Zeta sudah berada di ruangan Albi, dia di marahi oleh Albi karena datang terlambat. Sekitar 1 jam durasi keterlambatan Zeta yang Albi hitung, Zeta berdiri sedangkan Albi berjalan memutari Zeta dengan langkah pelan. Zeta sudah menduga hal ini akan terjadi. Jadi ia menyiapkan telinganya untuk mendengar segala macam bacotan dari Albi.
Ia memang salah karena datang terlambat, tapi mau bagaimana lagi ia tadi perlu makan, mandi, dan bersiap-siap. Apalagi ia harus menunggu Zio bersiap-siap terlebih dahulu sebelum meninggalkan dia pergi. Alhasil hanya Bea yang tinggal di apartemen, karena dia tak berangkat ke rumah sakit.
"Kau sudah sering kali terlambat Zeta! Kau itu sekretaris saya! Karyawan lainnya bisa saja meniru sikap kamu jika kamu sering sekali telat tanpa tindakan tegas!" ujar Albi.
"Maaf, janji deh enggak ngulangi lagi," ucap Zeta dengan kepala menunduk.
"Kau sudah berjanji
Zeta dan Albi berada di rumah sakit, benar kata Albi jika orang yang tergeletak dan hampir Zeta tabrak ialah Hilda. Mereka, lebih tepatnya Zeta memaksa Albi untuk membawa Hilda ke rumah sakit karena keadaan Hilda yang bisa di bilang mengenaskan. Sekarang ini mereka berdua menunggu di kursi tunggu yang ada di depan ruangan.Mereka menunggu Hilda yang tengah di tangani oleh dokter. Zeta sendiri cemas dengan keadaan Hilda, pasalnya tadi ia melihat beberapa luka di area tubuh Hilda. Sementara Albi hanya diam santai tanpa minat, sebab ia sendiri sudah melihat bagaimana keadaan tubuh Hilda.Ia tak jadi bertemu dengan partner bisnisnya, untung saja mereka tak jadi datang. Jadi ia masih bisa selamat untuk sekarang. Entah apa jadinya jika mereka hadir dan menunggu kedatangan dirinya di sana. Sebenarnya ia tak mau membawa Hilda ke rumah sakit, tapi Zeta memaksa jadi mau tak mau ia membawa Hilda ke sini."Dokter, bagaim
Setelah menunggu satu suster datang menjaga Hilda, kini Zeta dan Albi keluar dari ruang rawat Hilda. Mereka tak bisa berlama-lama di sini, karena mereka juga mempunyai urusan masing-masing. Kini mereka berjalan beriringan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit Zeta tadi sudah menyuruh agar suster yang menjaga bergantian.Untung saja mereka paham dengah keadaan Hilda dan mau menjaga Hilda. Albi menyuruh Zeta untuk berjalan duluan sementara dirinya berhenti untuk mengangkat telepon. Zeta pun berjalan terlebih dahulu, namun beberapa detik kemudian ia melihat ke depan. Seketika ia mematung di tempat, sebab ia melihat Feli dan juga Leni berhenti telat di depannya."Jangan mencoba untuk kabur Zeta!"Saat ingin melangkah pergi Zeta di kejutkan dengan suara itu. "Ada urusan apa kalian memberhentikan jalan saya?" tanya Zeta tanpa ekspresi. Ia tak boleh takut dengan mereka, ia harus melawan rasa takut ini supaya mereka tak
Sementara di kantor, Zio tampak emosi mendengar kabar bahwa Zeta sudah bertemu dengan Feli dan Leni. Ia membanting guci yang terpampang apik di sudut ruangan, ia benar-benar marah sekarang. Untung saja di sini ada Bea, jadi bisa sedikit mengontrol emosi. Ia duduk di kursi kerjanya sembari memijat pelipisnya.Ia membiarkan pecahan guci itu berada di mana-mana, sementara Bea berdiri di samping Zio. Ia mengelus pundak Zio agar dia bisa lebih tenang, sebenarnya ia takut melihat Zio yang marah-marah. Bahkan yang lebih parahnya lagi Zio hendak menghabis bawahannya yang memberikan informasi tentang Zeta."Kamu jangan marah-marah, kasihan karyawan kamu yang takut," ucap Bea menasihati."Tapi adikku, dia dalam bahaya. Aku menjauhkan dia dari mereka, tapi Zeta malah masuk ke dalam jebakan mereka," balas Zio dengan nada putus asa."Semuanya pasti ada jalan, aku tau gimana posisi kamu. Ze
