Perjalanan menuju ke Jakarta kali ini cukup leluasa, mungkin karena mereka berangkat dihari kerja. Biasanya kalau Sagara mengecek cabang restaurant mereka yang berada di Jakarta, jalanan sungguh padat luar biasa. Mungkin kali ini Tuhan mengizinkan mereka untuk bersenang-senang, walau pun harus memalsukan surat izin ke sekolah. Memang dasar anak-anak laknat. Mereka pikir sekolah itu milik ibu bapak mereka dan SPP dibayar pakai cinta dan ucapan rindu.
Sejak perjalanan Abil tak henti-hentinya menyakikan beberapa lagu dan membuat telinga Sagara memerah padam karena bosan. Gravity dan Bagas yang asik bercengkrama dan bermain game di ponsel, juga Galaksi yang asik dengan dunianya sendiri. Anak itu hanya membaca buku dan tidak berbicara sama sekali, ia hanya berdehem saja untuk menanggapi pertanyaan-pertenyaan ringan dari orang-orang disekitarnya.
“kali ini Abil nyanyi lagu apa ya enaknya?” Sagara
Ini sudah tiga puluh menit sejak Galaksi meminta kepada Sagara untuk mampir ke salah satu Rumah Sakit, akhirnya mereka bisa menemukan salah satu Rumah Sakit. Galaksi segera turun dan berlari masuk kedalam mengabaikan semua seruan yang memanggil namanya. Yang Galaksi butuhkan sekarang adalah tempat duduk, ia tidak ingin kalau harus minum obat sambil berdiri. Galaksi akhirnya bisa bernafas lega ketika menemukan salah satu kursi ditempat yang tidak terlalu ramai, ia segera mencari botol obat miliknya. Galaksi menyirit ketika mengetahui ternyata obatnya tinggal tiga biji. Beberapa kali terakhir, nyeri didada Galaksi akan menggila jika ia telat meminum obatnya. Apa benar ucapan Mamahnya itu kalau ini hanya sekedar vitamin, atau malah obat peredanyeri? Untuk memenuhi rasa penas
Tujuan utama Sagara sekarang adalah hotel, ia harus cepat-cepat sampai ketempat tujuan tapi ia juga tidak boleh membuat yang lainnya curiga. Walau pun sebenarnya tidak ada yang erlalu memperhatikannnya karena Abil sedang tidur, sedangkan Gravity dan Bagas sedari tadi asik bermain ponsel dan Galaksi yang memejamkan matanya disamping Sagara. Disisi lain Galaksi mati-matian menahan sakit dan sesaknya. Sejak ia memejamkan matanya Galaksi tidak pernah satu menit pun tertidur. Ia sibuk menahan rintihannya supaya tidak keluar, padahal Galaksi sudah memakan obat oenghilang rasa sakitnya. Apa Galaksi harus meminumnya lagi supaya rasa sakitnya cepat mereda?“gue ada air mineral di laci dashboard, kalau lo butuh” seakan membaca pikiran Galaksi, Sagara memberitahu kalau ia bisa meminum obatnya dua kaliGalaksi menoleh kea
Angin malam Jakarta menyapa pipi galaksi dan terasa sedikit dingin membuatnya memegang pipi dengan refleks. Ternyata jalan-jalan malam di Jakarta tidak terlalu buruk. Setelah meyakinkan diri kalau tidak akan terjadi apa-apa walau pun ia keluar sednirian, jadi dsinilah galaksi sekarang, disalah satu rumah makan pinggir jalan dan menunggu pesanannya datang, Ayam bakar dengan daun semanggi adalah menu favorit nya. Setelah rasa sakit yang sejak siang mengujinya dan membuat galaksi kehabisan energi, sekarang ia harus kembali mengisi kekuatannya supaya besok ia tetap bisa menjalani kegiatan dengan antusias yang sama. Izinkan galaksi melupakan seluruh penatnya sebentar sebelum ia harus dipaksa ditarik kembali ke dunia yang tidak bisa menerima galaksi sepenuhnya.“jalan-jalan gak ngajak lo, sombong amat” seorang pria seumuran galaksi
