Share

THE WISDOM OF CROWN PRINCE
THE WISDOM OF CROWN PRINCE
Author: Richa Susilo

1. Destiny

Author: Richa Susilo
last update Last Updated: 2021-05-03 09:52:45

Destiny of The Crown Prince

“Oh demi langit, Pangeran Nappy yang budiman. Sampai kapan kau akan terus begini?” Eros, pelayan sekaligus pengasuh Nap menghela napas putus asa seraya meletakkan sepiring salad di hadapan sang pangeran yang tampak menyeringai jahil tak peduli.

“Paling tidak, carilah seorang wanita. Tidak peduli dari golongan jin ataupun manusia. Yang penting wanita,” gumam Eros dengan nada lelah. Lengkap dengan ekspresi memohon yang membuat wajah bulat pria tua itu semakin terlihat seperti balon yang menggelembung. Ini bukan kali pertama Eros membujuk sang pangeran untuk segera menemukan calon permaisuri. Usahanya sudah puluhan bahkan ratusan kali. Dan sialnya, selalu berakhir dengan kegagalan. Mulai saat itu, ia tidak pernah lagi percaya dengan slogan, “Usaha tidak pernah mengkhianati hasil.” Baginya, semua itu hanya omong kosong.

Ia sudah mengerahkan berbagai cara, termasuk mengusulkan pengadaan pesta yang mengundang para gadis cantik keturunan bangsawan. Dan pangeran sinting itu justru memanjat pohon seperti tupai untuk bersembunyi. Menghilang begitu saja. Membuatnya semakin frustrasi.

“Keadaan raja semakin memburuk. Kau harus segera menikah dan naik tahta. Jika tidak, oh … sungguh, aku tidak ingin sakit kepala membayangkan apa yang akan terjadi,” ratap Eros dramatis.

“Dengar, Eros,” bisik Nap, meletakkan tangan kanannya pada sisi wajahnya dengan maksud agar tak seorangpun mampu mencuri dengar apa yang ia katakan, meski hanya dari gerakan bibir. Eros mendekatkan telinganya. “Aku sudah menemukan permaisuriku.” Lanjutnya dengan seringai lebar membuat mata Eros membulat sempurna.

“Sungguh?” Nap mengangguk mantap. “Siapa? Di mana? Kapan?” tanya Eros beruntun. Jelas ini kabar gembira sekaligus mengejutkan. Masalahnya, pangerannya ini tidak pernah sekali pun berinteraksi dengan wanita. Dan lagi, bagaimana mungkin ia bisa tidak tahu? Bukankah hampir 24 jam ia menemani sang pangeran?

“Sesuatu yang bersinar di lautan. Tapi aku sungguh tidak tahu ia makhluk apa.” Lautan? Lipatan di dahi Eros semakin menjadi dan bertambah berkali-kali lipat. Sejak kapan pangeran kerajaan White Kingdom melakukan perjalanan ratusan mil ke Selatan di mana tempat lautan berada? “Satu hal yang pasti, sinar itu terlihat sangat indah. Dan aku langsung jatuh cinta padanya,” gumam sang pangeran yang menarik ujung bibir sewarna cherry miliknya nyaris selebar papan catur. Menatap Eros sendu dengan binar rindu yang memancar kuat dari netra sewarna aquamarine yang mempesona.

Tatapan itu sungguh membuat Eros merinding. Jangan-jangan pangerannya ini tengah demam hingga pada tingkat halusinasi, atau, mungkinkah terkena sihir?

Makhluk tidak terdefinisikan yang bersinar di lautan? Oh, jangan-jangan itu matahari terbenam. Atau ikan anglerfish yang wujudnya seperti monster yang memiliki cahaya itu?

Eros bergidik ngeri. Dengan pertimbangan itu, ia langsung meletakkan punggung tangannya ke dahi sang pangeran. “Aku tidak demam, Eros,” dengus Nap seraya menepis tangan Eros. Menatap pelayan setianya itu dengan tatapan tersinggung.

“Oke, sekarang jelaskan padaku. Kapan kau pergi ke Selatan, Pangeran Nappy? Bagaimana mungkin aku tidak tahu?” tanya Eros memulai interogasinya dengan kedua tangan terlipat di dada. Menuntut penjelasan.

