Di sebuah ruangan, Alex berdiri sembari menatap para bawahannya. Ia tersenyum bangga karena salah satu dari mereka berhasil memberikan Albi petunjuk bahwa ia masih hidup. Akhirnya ia bangun dari koma dengan perasaan dendam yang semakin memuncak. Ia tak akan pernah memaafkan Albi karena dia sudah membuat dirinya koma dalam waktu yang cukup lama.
Ia sangat senang ketika kakaknya berhasil menghancurkan proyek Albi sewaktu ia koma, apalagi mendengar kabar bahwa Albi sempat putus asa hingga sakit. Itu semua merupakan kebanggaan tersendiri untuk dirinya, kakaknya selalu ada dan melakukan semuanya tanpa menunggu ia terlebih dahulu. Ia memang puas, tapi tak sepenuhnya puas.
"Bagaimana dengan Hilda?" tanya Alex.
"Beliau mengalami gangguan jiwa."
"Selanjutnya apa yang terjadi dengan dia sewaktu saya koma?" tanya Alex lagi.
"Beliau sering menyakiti dirinya sendiri ka
Albi belum juga kembali setelah berpamitan tadi, Zeta memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajak Nathan bertemu dengan Hilda di rumah sakit. Tentu saja butuh perjuangan yang ekstra agar bisa sampai di rumah sakit, sebab bawahan Albi yang terus bertanya kemana ia akan pergi. Dengan berbagai alasan mereka semua membiarkan dirinya pergi membawa Nathan.Saat ini ia menggandeng tangan Nathan berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit. Sampai akhirnya ia sampai di depan ruang tempat di mana Hilda di rawat. Ia pun masuk tanpa menunggu lama-lama lagi, Nathan tampak ragu. Tapi ia menyakinkan anak itu agar mau mendekat ke arah Hilda yang masih tertidur dengan tenang."Tante Hilda kenapa?" tanya Nathan setelah melihat kondisi Hilda yang memprihatinkan."Mama kamu sakit," jawab Zeta sembari tersenyum kecil."Tapi kenapa tangannya di ikat? Tante Hilda enggak apa-apa 'kan?" tanya Nathan de
Zeta di marahi habis-habisan oleh Albi di halaman belakang, Zeta hanya bisa menunduk ketika suara nyaring Albi melaju kepada indra pendengaranya. Ini memang salahnya, jadi ia harus menerima konsekuensinya. Untung saja Nathan dan Syika di lantai paling atas, jadi besar kemungkinan mereka tak mendengarkan Albi.Kemarahan Albi kali ini memang mengerikan, bahkan bodyguard di sini juga turut takut dengan Albi. Seolah-olah mereka juga kena imbas akibat perbuatan yang Zeta lakukan, intinya Albi itu mengerikan. Segala bentuk bentakan Zeta terima dengan lapang dada, jika ia berbicara sedikit saja maka katakan selamat tinggal pada dunia."Kau itu! Sudah saya peringatan untuk tak membawa Nathan ke sana! Tapi kau malah membawanya!" bentak Albi dengan suara rendah."Kau benar-benar keterlaluan Zeta! Kau itu sama sekali tak berhak dengan mereka! Itu semua kewajiban saya! Bukan kamu!" hardik Albi.