ini special part Abil-Galaksi Ini sudah hampir jam sebelas malam tapi Abil masih betah berada di kolam renang walau hanya memasukan kakinya kedalam air. Galaksi memang sudah memberi kabar kepada Sagara kalau mereka sedang berdua jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun tetap saja mereka harus segera istirahat bukan, walau pun seharian tadi Abil tertidur.“Key, balik ke kamar yu, gue udah mulai ngantuk ini” ini sudah kali ke enam Galaksi membujuk Abil supaya mau kembali ke kamarnya. Tidak ada respon apa pun dari gadis itu. Suasana sudah sepi karena memang ini sudah hampir mau tengah malam. Orang gila mana yang mau menenggelamkan dirinya di kolam renang jam sebelas malam. Ya betul, itu adalah Abil.“Galaksi coba deh duduk sini sama Abil” Abil menepuk-nepuk tempat
Kejadian semalam anatara Abil dan Galaksi tidak membuat mereka canggung sama sekali. Padahal saat ini Abil dan Galaksi sedang mati-matian menahan degupan jantung masing-masing. Tapi itu tidak menjadi halangan bagi mereka, buktinya sekarang mereka sedang asik mendengarkan musik dari berduaan sambil menunggu antrean untuk menaiki wahana Histeria. Padahal sejak tadi Gravity sudah memberitahu mereka kalau ia tidak ingin menaiki wahana yang sangat menantang adrenali itu. Tapi Abil memaksanya dan menyeret Gravity hingga akhirnya Gravity pasrah menghadapi siksaanya ini. Tidak ada gunanya ia meminta bantuan dari Sagara dan Bagas, kedua laki-laki itu sekarang malah dengan senang hati mendengarkan apa yang Abil katakan untuk menahan Gravity supaya tidak kabut. Tidak ada jalan kelua
Bagas datang membawa beberapa minuman botol dikantung plastik yang ia tenteng. Ia tersenyum melihat Gravity dan Abil masih diam menunduk dan tak bersuara, sedangkan sagar berdiri didepan keduanya dengan kedua tangan yang ia silangkan didepan dada. Insiden jamba-jambakan antara Abil dan Gravity berakhir dengan sudut bibir Galaksi yang terluka. Abil secara tidak sengaja ingin memukul Gravity namun sialnya pukulan itu malah mengarah ke Galaksi. Alhasil mereka kena omel Sagara.“emang gak berkah” dengus Sagara kesal “ini tuh gara-gara lo semua palsuin surat izin, jadinya insidennya begini. Malu-maluin dasar” lanjut Sagara belum puas mengomeli Abil dan Gravity“gue gak kenapa-kenapa kok Bang, kasian mereka kalau harus lo omelin terus” Galaksi menyentuh pundak Sagara, berharap dengan begini amarah lel
Menjalankan misinya, Gravity kembali menemui Abil. Sejak melihat gadis itu sore-sore memakai pakaian Oren, Gravity sangat tertarik untuk mengenal anak itu. Apalagi ketika ia berjalan ceria didalam genggaman seorang anak laki-laki yang sepertinya usia diatas dia. Abil bersenandung ria menyanyikan lagu anak-anak. Dan disinilah ia sekarang, didepan gadis berpipi tembem dengan pakaian renang berwarna biru dongker. Gravity tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Abil gemas. Abil berteriak keras dan mendelik kesal melihat anak tengil di depannya ini. “ngapain lagi?” tanya Abil ketus “mau main, kemarin udah janji” jawab Gravity santai Ia melangkah masuk tanpa permisi membuat Abil memegang lengannya refleks “iih, ini rumah Abil” Abil menghentakan kakinya kesal “oh, halo Abil salam kenal. Kemarin kamu gak mau kenalan sama aku” bukannya mara
Sesuai dengan janjinya kini Gravity membantu Abil membereskan mainnya supaya anak itu tidak perlu repot-repot menyimpannya disebuah kotak besar. Gravity mencoba membantu Abil supaya anak itu bisa nyaman berada dikamarnya dan ia bisa berani untuk tidur dikamarnya. Mereka mulai menyusun satu persatu mainan Abil yang didominasi dengan tamia-tamia kecil berukuran 5cm ke 3cm tersebut. Dikamar Abil sudah ada satu lemari tanpa pintu kosong yang sepertinya Daniel persiapkan untuk mainan-mainan Abil. Dari sana lah Gravity memiliki ide, sayang sekali kalau dibiarkan polos seperti itu. Abil juga terlihat sangat menikmati kegiatannya, anak itu tidak berhenti tersenyum lebar. Ia menanyakan kepada Gravity beberapa kali dimana tempat yang cocok untuk meletak