Nap meraih garpu dan mulai menggulung sayuran seraya menyeringai lebar, “Tadi malam. Lewat mimpi,” sahutnya santai sekali. Tanpa menoleh. Dan yang lebih menjengkelkan, yang membuat kedua bola mata Eros membeliak nyaris keluar adalah sikap Nap yang terlihat sangat tidak peduli. Membuat Eros nyaris mati berdiri.

“Oh, sebaiknya kau segera membunuhku dengan sebilah pedang, Pangeran Nappy yang malang,” gumam Eros pelan dengan ekspresi tersedu tanpa air mata, lebih menyerupai bisikan untuk dirinya sendiri.

Nap menyeringai lebar melihat orang yang mengasuhnya sejak kecil, yang menemaninya ke mana pun ia pergi, terlihat sangat frustrasi.

Pangeran itu beranjak berdiri. Mendekati Eros yang sibuk menuangkan air. “Tenang saja, Eros,” katanya seraya menepuk bahu Eros. “Aku tidak akan membunuhmu dengan cara seperti itu. Itu terlalu mudah untukmu, sama sekali tidak menyenangkan. Lebih baik kau siapkan kuda dan perbekalan selama tiga hari. Besok pagi-pagi aku dan Asta akan melakukan perjalanan ke Selatan,” katanya santai dengan seringai lebar.

Eros mendelik sambil berkacak pinggang, mengangkat sudut bibirnya jengkel, “Kau tidak bisa membodohiku lagi, Panyusup Ulung!” Eros berkata tegas. Ia sudah lelah dengan sikap pangeran yang sering sekali menghilang dari istana secara tiba-tiba. Menyusup keluar istana diam-diam hanya untuk bermain gundu. Membuatnya kalang kabut memutari seluruh istana untuk mencarinya. Dan usahanya─seperti yang sudah-sudah─selalu gagal, karena pangeran susah diatur itu sudah pasti telah meninggalkan istana. Dan yang lebih menjengkelkan, selalu saja berakhir pada kemarahan raja dan senyum sinis para menteri dan pejabat.

“Ayolah, Eros. Aku sungguh-sungguh. Aku berjanji akan membawa pulang permaisuri seperti yang kau harapkan,” pinta sang pangeran memohon.

“Dalam wujud seperti apa? Sinar terang di lautan yang bisa saja berasal dari bokong kunang-kunang?” tanya Eros dengan kedua alis menukik tajam. Segala usahanya untuk mengintimidasi Nap dengan ekspresi kemarahan gagal total. Karena Nap justru terbahak mendengar penuturan Eros.

“Tidak, kunang-kunang terlalu kecil, Eros. Aku tidak bisa menyematkan mahkota permata di atas kepalanya. Mungkin mermaid. Ya, mermaid. Kurasa itu mermaid yang membawa lentera. Bagaimana menurutmu?” Nap tak henti membujuk dengan ekspresi yang membuat orang lain tak mampu menolak permintaannya.

Eros mengamati pemuda 17 tahun di hadapannya dengan saksama. Dilihat dari sudut mana pun, pemuda ini terlihat sangat mempesona. Seperti namanya, Arion. Pria tua yang mengabdikan hampir separuh usianya untuk kerajaan itu mulai mempercayai bahwa nama akan mencerminkan jati diri.

Sayangnya, ia tidak tahu bagaimana otak seorang pangeran Arion Nap bekerja. Apakah ada sambungan otaknya yang terputus, atau ada baut yang terlepas, atau mungkin ada yang kurang? Yang membuat sang pangeran memiliki tingkat halusinasi yang benar-benar mengkhawatirkan. Pasti ada yang tidak beres, pikir Eros. Ia bertekad akan memanggil tabib istana nanti. Ia mengangguk-angguk puas dengan analisisnya, membuat Nap memicingkan mata curiga.

“Eros?” panggilnya.

“Sepertinya kau butuh pengobatan, Pangeran. Setelah selesai makan, kembalilah ke kamarmu. Akan kupanggilkan tabib istana,” sahut Eros dengan nada penuh kekhawatiran. Khawatir jika pangeran kesayangannya mengalami gangguan mental yang sulit disembuhkan. Jika hal itu terjadi, siapa yang akan menggantikan kaisar memimpin White Kingdom? Sementara Nap hanya memiliki dua saudara tiri laki-laki yang masih berusia sepuluh tahun dan delapan tahun. Anak dari selir yang mengambil alih posisi ibunya sebagai permaisuri setelah ibunya meninggal.

