Xuan Li berdiri di depan pintu rumah kayu sederhana yang ia sewa dari pasangan Zhao Yun dan Liu Ying. Rumah itu memancarkan aura hangat. Bunga-bunga liar tumbuh di sekitarnya, sementara aroma kayu segar menguar lembut setiap kali angin berembus.“Kami senang bisa menerima tamu seperti Anda,” kata Zhao Yun, pria paruh baya dengan tubuh sedikit membungkuk. Meskipun wajahnya penuh kerutan, senyumnya memancarkan ketulusan. “Desa kami jarang kedatangan orang asing.”“Iya, kami merasa seperti punya anak sendiri,” kata Liu Ying sambil membawa secangkir teh panas. Uapnya naik perlahan, membawa aroma daun teh lokal yang menenangkan.Xuan Li tersenyum tipis dan mengangguk sopan, meskipun di dalam hatinya ia merasa canggung menerima keramahan yang jarang ia alami.“Terima kasih, Paman Zhao, Bibi Liu. Kalian sangat baik.”Sejak pertama kali menginjakkan kaki di desa ini, Xuan Li selalu menjaga jarak dengan penduduk lainnya. Hanya kepada Zhao Yun dan Liu Ying ia sedikit membuka diri, meski tetap b
Malam itu terasa berbeda. Xuan Li duduk bersila di lantai kamarnya yang kecil, mencoba memusatkan pikirannya pada kultivasi. Namun, cerita Zhao Yun tentang makhluk yang disegel di sumur tua tak henti-hentinya menghantui benaknya."Lembah di utara, akar naga angin, dan makhluk itu..." gumamnya pelan. "Apakah semua ini saling terkait?"Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, suara samar terdengar dari kejauhan. Ting… ting… ting… Seperti bunyi lonceng kecil yang tertiup angin malam, namun nadanya ganjil, nyaris menyeramkan.Xuan Li membuka matanya perlahan. Suara itu tidak wajar. Ada sesuatu yang aneh malam ini.Dari kamar sebelah, ia mendengar percakapan berbisik antara Zhao Yun dan Liu Ying.“Suamiku, suara itu muncul lagi...” suara Liu Ying terdengar gemetar.“Apa mungkin segel itu melemah?” balas Zhao Yun dengan nada penuh kecemasan.Xuan Li memperhatikan dengan seksama. Ia segera berdiri, mengenakan jubahnya, lalu melangkah keluar dari kamar. Angin dingi
Xuan Li berdiri di tepi sumur tua yang dipenuhi aura kegelapan. Tanpa ragu, ia mulai menggerakkan tangannya, membentuk pola rumit di udara. Setiap gerakan memancarkan cahaya spiritual berwarna kebiruan yang terasa dingin namun kokoh. Cahaya itu membentuk lingkaran besar yang perlahan turun, menyelimuti sumur tempat Lin Gong disegel.Namun, kekuatan besar di dalam sumur tidak tinggal diam. Energi gelap yang berdesir naik menimbulkan ledakan kecil yang mengguncang tanah di sekitar sumur. Udara terasa berat, penuh dengan tekanan yang menyesakkan. Xuan Li terdorong ke belakang, namun ia segera menstabilkan dirinya, kaki mantap menapak tanah. Ia membentuk formasi penghalang, sebuah lingkaran energi pelindung di sekitarnya.“Lin Gong, kau harus tetap tinggal,” gumamnya, meski napasnya sedikit tersengal.Dari dalam sumur, tidak ada suara balasan. Sebaliknya, energi gelap yang memancar dari sana semakin pekat, seolah memiliki kehidupan sendiri. Tanah di sekitarnya bergetar, dan aura dingin m
