Home / Fiksi Remaja / TRASHY / Teman Kedua

Share

Teman Kedua

Author: Kocakaja
last update Last Updated: 2021-03-09 20:01:38

Selamat membaca ❀

πŸ’”

Raja timur mulai menampakkan wujudnya. Sinar terangnya memancar sampai hampir ke seluruh kamar gadis yang tengah mengurung diri dalam kain tebal. Beberapa menit kemudian ia mulai terganggu dengan cahaya yang sedikit menusuk di wajah. Dikerjapkannya sepasang  kelopak mata itu perlahan dan kedua jarinya bertugas menghilangkan noda kecil di dalam sudut netra. Teringat bahwa hari ini dirinya harus piket, Diana lantas menyiapkan seragam batik biru dengan rok putih. Diikatnya rambut hitam sebahu itu secara asal lalu menyambar handuk yang menggantung di belakang pintu kamarnya.

"Tumben pagi-pagi udah siap..." kata Tania yang baru saja menggelar tikar untuk mereka sarapan.

"Piket..." singkatnya. Gadis dengan celana pendek di atas lutut dan kaos hijau polos itu tengah berjalan cepat ke arah pintu kamar mandi yang tertutup. Sambil mengetuk ia berujar, "Pah, cepetan ya! Aku ada jadwal piket ini...!" serunya saat sampai depan kamar mandi satu-satunya rumah Hendra.

Hendra dari alam kamar mandi dengan santainya menyahut, "salah siapa nggak bilang dari tadi malem!" membuat bibir Diana maju beberapa senti ke depan, bersamaan dengan itu suara gebyuran air berkali-kali terdengar dari dalam sana.

"Sarapan dulu aja, Na... Papah barusan masuk."

Diana berdecak, tapi kemudian tubuhnya berbalik dan menyusul Tania yang sudah meletakkan piring besar berisi nasi goreng. Di tengah-tengah tikar kain abu-abu bergaris-garis hitam tersedia juga 3 gelas bening dari yang terbuat dari kaca dan penampung air putih yaitu 1 teko plastik bertutup merah muda. Duduklah Diana di sana bersama Tania. Posisi mereka saat ini persis di samping kain gorden hijau muda untuk masuk-keluar dapur, karena bagian itu yang tersisa untuk lesehan.

"Nggak ada kendala kan di kelas?" tanya Tania saat tangan sang anak tengah sibuk menyendok panganan buatan dirinya.

Pikirannya lantas memusat pada Andra, laki-laki yang selalu mengganggunya di kelas. Membuat Diana merasa terganggu dan dilanda panas dingin ketika siswa bermata sipit serta memiliki kulit sawo matang itu terus menanyai hal-hal yang menurut Diana tak perlu dijawab. Bahkan Andra sering menyangkutkan nama lengkapnya kala guru yang mengajar memberikan pertanyaan, bermaksud agar Dianalah penjawabnya. Itu berlangsung sampai satu bulanan sejak masuk kelas 7A. "Biasalah, ada yang suka iseng." Tania mengangguk lalu ikut mengambil makan.

"Tapi nggak sampe keterlaluan kan, Na?" jiwa kekhawatiran Tania mulai keluar.

Anak itu hanya tersenyum kecil, sedangkan kepalanya menggeleng. "Maaf Mah, kali ini aku bohong. Kadang keusilan mereka buat Diana sedih tiap malem-malem dengerin lagu. Tapi Diana yakin, mereka yang sering ngejek atau usil sama Diana aslinya anak yang baik. Pergaulannya aja yang salah. Sekali lagi Diana minta maaf udah bohong..."

Tak ada sepuluh menit, anak bungsu Tania itu telah menyelesaikan sarapan dan saat ini tengah meminum air bening sampai tak bersisa. Selang beberapa detik, sang Papa keluar dengan celana pendek di atas lutut dan sehelai handuk ia gosokkan ke rambut yang masih basah. "Udah sana!" suruh pria itu saat pandangannya menangkap sosok sang putri yang tengah menatapnya juga.

"Oke-oke..." Berdirilah tubuh berisi itu lalu berjalan ke ruangan pembersih badan.

"Makan, Pah."

"Ganti dulu lah, Mah..."