“Aku tidak sakit, Eros. Ayolah, kumohon … aku janji akan menulis surat izin untuk Ayah. Kau tidak perlu khawatir, oke?” bujuk Nap.

Eros mengernyit. “Kaisar tidak akan mengizinkan.”

“Kaisar akan mengizinkan jika kau juga mengizinkan, Eros.”

Eros tak menyahut. Ia hanya diam sambil meneliti kesungguhan sang pangeran melalui gestur tubuhnya. Pria tua itu akhirnya menghela napas panjang, “Baiklah. Tapi janji, hanya tiga hari,” tegasnya.

“Janji!” sahut Nap mantap tanpa sedikit pun keraguan. Menarik sudut-sudut bibirnya membentuk garis lengkung yang menawan. Eros bahkan berani bertaruh, dengan senyuman semenawan itu, sejujurnya tidak akan sulit bagi Nap untuk mendapatkan gadis mana pun yang ia sukai. Tapi dasar, pemuda rupawan itu bahkan terlihat sama sekali tidak tertarik dengan gadis-gadis cantik yang tersedia di sekitarnya. Membuat Eros harus bekerja keras membujuknya. Dan selalu gagal. Entah bagaimana, pangerannya itu benar-benar bersikap seperti lelaki yang anti perempuan. Dirinya sungguh khawatir jika ternyata permaisuri yang dijanjikan akan dibawanya pulang nantinya adalah seorang lelaki. Oh tidak!

Eros menggeleng kuat untuk mengusir pikiran buruk itu seraya terus berdo’a.

***

“Paman Leandro,” sapa Nap dengan nada anggun khas bangsawan. Sosok yang sedang melatih prajurit di lapangan itu menoleh dan langsung memberi salam hormat kepada sosok yang memanggil namanya.

“Pangeran Arion, apakah ada yang bisa kubantu?” tanya Leandro, membelakangi pasukannya dan sepenuhnya terfokus pada sosok putra mahkota di hadapannya.

“Ah tidak ada, aku hanya ingin mengajak Ega dan Egy ke Selatan. Besok pagi-pagi sekali. Apakah Paman lihat mereka?” tanya Nap langsung pada pokok tujuannya. Ia sudah berkeliling istana, tapi tidak menemukan si kembar di mana pun. Mungkin panglima White Kingdom yang merangkap sebagai ayah mereka tahu.

Pria dewasa dengan tubuh kekar yang diselimuti baju putih longgar yang sekarang basah kuyub oleh keringat itu berdeham pelan, “Silakan ikut denganku, Pangeran,” katanya pelan seraya berjalan menjauh. Langkah kaki jenjangnya berhenti di bawah pohon ek besar yang sepi. Membuat Nap mengerutkan kening samar, ia merasa ada sesuatu yang sedang terjadi. Meski demikian, ia menahan diri untuk bertanya. Ia memilih mengikuti saja langkah sahabat baik ayahnya itu.

Setelah memastikan tak seorang pun berada dalam jarak dengar keduanya, Leandro membuka suara. Manik sewarna emerald menatap lurus ke arah Nap. Ia terlihat sangat serius. Dari jarak sedekat itu, Nap menyadari betapa sosok di hadapannya terlihat sangat tegas dan kuat. Membuatnya bertanya-tanya tentang karakter jahil dan konyol kedua putra kembarnya. Ia mulai berpikir, apakah Ega dan Egy adalah produk uji cobanya yang menemui kegagalan? Nap nyaris tertawa membayangkannya ketika sebuah suara peringatan terpaksa mengubah fokusnya.

“Dengar, Pangeran, seharusnya hal ini kubicarakan dengan Kaisar Callister, tapi aku sungguh ragu.” Nap semakin mengerutkan dahi, tak mengerti arah pembicaraan dari panglima yang memiliki reputasi kesetiaan yang tak diragukan lagi itu.

“Katakan saja, Paman. Ada apa sebenarnya?” Putra mahkota White Kingdom itu tidak pernah mau memanggil Leandro dengan panggilan formal. Dengan sangat keras kepala ia selalu memanggil Leandro dengan kata “paman” meski berulang kali ditegur Eros. Namun pangeran itu sama sekali tak mengindahkan, bahkan terkesan sangat tidak peduli. Karena ia sungguh ingin meniadakan jarak akibat sebuah jabatan. Baginya, Leandro adalah keluarga yang penting. Dan ia sungguh tak pernah menganggap lelaki paruh baya itu sebagai bawahan apalagi orang asing.