Xuan Li duduk bersila di hadapan Lin Gong, mencoba menenangkan pikirannya. Gelapnya sumur dan kehadiran energi gelap yang berat seolah menekan tubuhnya, namun ia tidak membiarkan hal itu mengganggu konsentrasinya. Ia menarik napas dalam-dalam, memusatkan auranya. Dengan hati-hati, ia mulai menggerakkan kedua tangannya, menciptakan simbol-simbol kuno di udara.Simbol-simbol itu bercahaya lembut, seakan-akan diukir dengan cahaya bulan yang menembus kegelapan. Setiap gerakan tangannya memancarkan aura kuno, energi murni yang tidak biasa ditemukan di dunia. Ini adalah teknik rahasia yang diwariskan oleh Tabib Hantu Wu, gurunya, sebuah seni penyembuhan yang tidak hanya menyentuh tubuh, tetapi juga jiwa.“Energi di tubuhmu tidak seimbang,” ucap Xuan Li perlahan, lebih kepada dirinya sendiri. “Transformasi ganda dan akar naga angin yang gagal dimurnikan telah merusak inti spiritualmu. Tapi mungkin ini masih bisa diperbaiki.”Lin Gong memandangnya dengan sorot mata tajam. “Kau berbicara seol
Xuan Li duduk bersila dengan pandangan kosong. Di hadapannya, Lin Gong menunggu dengan tatapan penuh harap. Tetapi pikiran Xuan Li berputar-putar tanpa henti. Keputusan ini terlalu besar untuk diambil dengan tergesa-gesa. Melepaskan segel Lin Gong berarti membiarkan makhluk itu bebas, tetapi risiko apa yang akan ditanggungnya jika Lin Gong mengingkari janjinya?Xuan Li menghela napas panjang, lalu tanpa berkata apa-apa, ia merogoh kantong kecil di jubahnya dan mengeluarkan sebuah pil pemulih. Pil itu berwarna hijau zamrud, memancarkan aroma herbal yang menyegarkan. Dengan satu gerakan sederhana, ia menelannya, membiarkan energi pil itu menyebar ke seluruh tubuhnya.Lin Gong memperhatikan dengan penuh rasa ingin tahu. "Pil itu..." gumamnya, mengernyitkan dahi. "Kau seorang alkemis?"Xuan Li tidak menjawab. Ia menutup matanya dan mulai bermeditasi, membiarkan energi pil tersebut menyatu dengan tubuhnya. Cahaya lembut mulai memancar dari tubuhnya, menandakan bahwa ia sedang memulihkan k
"Desa ini harus tetap aman."Lin Gong berbicara dengan nada yang berat namun tulus. Xuan Li berdiri diam, memandang makhluk setengah naga di hadapannya. Ada kehangatan samar di balik tatapan Lin Gong, sebuah pengabdian yang tak pernah Xuan Li sangka akan ia temukan di makhluk yang telah dikurung selama berabad-abad.“Jadi... selama ini kau tetap melindungi desa ini, bahkan ketika mereka menganggapmu monster,” gumam Xuan Li pelan, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri.Lin Gong hanya mengangguk perlahan. “Mereka adalah keturunanku,” katanya, suaranya rendah namun menggema. “Aku tidak akan membiarkan desa ini hancur, bahkan jika mereka tidak lagi mengenal siapa aku sebenarnya.”Kata-kata itu membuat dada Xuan Li sesak. Sejenak ia memejamkan mata, membiarkan pikirannya melayang pada dilema yang tengah dihadapinya. Apakah benar bijaksana membebaskan Lin Gong? Di satu sisi, ia adalah makhluk yang pernah dianggap ancaman. Namun di sisi lain, ketulusan yang terpancar dari dirinya t
Ketika riuh suara penduduk desa perlahan menghilang, Xuan Li melangkah maju. Dengan tubuh yang masih terasa lelah, ia menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. Di hadapannya, puluhan pasang mata menatap penuh tanda tanya, bercampur kekhawatiran dan ketidakpercayaan.“Saya ingin menyampaikan sesuatu,” kata Xuan Li, suaranya tenang namun terdengar jelas di tengah keheningan. Ia berhenti sejenak, memandang penduduk desa satu per satu. “Saya meminta maaf atas keputusan yang telah saya ambil tanpa meminta pendapat kalian terlebih dahulu.”Kata-katanya langsung memicu bisik-bisik di antara kerumunan.“Apa yang dia maksud?” tanya seorang pria tua kepada tetangganya.“Saya telah membebaskan makhluk yang selama ini dikurung di sumur tua itu,” lanjut Xuan Li tanpa ragu. “Saya tahu apa yang saya lakukan ini mungkin menimbulkan banyak pertanyaan, bahkan kemarahan. Jika kalian merasa dirugikan, saya siap bertanggung jawab.”Bisikan semakin keras. Beberapa penduduk terlihat ket
