Zeta dan Albi berada di rumah sakit, benar kata Albi jika orang yang tergeletak dan hampir Zeta tabrak ialah Hilda. Mereka, lebih tepatnya Zeta memaksa Albi untuk membawa Hilda ke rumah sakit karena keadaan Hilda yang bisa di bilang mengenaskan. Sekarang ini mereka berdua menunggu di kursi tunggu yang ada di depan ruangan.
Mereka menunggu Hilda yang tengah di tangani oleh dokter. Zeta sendiri cemas dengan keadaan Hilda, pasalnya tadi ia melihat beberapa luka di area tubuh Hilda. Sementara Albi hanya diam santai tanpa minat, sebab ia sendiri sudah melihat bagaimana keadaan tubuh Hilda.
Ia tak jadi bertemu dengan partner bisnisnya, untung saja mereka tak jadi datang. Jadi ia masih bisa selamat untuk sekarang. Entah apa jadinya jika mereka hadir dan menunggu kedatangan dirinya di sana. Sebenarnya ia tak mau membawa Hilda ke rumah sakit, tapi Zeta memaksa jadi mau tak mau ia membawa Hilda ke sini.
"Dokter, bagaim
Setelah menunggu satu suster datang menjaga Hilda, kini Zeta dan Albi keluar dari ruang rawat Hilda. Mereka tak bisa berlama-lama di sini, karena mereka juga mempunyai urusan masing-masing. Kini mereka berjalan beriringan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit Zeta tadi sudah menyuruh agar suster yang menjaga bergantian.Untung saja mereka paham dengah keadaan Hilda dan mau menjaga Hilda. Albi menyuruh Zeta untuk berjalan duluan sementara dirinya berhenti untuk mengangkat telepon. Zeta pun berjalan terlebih dahulu, namun beberapa detik kemudian ia melihat ke depan. Seketika ia mematung di tempat, sebab ia melihat Feli dan juga Leni berhenti telat di depannya."Jangan mencoba untuk kabur Zeta!"Saat ingin melangkah pergi Zeta di kejutkan dengan suara itu. "Ada urusan apa kalian memberhentikan jalan saya?" tanya Zeta tanpa ekspresi. Ia tak boleh takut dengan mereka, ia harus melawan rasa takut ini supaya mereka tak
Sementara di kantor, Zio tampak emosi mendengar kabar bahwa Zeta sudah bertemu dengan Feli dan Leni. Ia membanting guci yang terpampang apik di sudut ruangan, ia benar-benar marah sekarang. Untung saja di sini ada Bea, jadi bisa sedikit mengontrol emosi. Ia duduk di kursi kerjanya sembari memijat pelipisnya.Ia membiarkan pecahan guci itu berada di mana-mana, sementara Bea berdiri di samping Zio. Ia mengelus pundak Zio agar dia bisa lebih tenang, sebenarnya ia takut melihat Zio yang marah-marah. Bahkan yang lebih parahnya lagi Zio hendak menghabis bawahannya yang memberikan informasi tentang Zeta."Kamu jangan marah-marah, kasihan karyawan kamu yang takut," ucap Bea menasihati."Tapi adikku, dia dalam bahaya. Aku menjauhkan dia dari mereka, tapi Zeta malah masuk ke dalam jebakan mereka," balas Zio dengan nada putus asa."Semuanya pasti ada jalan, aku tau gimana posisi kamu. Ze
Zeta berada di restauran bersama dengan twins dan Albi, mereka makan siang bersama-sama. Zeta makan dengan tenang, begitu juga dengan Albi. Twins sendiri fokus sekali dengan makannya sampai-sampai mulutnya belepotan. Sebenarnya Zeta menutupi kesedihannya.Ia tak boleh sedih di hadapan twins, ia mengambil nafas dalam-dalam dan yakin semuanya akan baik-baik saja. Ia pun mengambil handphonenya yang berdering, ia menyalakan benda pipih itu. Ternyata ada pesan dari nomor tak di kenal. Ia pun membuka pesan itu, pengirim itu mengirimkan foto dirinya yang duduk di sini."Kita tahu di mana kau berada Zeta! Di mana pun kau pergi kita akan tahu," batin Zeta setelah membaca pesan itu. Jadi ada orang yang diam-diam memfoto dirinya di sini, ia semakin takut. Ancaman Feli memang terbukti, ini sudah jelas jika dirinya diikuti oleh seseorang."Kenapa?" tanya Albi saat melihat Zeta hanya fokus dengan teleponnya.