Zeta berada di restauran bersama dengan twins dan Albi, mereka makan siang bersama-sama. Zeta makan dengan tenang, begitu juga dengan Albi. Twins sendiri fokus sekali dengan makannya sampai-sampai mulutnya belepotan. Sebenarnya Zeta menutupi kesedihannya.Ia tak boleh sedih di hadapan twins, ia mengambil nafas dalam-dalam dan yakin semuanya akan baik-baik saja. Ia pun mengambil handphonenya yang berdering, ia menyalakan benda pipih itu. Ternyata ada pesan dari nomor tak di kenal. Ia pun membuka pesan itu, pengirim itu mengirimkan foto dirinya yang duduk di sini."Kita tahu di mana kau berada Zeta! Di mana pun kau pergi kita akan tahu," batin Zeta setelah membaca pesan itu. Jadi ada orang yang diam-diam memfoto dirinya di sini, ia semakin takut. Ancaman Feli memang terbukti, ini sudah jelas jika dirinya diikuti oleh seseorang."Kenapa?" tanya Albi saat melihat Zeta hanya fokus dengan teleponnya.
Di sebuah ruangan, Alex berdiri sembari menatap para bawahannya. Ia tersenyum bangga karena salah satu dari mereka berhasil memberikan Albi petunjuk bahwa ia masih hidup. Akhirnya ia bangun dari koma dengan perasaan dendam yang semakin memuncak. Ia tak akan pernah memaafkan Albi karena dia sudah membuat dirinya koma dalam waktu yang cukup lama.Ia sangat senang ketika kakaknya berhasil menghancurkan proyek Albi sewaktu ia koma, apalagi mendengar kabar bahwa Albi sempat putus asa hingga sakit. Itu semua merupakan kebanggaan tersendiri untuk dirinya, kakaknya selalu ada dan melakukan semuanya tanpa menunggu ia terlebih dahulu. Ia memang puas, tapi tak sepenuhnya puas."Bagaimana dengan Hilda?" tanya Alex."Beliau mengalami gangguan jiwa.""Selanjutnya apa yang terjadi dengan dia sewaktu saya koma?" tanya Alex lagi."Beliau sering menyakiti dirinya sendiri ka
Albi belum juga kembali setelah berpamitan tadi, Zeta memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajak Nathan bertemu dengan Hilda di rumah sakit. Tentu saja butuh perjuangan yang ekstra agar bisa sampai di rumah sakit, sebab bawahan Albi yang terus bertanya kemana ia akan pergi. Dengan berbagai alasan mereka semua membiarkan dirinya pergi membawa Nathan.Saat ini ia menggandeng tangan Nathan berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit. Sampai akhirnya ia sampai di depan ruang tempat di mana Hilda di rawat. Ia pun masuk tanpa menunggu lama-lama lagi, Nathan tampak ragu. Tapi ia menyakinkan anak itu agar mau mendekat ke arah Hilda yang masih tertidur dengan tenang."Tante Hilda kenapa?" tanya Nathan setelah melihat kondisi Hilda yang memprihatinkan."Mama kamu sakit," jawab Zeta sembari tersenyum kecil."Tapi kenapa tangannya di ikat? Tante Hilda enggak apa-apa 'kan?" tanya Nathan de
Zeta di marahi habis-habisan oleh Albi di halaman belakang, Zeta hanya bisa menunduk ketika suara nyaring Albi melaju kepada indra pendengaranya. Ini memang salahnya, jadi ia harus menerima konsekuensinya. Untung saja Nathan dan Syika di lantai paling atas, jadi besar kemungkinan mereka tak mendengarkan Albi.Kemarahan Albi kali ini memang mengerikan, bahkan bodyguard di sini juga turut takut dengan Albi. Seolah-olah mereka juga kena imbas akibat perbuatan yang Zeta lakukan, intinya Albi itu mengerikan. Segala bentuk bentakan Zeta terima dengan lapang dada, jika ia berbicara sedikit saja maka katakan selamat tinggal pada dunia."Kau itu! Sudah saya peringatan untuk tak membawa Nathan ke sana! Tapi kau malah membawanya!" bentak Albi dengan suara rendah."Kau benar-benar keterlaluan Zeta! Kau itu sama sekali tak berhak dengan mereka! Itu semua kewajiban saya! Bukan kamu!" hardik Albi.
