Jenderal Liu, seorang pria bertubuh tegap dengan baju perang yang berkilauan, melangkah maju dengan wajah merah padam, penuh amarah yang tak terkendali.“Yang Mulia!” serunya, suaranya menggema di aula besar istana. “Ginseng itu terlalu berharga untuk diberikan kepada anak muda seperti dia! Apa yang bisa dilakukan seorang pemula dengan sesuatu yang begitu berharga?”Raja Jing hanya meliriknya sekilas, senyum tipis terukir di wajahnya, menunjukkan sikap santai namun penuh wibawa.“Jenderal Liu,” jawabnya dengan nada datar yang penuh tekanan, “Aku adalah raja. Keputusanku adalah mutlak.”Xuan Li menerima ginseng merah itu dengan sikap tenang. Ia menundukkan kepala sebagai bentuk hormat dan ucapan terima kasih, kemudian menyimpan ginseng tersebut dengan hati-hati. Ia sepenuhnya menyadari beratnya tanggung jawab yang kini berada di tangannya.Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Jenderal Liu melangkah maju, tatapannya seperti bara api yang menyala.“Serahkan ginseng itu!” teriaknya
Kedua tangan Jenderal Liu bergerak dengan cepat, membentuk pola-pola rumit yang tampak seperti tarian di udara. Setiap gerakan memunculkan cahaya merah yang kemudian membentuk simbol-simbol misterius, berpendar di kegelapan ruangan seperti bara api yang menyala-nyala. Dengan satu gerakan terakhir, ia mendorong simbol-simbol itu ke arah Xuan Li. Formasi lingkaran yang berkilauan mengurung tubuh pemuda itu, seolah-olah hendak menyegel nasibnya.Namun, sesuatu yang tidak ia duga terjadi."Mustahil..." gumam Jenderal Liu, suaranya tercekat di tenggorokan. Tatapan matanya membelalak, menatap lingkaran itu yang perlahan-lahan redup tanpa memberikan efek apapun pada lawannya.Seharusnya teknik pengendali racun belenggu jiwa ini langsung memantik reaksi dari energi jahat di tubuh Xuan Li. Namun, pemuda itu tetap berdiri dengan tenang, bahkan menunjukkan seringai tipis yang menyebalkan.“Si-siapa kamu sebenarnya?” tanya Jenderal Liu, suara baritonnya kini penuh kegelisahan.Xuan Li melangka
Aura kegelapan di ruangan sempit itu begitu pekat, seperti kabut hitam yang tidak hanya membatasi pandangan tetapi juga menekan napas. Xuan Li berdiri di tengahnya, tubuhnya tegak, meski napasnya sudah memburu. Udara di sekitar terasa berat, penuh dengan hawa panas yang mengancam, dan bau logam seperti darah segar menguar di setiap tarikan napasnya.Matanya yang tajam menyapu ruangan, mencari celah untuk keluar. “Sial! Mekanisme Jian Ling tidak bekerja di sini,” gumamnya pelan. Ia merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ruangan ini seperti penjara hidup, dan tidak tahu bagaimana keluar dari sana.Di sudut lain, Jenderal Liu berdiri dengan tubuh yang telah sepenuhnya berubah. Kulitnya menghitam dengan pola-pola merah menyala seperti magma, sementara tubuhnya membesar hingga tiga kali lipat dari ukuran manusia biasa. Wajahnya kehilangan ciri-ciri manusia, kini berubah menjadi sesuatu yang menyeramkan, seperti perpaduan antara iblis dan binatang buas.Xuan Li bergidik. “J