Saat matahari perlahan tenggelam di cakrawala, Xuan Li berjalan mendekati Zhao Yun dan Liu Ying yang berdiri di pintu gerbang desa. Udara sore terasa sejuk, membawa aroma tanah lembap dan bunga liar. Mata mereka penuh haru, menyadari bahwa tamu yang telah menjadi bagian dari kehidupan desa itu akan pergi.“Ini untuk kalian,” ujar Xuan Li sambil menyerahkan sekantong kecil uang. Cahaya jingga dari matahari senja memantulkan kilauan dari logam perak yang ada di dalamnya.“Tuan Wu Yu, ini terlalu banyak,” kata Liu Ying, suara wanita itu penuh rasa terima kasih bercampur penolakan. “Kami tidak bisa menerimanya.”“Tolong terima,” kata Xuan Li dengan lembut namun tegas. “Anggap ini sebagai ungkapan terima kasihku. Aku berutang banyak pada kalian.”Zhao Yun mengangguk pelan, menerima kantong itu dengan kedua tangan. “Terima kasih, Tuan Wu Yu. Desa ini tak akan pernah melupakan kebaikanmu.”Xuan Li hanya tersenyum kecil, lalu menunduk hormat sebelum membalikkan tubuhnya. Meski berat meninggal
Tubuh Xuan Li perlahan membangkitkan napas baru.Tubuh giok miliknya bukan tubuh biasa. Ia lahir untuk menyerap energi spiritual dalam jumlah besar, lebih banyak daripada tubuh kultivator biasa mana pun.Saat ia bermeditasi di tepi kolam spiritual, air berkilau di hadapannya bergetar, lalu surut drastis. Energi murni di dalam kolam itu seperti sungai yang kehilangan hulunya, mengalir deras ke dalam tubuh Xuan Li.Tak butuh waktu lama, permukaan air di kolam mulai surut, warnanya memucat.Xuan Li membuka matanya sedikit."Aku sudah menyerap seluruh kolam ini..." pikirnya dalam hati.Namun rasa lapar pada tubuh gioknya belum sepenuhnya terpuaskan.Tanpa banyak pertimbangan, ia melangkah ke kolam kecil lain di sebelahnya. Aura kolam itu serupa, murni, kaya, dan berbahaya bagi siapa pun yang tidak siap.Ia duduk bersila lagi.Tubuhnya secara alami mulai menarik energi spiritual, seperti pusaran air di tengah badai. Kali ini, lebih rakus daripada sebelumnya.Di sudut lain lembah, di tempat
"Bantu aku memperbaiki segel," ucap wanita itu dengan nada datar. "Sebagai gantinya, aku memberimu tempat berlindung... dan perlindungan."Xuan Li menatap lurus ke matanya.Yang ia lihat bukan kehangatan, bukan ketulusan, melainkan ketenangan liar, seperti binatang buas yang sudah lama berdamai dengan bau kematian.Ia tahu tawaran ini berbahaya.Namun di belakangnya, makhluk pengisap jiwa masih mengelilingi. Menunda berarti mengantar diri ke kematian dan Mo Xiang tidak akan bertahan."Baik," jawab Xuan Li pendek.Wanita itu mengangguk ringan, lalu berbalik."Ikuti aku."Riak formasi di depannya mengembang, membuka jalan seperti air yang terbelah.Xuan Li menyesuaikan beban Mo Xiang di punggungnya, lalu melangkah masuk.Begitu melewati batas formasi, hawa berat dan tekanan jiwa dari luar lenyap seperti kabut yang tersapu angin.Pemandangan berubah drastis.Tanah tandus berganti dengan padang luas berselimut kabut tipis. Pohon-pohon asing tumbuh di mana-mana, akarnya menancap kuat pada