Setelah perdebatan tadi dengan Zeta, Albi berada di ruang kerjanya yang ada di dalam rumah. Ia memijat pelipisnya, Zeta benar-benar membuatnya marah. Sampai sekarang pun ia enggan untuk bertemu dengan Zeta, mungkin saja perempuan itu juga tak ingin bertemu dengan dirinya.Tiba-tiba saja pintunya dibuka, ia menatap ke arah pintu. Melihat siapa yang datang ia memundurkan kursinya dan berdiri, ia melihat Syika yang berjalan ke arahnya sembari membawa boneka. Lantas ia menghampiri Syika dan berjongkok guna mensejajarkan tingginya dengan anak perempuannya itu."Syika kenapa ke ruang kerja Papa?" tanya Albi."Kenapa Papa enggak keluar main sama Syik, Mama, dan juga Kakak?" tanya Syika dengan kepala sengaja dimiringkan."Kerjaan Papa masih banyak, adek main aja sama mereka," balas Albi."Enggak mau, Syika mau main sama Papa dan Mama," jawab Syika."Maafin Papa
"Mama mana sepatu kakak?""Mama? Mana koas kaki Syika? Syika mau berangkat sekolah mama, nanti telat.""Sayang kamu ke mana? Ke sini dong, jangan di kamar twins terus, bantuin aku pakai dasi dong."1 minggu berlalu setelah pernikahan Zeta dan Albi, beginilah kegiatan Zeta setiap paginya. Suara twins dan Albi yang saling bersahutan, kamarnya dengan twins bersebelahan. Jadi jika satu teriak semuanya terdengar, Zeta harus bolak-balik ke kamar Albi dan twins karena mereka terus saja memanggilnya.Saat ini Zeta berada di kamar twins, hari ini mereka kembali bersekolah setelah 1 minggu ambil cuti. Ia memakaikan mereka sepatu dan merapikan rambut mereka. Bahkan ia tak peduli dengan teriakan Albi yang terus memanggilnya, twins lebih penting dari apapun. Biarlah Albi marah-marah karena dirinya tak kunjung ke kamar."Kalian udah selesai, udah wangi, udah pakai sepatu. Ada lagi
3 bulan berlalu, hari ini adalah hari di mana Zeta dan Albi menikah. Mereka berdiri di atas panggung menyaksikan para tamu undangan, Zeta cukup cantik dengan dress berwarna putih yang memperlihatkan lengan putihnya. Di tangan Zeta sudah ada bunga Lily, yang mana itu merupakan bunga kesukaannya. Bisa dibilang dekorasi di sini sangat indah dan mewah.Dipenuhi dengan bunga Lily yang harganya tak main-main, Zeta sudah resmi menjadi istri Albi. Sementara Albi sendiri terpesona melihat kecantikan Zeta. Istrinya itu menjadi pusat perhatian semua orang, teman-teman Zeta pun semuanya hadir di sini dan mereka telah menikmati hidangan yang telah disediakan."Twins di mana?" tanya Zeta sembari melihat ke arah Albi."Dia bersama dengan Cakra, di sini banyak sekali kue, coklat, dan es krim. Itu semua kesukaan twins, mana mungkin mereka tak pergi makan ke sana," sahut Albi malas. Zeta tertawa kecil, karena dirinya lah