“Pangeran Arion, aku sungguh berharap padamu. Segera temukan cinta sejatimu dan naik tahta. Dengan begitu, mungkin Pangeran bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” tutur Leandro dengan mulusnya, membuat Nap nyaris tergelak andai saja ia tak menyadari tatapan serius Leandro. Lagi, seorang Leandro tidak pernah suka bergurau.

“Oh, demi Sang Pencipta yang membuat buah anggur begitu lezat, katakan Paman, ada apa sebenarnya? Kenapa mendadak semua orang memintaku segera menikah?” Nap terkekeh pelan.

Leandro sedikit terkejut mendengar penuturan Nap. Lingkar kementerian kerajaan jelas tidak menginginkan Nap segera naik tahta. Lantas siapa yang menyuruh pemuda susah diatur itu untuk segera menikah? Jika demikian, mungkin masih ada orang istana yang bisa ia percaya. “Maksud Pangeran? Apakah ada selainku yang meminta Pangeran untuk segera menikah?”

“Ya. Setiap hari ia mengulang-ulang permintaan itu. Tanpa bosan. Seperti rapalan mantra sihir,” Nap terkekeh pelan mengingat kelakuan Eros.

“Siapa?” tanya Leandro tak sabar.

“Eros. Siapa lagi? Ah, sudah. Kita tidak perlu membahasnya. Bukankah tadi Paman bermaksud mengatakan sesuatu?”

“Ya. Akhir-akhir ini para pejabat kerajaan dibuat resah oleh kasus pencurian. Mereka mengaku kehilangan emas dan perak dalam jumlah yang besar. Uang apalagi. Dan pencuri itu selalu meninggalkan jejak tinta merah yang bertuliskan “Harta kalian adalah hak rakyat! Kembalikan pada rakyat atau kalian akan menyesal!” di atas kain putih.

Maafkan kelancanganku, Pangeran. Tanpa perintah dan sepengetahuan kerajaan, aku sudah lancang memerintahkan Ega dan Egy untuk menyelidiki kasus ini. Seperti yang bisa Pangeran rasakan, kementerian sudah tidak bisa lagi diandalkan. Karena itulah Pangeran Arion menjadi satu-satunya harapan kami,” tutur Leandro mengutarakan keresahannya.

Nap mengerutkan kening semakin dalam, lantas tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu Leandro. “Terima kasih, Paman. Nanti akan aku pikirkan tindakan dan sikap seperti apa yang akan kuambil.” Mendengar itu, Leandro tersenyum tipis dan mengangguk lega. Setelah merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, panglima tertinggi kerajaan itu undur diri untuk kembali menjalankan tugas. Meninggalkan Nap yang menghela napas panjang menatap awan yang berarak bebas di birunya langit.

“Seandainya aku menjadi awan,” gumamnya seraya menyeringai kecut. Berharap kembali ke masa nenek moyangnya yang menciptakan peraturan konyol tentang pernikahan di keluarga kerajaan. Usianya baru 17 tahun, bagaimana mungkin ia sudah harus menikah? Terlebih lagi, saat ini isi kepalanya masih dipenuhi dengan permainan gundu dan serunya bermain ketapel bersama anak-anak dan remaja desa. Kenapa ia harus berpikir tentang pernikahan dan mengurus kerajaan yang sudah pasti sangat melelahkan? Nap menghela napas berat sekali lagi sebelum menuju lapangan tempat berlatih para prajurit pemanah.

***

Suara desingan anak panah yang menggesek udara memaksa Asta menoleh, demi melihat siapa yang sedang berdiri santai di sampingnya, Asta langsung memberi hormat dengan membungkukkan badan. Tersenyum tipis, “Hebat. Seperti apa yang selalu diharapkan dari seorang pangeran,” katanya pelan dengan netra sewarna madu yang menatap lekat tiga anak panah yang saling tertaut pada pusat papan panah.

Nap terkekeh pelan mendapati pujian sahabatnya. “Kau yang mengajarkannya padaku, As,” timpal pemuda bersurai ikal itu santai, kembali mengambil dua anak panah. “Besok pagi kau ada tugas?” tanya Nap tanpa menoleh. Sebelah matanya menyipit. Memfokuskan pandangan dengan tangan kanan menarik tali busur sampai batas bahu kanannya.