Setelah perdebatan tadi dengan Zeta, Albi berada di ruang kerjanya yang ada di dalam rumah. Ia memijat pelipisnya, Zeta benar-benar membuatnya marah. Sampai sekarang pun ia enggan untuk bertemu dengan Zeta, mungkin saja perempuan itu juga tak ingin bertemu dengan dirinya.Tiba-tiba saja pintunya dibuka, ia menatap ke arah pintu. Melihat siapa yang datang ia memundurkan kursinya dan berdiri, ia melihat Syika yang berjalan ke arahnya sembari membawa boneka. Lantas ia menghampiri Syika dan berjongkok guna mensejajarkan tingginya dengan anak perempuannya itu."Syika kenapa ke ruang kerja Papa?" tanya Albi."Kenapa Papa enggak keluar main sama Syik, Mama, dan juga Kakak?" tanya Syika dengan kepala sengaja dimiringkan."Kerjaan Papa masih banyak, adek main aja sama mereka," balas Albi."Enggak mau, Syika mau main sama Papa dan Mama," jawab Syika."Maafin Papa
Masih di dalam taksi, sekarang kedua tangan Zeta diikat di belakang. Mulutnya disumpal oleh kain, bahkan kedua kakinya juga turut di ikat. Ia meronta-ronta namun tak dipedulikan oleh supir itu, ia lelah. Keringat mengalir dari pelipisnya, berteriak namun suaranya tak terdengar. Itu sangat menyakitkan.Bahkan ia sudah menangis karena takut, tadi ponselnya dibuang ke luar. Tenaganya tak sebanding dengan orang itu, tapi ia bisa sedikit bernafas lega karena sudah menghubungi Zio. Walaupun suara Zio sempat tak terdengar di telinganya. Tiba-tiba saja mobil ini berhenti, ia mengeluarkan suara tapi suaranya teredam."Jika tidak ingin di ikat menurutlah!""Mudah sekali menangkap dirimu, bayaran banyak akan segera saya dapatkan."Mendengar hal itu membuat Zeta semakin takut. "Tuhan, tolong," batin Zeta menjerit.Supir itu keluar, lantas dia menarik tubuhnya dan mengeluarkan dir
Albi berada di dalam mobil, baru saja ia mendapatkan kabar bahwa Zeta diculik oleh seseorang. Itupun ia tahu dari bawahannya yang ia tugaskan untuk mengikuti Zeta pulang, tapi mereka kehilangan jejak taksi yang membawa Zeta pulang. Langsung saja ia datang ke tempat yang sudah bawahannya lacak.Tentu saja ia tak sendirian, ia bersama dengan Cakra. Ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, jika ditanya ia sangat panik dengan keadaan Zeta. Apalagi jadi ia habis bertengkar kecil dengan dia dan belum baikan hingga sampai sekarang. Yang jelas ia akan memastikan Zeta baik-baik saja dan dia akan pulang dengan selamat."Mengapa bodyguard bodoh itu masih berada di belakang? Apakah mereka tidak bisa menyalip dan sampai di sana terlebih dahulu?!" tanya Albi tak habis pikir sembari melihat mobil bodyguard di belakang dari spion."Kecepatan mobilmu ini tak bisa dicapai oleh mereka, jadi sedikit kurangi k
Zio sudah sampai di tempat di mana Zeta disandera, ia segera turun dari dalam mobil bodyguardnya. Detik itu juga banyak sekali bodyguard Lixston yang berdiri mengelilinginya. Ia menatap mereka satu persatu, tubuh yang gagah dengan tatapan tajam. Sepertinya ia akan berolahraga melawan mereka.Bukan musuh yang terlalu berat untuknya, lantas ia memberikan kode kepada yang lainnya untuk melawan mereka semua. Terjadilah aksi saking adu fisik, tak ada yang mau mengalah. Begitu juga dengan Zio, yang sangat brutal melawan mereka semua. Hans juga membantu Zio, banyak sekali orang yang sudah tumbang di sini.BughBughBugh"DI MANA ZETA SIALAN?" tanya Zio saat sudah berhasil melumpuhkan mereka."Saya tidak akan memberitahu! Saya sudah janji dengan Nyonya.""JANJI DENGAN WANITA TUA ITU? APAKAH KALIAN BERCANDA?" tanya Zio dengan nad