Tania menatap heran sang suami, "emang kenapa? Papah kan laki... Aneh-aneh aja." kepalanya sudah menengok kanan-kiri beberapa kali.

"Bukan gimana-gimana... Risih kalo masi--" terpotong.

Karena ulah satu teriakan yang tak terlalu menggelegar, "jangan debaaat...! Waktuku mepeeet, Papaaah...!" siapa lagi kalau bukan Diana?

Terlalu takut kesiangan dan terlalu takut melanggar peraturan. Meskipun cuma peraturan kelas, ia benci yang namanya pelanggaran. Ya, gadis itu ingin sempurna dalam bersikap. Entah dia ada di rumah, di sekolah, dan ada di manapun, gadis berpipi tembam itu ingin selalu melakukan yang terbaik.

"Supirnya siapa?" Tania sedikit menerbitkan senyuman.

Godaan Hendra itu mampu membuat yang di dalam menghela napas kasar lalu dipercepatlah acara menggosok gigi lantaran rasa kesal dalan dada meningkat. Tak kuat menahan, akhirnya Diana membalas godaan Hendra, "nggak bakalan aku buatin kopi lagi! Mamah juga jangan buatin Papah kopi! Titiiiik...!"

"Okeee...!" seru wanita pemakai daster itu sembari tersenyum lebar pada prianya. Kata 'yes' langsung diucapkan lantang nan panjang oleh sang putri yang kini tertawa kecil di dalam sana.

πŸ’”

Cukup banyak siswa-siswi atau pengantar yang kesana-kemari kala sepasang kaki Diana melewati pagar hitam setinggi 5M di depan halaman sekolahnya. Kini tatapan Diana yang semula memandangi banyaknya objek di depan menjadi terfokus pada sosok ketua kelas 7A dan Vian yang menoleh ke arahnya. Tino memberikan secuil senyum, sedangkan Vian masih menabrakkan pandangannya pada mata Diana. Setelah tiga detik, senyuman tipis sang ketua OSIS muncul. Diana yang gelagapan lantas mengangguk, tak tahu pasti anggukannya untuk siapa. Yang jelas, langkah kaki perempuan remaja berbadan setengah gemuk itu itu kian cepat. Ia ingin membuang rasa percaya diri yang besar yaitu, bahwa Tino atau ketua OSIS menyukainya. Tak dipungkiri, mereka memiliki sifat yang sama-sama baik dan otak yang pintar. Diana yakin, dua laki-laki itu diidolakan cewek-cewek sekolahan, bukan cuma siswi SMP-SMAnya, tapi tiap gadis yang mengenal mereka. Dan itu membuat rasa minder Diana Wulan kian menghalang jiwa keberaniannya. "Haaah... Masih SMP juga!" gelengan dan kekehannya menemani perjalanan gadis berkucir itu.

Di dalam kelas, Lia ternyata sudah nangkring di atas mejanya sambil memainkan ponsel yang sengaja disetel mode silent. Diana yang melihat itu hanya bisa membuang muka, percuma saja kalau menasehati pasti jawaban santai Lia yang keluar yaitu 'selama nggak ada guru, nggak masalah', dan itu membuat telinga Diana terlalu bosan menerima. Kata-kata tak bermakna karena menurut Diana kalimat itu terselip maksud yang sangat tidak patut untuk ditiru. "Hai, Na!" sapa gadis yang kali ini dikepang sebagian rambutnya ketika melepas kontak mata dengan benda pipih digenggaman. Ia juga merasakan kehadiran seseorang, berjalan di sampingnya. Dan benar dugaan Lia, gadis berambut lurus tapi terkucir satu rapi itu sudah datang.

"Hai Li, tumben-tumbenan berangkat gasik..." jawab Diana saat meletakkan tas merah itu di bangku yang selalu menopang tubuhnya selama di kelas.

"Iya, baru aja nyalin PR matematika...."

"Pantes..." balasnya terdengar lirih setelah meraih gagang sapu. Sedangkan temannya itu, tetap asik bermain handphone.

