Mobil melaju meninggalkan hotel, membawa Selina pergi entah kemana. Yang pasti Selina selamat dari aksi bejad Lucas. Dokter itu bahkan tak menyadari penumpang gelap yang menghuni bagasi mobilnya tanpa permisi.Hujan deras malam itu, membuat jarak penglihatan terasa pendek. Beberapa kali dokter itu menggunakan wiper mobil untuk menyingkirkan guyuran air hujan yang menggenangi kaca mobil. Namun nihil dikarenakan hujan sangat lebat. Ia menyalakan lampu sorot sebagai penerangan untuk membantu melihat jalan yang membelah kebun di sisi kanan dan kirinya.“Sialan! Masih gak kelihatan juga,” umpat dokter bermata elang itu. Ia ingin berhenti sejenak tetapi tanggung sebab ia tengah berada di perkebunan sepi yang ia lewati. Penginapan yang ia sewa selama di sana masih enam kilo meter. Terpaksa, ia melajukan mobilnya dengan lamban dan sangat hati-hati.Setengah jam kemudian ia pun tiba di penginapan mewah yang sepi dan jauh dari keramaian. Hanya ada seorang pelayan remaja yang menyambut kedatanga
Ustaz Bashor dan Ummi Sarah sudah kembali pulang ke pesantren. Kepulangan mereka membawa kabar gembira kali ini. Setidaknya, ada kemajuan dalam pencarian Selina. Kedatipun begitu mereka tetap merasa cemas.Ummi Sarah membuka pintu kamar Selina yang kosong. Biasanya Selina berada di sana, di bangku belajarnya sembari membaca buku sastra, tepat setiap malam usai shalat isya. Tak terasa ia meneteskan air mata rindu untuknya.Dengan langkah lamban ia memasuki kamar yang didominasi warna feminim itu. Ia duduk dan meraba ranjang itu, membayangkan saat Selina merapikan tempat tidur sesaat sebelum ia berangkat.‘Allah, jaga Selina …,’ batinnya dengan memejamkan mata.Di ambang pintu Ceu Sari menatap Ummi Sarah dengan hati yang mencelos. Ia sangat merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Ia juga ikut terlibat dalam mengatur pertemuan antara Selina dan Rian. Seperti halnya Ummi Sarah, air matanya pun luruh begitu saja. Ia teringat kembali kelakarnya bersama Selina saat membahas soal pepper spra
Lucas marah besar saat tahu Selina melarikan diri. Ia menghukum semua anak buahnya yang payah dalam menjaganya. Ia menyuruh anak buahnya yang lain untuk untuk menghabisi Selina dengan cara apapun sebab ia telah menjadi saksi kejahatan yang ia lakukan.Anak buahnya disebar di seluruh kepulauan Riau, menyamar dan menyaru menjadi warga biasa. Mereka memburu Selina. Hanya saja malam itu mereka kesulitan sebab hujan deras dan beberapa wilayah sekitar pantai terkena longsor karena diterpa badai angin.Beberapa saat hujan mereda lalu kembali meruah seperti telah mengambil ancang-ancang. Langit menumpahkan air hujan yang sangat lebat. Jika diukur intensitas curahnya dengan menggunakan alat penakar hujan, debit air yang ditumpahkan barangkali bisa mencapai 20 mm/jam. Apalagi ditambah dramatis dengan pasokan listrik yang tiba-tiba mati. Semakin menambah mencekam cuaca malam itu.Samar-samar Selina melihat siluet seorang lelaki yang tengah duduk di sofa tak jauh dari ranjang. Senyum terbit di w
Winda bersikukuh ingin menyusul lelaki yang menjadi dalang penculikan Selina ke Singapura. Namun Hanum dan Ruri tidak sependapat. Terlalu beresiko. “Baiklah, aku sudah dapat alamat lokasi di mana si William tinggal di Singapura. Kita bisa pesan tiket sekarang buat penerbangan besok pagi, jam 05.15. Biar waktunya lama kalau dari pagi. Lagipula bandara Soekarno-Changi paling butuh waktu satu jam-an lebih. Untung aku pernah ke Universal Studios Singapore, lumayan lah tahu dikit daerah sana,” papar Winda pragmatis. “Ongkos ada lah, dua jutaan PP,”Winda merogoh dompetnya dan mengintip isinya. Hanya tinggal uang beberapa lembar berwarna merah dan beberapa kartu. “Win, maaf aku gak setuju. It’s risky!” seru Hanum setelah menimang-nimang. “Dengan uang pas-pasan sama aja nekad, Win. Sudah cukup kita lakukan penyelidikan sampe sini aja. Biar tugas Pak Pol saja yang lanjutin. Apalagi berurusan dengan orang kaya dan berkuasa. Mereka akan sulit tersentuh. Biasanya orang-orang kayak gitu punya b
