Fadel dan Hawa mengantar Selina pulang. Fadel menyetir mobil sedangkan Hawa duduk di belakang menemani Selina.Selina mulai sadar. Hawa pun langsung memberinya air minum lagi.“Teh, aku kok ada sama Teteh?” tanya Selina mengedarkan pandangannya. Dia masih merasa pusing. “Aku mual, tolong matikan AC-nya!”Fadel pun langsung mematikan AC mobil dan membuka sedikit jendela mobil agar tidak pengap.“Adikku, alhamdulillah kamu selamat. Tadi dr Andra menemukanmu pingsan di trotoar. Beruntung dr Andra kalau orang lain amit-amit,” sahut Hawa merangkul adiknya, membiarkan Selina bersandar di bahunya.“Ough!”Selina meringis dengan memegangi kepalanya.“Kamu demam,” ucap Hawa menyentuh keningnya. “Ah, ponselku …” lirih Selina. Dia menegakkan tubuhnya.“Kenapa?” tanya Hawa bingung.“Ponselku dicopet tadi Teh di bus. Lalu aku kejar pencopet itu tapi percuma mereka hilang begitu saja,”Selina merapikan khimarnya yang berantakan. Dia masih mengingat sisa-sisa kesadarannya. Seseorang telah menolongn
HahahaMahendra terkikik, efek minuman membuatnya mulai sedikit mabuk. Dia mulai mengeluarkan isi hati dan pikirannya.“Aku tidak suka gadis terlalu cantik. Pelakor yang merebut Daddy-ku seorang wanita sangat cantik dan agamis, kelihatannya. Entah, kamuflase atau munafik,”Dave mencebik kesal.“Apakah semua pelakor cantik? Mungkin! Tapi menurutku gadis cantik itu bukan pelakor tapi perebut hati orang,” kekeh Mahendra. “Once more!” titahnya lagi pada bartender. Dave hanya menggelengkan kepalanya melihat Mahendra.Mahendra menengok arlojinya dan menatap Dave dengan serius.“Pasienku meninggal kemarin …” ucapnya dengan tersenyum. “Setelah dioperasi, keluarganya menuntutku …” cerocosnya. Rupaya Mahendra tengah memiliki masalah sehingga membuatnya merasa tertekan selain karena memikirkan Selina. Di balik sikapnya yang periang dan selalu tertawa ternyata dia selalu menyimpan masalahnya, sehingga menjadi tekanan tersendiri baginya. Dia butuh pelampiasan.“Kamu melakukan kesalahan? SOP?” tany
Selina hanya menggeleng pelan. “Aku gak tahu,”Dia merebahkan kembali tubuhnya dan menatap nanar lampu gentur yang menjuntai di langit-langit.“Okay, berarti semua baru dugaan,”Hawa berkomentar.“Aku harus bicara dengannya …” cetus Selina bangun lagi dan duduk. Dia mengacak rambutnya frustasi.Hawa hanya mendecak sebal melihat kelakuan adiknya. Baru pertama kali merasakan jatuh hati lalu patah di saat yang sama rasanya nano-nano. Dia tidak seperti seorang guru yang mengajari anak didiknya. Barangkali dia lebih mirip seorang anak kecil yang kehilangan mainan barunya, yang limited edition dan eksklusif direbut oleh temannya.Hawa tak ingin menyalahkannya karena dia pun pernah merasa di posisi yang sama. Jatuh hati. Beruntungnya dia tidak mengalami patah hati karena bisa menikah dengan orang yang dia sukai yakni sang suami.“Siapa?” cicit Hawa. Dia menaikkan alisnya sebelah.“Dengannya …” sahut Selina.“No, Selina! Setelah Teteh pikir, kamu tak usah bicara dengan siapapun! Baik si Zahra
Siang hari Selina pergi ke gerai hp untuk membeli ponsel baru. Dia juga sudah menghubungi call center dan pihak operator untuk segera melakukan verifikasi dan memblokir kartu yang sudah hilang demi keamanan.Sepulang dari toko dia pun bergabung bersama Ummi Sarah, Hawa dan para santriwati mempersiapkan hidangan untuk sore nanti. Terlihat semua orang sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.Tiba-tiba Adam muncul di belakang Selina dan menutup matanya.“Aa!” pekik Selina tapi Adam tak mau melepasnya. “Buka ih!”“Gak!”“Aa, udah deh jangan iseng! Aku mau bantuin Ummi …” sergah Selina geram.Ummi Sarah menatap Adam yang usil dan mengisyaratkan padanya untuk berhenti menjahili adiknya.“Ayo ikut!”Adam masih menutup mata Selina dan menuntunnya untuk pergi ke kamar Selina.“Tad da!” ucap Adam membuka mata Selina. “Indah gak?” tanya Adam. Mengingat adiknya yang sedang bersedih, Adam membelikannya bunga lady rose berwarna kuning yang ditata sedemikian rupa ke dalam vas kaca di kamar Selin
“Apa aku tidak salah dengar kalau Bu Selina itu putrinya yang punya pesantren?” gumam Winda sembari melangkahkan kakinya menuju rumah besar yang berada di antara lingkungan pondok diikuti Hanum di sampingnya.“Memang telinga Bu Win berdengung gitu?” goda Hanum.“Ckck! Ah gak mungkin! Salah kali! Masa iya, aku gak percaya. Penampilan Bu Selina tahu sendiri sederhana. Aku gak percaya. Santriwati itu kayaknya baru jadi belum tahu kali,” elak Winda.“Um, emang kalau bener atau tidak masalah gitu?” debat Hanum sembari menikmati angin sepoi-sepoi di siang hari yang teduh.“Enggak juga sih. Cuma gak percaya aja kayak gak mungkin gimana gitu …”Mereka pun tiba di halaman rumah Selina. Terlihat beberapa kendaraan beroda empat menyusul dan parkir di area pesantren yang luas. Dulu saat pesantren masih sepi bangunannya masih sedikit dan kecil. Namun karena berkembang dikelola dengan baik oleh Ustaz Bashor dibantu adik-adiknya gedung pesantren semakin baik, lebih besar dan fasilitas semakin bagus.