Baru seperempat jalan, Diana dikejutkan oleh suara laki-laki yang ia hapal. "Eh, Na... Tolong bantuin Kak Vian sama aku bawa buku-buku yang ada di ruang perpus buat rapat OSIS nanti ya..." pinta Tino dengan napas ngos-ngosan dan salah satu tangannya mengelap keringat di dahi. "...ajak Lia sekalian kalo dia mau. Satu lagi, plis ya Na... Aku tau, kamu orangnya care. Jadi aku minta tolong." lagipula di kelas itu masih ada Lia dan dia, cuma mereka berdua. Entah ke mana yang lain. Memang di situ ada tas-tas, tepatnya tergeletak di delapan bangku selain bangku Diana dan Lia, tapi si pemilik pergi berlayar. Mungkin akan kembali begitu bel masuk SMP mengalun nyaring.

"Tunggu, No! Ini aku masih nyapu!"

Sang calon ketua OSIS sontak mengehentikan laju kaki dan menoleh cepat ke suara pemanggil."Kelarin dulu, abis itu langsung ke perpustakaan." sambil melambai dan mulai berlari, Tino berseru kencang, "MAKASIH...!"

Gagal sudah untuk Diana mencari alasan. Hanya melihat dan saling menatap saja perasaan gadis itu sudah berdegup kencang. Apalagi bertemu, saling sapa, dan berakhir saling tukar cerita. "HAH...! Nggak-nggak! Jangan! Jangan sampek...! Plis, Tuhan... Itu bukan keinginanku... Plis-pliiis, JANGAAAN...!" mengelus dada dengan tangan kiri.

"Gampang, Na... tinggal bawa buku, kasihin ke aula. Tetep pasang muka datar, semua bakalan baik-baik aja. Semangat!" lanjutnya seperti pekikan tertahan. Telinganya saja yang bisa mendengar. Lia masih sibuk menatap HP dan posisi Diana yang masih menyapu di wilayah belakang kelas. "Li, mau ikut ke perpus nggak? Ikut ya? Nemenin aku, bantu bawa buku." ditatapnya Lia penuh harap.

"Enggaklah... kamu sendiri aja, males aku. Lagi seru-serunya maen." jawab perempuan itu santai tanpa menengok yang mengajak bicara. Diana hanya bisa diam sembari melanjutkan aktivitas paginya yang dilakukan seminggu sekali itu. Tapi jauh di dasar hatinya, perasaan si pipi tembam tak bisa diam seperti mulutnya yang otomatis terbungkam. Diana sedikit kecewa.

Tak sampai lima menit Diana menyudahi kerja tangan kanannya. Digabungkan lagi sapu itu ke gantungan peralatan bersih-bersih lainnya, di tembok belakang kelas.

"Eh, Na... eh, nggak jadi."

Hampir saja bola mata Diana keluar saat berhadapan dengan Tino yang tiba-tiba muncul di depan pintu yang baru dibukanya. "Ke-kenapa...?"

Tino mengangkat bahu tak tahu. "Mungkin udah ada yang bantu..." singkatnya. "...permisi." Diana sedikit menyikir setelah memutus pandangannya pada lelaki di depannya.

Sejatinya sikap dan perilaku Tino beda tipis dengan kepribadian Diana. Hanya saja, Tino lebih pandai mengontrol rasa gugupnya daripada siswi berkucir ekor kuda. Terkadang, sifat cuek laki-laki itu lebih banyak muncul dibandingkan suara-suara yang keluar dari mulut.

Bisa dihitung oleh Diana berapa kali dirinya melakukan obrolan ringan bersama Tino. Tapi setelahnya, Tino seolah-olah lupa bahwa mereka pernah dekat beberapa menit lalu. Aneh? Memang, laki-laki itu aneh, sempat terpikir bahwa Tino memiliki penyakit layaknya orangtua pikun, tapi itulah Tino. Dan sikapnya itu tak membuat rasa benci atau kesal di hati Diana hadir, malahan membuatnya tertarik pada sosok bernama Tino Wahyu. Siswa yang pintar, suka bergaul dengan siapa saja, tidak sombong, putih, bertubuh tinggi, idaman sekali di mata Diana.

"Udah buru-buru nyapu, malah enggak jadi. Oke, kayaknya ini pembuat keselku yang kedua waktu masih pagi-pagi gini. Pertama Papah, terus dia. Sabar selalu Diana..." semangatnya sambil memutar tubuh usai Tino menjauh.