“Tugasku adalah menjagamu, Pangeran,” sahut Asta dengan lugas.

“Oh ayolah, bukankah kau sudah berjanji akan memanggilku Arion saat tidak ada orang? Jangan membuatku mengulanginya sampai seribu kali, As,” kekeh Nap dengan kerlingan jahil. Membuat Asta yang memang seorang pemalu menunduk salah tingkah.

Selain itu, Asta merasa tidak pantas diperlakukan sebaik itu oleh pangeran. Ia merasa sangat malu dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Hatinya diliputi kebimbangan. Beberapa hari yang lalu, ayahnya yang seorang perdana menteri telah mengutarakan isi pikiran dan niatannya pada Asta. Membuat pemuda yang sejak bayi tumbuh bersama sang pangeran terbeliak tak percaya. Ia sungguh tak mempercayai kalimat itu keluar dari sosok yang sangat ia kagumi. Membuat Asta merasa malu hanya untuk menatap wajah sang pangeran.

“Asta, besok pagi-pagi sekali kita akan pergi ke Selatan. Sebaiknya kau persiapkan dirimu sekarang,” ujar Nap yang membuat Asta tersadar dari lamunannya.

“Ke Selatan?” Asta mendongak, keterkejutannya membawa refleks mempertemukan manik sewarna madunya dengan  aquamarine milik Nap. Asta tak ingin melihatnya lama-lama. Warna sebiru lautan dalam itu seperti akan menenggelamkannya.

“Ya, ke Selatan,” sahut Nap yang kini telah kembali memfokuskan pandangan pada papan panah.

“Oh baiklah. akan kusiapkan kuda terbaik untukmu,” ujar Asta dengan senyum getir di dalam hati.

“Terima kasih, As. Kau memang yang terbaik,” tukas Nap seiring tiga anak panah yang kembali menancap pada titik fokus papan. Saling berhimpit. Membuat Nap tersenyum puas sebelum mengalihkan pandangan pada Asta. Dan saat itulah, ia tahu sahabatnya itu tengah berada dalam kemelut bathin. Entah apa, ia tidak tahu. Dan jelas tidak ingin bertanya. Biarkan saja waktu yang menjawab. Pikirnya.

***

Related chapters

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   2. Panggilan Nurani

    The Blue EyesJemari ramping nan kokoh menghentak tali kekang kuda yang ia tunggangi. Kuda terbaik dengan surai hitam legam nan berkilau itu segera melesat cepat sebagaimana yang diinginkan tuannya. Yang kini duduk dengan begitu gagah di atas pelana, menatap jauh ke depan dengan senyum lebar. Seakan inilah hari yang telah lama ia nantikan. Hari dimana dirinya bisa menjelajahi setiap penjuru dengan bebas.Mengenai pencarian pasangan hidup, tentu saja ia tidak serius dengan hal itu. Karena hanya dengan alasan itu Eros mengizinkannya keluar tanpa syarat. Meskipun demikian, soal mimpi yang ia ceritakan itu nyata adanya. Namun, hey, siapa yang akan mempercayai sebuah mimpi?Jika mimpi itu benar, maka, anggap saja sebuah keberuntungan baginya. Jika tidak, tak usah dipikirkan. Dirinya masih memiliki seribu satu cara untuk mengelabuhi Eros yang terus saja membujuknya untuk menikah. Dan siapa sangka, sikap pengasuhnya itu sperti virus yang mudah menular. Karena sekarang,

    Last Updated : 2021-05-04
  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   3. Dinding Batu

    Arion terus saja tergelak, sama sekali tak mempedulikan seruan Asta yang mengingatkan tentang harkat dan martabatnya sebagai seorang pangeran yang terhormat.“Memangnya kenapa jika aku seorang pangeran, eh? Aku tidak boleh tertawa lepas? Oh yang benar saja, jika demkian, dunia ini pasti sangat membosankan. Benar, tidak?” balas Arion seraya mengerling jahil, mengedipkan sebelah mata dengan senyum yang masih tersungging dengan lebarnya. Membuat Asta benar-benar kehilangan kata. Diam-diam, dirinya menyumpahi Ega dan Egy yang tidak ikut bersama mereka. Andai si kembar itu bersama mereka sekarang, pasti dirinya tidak akan menjadi bulan-bulanan si pangeran seperti ini.Karena entah bagaimana, si kembar itu selalu saja memiliki trik-trik licik untuk melawan kekeraskepalaan Arion.Arion menatap wajah datar Asta yang dibalur sedikit kebingungan dengan sebelah alis terangakat, lantas terkekeh pelan. Sahabat masa kecilnya itu benar-benar miskin ekspresi. Sangat