Selina duduk di samping Ummi Sarah dan tersenyum tipis. Ummi Sarah tak banyak bicara. Dia tahu putrinya telah melakukan kesalahan. Dia akan menegur sang anak saat berdua dan saat acara telah usai. Tak pernah dia menegur di depan orang lain demi menjaga mental sang anak.“Ummi tinggal dulu. Anggaplah seperti rumah sendiri,” ucap Ummi Sarah meninggalkan mereka.“Sehat Bu Selina?” tanya Winda tersenyum manis. Seperti scanner Winda memindai Selina dari atas ke bawah.“Sakit,” sahut Selina, berhasil membuat Winda dan Hanum terkejut.“Sakit apa?” tanya mereka kompak.“Sakit, ponselku ada yang nyuri. Kualat kayaknya pulang duluan,” ucap Selina dengan terkekeh. Dia pandai sekali menyembunyikan perasaan bersedihnya.“Sabar ya Bu Selina. Bu Selina bisa beli ponsel lagi yang baru secara anak pemilik pesantren gitu … punya banyak uang,” pancing Winda. Dia hanya penasaran apa yang dikatakan santriwati itu benar. Hanum hanya mendelik pada Winda dan ingin sekali rasanya menyumpal mulut Winda dengan
Mahendra menyingkirkan selimut berbahan wol ke lantai lalu memeriksa bagian tubuhnya yang terpahat sempurna sebagai seorang dokter yang rajin ikut gym. Biasanya yang terbangun dalam kisah-kisah romance seorang gadis dengan kondisi yang seperti itu tetapi ini terjadi pada seorang pemuda. Dia takut jika gadis yang menolongnya itu merenggut keperjakaannya. Dia memang suka minum alkohol saat pikirannya galau tetapi untuk urusan wanita dia tak pernah berhubungan di luar batas norma. Itu prinsipnya.Apakah dia telah melanggar prinsipnya itu hanya karena minuman haram?Mungkin.Dia meraba-raba sprei yang dia tiduri mencari tahu apakah ada bekas pergulatan dirinya dengan perempuan asing yang bahkan baru pertama kali bertemu menurutnya seperti cairan atau noda. Namun dia tak menemukannya.Dia menghela nafas panjang.“Syukurlah, sepertinya tidak terjadi apa-apa. Mudah-mudahan …” Dia memegang dadanya yang berdebar-debar karena rasa takut. Takut yang teramat sangat, takut kehilangan Selina. Taku
“Kejar! Kejar gadis itu!” sentak Darius.Mahendra hanya terdiam.“Kamu tuli?” ucap Darius lagi. “Kamu harus bertanggung jawab. Kita langsung ke KUA,” ucap Darius dengan serius.Mahendra hanya bergeming. Tiga kata yang dia tangkap. Hanya bisa pasrah.Mendengar nama Dirgantara, Darius sontak kaget. Apakah Darius mengenali orang tua Alana. Benak Saraswati diliputi tanda tanya.Sebelumnya Darius begitu marah menyalahkan Alana yang malang kini sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat, tak terlihat kilatan amarah di matanya. Yang ada hanyalah rasa bersalah.Mahendra pun mengikuti perintah Darius, mau tak mau. Dia berlari keluar mencari gadis itu.“Papa, apakah Papa mengenal ayahnya gadis itu?” tanya Saraswati memandang wajah sang suami dengan lekat.Darius diam lalu sedetik kemudian bersuara, “Ti-dak,” jawabnya. ‘Mungkin Dirga orang yang berbeda,’ batinnya.Darius duduk dan memijit kepalanya. Tak habis pikir apa yang dia lihat saat ini. Kedatangannya jauh-jauh dari Purwakarta ke Jakar
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te