Zeta berjalan di lorong rumah sakit bersama dengan Albi, mereka akan pergi menuju ke ruang rawat Hilda. Di tangan Zeta sudah ada parsel buah, ia tak sabar bertemu dengan Hilda. Karena sudah lama sekali ia tak bertemu dengan Hilda. Sesampainya di depan pintu, mereka pun masuk ke dalam.Namun anehnya pintu dikunci dari luar, di sini juga sepi karena bodyguard Albi sudah tak lagi berjaga di depan sini. Lantas Zeta pun menghubungi perawat yang biasanya menjaga Hilda di sini, ia pun menyuruh perawat itu datang ke sini. Tak butuh waktu lama perawat itu datang dan langsung menghampiri dirinya."Mengapa ruangan ini di kunci dari luar? Di mana keberadaan Hilda? Dia baik-baik saja bukan?" tanya Zeta beruntun."Apakah anda tidak tau kabar tentang pasien yang sebelumnya menempati ruangan ini?"Dengan kompak Zeta dan Albi menggeleng. "Apa yang terjadi? Tidak ada sesuatu buruk 'kan?" tanya Zeta y
Zeta berada di sebuah taman bersama dengan Albi, mereka hanya berdua di sini menghabiskan waktu setelah kejadian yang menguras air mata. Twins sendiri sengaja tidak mereka ajak, karena mereka ingin di sini berdua saja. Di depan mereka sudah ada danau yang sangat indah, mereka berdiri berjejer.Tiba-tiba saja ada bodyguard Albi yang datang menghampiri mereka berdua dengan tergesa-gesa. Tentu saja hal itu membuat Albi dan Zeta terkejut, mereka berbalik badan dan menatap 1 bodyguard yang baru saja datang itu. Dia tampak mengatur nafasnya terengah-engah."Ada apa?" tanya Albi."Ada wanita tua yang memaksa ingin bertemu dengan nona Zeta."Merasa namanya dipanggil membuat alis Zeta berkerut. "Siapa yang mencari saya?" tanyanya."Saya tidak tak pasti siapa namanya, dia mengaku sebagai nenek anda. Apakah anda memiliki seorang nenek di sini?""
Hari ini Zeta sudah diperbolehkan untuk pulang, keadaannya sudah stabil. Zeta sendiri tengah duduk dan menyaksikan Zio memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Ia di rawat 1 minggu, dan 3 hari lalu ia terakhir bertemu dengan Albi. Sebenarnya Albi masih ada di rumah sakit, tapi Zio melarang dirinya untuk bertemu dengan Albi sampai dirinya benar-benar sembuh.Jadi sekarang ia baru bisa melihat keadaan Albi, tentu saja bersama dengan Zio. Tak lama kemudian Zio sudah selesai memasukkan barang-barangnya dan menyerahkan tas itu kepada bodyguard agar di bawah keluar. Zio menghampiri Zeta dan tersenyum ke arah Zeta, Zeta pun balik tersenyum ke arah Zio."Terima kasih, kakak udah jaga aku di sini," ujar Zeta."Itu sudah menjadi tugas kakak. Mau ketemu sama dia sekarang?" tanya Zio di akhir."Dia juga punya nama kak, namanya Albi. Masak dari dulu kakak panggil dia dia terus sih,"
Hari sudah mulai malam, Zeta sendiri tak bisa tenang karena terus memikirkan keadaan Albi. Di ruang rawatnya hanya ada Zio, dia sibuk berkutat dengan laptopnya. Sementara Bea dan Bia sudah kembali pulang sejak sore tadi. Zio sama sekali tak mengizinkan dirinya untuk keluar. Ia bingung sekali, sampai pada akhirnya ia memiliki sebuah rencana.Ia beranjak dari tempat tidur ini, dengan langkah tertatih ia menghampiri Zio. Ia pun berjalan sembari mendorong tiang infusnya, sepertinya Zio tak sadar dengan keberadaannya di sini. Sampai akhirnya ia berdehem dan membuat Zio menyadari keberadaan dirinya di depannya."Kamu jangan jalan-jalan dulu, bukankah aku sudah menyuruhmu untuk tidur?" tanya Zio."Aku mau bertemu dengan Albi, aku enggak bisa tidur sebelum bertemu sama dia," jawab Zeta."Enggak sekarang Zeta, besok abang janji untuk membawa kamu bertemu sama dia," ujar Zio mencoba unt