Bel berbunyi nyaring kala di luar kelas Diana siswa-siswi berlarian. Terekam jelas di depan mata Diana. Kini seluruh teman sekelasnya banyak yang baru datang sambil menebar sapaan. Para pelajar tadi juga sudah mendaratkan diri di beberapa bangku kosong yang tak ditempati sejak kemarin siang, saat para penghuni kelas beranjak pulang.

πŸ’”πŸ’”πŸ’”

Related chapters

  • TRASHYΒ Β Β Bijak

    "Bakso, opor ayam, sop ayam, soto ayam, nasi rames, nasgor, nasi kucing, nasi ayam pedes, nasi ayam kecap, nasi ayam goyeng atau bakar, ayam geprek..." menarik napas sebentar lalu dihembuskan perlahan dan kembali melanjutkan, "...kwetiau rebus, kwetiau goyeng, mi rebus, apa mi goyeng?" alisnya sudah naik-turun. Tiba-tiba menanyai itu saat berhadapan dengan Diana.Para pendengar banyak yang terkekeh, tertawa, dan tersenyum. Tapi bukan Diana kalau ikut terkagum-kagum, gadis itu hanya diam. Lebih baik menjauhi laki-laki itu daripada menjadi sorotan orang-orang yang ada di kantin. Tubuhnya berbalik dari Andra di hadapannya, lalu menghampiri 'Kantin 5' yang paling ujung dan bisa dikatakan sepi. Terlihat dari sini, tak sampai dua puluh orang yang makan di sana."Aku tawarin karna aku tau, porsimu buanyaaak, Dianaaa!" serunya tanpa menghiraukan tawaan siswa lain dan perasaan malu berbalut kesal yang kini hinggap di hati Diana. Perempuan itu hanya

    Last Updated : 2021-03-10
  • TRASHYΒ Β Β Hobi

    "Diana!" panggil Tino sebelum orang yang ia sebut namanya menghilang dalam beberapa kali jalan. Tubuh Diana refleks berbalik agar matanya bertemu dengan milik sang ketua kelas. Sambil berjalan menghampiri Diana, Tino berbicara lagi, "masuk OSIS yok, Na! Jadi anggota OSIS.""Hah! Nggak-nggak! Ngapain? Yang pantes gabung banyak, No! Nggak mau ah... Maaf." sambil memutar tubuh, melanjutkan perjalanannya.Tapi cekalan dan suara Tino lagi-lagi berhasil membuat gadis yang nampak kelelehan itu berhenti, Tino berdiri di sampingnya. "Sambil jalan aja." keduanya lantas mengayunkan kaki. "Aku ngerasa kamu itu kreatif, Na... Coba kalo kamu gabung, kamu bisa nuangin ide-ide kamu ke acara-acara OSIS nanti, apa kamu mau gabung jadi kandidat calon ketua OSIS?"Matanya sukses membelalak mendengar penawaran terakhir Tino. "Apaan sih?! Jadi anggota aja ogah mana ini jadi kandidat! Sangat tidak setuju!" sahutnya menggebu-gebu. "Udah ya... Aku ma

    Last Updated : 2021-03-10
  • TRASHYΒ Β Β Sabar

    Selamat membaca β€πŸ’”Guyuran hujan di sekolah Ibu Pertiwi pagi ini, membuat proses belajar mengajar diundur satu jam dari bel masuk seperti biasa. Selain karena hujan deras, alasan lainnya adalah seluruh guru masih terlibat rapat dengan ketua yayasan. Para murid yang datang dan berlarian bahkan masih bisa dihitung dengan jari. Satu anak yang sudah menempatkan diri di ruang kelas dengan menopang dagu dan datang tepat waktu seperti hari-hari biasa. Pikirannya sedari dua minggu belakangan ini terus saja terganggu."Ngalamun, Na?" tanya seseorang bervolume kencang saat melewati bangku yang ditempati gadis itu. "Ngomong-ngomong, cuaca gini enak banget buat maen futsal, loooh." dengan kedua mata terpejam seakan benar-benar membayangkan serunya bermain futsal di tengah lapangan sambil mandi air hujan. Hidungnya ikut menghirup napas dalam-dalam, khas orang yang tengah menikmati alam. "Waaah... Enak bener..." Tino mulai mendramatisir.