Kehadiran Jian Ling di penjara bawah tanah mengejutkan Xuan Li. Meski tubuhnya terasa lemah, ada secercah kelegaan yang menyelimuti hatinya. Akhirnya, ada harapan untuk keluar dari neraka berdinding batu ini.Penjara bawah tanah suram dan pengap, dikelilingi aroma darah basi yang menyengat.Sepanjang lorong, mayat para tahanan berserakan tanpa ada yang peduli. Tidak ada penjaga. Mereka semua tewas dalam kekacauan pertarungan antara pasukan Raja Jing dan Jenderal Liu.Jian Ling bergerak dengan gesit, seperti bayangan yang melayang melewati lorong-lorong gelap itu sambil membawa Xuan Li."Kenapa kau tiba-tiba muncul?" gumam Xuan Li dengan suara lemah, berusaha mencairkan suasana meski dirinya nyaris tak berdaya.Jian Ling hanya mendengus."Diam saja. Kau terlalu banyak bicara untuk seseorang yang hampir mati."Xuan Li terkekeh pelan, meskipun setiap tarikan napas terasa menyakitkan."Aku tahu kau peduli padaku."Wajah Jian Ling sekilas bersemu merah, namun ia buru-buru mengalihkan panda
"Gawat! Ada yang mengikuti kita," bisik Jian Ling, matanya terus menyapu sekeliling dengan waspada.Xuan Li menghentikan langkahnya, tubuhnya menegang."Siapa mereka?" tanyanya, suaranya nyaris berbisik.Ia mencoba merasakan kehadiran musuh, namun tidak ada apa-apa. Udara di sekitar mereka terasa hampa, seperti sebuah jebakan yang dipasang dengan sempurna."Aku juga tidak tahu," jawab Jian Ling sambil merapatkan cengkeramannya pada gagang pedangnya."Mereka sangat ahli. Tidak ada jejak aura sama sekali."Mata Xuan Li menyipit, kakinya bergeser perlahan ke posisi bertahan.Mereka berdiri saling memunggungi, membentuk lingkaran pertahanan.Hening yang terlalu mencolok terasa mencekam, hanya suara dedaunan yang berbisik dihembus angin. Namun, ketenangan itu hanya sesaat.Bayangan hitam melintas cepat di udara, diikuti bunyi peluit tajam yang memekakkan telinga."Hati-hati!" teriak Jian Ling saat anak panah pertama melesat.Xuan Li berputar dengan gesit, menghindari panah tersebut, lalu m
Xuan Li mengenali pola di punggung Jian Ling. "Tanda ini… aku pernah melihatnya di buku kuno. Tapi bagaimana mungkin dia memilikinya?" pikir Xuan Li penuh keheranan.Tanpa sadar, tangannya terulur dan menyentuh punggung Jian Ling. Kulitnya terasa hangat di bawah jari-jarinya.Jian Ling langsung terlonjak. "Hei! Apa yang kau lakukan, dasar mesum!" serunya dengan marah, wajahnya memerah seketika.Sebelum Xuan Li sempat menjawab, sebuah tinju melayang ke wajahnya. Tubuhnya terdorong ke belakang akibat pukulan itu."Tunggu! Aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya—"Namun, Jian Ling tidak memberi kesempatan. Tinju kedua menghantam dagu Xuan Li dengan keras, diikuti pukulan-pukulan lain yang membuatnya semakin kewalahan."Aku bilang berhenti! Dengarkan aku dulu!" teriak Xuan Li, namun suara itu tenggelam dalam amukan Jian Ling.Xuan Li tidak membalas serangan tersebut. Ia tahu menjelaskan sekarang hanya akan memperburuk keadaan. Sebagai gantinya, ia memilih bertahan, membiarkan Jian Ling m
Xuan Li memejamkan mata sejenak, memfokuskan pendengarannya pada suara samar yang mendekat. Suara berat seperti langkah kaki menggema di dalam goa. Ia mempertajam instingnya, mencoba membedakan apakah suara itu berasal dari manusia atau sesuatu yang lain. Ketika ia membuka matanya, sorotnya tajam. “Memang benar,” gumamnya pelan, “sepertinya ada binatang roh yang mendekat.”Di sampingnya, Jian Ling berdiri tegang. Wajahnya pucat, dan ia tampak kebingungan. Berbeda dari Xuan Li yang tenang, Jian Ling yakin bahwa suara itu bukan berasal dari binatang roh, melainkan dari sesuatu yang jauh lebih berbahaya. “Tidak mungkin ini binatang roh,” pikirnya panik. “Apa mungkin… mereka sudah menemukanku?” Bayangan mengerikan tentang Organisasi Hitam Berkabut langsung terlintas di benaknya.Tanpa banyak bicara, Jian Ling dengan cepat meraih tangan Xuan Li, menariknya mendekat ke dinding goa. “Cepat, kita harus bersiap untuk kabur,” bisiknya cemas.Namun, Xuan Li hanya mengangkat alis, merasa h