Sementara di sebuah ruang rawat terdapat Albi yang belum kunjung bangun dari tidur panjangnya setelah kejadian penembakan itu. Untung saja Albi bisa di selamatkan dan itu membuat semuanya bernafas lega. Di sini ada Cakra dan kedua orang tua Albi, mereka menunggu Albi bangun. Syika berada di dalam gendongan Cakra.Sampai akhirnya Cakra memuaskan untuk mengajak Syika keluar dari ruangan ini dan mendapatkan izin dari kedua orang tua Albi. Ia berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit. Ia baru saja mendapatkan informasi bahwa Zeta juga di rawat di sini, dan dirinya juga belum menjenguk Zeta karena tak tau ruangannya di mana."Mama di mana om?" tanya Syika dalam gendongan Cakra."Kamu rindu dengan Zeta?" tanya Cakra balik."Iya, Syi mau ketemu mama. Syi mau aduin ke mama kalau papa enggak mau bangun," jawab Syika polos."Syika turun dulu, om mau te
Hari ini tepat 3 hari setelah kejadian di mana Zeta di culik oleh Feli dan juga Ratna, Zeta sendiri sempat tak sadar selama dua hari karena ada luka serius di beberapa bagian tubuhnya. Saat ini Zio berada di ruang rawat Zeta, selama tiga hari Zio tetap menemani dan menunggu adiknya itu bangun.Zio sendiri tak mengalami luka serius, hanya tinggal menyembuhkan luka luar di wajahnya. Zeta sendiri sudah bangun, dia hanya bersandar di ujung kasur tanpa mengucapkan sepatah kata lagi. Hal itu membuat Zio khawatir, tapi dokter bilang Zeta hanya trauma saja dan dia akan kembali seperti semula."Zeta, bicara sama kakak. Tolong jangan diam saja," ujar Zio yang mulai frustasi."Kenapa aku masih hidup? Aku enggak mau hidup kalau hanya menyusahkan kalian, kenapa papa dan mama melarang ku untuk ikut bersama dengan mereka?" tanya Zeta dengan pandangan kosong."Enggak, kamu enggak pergi. Tolon
Polisi benar-benar datang, mereka berdiri di pinggir dengan posisi melingkar. Albi, Zeta, Ratna dan juga Feli berada di tengah-tengah. Polisi itu membawa pistol semua, tentu saja itu di arahkan kepada Feli dan Ratna. Bahkan bodyguard Zio dan Albi yang masih tersisa turut berada di sini. Zeta masih dalam posisi bersandar, kesadarannya benar-benar menipis.Tiba-tiba saja Ratna berlari ke arah Albi dan dengan gerakan singkat dia mengunci tangan Albi ke belakang. Tentu saja Albi tak siap dengan serangan yang tiba-tiba itu, polisi ingin mendekat tapi Albi menggeleng dan memberikan kode mata agar polisi tetap dalam tempatnya. Satu tangan Ratna memegang tangan Albi, sementara satu tangannya yang lain mencekik leher Albi dengan sikutnya"Kalian semua pergi dari sini atau dia yang mati?" tanya Ratna menatap satu persatu dari polisi itu. Ratna menyuruh Feli untuk berjalan ke arah Zeta dan langsung dituruti oleh Feli.