    Last Updated : 2021-03-11
  • TRASHYΒ Β Β Pergi Jauh

    Masih sama dengan suasana pagi yang dingin dan mendung, siang ini langit menyisakan hawa dinginnya. Karena para guru Ibu Pertiwi tak kelar-kelar dengan hal berbau rapat. Hal itu membuat siswa-siswi SMP, maupun anak didik SMA dipulangkan lebih awal.Bunyi bel pulang sekolah itupun sudah terdengar sejak lima menit lalu. Kini Diana tengah berada di dalam angkot bersama Lia. Gadis berkucir satu itu memilih duduk berseberangan dengan teman pertamanya, karena si Lia masih saja bersikap acuh tak acuh.Setiap Diana ingin mengajak ngobrol di kantin atau kelas, Lia selalu saja punya cara untuk menolak dan membuang muka tanpa mendengar perkataan Diana sampai tuntas. Bahkan saat mereka pulang dan berada di dalam angkot, Lia masih saja diam. Akibatnya, sampai sekarang ini masih tak ada obrolan di dalam mobil pengantar orang-orang pekerja dan anak-anak sekolahan itu."Pulang duluan ya, Li..." pamitnya masih berusaha mencari topik pembicara

    Last Updated : 2021-03-17
  • TRASHYΒ Β Β Berubah

    Selamat membaca β€πŸ’”Semenjak kejadian tiga bulan lalu, Diana semakin tak punya semangat hidup. Waktu yang ia habiskan di sekolah, hanya dikerjakan di kelas termasuk istirahat makan siang. Diana bahkan kerap absen dari kegiatan OSIS dan ekskul menggambar. Berangkat sekolah juga wajahnya tak pernah terlihat cerah, aura kelam lebih terpancar. Membuat Tino, Putri, dan Lia ---yang tak peduli pada Diana--- dibuat penasaran dengan perubahan Diana akhir-akhir ini. Tapi tidak ada secuil hal yang Lia lakukan. Gadis itu benar-benar memusuhi Diana.Berbeda jauh dengan Lia, Tino dan Putri malah kian gencar mendekati Diana. Ia ingin, temannya itu melepas kesedihan. Keduanya tak henti-hentinya mencari topik gurauan agar Diana mau menunjukkan senyumannya pada mereka. Tapi nihil, Putri dan Tino hanya bisa menerima wajah datar Diana, dan sesekali fake smile yang terbit dari bibir perempuan chuby itu.Sian

    Last Updated : 2021-05-09
  • TRASHYΒ Β Β Awal yang Baru

    Selamat membaca :)πŸ’” πŸ’” πŸ’”Di malam yang gelap dan tenang seperti sekarang ini, takkan mampu membuat hati gadis yang beranjak remaja itu ikut damai. Sebaliknya, hatinya sangat gelisah akan hari esok. Hari pertamanya untuk menapaki dunia baru. Dunia yang penuh dengan hal-hal yang tidak pernah di alaminya seperti hari-hari lalu."Besok kamu pulang naik angkot. Nggak akan dijemput sama Papah."Seakan takdir tak mau membuatnya bahagia, perintah sang Mama itu pun membuatnya kembali ketakutan. Nampak sekali bahwa sepasang mata bulat itu ingin menangis."Besok kan baru MOS pertama kali, Mah....""Kamu kan udah besar. Bukan anak SD lagi." Diana menggeleng kecil. "Heeeh... sebentar lagi kamu SMP, Na...!" kesalnya.Sang Mama tak mau anaknya itu terus-terusan diantar. Tania tidak mau tahu, Diana harus mandiri mulai sekarang. Baginya, keputusan itu adalah keputusan yang terbaik untuk sang putri.Mata gadis yang baru beranjak remaja it

    Last Updated : 2021-02-16
  • TRASHYΒ Β Β Teman Pertama

    Selamat membaca β€πŸ’” πŸ’” πŸ’”Sesuai keinginan Bu Sukma, salah satu guru di sana, upacara di sekolah Ibu Pertiwi berjalan lancar. Walaupun di awal sempat mendengar sedikit kerusuhan dari anak didiknya, selebihnya acara itu berlangsung mulus tanpa hambatan. Seperti pesan yang disampaikan di akhir, sekarang adalah waktunya seluruh siswa didik baru untuk memasuki aula.Diana, gadis polos itu kini menggigit bibir bawahnya guna menetralkan rasa gugup yang menyerang usai upacara. Bersama seratus dua puluh lima anak baru sebayanya, mereka berjalan ke lantai dua gedung sekolah di sebelah kanan, di mana letak aula SMP itu berada.Karena perempuan dengan rambut sebahu itu kurang cepat memilih tempat duduk, ia mendapatkan barisan paling depan. Sudah diyakini kalau bangku paling belakang menjadi incaran. Bertambah dinginlah telapak tangan Diana.Ia menunduk seraya menarik bangku coklat yang akan ditempati. Namun ketika seorang perempuan yang memiliki tubuh kurus