Pagi itu, Xuan Li dan Jian Ling meninggalkan goa yang telah menjadi tempat persembunyian mereka semalaman. Udara pagi masih menyimpan sisa embun, sementara langit perlahan berubah warna dari abu-abu menjadi biru keemasan. Jian Ling menatap ke kejauhan, memastikan tidak ada tanda-tanda musuh yang mengikuti mereka.“Kita harus segera pergi sebelum ada yang menemukan jejak kita,” ujar Jian Ling, suaranya tegas namun samar mengandung kecemasan.Xuan Li hanya mengangguk. Keduanya sepakat kembali mengubah penampilan mereka. Jian Ling, yang biasanya berpakaian serba hitam, kini tampil berbeda. Gaun sutra sederhana berwarna lembut menggantikan jubah gelapnya, memperlihatkan sisi femininnya. Namun, ia tetap menutupi wajah dengan kain sutra putih tipis.“Sungguh aneh melihatmu seperti ini,” komentar Xuan Li dengan nada setengah menggoda.“Diam,” balas Jian Ling dengan suara tajam, meski sedikit kemerahan terlihat di pipinya. “Setidaknya aku tidak mencolok seperti dirimu.”Xuan Li tetap memil
Xuan Li pergi ke tepi sungai yang tercemar. Udara di sekelilingnya masih mengandung jejak racun, samar namun nyata. Ia membuka matanya perlahan, jari-jarinya menyentuh tanah yang telah ia beri segel pelacak.Butiran air sungai diambilnya ke dalam cawan giok kecil. Ia mengamati cairan itu, baunya logam, pekat, dan dingin. Tapi lebih dari itu, ada sesuatu yang lain. Energi asing yang bersembunyi di balik racun tersebut. Aura samar, seolah sihir yang dikaburkan dengan sengaja.“Ini bukan sekadar racun biasa,” gumamnya. “Ada tangan lain yang ikut campur… bukan manusia biasa.”Ia menggores telapak tangannya. Setetes darahnya jatuh ke dalam cawan. Cairan dalam cawan bergolak, lalu bersinar redup. Darah Xuan Li memang mengandung zat anti racun alami, warisan tubuh uniknya. Tetapi kali ini, ia bukan sedang menyembuhkan, ia sedang melacak.Segel spiritual terbentuk di atas cawan. Tali energi tipis melesat dari cairan, melayang di udara dan berputar seperti kabut tipis, lalu mengarah ke satu ti
Langit Kota Awan Surga belum sepenuhnya terang saat Xuan Li melangkah masuk ke balai pengobatan miliknya. Pintu kayu dibiarkan terbuka, dan aroma ramuan herbal yang tersimpan di dalam toples-toples kaca menyeruak keluar menyambutnya. Di depan ruangan utama, puluhan orang sudah duduk bersila, sebagian tergeletak, sebagian menggigil, dan sebagian lagi hanya memejamkan mata menahan sakit.Beberapa dari mereka telah menunggu selama berhari-hari. Beberapa hampir tidak bisa duduk tegak lagi. Begitu Xuan Li muncul, wajah mereka seolah kembali bersinar, seakan harapan yang mulai pudar kini menyala kembali.Tanpa membuang waktu, Xuan Li berjalan menyusuri barisan. Tatapannya tajam menilai kondisi setiap pasien. Ia menunjuk beberapa orang yang kondisinya tidak terlalu parah. "Kalian tunggu. Yang lainnya, baringkan mereka di dalam. Aku akan mulai dari yang kritis."Tak ada yang berani membantah. Para pembantu balai segera bergerak. Dalam waktu singkat, suara erangan, batuk, dan desah rasa sak