    Last Updated : 2021-05-04
  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   4. Pembunuh Bayaran

    “Aku akan ke sana. Jika kau tidak ingin pergi bersamaku, kau bisa kembali. Namun, kupastikan kau akan menyesali keputusanmu itu seumur hidupmu,” putus Arion seraya mengerling jahil ke arah Asta yang masih memberikan tatapan tak percaya padanya.Dan tanpa menghiraukan peringatan Asta, Arion sudah kembali memacu kudanya memasuki hutan pinus yang terlihat begitu dingin dan angkuh. Meninggalkan Asta yang seketika juga menghentak tali kekang kudanya.“Arion, tidak bisakah kau untuk kali ini saja memikirkan rakyatmu?” seru Asta dari arah belakang. Sebuah seruan yang hanya mampu membuat Arion mengerutkan kening samar tanpa sedikit pun keingnan untuk berhenti.“Sudah ada Kaisar dan para pejabat yang memikirkannya. Mereka tidak memerlukan orang sepertiku untuk berpikir tentang masalah itu.” Arion balas berseru. Nada suaranya begitu tenang dan santai. Seakan sama sekali tak keberatan menyerahkan status putra mahkota pada siapa pun yang

    Last Updated : 2021-05-07
  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   5. Makhluk Penjaga Dinding Batu

    “Apa kau yakin dengan keputusanmu itu?” tanya Asta sekali lagi. Jika mereka membiarkan para pembunuh bayaran itu hidup, tidak menutup kemungkinan jika mereka akan kembali lagi dengan lebih banyak bantuan dan strategi baru setelah mengetahui bahwa dirinya memutuskan berada di pihak sang putra mahkota. Bahkan mungkin saja ayahnya, yang seorang perdana menteri memutuskan untuk melenyapkan dirinya bersama sang putra mahkota.Jika mereka membunuh para pembunuh bayaran itu saat ini juga, si penyewa akan kehilangan jejak mereka, dan tentu saja, akan kesulitan menemukan mereka. Dan lagi, Arion bersikeras akan melintasi dinding batu, tempat di mana rumor-rumor mengerikan beredar selama ribuan tahun. Bahkan pembunuh bayaran terhebat di White Kingdom pun tak akan pernah mempertaruhkan nyawa mereka untuk mengejar hingga ke balik dinding batu. Membunuh para pembunuh bayaran itu jelas akan memberikan mereka waktu untuk segera meninggalkan tempat ini.Namun ….

    Last Updated : 2021-05-08
  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   6. Izin Masuk

    Tidak ada waktu bagi Asta untuk terkejut apalagi mengagumi kemampuan Arion. Karena di detik berikutnya, mata reptil monster berwujud kadal itu bergerak-gerak dengan lubang hidung sebesar sumur yang mengembang dan mengempis seakan tengah megendus sesuatu. Lidahnya yang bercabang seketika terjulur begitu bola matanya yang besar menangkap keberadaan Arion dan Asta, lantas, sepertinya makhluk itu memutuskan bahwa keduanya adalah lalat pengganggu yang layak ia singkirkan dari pandangannya. Karena tanpa ragu, makhluk itu merangkak pelan namun pasti ke arah keduanya.Dan yang lebih buruk daripada itu, sepertinya sama sekali tak berniat menghentikan proses pengeluaran gasnya. Membuat Asta semakin pucat pasi.“Celaka! Sepertinya monster itu tengah menuju ke arah kita, Arion. Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Asta seraya menarik gagang pedangnya cepat. Manik sewarna kelabunya menatap tajam ke arah suara ranting dan dedaunan kering berkeratak terinjak.