    Last Updated : 2021-02-16
  • TRASHYΒ Β Β Parkiran Sekolah

    Selamat membaca β€πŸ’” πŸ’” πŸ’”Banyak yang bertanya pada sang ketua OSIS ketika rombongan siswa baru jenjang SMP itu sampai di aula. Rata-rata dari mereka pastinya siswi-siswi yang ingin dekat dengan Vian, sang ketua OSIS manis di SMP Ibu Pertiwi. Namun tak seperti pagi tadi, layaknya kedua siswa yang bertanya aneh-aneh, pada Jesi. Kali ini, mereka murni mempertanyakan hal-hal yang berbau SMP Ibu Pertiwi. Dimulai dari sifat guru-gurunya, ekskul yang ada, sampai keingintahuan gadis-gadis itu tentang pencapaian dari sekolahnya. Dengan senag hati Vian membalas pertanyaan mereka, bahkan penuh kesopanan. Sesuai persis sama apa yang diharapkan bocah-bocah lulusan SD itu.Seperti sekarang, Lia mencoba untuk bertanya dengan raut wajah was-was. Tangan kanannya yang terangkat ke atas membuat Vian mengangguk serta bertanya, "ya kamu. Namanya siapa?""Lia Kak," balasnya.Vian yang tengah duduk di kursi depan lantas berdiri dan fokus menatap Lia."Mau tanya

    Last Updated : 2021-02-17

Latest chapter

  • TRASHYΒ Β Β Berubah

    Selamat membaca β€πŸ’”Semenjak kejadian tiga bulan lalu, Diana semakin tak punya semangat hidup. Waktu yang ia habiskan di sekolah, hanya dikerjakan di kelas termasuk istirahat makan siang. Diana bahkan kerap absen dari kegiatan OSIS dan ekskul menggambar. Berangkat sekolah juga wajahnya tak pernah terlihat cerah, aura kelam lebih terpancar. Membuat Tino, Putri, dan Lia ---yang tak peduli pada Diana--- dibuat penasaran dengan perubahan Diana akhir-akhir ini. Tapi tidak ada secuil hal yang Lia lakukan. Gadis itu benar-benar memusuhi Diana.Berbeda jauh dengan Lia, Tino dan Putri malah kian gencar mendekati Diana. Ia ingin, temannya itu melepas kesedihan. Keduanya tak henti-hentinya mencari topik gurauan agar Diana mau menunjukkan senyumannya pada mereka. Tapi nihil, Putri dan Tino hanya bisa menerima wajah datar Diana, dan sesekali fake smile yang terbit dari bibir perempuan chuby itu.Sian

  • TRASHYΒ Β Β Pergi Jauh

    Masih sama dengan suasana pagi yang dingin dan mendung, siang ini langit menyisakan hawa dinginnya. Karena para guru Ibu Pertiwi tak kelar-kelar dengan hal berbau rapat. Hal itu membuat siswa-siswi SMP, maupun anak didik SMA dipulangkan lebih awal.Bunyi bel pulang sekolah itupun sudah terdengar sejak lima menit lalu. Kini Diana tengah berada di dalam angkot bersama Lia. Gadis berkucir satu itu memilih duduk berseberangan dengan teman pertamanya, karena si Lia masih saja bersikap acuh tak acuh.Setiap Diana ingin mengajak ngobrol di kantin atau kelas, Lia selalu saja punya cara untuk menolak dan membuang muka tanpa mendengar perkataan Diana sampai tuntas. Bahkan saat mereka pulang dan berada di dalam angkot, Lia masih saja diam. Akibatnya, sampai sekarang ini masih tak ada obrolan di dalam mobil pengantar orang-orang pekerja dan anak-anak sekolahan itu."Pulang duluan ya, Li..." pamitnya masih berusaha mencari topik pembicara