Pagi itu, kabut tipis masih menyelimuti Paviliun Gunung Sunyi saat Xuan Li berdiri di pelataran utama. Di hadapannya, para penghuni paviliun telah berkumpul. Wajah-wajah serius menatap ke arahnya, menunggu perintah."Mulai hari ini," suara Xuan Li tenang namun membawa tekanan, "Tabib Hantu Wu adalah guru besar kita. Keberadaannya di tempat ini adalah rahasia mutlak. Siapa pun yang membocorkan, baik sengaja maupun tidak, akan aku anggap sebagai pengkhianat."Tak ada suara yang membalas. Xuan Li melanjutkan:"Kegiatan di Paviliun Gunung Sunyi adalah urusan dalam. Segala transaksi, latihan, atau pertemuan yang terjadi di sini tidak boleh diketahui dunia luar."Satu per satu, para penghuni berlutut. Tangan mereka mengepal di dada, sikap bersumpah."Kami bersumpah demi hidup dan kehormatan kami," ujar mereka serempak.Sumpah itu bukan sekadar karena takut atau patuh. Mereka tahu Xuan Li bukan tokoh biasa. Bukan pula sekadar pemilik tubuh giok atau tabib jenius. Dunia luar adalah tempat ya
Tabib Hantu Wu menatap tajam ke arah Xuan Li, matanya menyipit seolah mencoba menembus lapisan terdalam jiwa muridnya. Ia menghela napas panjang. "Ada sesuatu yang tidak biasa dalam tubuhmu," gumamnya pelan. "Aku bisa merasakannya sejak tadi."Xuan Li tidak segera menjawab."Aura itu... ini bukan sekadar Tubuh Giok. Kau membawa jejak kekuatan yang lebih kuno," lanjut Tabib Hantu Wu. "Kekuatan yang bahkan melampaui pemahaman manusia biasa. Seolah-olah... aura dewa kuno melekat padamu."Xuan Li menoleh perlahan. “Guru, apa kau tahu... dari mana asal sebenarnya Tubuh Giok itu?”Tabib Hantu Wu terdiam sesaat. Ia mengusap janggutnya, mengingat kembali lembaran-lembaran pengetahuan lama yang pernah ia baca. “Dulu, saat aku masih muda, aku pernah mendengar satu kisah,” katanya lirih. “Satu legenda yang tak pernah diceritakan dalam kitab manapun.”Ia melanjutkan dengan suara rendah. “Tubuh Giok bukanlah anugerah. Itu adalah kutukan yang lahir dari tubuh iblis agung yang jatuh ribuan tahun
Langkah Xuan Li terhenti seketika saat sebuah jarum spiritual melesat ke arahnya. Dengan refleks tajam, ia menjepit jarum itu di antara dua jarinya. Sebelum sempat menoleh, sosok yang melempar jarum sudah berdiri di hadapannya."Bocah nakal! Sudah lama aku mencarimu," suara parau itu terdengar akrab.Mata Xuan Li membelalak. "Guru!" serunya, lalu segera menjatuhkan diri memberi hormat.Tabib Hantu Wu mengangguk-angguk, matanya menelusuri tubuh muridnya dengan seksama. Ia tidak menyangka bahwa Xuan Li telah berkembang begitu pesat dalam kultivasi."Aku khawatir kau akan tersesat di jalan ini," gumamnya. "Tapi ternyata kau telah melampaui harapanku."Xuan Li menunduk, menahan emosi yang membuncah. "Banyak yang ingin kuceritakan, Guru. Tapi bukan di tempat ini."Tabib Hantu Wu mengangguk setuju. Mereka melesat meninggalkan Lembah Arwah, menuju Paviliun Gunung Sunyi.Perjalanan mereka berlangsung dalam diam. Tabib Hantu Wu terkesima melihat kecepatan dan ketenangan Xuan Li. "Kau benar-b
Langit malam menutupi dunia dalam kelam yang tak bersuara. Di tengah dinginnya angin pegunungan, satu sosok bergerak di atas awan. Jubah hitam menutupi tubuhnya dari kepala hingga kaki, hanya menyisakan kilatan dingin dari sepasang mata tajam yang mengamati setiap lekuk tanah dari kejauhan.Xuan Li tidak butuh kawalan. Dengan kekuatannya kini, jarak antara Paviliun Gunung Sunyi dan Lembah Arwah hanyalah persoalan waktu, bukan hambatan. Angin tidak bisa menyentuhnya, dan cahaya bulan pun enggan memantul dari sosoknya.“Dua tetua Alam Bayangan... kalian memilih tempat yang salah,” gumamnya pelan, nyaris tanpa suara.Ia tiba di tepian lembah saat tengah malam. Kabut menggantung rendah. Tanah bergetar tipis, karena kehidupan perlahan dicabut dari tubuh-tubuh yang tak berdaya.Di tengah lembah, dua pria berjubah kelam duduk bersila. Tubuh mereka dikelilingi kabut kehitaman, menggulung dan melilit enam kultivator yang tengah berteriak dalam sisa-sisa kesadaran mereka. Energi kehidupan dita