    Last Updated : 2021-05-09
  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   7. Dunia Lain

    Arion menoleh ke arah Asta seraya tersenyum lebar setelah si penjaga dinding batu menyetujui permintaanya. Binar di matanya seakan ingin mengatakan, “Lihatlah, bukankah sudah kukatakan kalau semuanya akan baik-baik saja?”Asta, yang sudah mampu kembali menguasai dirinya dari rasa terkejut setelah bertemu dengan monster yang bisa berbicara, dan lagi, yang bisa dengan begitu mudah menyetujui permintaan Arion, hanya mampu mengangkat kedua bahu dan menyeringai samar.“Bagaimanapun juga, kau adalah seorang pangeran. Dan sepertinya, makhluk itu sangat menyadari jika kau memiliki kepala sekeras batu,” ucap Asta seraya mensejajarkan diri dengan kuda Arion yang telah berjalan sedikit di depannya, lantas, menoleh ke arah Arion dengan seringai seakan tengah menertawakan diri sendiri. “Kurasa, makhluk itu hanya ingin melihat bagaimana kita menjerit kesakitan dan memohon untuk segera dibukakan pintu neraka,” lanjutnya seraya tertawa iron

    Last Updated : 2021-06-17
  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   8. Raja Hutan

    Asta segera membungkam mulutnya begitu menyadari suaranya bisa di dengar oleh si raja hutan yang kini berkacak pinggang. Sebuah gestur yang membuat Asta mati-matian menahan tawa.Mendapati situasi yang tidak menguntungkan, Asta segera berdeham untuk menghilangkan nada tawa itu dari getar suaranya.“Oh, maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud demikian, hanya saja, ini benar-benar hal yang baru bagi kami,” balas Asta seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada dengan nada penuh penyesalan. Sorot matanya bahkan meredup seakan merasa bersalah.Sebuah sikap yang membuat Arion nyaris tersedak. Ini sungguh kali pertama dirinya melihat sikap Asta yang tampak begitu mengiba. Seolah sikap tanpa ekspresi dan tanpa emosi yang selalu ditunjukkannya, yang bahkan menjadi identitasnya itu luntur begitu saja.Inikah Asta yang sesungguhnya? Begitu hangat dan lembut? Lantas, kenapa ketika di lingkungan istana ia tampak begitu dingin tak tersentuh?

    Last Updated : 2021-06-21
  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   9. Kharisma Sang Pangeran Arion

    Suara gelak tawa kawanan binatang buas itu pun seketika menggema di udara. Seketika menerbangkan burung-burung liar yang tak Arion ketahui jenisnya di sekitar mereka.“Kau lihat itu, kini mereka menganggap kita seperti idiot,” kekeh Asta dengan seringai ironi.“Bukan sepenuhnya salah mereka, karena pada kenyataannya, selama ribuan tahun, bangsa manusia di bawah kekuasaan White Kingdom sama sekali tak pernah bersentuhan dengan kaum mereka. Dan lebih buruk daripada itu, bangsa kita telah menanamkan pemahaman yang sangat kuat pada bayi-bayi yang bahkan belum lahir dengan ritual penangkal gangguan dari bangsa mereka. Sejak awal, kita telah memperlakukan mereka dengan buruk.”Jawaban Arion yang disampaikan dengan nada seakan mengandung sebuah penyesalan itu sontak saja membuat sebelah alis Asta terangkat.“Apa kau sungguh berpikir demikian?” tanya Asta dengan sedikit menelengkan kepala. Sedikit heran dengan penjelasan panger

    Last Updated : 2021-06-29

Latest chapter

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   14. Pengorbanan Arion II

    “Apa maksudmu, Arion? Apakah kau sungguh-sungguh ingin menyerahkan hidupmu pada mereka?” desis Asta dengan tatapan penuh kemarahan. “Darimana kau yakin mereka akan memenuhi harapanmu jika kau sudah mati, hah? Tidakkah kau mampu berpikir sedikit saja lebih rasional?” Asta benar-benar tak mampu menahan kemarahannya melihat sikap pangerannya yang begitu naif.Bagaimana bisa pengerannya itu berjudi dengan nyawa sebagai taruhan? Apakah ia benar-benar sudah menyerah hidup sebagai seorang pangeran dan ingin segera menanggalkan status yang tak pernah diinginkannya itu?Akan tetapi, kemungkinan terakhir sangat mustahil, Asta tahu pasti siapa Arion. Meskipun dirinya tak menyukai sesuatu, namun jika sesuatu itu telah dibebankan di pundaknya, maka ia akan penuh totalitas menjalankan kewajibannya itu.Jika bukan karena kemungkinan terakhir itu, lalu bagaimana dirinya bisa menjelaskan sikap Arion yang begitu naif itu?Bahkan Asta juga tahu pasti

