit.Dengan menahan rasa sakit, Shizi bangkit dan berjalan keluar kamar menuju ruangan tempat ibunya dirawat. Pintu ruangan terbuka dan ia bergegas ke dalam.Di sana, tabib Fan sedang mengganti perban di kening ibunya. Shizi duduk di depan pintu, memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan tabib Fan.Sudah sering ia melihat tabib Fan merawat pasiennya.Shizi, yang bertugas mengantarkan barang dari Song He dan Wang Suyi untuk tabib Fan, kadang menghabiskan waktu menunggu tabib selesai bekerja sebelum menyerahkan barang-barang tersebut.“Kau sudah baikan?” Tanya tabib Fan tanpa menoleh ke arah Shizi.“Sudah tuan, terima kasih atas pertolongan tuan!” Ujar Shizi penuh hormat.Tabib Fan selesai merapikan alat-alatnya dan memperhatikan posisi Shizi yang duduk lemas t