Zeta melihat Zio yang dipukuli oleh mereka, ia mencoba untuk bangkit dari posisinya walau tak bisa. Bahkan sekarang Zio melawan mereka semua seorang diri, tentu saja Zio tak bisa melawan karena jumlahnya yang tak sepadan. Ia merasa menjadi orang yang paling tak berguna di sini.Bertubi-tubi Zio mendapatkan pukulan dan dirinya melihatnya secara langsung, sampai akhirnya ia berhasil berdiri. Ia mengambil balok kayu di sudut ruangan, kebetulan Ratna dan Feli tak ada di sini. Itu artinya ada kemungkinan untuk dirinya dan Zio selamat dari sini. Setelah mendapatkan balok kayu itu ia mendekat ke arah orang-orang yang memukuli Zio.BughBughBughBughBughBughIa memukuli mereka semua hingga membuat mereka tersungkur, ia membuang balok kayu itu dan mendekat ke arah Zio. "Kau tak apa?" tanya Zeta sembari membantu
Polisi benar-benar datang, mereka berdiri di pinggir dengan posisi melingkar. Albi, Zeta, Ratna dan juga Feli berada di tengah-tengah. Polisi itu membawa pistol semua, tentu saja itu di arahkan kepada Feli dan Ratna. Bahkan bodyguard Zio dan Albi yang masih tersisa turut berada di sini. Zeta masih dalam posisi bersandar, kesadarannya benar-benar menipis.Tiba-tiba saja Ratna berlari ke arah Albi dan dengan gerakan singkat dia mengunci tangan Albi ke belakang. Tentu saja Albi tak siap dengan serangan yang tiba-tiba itu, polisi ingin mendekat tapi Albi menggeleng dan memberikan kode mata agar polisi tetap dalam tempatnya. Satu tangan Ratna memegang tangan Albi, sementara satu tangannya yang lain mencekik leher Albi dengan sikutnya"Kalian semua pergi dari sini atau dia yang mati?" tanya Ratna menatap satu persatu dari polisi itu. Ratna menyuruh Feli untuk berjalan ke arah Zeta dan langsung dituruti oleh Feli.
"Mama mana sepatu kakak?""Mama? Mana koas kaki Syika? Syika mau berangkat sekolah mama, nanti telat.""Sayang kamu ke mana? Ke sini dong, jangan di kamar twins terus, bantuin aku pakai dasi dong."1 minggu berlalu setelah pernikahan Zeta dan Albi, beginilah kegiatan Zeta setiap paginya. Suara twins dan Albi yang saling bersahutan, kamarnya dengan twins bersebelahan. Jadi jika satu teriak semuanya terdengar, Zeta harus bolak-balik ke kamar Albi dan twins karena mereka terus saja memanggilnya.Saat ini Zeta berada di kamar twins, hari ini mereka kembali bersekolah setelah 1 minggu ambil cuti. Ia memakaikan mereka sepatu dan merapikan rambut mereka. Bahkan ia tak peduli dengan teriakan Albi yang terus memanggilnya, twins lebih penting dari apapun. Biarlah Albi marah-marah karena dirinya tak kunjung ke kamar."Kalian udah selesai, udah wangi, udah pakai sepatu. Ada lagi
3 bulan berlalu, hari ini adalah hari di mana Zeta dan Albi menikah. Mereka berdiri di atas panggung menyaksikan para tamu undangan, Zeta cukup cantik dengan dress berwarna putih yang memperlihatkan lengan putihnya. Di tangan Zeta sudah ada bunga Lily, yang mana itu merupakan bunga kesukaannya. Bisa dibilang dekorasi di sini sangat indah dan mewah.Dipenuhi dengan bunga Lily yang harganya tak main-main, Zeta sudah resmi menjadi istri Albi. Sementara Albi sendiri terpesona melihat kecantikan Zeta. Istrinya itu menjadi pusat perhatian semua orang, teman-teman Zeta pun semuanya hadir di sini dan mereka telah menikmati hidangan yang telah disediakan."Twins di mana?" tanya Zeta sembari melihat ke arah Albi."Dia bersama dengan Cakra, di sini banyak sekali kue, coklat, dan es krim. Itu semua kesukaan twins, mana mungkin mereka tak pergi makan ke sana," sahut Albi malas. Zeta tertawa kecil, karena dirinya lah