Xuan Li kini dikenal sebagai Tabib Awan Surga. Nama itu muncul dari tempat ia membuka praktiknya di Kota Awan Surga. Sebuah nama yang sederhana, tapi pelan-pelan menjadi bisik-bisik para pedagang, penjaga kota, bahkan para pengelana.“Tabib itu… bisa menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disentuh para tetua sekte,” bisik seorang pria tua di pasar.“Dan biayanya cuma beberapa koin,” sahut yang lain. “Tidak seperti sekte yang selalu menuntut imbalan tidak masuk akal.”Xuan Li tidak menjawab sanjungan itu. Ia hanya terus bekerja, meracik pil, menyusun ramuan, dan menyembuhkan luka-luka yang tak terlihat mata. Ia tahu, semua ini hanya langkah awal.Dua bulan berlalu.Jumlah orang yang datang ke gunung bertambah. Ada yang mantan prajurit yang cacat, ada pula pemuda desa yang terusir karena tak punya bakat spiritual. Beberapa hanya ibu-ibu dan anak-anak yang tak punya tempat.Xuan Li memandang mereka dari lereng gunung. Ratusan jiwa, lemah di mata dunia, tapi bukan berarti tak berguna.“Ini
Xuan Li duduk bersila di depan api kecil. Lin Gong dan Jian Cheng duduk dalam keheningan, menunggu kata pertama darinya.Xuan Li membuka mata. Sorotnya tajam, tenang, penuh keputusan.“Kita tidak bisa bergerak tanpa arah. Dunia sedang berubah. Jika ingin bertahan dan mengubah arah angin, kita harus memulainya dari sekarang,” ucapnya.Lin Gong menoleh, alisnya terangkat. “Apa yang kau pikirkan?”“Kita membentuk organisasi. Tapi bukan sekadar sekte yang mengejar keabadian. Ini akan jadi tempat bagi mereka yang tertindas, ditinggalkan sistem lama, dan diburu oleh dunia,” jawab Xuan Li.Jian Cheng mengangguk pelan. “Itu butuh sumber daya besar. Uang. Orang. Tempat.”“Kita mulai dari yang paling dasar. Markas,” ujar Xuan Li, mengarahkan pandangan ke lereng gunung di bawah kaki mereka. “Tempat ini terpencil, tersembunyi, dan sulit diakses. Tidak menarik perhatian. Kita bangun pusat kita di sini.”Lin Gong mengusap dagunya. “Gunung ini terjal dan sulit dijangkau. Tapi justru itu kelebihannya
Xuan Li berdiri dalam diam. Ucapan Dewi Kultus Suci masih terngiang di telinganya, dingin, tegas, tak terbantahkan.“Dunia ini akan terbagi... bukan antara baik dan jahat, tapi antara mereka yang kuat... dan yang tak layak bertahan.”Ia mengepalkan tangan. Otot-ototnya menegang. Pandangan matanya menembus kabut yang perlahan menipis di lembah.“Jika dunia akan hancur... setidaknya aku akan berdiri di tengahnya, bukan sebagai korban.”Tapi ia tahu, berdiri sendirian tak cukup. Ia membutuhkan sekutu, orang-orang yang bisa dipercayainya, yang tidak tunduk pada tatanan lama yang rapuh.Lin Gong. Jian Cheng.Dua nama itu muncul di benaknya. Dua orang yang selama ini bertahan hidup bukan karena kekuatan, tapi karena keyakinan.Xuan Li melangkah. Dalam sekejap, tubuhnya melesat keluar dari lembah. Udara memecah di sekelilingnya. Langit bergolak saat ia menembus awan dengan kecepatan yang bukan milik manusia biasa.Tubuhnya berubah. Ia bisa merasakannya setiap kali kaki menyentuh angin. Jarak