Sudah beberapa hari Caca sakit dan publik mulai geger karena postingan akun HiDFY, juga ketiga membernya yang menandai akun Caca sambil mengucapkan get well soon.
Dafa juga melakukan hal yang sama, mengunggah foto tangan Caca dengan ucapan cepat sembuh dan diakhiri emoticon love.
Banyak yang mengomentari dengan doa agar cepat sembuh. Entah orang-orang itu bersungguh-sungguh atau tidak yang jelas sore ini keadaan Caca sudah membaik.
"Makasih karna udah nunjukin perubahan yang baik, aku tau kamu pasti kuat. Cepet bangun ya, Ca, nanti aku anterin kemanapun kamu mau," ujar Dafa yang duduk di samping brankar gadis itu.
Tangannya terulur untuk menggenggam jemari sang sahabat yang terasa dingin. Hah, Dafa menghela napas kasar. Mending diomeli daripada ditinggal sakit begini.
"Heh pendek, nggak ada niat buat bangun apa? Nanti aku ajakin ke kebun binatang deh biar bisa ketemu temen kamu," ucapnya dengan lesu.
Yang dimaksud teman ole
Jangan lupa beri ulasan, terima kasih🥰
"Enggak ada Caca gini kok jadi sepi ya? Padahal kalau ngumpul dia juga nggak banyak omong," ujar Naya. Saat ini dia tengah berkumpul di ruang tamu apartemen Fey. Menonton televisi sambil makan snack. Caca memang tidak banyak bicara, tapi gadis yang paling muda diantara mereka itu akan berisik jika bagian makanannya diambil Naya atau Kiara. "Sepi banget, kita lagi ngumpul bertiga tapi berasa hambar aja gitu. Dari tadi juga sibuk sendiri-sendiri, nggak ada yang ngobrol, nggak ada yang bener-bener merhatiin TV," balas Fey setelah menenggak minuman kalengnya. Lalu secara tidak sengaja mereka berdecak berbarengan. Ketiganya saling berpandangan, kemudian terkekeh. Fey menyugar rambutnya ke belakang. "Padahal baru hari ini kita nggak datang jenguk Caca, tapi rasanya udah kangen ... banget," sahut Naya. "Karna walaupun datang, kita tetep nggak denger suaranya," jawab Kiara. "Lo pada di spam DM nggak sih?" Ujar Fey dengan pandangan yang fokus p
Dafa mempercepat makannya, Fenti dan Dio yang melihat hal itu menjadi tersenyum dan menggelengkan kepala. "Nggak usah buru-buru,makanannya nggak bakal Ayah minta kok," celetuk Dio membuat gerakan tangan Dafa berhenti sesaat. Pemuda itu menggeleng, dia kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya. "Biar cepet habis terus cepet ke rumah sakit," balasnya dengan mulut penuh makanan. "Awas kesedak," peringat Fenti. Baru saja bibirnya mengatup, tiba-tiba .... "Khuk ... ukhuk ...." "Nah, kan. Bunda baru selesai ngomong lho." Wanita itu segera menyodorkan segelas air. "Walaupun makanan kamu habis tapikan makanan Bunda sama Ayah belum. Emang kamu mau le rumah sakit sendiri?" Cetus Dio sambil menepuk punggung anaknya beberapa kali. Dafa menggeleng, dia baru ingat kalau mau pergi bareng orang tuanya. Percuma dong dia makan tergesa-gesa, sedangkan orang tuanya saja makannya seperti siput. "Ayah sama Bunda kala
"Gimana Bang, udah ketemu yang punya akun kemarin?" Tanya Dafa pada laki-laki yang baru selesai lari pagi. Arga yang hendak membuka pagar rumahnya mengurungkan niat, dia memilih berjalan kearah Dafa yang sedang mencuci motor. "Udah, masih ada hubungannya sama Jenny," balasnya. "Jenny?" Arga mengangguk. "Lo masih ingat Carla?" Tanyanya dengan lirih. Dafa mematung sesaat, dia jelas mengingat Carla. Sosok gadis kecil yang dulu juga menjadi sahabatnya. Kalau Caca anak yang manis, sedangkan Carla bersifat keras dan judes. Lalu apa hubungannya antara Jenny dengan Carla? "Ternyata yang nabrak Carla masih saudaranya Jenny, lebih tepatnya pamannya," papar Arga membuat Dafa tersentak dari lamunannya. "Lo ngomong kayak gini ... ada buktinya kan, Bang?" Tanya Dafa dengan hati-hati. Arga menghela napas, dia sangat tau seperti apa tersiksanya Dafa dan Caca saat itu. Apalagi Caca yang melihat kejadian tragis tepat di d