Zeta berjalan di lorong rumah sakit bersama dengan Albi, mereka akan pergi menuju ke ruang rawat Hilda. Di tangan Zeta sudah ada parsel buah, ia tak sabar bertemu dengan Hilda. Karena sudah lama sekali ia tak bertemu dengan Hilda. Sesampainya di depan pintu, mereka pun masuk ke dalam.Namun anehnya pintu dikunci dari luar, di sini juga sepi karena bodyguard Albi sudah tak lagi berjaga di depan sini. Lantas Zeta pun menghubungi perawat yang biasanya menjaga Hilda di sini, ia pun menyuruh perawat itu datang ke sini. Tak butuh waktu lama perawat itu datang dan langsung menghampiri dirinya."Mengapa ruangan ini di kunci dari luar? Di mana keberadaan Hilda? Dia baik-baik saja bukan?" tanya Zeta beruntun."Apakah anda tidak tau kabar tentang pasien yang sebelumnya menempati ruangan ini?"Dengan kompak Zeta dan Albi menggeleng. "Apa yang terjadi? Tidak ada sesuatu buruk 'kan?" tanya Zeta y
Zeta berada di sebuah taman bersama dengan Albi, mereka hanya berdua di sini menghabiskan waktu setelah kejadian yang menguras air mata. Twins sendiri sengaja tidak mereka ajak, karena mereka ingin di sini berdua saja. Di depan mereka sudah ada danau yang sangat indah, mereka berdiri berjejer.Tiba-tiba saja ada bodyguard Albi yang datang menghampiri mereka berdua dengan tergesa-gesa. Tentu saja hal itu membuat Albi dan Zeta terkejut, mereka berbalik badan dan menatap 1 bodyguard yang baru saja datang itu. Dia tampak mengatur nafasnya terengah-engah."Ada apa?" tanya Albi."Ada wanita tua yang memaksa ingin bertemu dengan nona Zeta."Merasa namanya dipanggil membuat alis Zeta berkerut. "Siapa yang mencari saya?" tanyanya."Saya tidak tak pasti siapa namanya, dia mengaku sebagai nenek anda. Apakah anda memiliki seorang nenek di sini?""
Hari ini Zeta sudah diperbolehkan untuk pulang, keadaannya sudah stabil. Zeta sendiri tengah duduk dan menyaksikan Zio memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Ia di rawat 1 minggu, dan 3 hari lalu ia terakhir bertemu dengan Albi. Sebenarnya Albi masih ada di rumah sakit, tapi Zio melarang dirinya untuk bertemu dengan Albi sampai dirinya benar-benar sembuh.Jadi sekarang ia baru bisa melihat keadaan Albi, tentu saja bersama dengan Zio. Tak lama kemudian Zio sudah selesai memasukkan barang-barangnya dan menyerahkan tas itu kepada bodyguard agar di bawah keluar. Zio menghampiri Zeta dan tersenyum ke arah Zeta, Zeta pun balik tersenyum ke arah Zio."Terima kasih, kakak udah jaga aku di sini," ujar Zeta."Itu sudah menjadi tugas kakak. Mau ketemu sama dia sekarang?" tanya Zio di akhir."Dia juga punya nama kak, namanya Albi. Masak dari dulu kakak panggil dia dia terus sih,"