Xuan Li belum jauh meninggalkan platform batu ketika suara jeritan maut menghantam telinganya.Ia menoleh sekilas.Salah satu anggota Alam Bayangan yang sebelumnya masih hidup kini menggeliat dalam cengkeraman makhluk hitam raksasa. Tubuh makhluk itu berbentuk kabut pekat, menggumpal seperti asap, dengan kilatan merah samar di dalamnya.Dalam sekejap, tubuh anggota Alam Bayangan itu mengering. Energi hidup dan seluruh kultivasinya diserap bersih, meninggalkan kulit keriput yang hancur menjadi debu.Makhluk itu tidak berhenti.Ia membungkuk, menyapu tubuh satunya yang sudah mati. Sisa energi spiritual yang belum sepenuhnya lepas ikut tersedot habis. Tidak ada yang tersisa. Hanya darah dan debu yang perlahan menghilang terbawa angin.Xuan Li mengeraskan ekspresi.Ia mempercepat langkah, tubuhnya berubah menjadi bayangan kabur. Setiap langkahnya ringan, seperti menginjak udara.Namun...Makhluk itu mengangkat kepalanya. Dua titik merah pekat, seperti mata tanpa bentuk, berkedip di dalam
Tarikan itu berhenti.Tubuh Xuan Li melayang sesaat, lalu...Brak!Ia jatuh menghantam permukaan keras. Suara benturan menggema pendek di udara yang sunyi.Xuan Li berguling sekali sebelum segera bangkit, mata waspada menyapu sekeliling. Platform batu abu-abu membentang di bawah kakinya, penuh dengan ukiran-ukiran aneh yang berkilau samar dalam gelap.Di depannya, Mo Xiang terkapar.Tubuh pemuda itu berlumuran darah. Napasnya tersengal, seakan tinggal menunggu waktu untuk padam. Tidak jauh dari Mo Xiang, dua tubuh lain — anggota Alam Bayangan — tergeletak tak bergerak. Darah menggenang di sekitar mereka. Tidak jelas apakah mereka masih hidup atau sudah menjadi mayat.Xuan Li menghampiri Mo Xiang tanpa banyak pikir. Ia berlutut, memeriksa denyut nadinya.Lemah. Sangat lemah. Tapi masih ada.Wajah Xuan Li tetap tanpa ekspresi. Ia mengeluarkan dua pil dari kantong penyimpanannya. Pil pemulih energi kelas tinggi, berwarna putih kehijauan, menguarkan aroma pahit khas ramuan spiritual murni
Xuan Li berdiri kaku mata tajam tak lepas dari empat anggota Alam Bayangan di hadapannya. Di antara mereka, Mo Xiang berlutut, tubuhnya gemetar, darah menetes dari sudut mulutnya.Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh kurus dengan jubah hitam compang-camping, menyeringai. Ia menendang Mo Xiang tanpa ampun.Bugh!Tubuh Mo Xiang terhempas ke lantai batu. Erangan tertahan keluar dari bibirnya.Wajah Xuan Li mengeras.Tangannya sempat bergerak. Aura membunuhnya melonjak. Namun, sebelum serangannya meluncur, pria itu menginjak punggung Mo Xiang, membuat tubuh yang sudah lemah itu memuntahkan darah lagi."Gerakkan satu jari lagi," kata si pria kurus, "dan kami remukkan kepalanya di depanmu."Xuan Li membeku.Matanya penuh bara, tapi pedangnya tetap tergenggam erat. Otot-otot tubuhnya menegang, seolah menahan gelombang kekuatan yang hendak meledak."Ayo," ejek pria berambut putih pendek, "buang pedangmu. Ikut kami dengan baik. Atau dia mati."Mo Xiang mengangkat kepalanya dengan susa
Kabut yang semula menggantung kini menyibak pelan, menampakkan sosok berjubah panjang dengan tudung menutupi wajahnya. Auranya berat, gelap, seolah menarik semua cahaya di ruangan itu.Xuan Li tidak bergerak. Sorot matanya tetap dingin, meski napasnya belum sepenuhnya stabil. Tubuhnya baru saja memulihkan diri dari pertarungan berat dengan para penjaga segel, tapi ia tahu... sosok ini bukan lawan biasa."Sudah kuduga," ujar orang itu. Suaranya dalam, datar, namun terasa seperti paku menusuk tulang. "Tubuh giok... akhirnya muncul juga."Xuan Li menyipitkan mata."Jadi kau datang bukan karena simpul, tapi karena aku.""Aku merasakan ledakan aura tubuh giokmu dari jauh. Bahkan para penatua Alam Bayangan yang bersemedi di lembah terdalam ikut terguncang. Kau tidak bisa lagi bersembunyi."Xuan Li menggertakkan gigi. Sial, kekuatan tubuh gioknya memang baru saja ia gunakan secara penuh untuk mengatasi penjaga terakhir. Dia terlalu terburu-buru."Apa yang akan kau lakukan?" tanya Xuan Li, da