Sayup-sayup terdengar denting tetesan hujan yang masih menetes di atas genting menciptakan sebuah nada yang berirama indah seindah senandung lagu klasik Beethoven yang diputar gramofon di ruang tamu. Siapa yang menyalakan gramofon dini hari? Terdengar menyeramkan dan misterius.Perlahan Selina membuka kelopak matanya, mengamati sekelilingnya. Sejak semalam ia mengigau, bangun lalu tak sadarkan diri. Ia mengalami trauma berat akibat penculikan itu.Hujan masih menyisakan rintik yang menyatu dengan keheningan. Sudah menjelang pagi tetapi listrik masih mati sehingga pemandangan pertama yang Selina tangkap hanyalah temaram lampu berasal dari beberapa lilin aroma terapi dan lantunan musik klasik, Sepertinya lampu emergency mati. Namun harum aroma terapi mampu membuatnya setidaknya merasa lebih tenang.Selina mulai mengatur nafasnya dengan perlahan. Ia mengingat-ingat peristiwa yang ia lewati secara acak. Tak mudah baginya melewati peristiwa mengerikan yang terjadi semalam kendati ia berus
Zahrana menghambur, memeluk ibunya. Ibunya kaget mengapa sang anak menangis. Setelah beberapa hari ia baru bisa bertemu dengan sang ibu yang sibuk bepergian keluar kota mengikuti fashion show untuk gamis terbaru yang ia produksi.“Ma, Selina hilang. Sampe sekarang belum ditemukan,”Zahrana terisak di dada sang ibu. Ratna langsung merenggangkan pelukannya dan menarik dagu Zahrana lalu berujar, “Ap-pa? Seharusnya kamu bahagia. Rivalmu tak ada,” ucapnya dengan tanpa beban. Seolah nurani itu telah terkubur dalam hatinya. “Kenapa Mama bahagia? Seharusnya Mama sedih, temanku hilang dan kemungkinan diculik,”Zahrana tak percaya dengan respon ibunya yang di luar dugaan. Ratna seperti sudah kehilangan sisi kemanusiaannya.“Kamu bodoh, dia bukan temanmu,”Ratna mencengkram bahu putrinya dengan ke dua tangannya. “Bukankah kehadirannya membuat cintamu tak terbalas? Aqsa masih mencintai Selina. Dan selama Aqsa masih mencintai Selina kamu tidak akan memperoleh cintanya. Selamanya kamu tidak akan b
Sebagai seorang psikiater Dave berhasil membujuk Selina agar tetap tenang. Ia berjanji akan membantu Selina untuk segera pulang ke rumahnya. Dave tidak ingin menanyakan lebih jauh apa yang dialami Selina. Ia biarkan Selina dengan sendirinya yang akan bercerita ihwal peristiwa buruk yang ia lewati sehingga menyebabkan dirinya bersembunyi di bagasi mobilnya.Setelah sarapan atau mungkin bukan sarapan sebab terlalu dini hari, Selina baru ingat jika ia belum shalat isya dan entah berapa waktu shalat yang ia tinggalkan dikarenakan kondisi pelik yang ia lewati. Namun ia bingung, kerudung yang dipakainya saja sudah kotor dan mungkin terkena najis.Perlahan ia beringsut dari ranjangnya. Ia melirik pada weker yang menyala di jam lima pagi. Ia pun akan shalat subuh sekalian mengqadha shalat.Ia memegangi lilin dengan tangan kanannya sedangkan labu infus di tangan kirinya yang juga berusaha menggapai apa saja agar bisa berpegangan sebab kakinya masih terasa sakit. Jahitannya belum kering. Paling
Hawa nyaris rubuh andaikata Fadel tak buru-buru menangkap tubuhnya.“Hawa Sayang! Tenanglah!” ucap Fadel langsung membopong sang istri kembali ke tempat tidur.“Benarkah itu Bang? Selina?” tanya Hawa dengan mata yang berkaca-kaca.“Sayang, dengarkan Abang, itu baru dugaan. Menurut saksi mata yang melihat. Mudah-mudahan Selina tidak ikut menyeberang dengan feri itu. Seperti yang kamu ketahui, Selina gadis yang tangguh, pasti dia sudah lebih dulu menyelamatkan diri. Kamu tahu? Rekaman CCTV sebelum Selina diculik? Dia mengira jika Arif itu penguntit lantas Selina melakukan semacam martial art defense. Bukankah seperti apa yang kamu ceritakan bahwa Selina sengaja belajar beladiri itu bahkan saat kamu berada di Cianjur?” papar Fadel dengan percaya diri.Hawa pun mengangguk dan berusaha untuk tidak meratap sebelum semua bukti terungkap.“Iya, Bang. Sekarang aku baru tahu jika tujuan Selina belajar teknik beladiri seperti itu rupanya memang dia sudah siapkan terlebih dahulu menghadapi situas