Hari sudah mulai malam, Zeta sendiri tak bisa tenang karena terus memikirkan keadaan Albi. Di ruang rawatnya hanya ada Zio, dia sibuk berkutat dengan laptopnya. Sementara Bea dan Bia sudah kembali pulang sejak sore tadi. Zio sama sekali tak mengizinkan dirinya untuk keluar. Ia bingung sekali, sampai pada akhirnya ia memiliki sebuah rencana.Ia beranjak dari tempat tidur ini, dengan langkah tertatih ia menghampiri Zio. Ia pun berjalan sembari mendorong tiang infusnya, sepertinya Zio tak sadar dengan keberadaannya di sini. Sampai akhirnya ia berdehem dan membuat Zio menyadari keberadaan dirinya di depannya."Kamu jangan jalan-jalan dulu, bukankah aku sudah menyuruhmu untuk tidur?" tanya Zio."Aku mau bertemu dengan Albi, aku enggak bisa tidur sebelum bertemu sama dia," jawab Zeta."Enggak sekarang Zeta, besok abang janji untuk membawa kamu bertemu sama dia," ujar Zio mencoba unt
Sementara di sebuah ruang rawat terdapat Albi yang belum kunjung bangun dari tidur panjangnya setelah kejadian penembakan itu. Untung saja Albi bisa di selamatkan dan itu membuat semuanya bernafas lega. Di sini ada Cakra dan kedua orang tua Albi, mereka menunggu Albi bangun. Syika berada di dalam gendongan Cakra.Sampai akhirnya Cakra memuaskan untuk mengajak Syika keluar dari ruangan ini dan mendapatkan izin dari kedua orang tua Albi. Ia berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit. Ia baru saja mendapatkan informasi bahwa Zeta juga di rawat di sini, dan dirinya juga belum menjenguk Zeta karena tak tau ruangannya di mana."Mama di mana om?" tanya Syika dalam gendongan Cakra."Kamu rindu dengan Zeta?" tanya Cakra balik."Iya, Syi mau ketemu mama. Syi mau aduin ke mama kalau papa enggak mau bangun," jawab Syika polos."Syika turun dulu, om mau te
Hari ini tepat 3 hari setelah kejadian di mana Zeta di culik oleh Feli dan juga Ratna, Zeta sendiri sempat tak sadar selama dua hari karena ada luka serius di beberapa bagian tubuhnya. Saat ini Zio berada di ruang rawat Zeta, selama tiga hari Zio tetap menemani dan menunggu adiknya itu bangun.Zio sendiri tak mengalami luka serius, hanya tinggal menyembuhkan luka luar di wajahnya. Zeta sendiri sudah bangun, dia hanya bersandar di ujung kasur tanpa mengucapkan sepatah kata lagi. Hal itu membuat Zio khawatir, tapi dokter bilang Zeta hanya trauma saja dan dia akan kembali seperti semula."Zeta, bicara sama kakak. Tolong jangan diam saja," ujar Zio yang mulai frustasi."Kenapa aku masih hidup? Aku enggak mau hidup kalau hanya menyusahkan kalian, kenapa papa dan mama melarang ku untuk ikut bersama dengan mereka?" tanya Zeta dengan pandangan kosong."Enggak, kamu enggak pergi. Tolon
Polisi benar-benar datang, mereka berdiri di pinggir dengan posisi melingkar. Albi, Zeta, Ratna dan juga Feli berada di tengah-tengah. Polisi itu membawa pistol semua, tentu saja itu di arahkan kepada Feli dan Ratna. Bahkan bodyguard Zio dan Albi yang masih tersisa turut berada di sini. Zeta masih dalam posisi bersandar, kesadarannya benar-benar menipis.Tiba-tiba saja Ratna berlari ke arah Albi dan dengan gerakan singkat dia mengunci tangan Albi ke belakang. Tentu saja Albi tak siap dengan serangan yang tiba-tiba itu, polisi ingin mendekat tapi Albi menggeleng dan memberikan kode mata agar polisi tetap dalam tempatnya. Satu tangan Ratna memegang tangan Albi, sementara satu tangannya yang lain mencekik leher Albi dengan sikutnya"Kalian semua pergi dari sini atau dia yang mati?" tanya Ratna menatap satu persatu dari polisi itu. Ratna menyuruh Feli untuk berjalan ke arah Zeta dan langsung dituruti oleh Feli.