  • TRASHYΒ Β Β Sabar

    Selamat membaca β€πŸ’”Guyuran hujan di sekolah Ibu Pertiwi pagi ini, membuat proses belajar mengajar diundur satu jam dari bel masuk seperti biasa. Selain karena hujan deras, alasan lainnya adalah seluruh guru masih terlibat rapat dengan ketua yayasan. Para murid yang datang dan berlarian bahkan masih bisa dihitung dengan jari. Satu anak yang sudah menempatkan diri di ruang kelas dengan menopang dagu dan datang tepat waktu seperti hari-hari biasa. Pikirannya sedari dua minggu belakangan ini terus saja terganggu."Ngalamun, Na?" tanya seseorang bervolume kencang saat melewati bangku yang ditempati gadis itu. "Ngomong-ngomong, cuaca gini enak banget buat maen futsal, loooh." dengan kedua mata terpejam seakan benar-benar membayangkan serunya bermain futsal di tengah lapangan sambil mandi air hujan. Hidungnya ikut menghirup napas dalam-dalam, khas orang yang tengah menikmati alam. "Waaah... Enak bener..." Tino mulai mendramatisir.

  • TRASHYΒ Β Β Hobi

    "Diana!" panggil Tino sebelum orang yang ia sebut namanya menghilang dalam beberapa kali jalan. Tubuh Diana refleks berbalik agar matanya bertemu dengan milik sang ketua kelas. Sambil berjalan menghampiri Diana, Tino berbicara lagi, "masuk OSIS yok, Na! Jadi anggota OSIS.""Hah! Nggak-nggak! Ngapain? Yang pantes gabung banyak, No! Nggak mau ah... Maaf." sambil memutar tubuh, melanjutkan perjalanannya.Tapi cekalan dan suara Tino lagi-lagi berhasil membuat gadis yang nampak kelelehan itu berhenti, Tino berdiri di sampingnya. "Sambil jalan aja." keduanya lantas mengayunkan kaki. "Aku ngerasa kamu itu kreatif, Na... Coba kalo kamu gabung, kamu bisa nuangin ide-ide kamu ke acara-acara OSIS nanti, apa kamu mau gabung jadi kandidat calon ketua OSIS?"Matanya sukses membelalak mendengar penawaran terakhir Tino. "Apaan sih?! Jadi anggota aja ogah mana ini jadi kandidat! Sangat tidak setuju!" sahutnya menggebu-gebu. "Udah ya... Aku ma

  • TRASHYΒ Β Β Bijak

    "Bakso, opor ayam, sop ayam, soto ayam, nasi rames, nasgor, nasi kucing, nasi ayam pedes, nasi ayam kecap, nasi ayam goyeng atau bakar, ayam geprek..." menarik napas sebentar lalu dihembuskan perlahan dan kembali melanjutkan, "...kwetiau rebus, kwetiau goyeng, mi rebus, apa mi goyeng?" alisnya sudah naik-turun. Tiba-tiba menanyai itu saat berhadapan dengan Diana.Para pendengar banyak yang terkekeh, tertawa, dan tersenyum. Tapi bukan Diana kalau ikut terkagum-kagum, gadis itu hanya diam. Lebih baik menjauhi laki-laki itu daripada menjadi sorotan orang-orang yang ada di kantin. Tubuhnya berbalik dari Andra di hadapannya, lalu menghampiri 'Kantin 5' yang paling ujung dan bisa dikatakan sepi. Terlihat dari sini, tak sampai dua puluh orang yang makan di sana."Aku tawarin karna aku tau, porsimu buanyaaak, Dianaaa!" serunya tanpa menghiraukan tawaan siswa lain dan perasaan malu berbalut kesal yang kini hinggap di hati Diana. Perempuan itu hanya