Sebelum kembali menghancurkan segel, Xuan Li mengeluarkan sebuah pil untuk memulihkan luka-lukanya terlebih dahulu."Pil Pemulih Jiwa... semoga cukup untuk tahap ini."Tanpa ragu, ia menelannya. Dalam sekejap, aliran hangat menjalar dari dada ke seluruh tubuh. Retakan di tulangnya menyatu, otot-otot yang sobek menegang kembali, dan luka di punggungnya tertutup seperti tak pernah ada. Napasnya kembali stabil.Tak ingin membuang waktu, ia bangkit dan menggerakkan tangannya dengan pola tertentu untuk menggunakan teknik pengendalian jiwa.Tangannya membentuk rune sederhana, lalu mengarahkannya ke penjaga segel simpul selanjutnya yang berdiri di kejauhan. Wujud penjaga itu bukan makhluk hidup, melainkan entitas roh kuno hasil pemanggilan, namun tetap memiliki sedikit kesadaran."Jiwa yang terbelenggu waktu, dengarlah panggilanku..." bisiknya lirih.Aura gelap keluar dari matanya, menyebar seperti kabut pekat. Penjaga itu mendadak menggigil, tubuhnya goyah. Cahaya biru yang membalut tubuhny
Xuan Li berdiri di hadapan lorong yang memanjang ke bawah tanah, di mana simpul terakhir dari jalur energi Alam Bayangan tersembunyi.Ia memejamkan mata sejenak, lalu menghela napas pelan. Di bawah sana ada segel tujuh lapis, masing-masing dirancang untuk mencegah penyusup masuk.‘Segel tujuh lapis... tidak bisa dibuka tanpa energi spiritual,’ pikirnya. ‘Tapi sekali aku menggunakannya, mereka akan tahu aku di sini.’Ia merapat ke dinding, bergerak perlahan menuruni lorong. Tanpa suara. Ta Langkahnya setenang air, menyatu dengan kegelapan. Tapi meski begitu, tekanan dari segel pertama sudah terasa meskipun jaraknya masih beberapa puluh zhang. Itu bukan hanya penghalang fisik, itu adalah medan pembunuh.Xuan Li merogoh lengan jubahnya dan mengeluarkan dua pil kecil. Yang satu pil penekan aura, satunya lagi untuk menyamarkan denyut spiritual dalam tubuh. Tanpa ragu, ia telan keduanya.Tubuhnya bergetar sebentar, lalu tenang. Aura hidupnya tenggelam. Energi spiritualnya seolah lenyap. Kin
Xuan Li terbang di ketinggian rendah, di sekelilingnya hanya tanah retak dan sunyi. Tak ada angin, tak ada suara makhluk hidup, seolah dunia di tempat ini sudah lama mati.Tapi ia tidak peduli. Ia fokus mengikuti sisa simpul energi terakhir dari Alam Bayangan.Setelah beberapa li, medan berubah. Tanah gersang berganti menjadi bukit-bukit batu. Tumbuhan mulai muncul, kering, namun hidup. Tempat ini tampak lebih normal dibanding lembah kematian atau sungai darah yang ia lewati sebelumnya. Tapi Xuan Li tidak lengah. Alam Bayangan dikenal suka menyembunyikan bahaya di balik ilusi ketenangan.Tiba-tiba, tubuhnya berhenti.Ia merasakan hawa manusia.Seseorang mendekat.Xuan Li menoleh dan matanya menyipit. “Mo Xiang?”Laki-laki itu berdiri kaku beberapa langkah di depannya, wajahnya seputih abu. Tubuh kurusnya diselimuti jubah hitam, dan mata yang pernah bersinar ramah itu kini penuh kecemasan.“Wu Yu...?” bisiknya, setengah tak percaya.Sebelum Xuan Li sempat menjawab, Mo Xiang bergerak c