"Ma ... kayaknya tangan Caca gerak deh," ucap Arga yang sedari tadi menggenggam tangan adiknya. "Yang bener, Bang?" Tanya Gara yang terkejut. Bukan hanya dia, Lizzy dan Lily pun sama. Ketiga orang itu langsung mendekati brangkar Caca. Setelah melihat pergerakan tangan dengan jelas, Lily segera memencet tombol pemanggil perawat. Beberapa saat kemudian beberapa dokter berdatangan untuk memeriksa keadaan Caca. Mengapa tidak hanya 1 atau 2 dokter yang memeriksa? Jawabannya karena Caca adik dari pemilik rumah sakit ini, untuk itu mereka harus memberikan pelayanan terbaik atau kalau tidak maka siap-siap saja kehilangan pekerjaan. Dokter Linda melepas ventilator dan menggantinya dengan nasal kanula. Sebelum pergi, dokter muda itu memberitahu kalau keadaan Caca sudah membaik dan akan sadar dalam waktu dekat. Lizzy dan yang lain tentu sangat bahagia, wanita itu lantas mendekat pada sang puteri dan mengusap rambutnya pelan. Bibir
Erza berkali-kali mengumpat, dia sungguh penasaran dengan keadaan Caca sekarang. Mau datang langsung ke rumah sakit, tapi harus ke stasiun untuk menjemput kakaknya yang baru pulang dari luar kota. Mau bertanya pada si kembar, tapi mereka pasti masih marah karena kejadian beberapa waktu lalu, saat dia dengan sengaja mencoba melukai Caca. [Kamu dimana sih, keburu menjamur ini Teteh nunggunya] Pemuda berkemeja kotak-kotak warna hitam itu berdecak kesal. [Sabar] Setelah membalas demikian, dia langsung menyambar kunci mobil dan keluar. Hampir 20 menit diperjalanan hingga sampai ke tempat dimana kakaknya duduk sambil cemberut, di depannya terdapat sebuah koper dan satu tas jinjing. "Kenapa lo nggak lahir jadi laki aja sih biar nggak ngerepotin, cuma bawa gini aja minta jemput," omelnya pada perempuan yang lebih tua 6 tahun darinya. Perempuan itu langsung berdiri dan menatap nyalang sang adik yang lebih tinggi darinya. Buk
Caca melirik sekeliling ruangan yang kini sangat ramai, berbeda sekali dengan saat pertama dia bangun. Saat pertama kali membuka mata tidak ada yang menyadari, Gara dan kedua temannya sibuk dengan urusan sendiri-sendiri sampai Lily masuk dan melihatnya."Caca mau makan apel?" Tanya Lizzy sambil mengelus surai anaknya.Caca tersenyum tipis lalu menggeleng pelan. Selain lemas, tubuhnya terasa sakit semua,apalagi di bagian tangan dan kaki yang patah.Hah, gadis itu menghela napas. Kira-kira butuh waktu berapa lama sampai ia sembuh total?"Mau jeruk?" Tanya Arga yang saat ini berada di samping kanannya, sedangkan Lizzy di samping kiri.Caca mengangguk, membiarkan abangnya mengupas jeruk lalu menyuapinya.Sejujurnya dia tadi tidak berniat menolak tawaran mamanya, hanya saja sedikit canggung karena sudah lama mereka tidak bertemu.Fey dan Kiara berjalan mendekat, lalu berpamitan karena hari menjelang sore."Cepet pulih ya, Ca.
Seminggu kemudian, Caca sudah boleh pulang. Dokter Linda masih sering datang untuk memeriksa keadaannya. Kalau ada yang bertanya kenapa tidak pakai dokter pribadi keluarga mereka? Jawabannya karena sejak awal masuk rumah sakit, yang menangani Caca adalah dokter muda itu.Kepulangannya jelas tak luput dari postingan ketiga temannya, Dafa, dan kedua abangnya. Baik para anggota UKS maupun penggemarnya turut senang, banyak yang mengirimkan hadiah m dan buket bunga yang diberi surat berisi doa supaya ia lekas pulih sehingga dapat beraktivitas seperti biasanya."Pingin stroberi," rengek Caca dengan mata berkaca-kaca."Nggak boleh. Kamu belum makan siang, nanti sakit perut," balas Dafa sambil menatap tajam.Sejak tadi mereka terus berdebat, membuat teman-temannya yang lain memandang jengah."Tinggal dikasih apa susahnya sih?" Celetuk Rion membuat Dafa menatap nyalang."Enak banget lo ngomong gitu? Sedangkan sama orang tuanya aja belum boleh,"
Langkah laki-laki itu seketika terhenti, namun Caca justru tersenyum manis sambil menyodorkan ponselnya.Caca sudah bertekad perlahan akan menghapus perasaannya pada laki-laki yang telah menjadi sahabatnya sejak kecil. Dia tidak akan melarang Dafa berpacaran dengan siapapun, mungkin selama ini dirinya terlalu berlebihan.Ayo Caca, kuat. Kamu pasti bisa menghapus perasaan itu, memang sewajarnya hubungan kalian hanya sebagai sahabat. Tidak lebih!Dafa mengambil ponselnya, lalu menekan tombol merah. Biarlah nanti dia akan menelfon ulang."Aku pulang dulu, ya. Hampir lupa kalau ada janji sama Erki," ucapnya sambil mengusap rambut Caca.Setelah laki-laki itu keluar, Caca menjadi termenung."Mungkin sejak awal Tuhan memang cuma menakdirkan kita sebagai sahabat, tapi aku terlalu berharap," gumamnya dengan miris.Tidak ada lagi air mata. Bertahun-tahun berharap, hingga kini dia tidak mengerti bagaimana perasaannya lagi. Lelah, sedih, ma