Di sebuah ruangan, Alex berdiri sembari menatap para bawahannya. Ia tersenyum bangga karena salah satu dari mereka berhasil memberikan Albi petunjuk bahwa ia masih hidup. Akhirnya ia bangun dari koma dengan perasaan dendam yang semakin memuncak. Ia tak akan pernah memaafkan Albi karena dia sudah membuat dirinya koma dalam waktu yang cukup lama.Ia sangat senang ketika kakaknya berhasil menghancurkan proyek Albi sewaktu ia koma, apalagi mendengar kabar bahwa Albi sempat putus asa hingga sakit. Itu semua merupakan kebanggaan tersendiri untuk dirinya, kakaknya selalu ada dan melakukan semuanya tanpa menunggu ia terlebih dahulu. Ia memang puas, tapi tak sepenuhnya puas."Bagaimana dengan Hilda?" tanya Alex."Beliau mengalami gangguan jiwa.""Selanjutnya apa yang terjadi dengan dia sewaktu saya koma?" tanya Alex lagi."Beliau sering menyakiti dirinya sendiri ka
Albi belum juga kembali setelah berpamitan tadi, Zeta memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajak Nathan bertemu dengan Hilda di rumah sakit. Tentu saja butuh perjuangan yang ekstra agar bisa sampai di rumah sakit, sebab bawahan Albi yang terus bertanya kemana ia akan pergi. Dengan berbagai alasan mereka semua membiarkan dirinya pergi membawa Nathan.Saat ini ia menggandeng tangan Nathan berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit. Sampai akhirnya ia sampai di depan ruang tempat di mana Hilda di rawat. Ia pun masuk tanpa menunggu lama-lama lagi, Nathan tampak ragu. Tapi ia menyakinkan anak itu agar mau mendekat ke arah Hilda yang masih tertidur dengan tenang."Tante Hilda kenapa?" tanya Nathan setelah melihat kondisi Hilda yang memprihatinkan."Mama kamu sakit," jawab Zeta sembari tersenyum kecil."Tapi kenapa tangannya di ikat? Tante Hilda enggak apa-apa 'kan?" tanya Nathan de
Zeta di marahi habis-habisan oleh Albi di halaman belakang, Zeta hanya bisa menunduk ketika suara nyaring Albi melaju kepada indra pendengaranya. Ini memang salahnya, jadi ia harus menerima konsekuensinya. Untung saja Nathan dan Syika di lantai paling atas, jadi besar kemungkinan mereka tak mendengarkan Albi.Kemarahan Albi kali ini memang mengerikan, bahkan bodyguard di sini juga turut takut dengan Albi. Seolah-olah mereka juga kena imbas akibat perbuatan yang Zeta lakukan, intinya Albi itu mengerikan. Segala bentuk bentakan Zeta terima dengan lapang dada, jika ia berbicara sedikit saja maka katakan selamat tinggal pada dunia."Kau itu! Sudah saya peringatan untuk tak membawa Nathan ke sana! Tapi kau malah membawanya!" bentak Albi dengan suara rendah."Kau benar-benar keterlaluan Zeta! Kau itu sama sekali tak berhak dengan mereka! Itu semua kewajiban saya! Bukan kamu!" hardik Albi.
Setelah perdebatan tadi dengan Zeta, Albi berada di ruang kerjanya yang ada di dalam rumah. Ia memijat pelipisnya, Zeta benar-benar membuatnya marah. Sampai sekarang pun ia enggan untuk bertemu dengan Zeta, mungkin saja perempuan itu juga tak ingin bertemu dengan dirinya.Tiba-tiba saja pintunya dibuka, ia menatap ke arah pintu. Melihat siapa yang datang ia memundurkan kursinya dan berdiri, ia melihat Syika yang berjalan ke arahnya sembari membawa boneka. Lantas ia menghampiri Syika dan berjongkok guna mensejajarkan tingginya dengan anak perempuannya itu."Syika kenapa ke ruang kerja Papa?" tanya Albi."Kenapa Papa enggak keluar main sama Syik, Mama, dan juga Kakak?" tanya Syika dengan kepala sengaja dimiringkan."Kerjaan Papa masih banyak, adek main aja sama mereka," balas Albi."Enggak mau, Syika mau main sama Papa dan Mama," jawab Syika."Maafin Papa
Masih di dalam taksi, sekarang kedua tangan Zeta diikat di belakang. Mulutnya disumpal oleh kain, bahkan kedua kakinya juga turut di ikat. Ia meronta-ronta namun tak dipedulikan oleh supir itu, ia lelah. Keringat mengalir dari pelipisnya, berteriak namun suaranya tak terdengar. Itu sangat menyakitkan.Bahkan ia sudah menangis karena takut, tadi ponselnya dibuang ke luar. Tenaganya tak sebanding dengan orang itu, tapi ia bisa sedikit bernafas lega karena sudah menghubungi Zio. Walaupun suara Zio sempat tak terdengar di telinganya. Tiba-tiba saja mobil ini berhenti, ia mengeluarkan suara tapi suaranya teredam."Jika tidak ingin di ikat menurutlah!""Mudah sekali menangkap dirimu, bayaran banyak akan segera saya dapatkan."Mendengar hal itu membuat Zeta semakin takut. "Tuhan, tolong," batin Zeta menjerit.Supir itu keluar, lantas dia menarik tubuhnya dan mengeluarkan dir