  • TRASHYΒ Β Β Teman Kedua

    Selamat membaca β€πŸ’”Raja timur mulai menampakkan wujudnya. Sinar terangnya memancar sampai hampir ke seluruh kamar gadis yang tengah mengurung diri dalam kain tebal. Beberapa menit kemudian ia mulai terganggu dengan cahaya yang sedikit menusuk di wajah. Dikerjapkannya sepasang kelopak mata itu perlahan dan kedua jarinya bertugas menghilangkan noda kecil di dalam sudut netra. Teringat bahwa hari ini dirinya harus piket, Diana lantas menyiapkan seragam batik biru dengan rok putih. Diikatnya rambut hitam sebahu itu secara asal lalu menyambar handuk yang menggantung di belakang pintu kamarnya."Tumben pagi-pagi udah siap..." kata Tania yang baru saja menggelar tikar untuk mereka sarapan."Piket..." singkatnya. Gadis dengan celana pendek di atas lutut dan kaos hijau polos itu tengah berjalan cepat ke arah pintu kamar mandi yang tertutup. Sambil mengetuk ia berujar, "Pah, cepetan ya! Aku ada jadwal piket

  • TRASHYΒ Β Β Semangat Diana!

    Gadis yang menggendong tas ransel merah itu tampak merasa cemas. Kentara sekali dari wajah lelah nan pucatnya itu. Pikirannya entah kenapa melayang jauh, membayangkan sosok kedua orangtuanya. Tak banyak yang menyita rasa gugup Diana sejak di kelas sampai siang hari ini, selain perkataan Andra pagi tadi.Saat ini dirinya tengah menunggu angkot yang akan membawanya sampai di depan rumah. Perempuan itu menghela napas panjang kala masuk ke dalam kendaraan umum yang kini dia tumpangi.Suasana angkot ini lumayan sepi. Di bagian belakang, paling pojok mobil itu, hanya ada perempuan tinggi berseragam sekolah tengah memegang buku novel. Sedangkan di samping sopir angkot, ada pemuda yang dari penampilannya kelihatan seperti seorang mahasiswa. Atasan kotak-kotak, celana jeans, dan memangku tas ransel hitam.Tapi lagi-lagi perasaan cemas, gugup, dan takut Diana, merayap pelan ke dalam hatinya. Mungkin akan melekat sampai malam hari nanti

  • TRASHYΒ Β Β 7A

    Matahari yang terbit pagi ini menemani perempuan berseragam kotak-kotak merah dengan bawahan rok warna putih susu. Dengan degupan jantung yang ada di atas normal, Diana berjalan di lantai dasar bangunan yang cukup besar untuk menampung ratusan murid itu. Tujuan pertama Diana hari ini sudah bukan lagi aula SMP Ibu Pertiwi, melainkan ruang kelas utama, 7A. Siapa tahu namanya akan tercantum di jendela kelas.Sepasang netranya menajam, meneliti setiap nama murid di kertas yang sekarang ada depannya, menempel pada kaca bening persegi itu. Hingga saat pandangannya mengarah ke nama yang berawalan dengan huruf 'D', binar bahagia terpancar dari sorot mata Diana.Gadis itu bahkan memekik tertahan, "Yeees...!" itu tandanya, sepasang kaki berbalut kaos kaki putih yang hampir mencapai dengkul itu takkan melanjutkan pencarian kelas.Namanya terpampang jelas di kertas yang melekat pada jendela. Diana juga tak perlu berlelah-lelah membaca 'd

  • TRASHYΒ Β Β Eyang

    Selamat membaca β€πŸ’”Sekarang ini tinggal mereka berdua yang mengisi rumah tua itu. Diana yang pamit ke dapur untuk membuatkan teh si kakek dan dirinya, kini malah kebingungan mencari gula. Kedua tangannya sibuk mengangkat beberapa wadah kotak plastik di atas meja kayu, pindah ke meja sebelahnya namun tak kunjung menemukan. Karena lama mencari, kepala Diana jadi pusing. Dari tempatnya berdiri ia sedikit teriak dengan tangan yang menggaruk kepalanya kasar, "Eyaaang... Gulanya di mana ya? Di dapur enggak ada..."Tak ada sahutan dari orang yang ditanyai. Sambil melemaskan bahu, Diana berbalik. Namun sebelum gadis itu jalan, si kakek sudah ada di hadapannya. "Di atas meja ndak ada?" pria tua itu malah ikut bingung."Enggak, Diana udah nyari-nyari tapi nggak ketemu," ungkapnya sambil mengangguk-angguk. "Eyang lupa naruh mungkin..."Yanto mencoba duduk di kursi coklat kayu panjang pelan-pelan de

DMCA.com Protection Status