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   13. Pengorbanan Arion I

    “Aku hanya akan mempercayai kata-katamu jika kau bersedia menyerahkan nyawamu tanpa perlawanan. Bagaimana menurutmu, eh, Pangeran?” tanya si raja hutan seraya menyeringai mencemooh. Yang seketika membuat Asta kembali mengangkat pedangnya dan melempari makhluk itu dengan tatapan tajam.Namun, lagi-lagi, Arion mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan gerakan pedang Asta, sekali lagi meminta sahabat baiknya itu untuk menurunkan pedangnya, menurunkan kemarahannya.Akan tetapi, kali ini Asta sedikit keras kepala, tentu saja ia tidak akan diam saja melihat makhluk di hadapannya itu bertindak sewenang-wenang pada Arion.“Asta,” lirih Arion penuh ketegasan begitu melihat gelagat kekeraskepalaan Asta.“Jangan menghentikanku, Arion. Selama aku masih hidup, aku tidak akan pernah membiarkan makhluk-makhluk itu menyentuh ujung rambutmu! Dan kau lihat, mereka sudah sangat keterlaluan dengan permintaan konyol seperti itu!” gera

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   12. Dendam Raja Hutan

    “Oh benarkah? Kalau begitu, kau hanya punya satu pilihan. Kau harus membunuhku jika kau tidak ingin kata-katamu itu hanya akan berakhir menjadi omong kosong yang menggelikan!” ujar si raja singa dengan dagu terangakat seraya menyeringai menantang, menunjukkan taring-taring tajamnya yang siap mencabik apa pun yang dikehendakinya.Sialnya, ancaman kengerian itu sama sekali tak berguna untuk Arion. Pangeran itu masih dengan ketenangannya yang begitu mengagumkan, justru tersenyum dan menatap lurus si raja hutan. Mengunci tatapan keduanya hingga pada titik seakan mampu saling menyelami pikiran yang tersembunyi jauh di kedalaman hati masing-masing.Lantas, setelah mengunci lawan bicaranya seperti itu, dengan suara tenang namun begitu tegas nan bertenaga, Arion berujar penuh keyakinan.“Aku tidak akan pernah membunuhmu. Bukan perkelahian dan permusuhan yang kuinginkan dari kalian. Aku sungguh-sungguh ingin menjalin pertemanan yang sehat dengan kalian.

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   11. Asta, Sang Ksatria

    Secepat kilat, Asta segera menarik pedangnya dan menjadikan tubuhnya sebagai perisai Arion begitu melihat reaksi mengancam dari puluhan binatang buas di hadapannya.Tidak butuh orang dengan kemampuan analisa yang tinggi untuk mengetahui tatapan membunuh yang dilemparkan secara terang-terangan pada mereka. Karena sebagai orang yang sudah sangat terlatih di medan pertempuran, Asta jelas mampu mencium nafsu membunuh yang sangat pekat menguar di udara dan menusuk hidungnya tanpa bisa dicegah.“Arion, cepat tinggalkan tempat ini. Aku akan menghadang dan memperlambat mereka,” desis Asta yang kini sudah berada di depan Arion tanpa menoleh. Menatap penuh waspada pada gerakan jenis apa pun yang dilakukan kawanan binatang buas di hadapannya.Tangannya yang kokoh mencengkeram gagang pedang dengan begitu kuat. Bersiap menebas apa pun yang akan menyerang mereka.Ksatria itu jelas tahu pasti jika mereka tidak akan mungkin bisa menang mengalahkan kawanan bin

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   10. Aku Arion Nap

    “Siapa namamu?”Sebuah pertanyaan yang ditanyakan dengan kedua mata menyipit dan getar suara yang mengandung nada rasa ingin tahu itu sontak saja membuat anak buah si raja hutan saling toleh, saling melempar tatapan bingung.Hal itu tentu saja mereka lakukan bukan tanpa alasan. Masalahnya, pemimpin mereka itu sama sekali tak segan-segan menelan siapa pun manusia yang memasuki kawasan mereka.Satu-satunya manusia yang ia perlakukan dengan baik hanyalah seorang gadis yang berhasil mengelabuhi mereka dan menerobos masuk ke wilayah mereka dengan begitu berani.Yang datang menantang mereka dengan sinar mata yang membara penuh tekad, sekalipun tubuhnya babak belur dan pakaiannya compang-camping penuh noda darah yang mengalir deras dari tubuhnya.Belakangan mereka ketahui, ternyata gadis itu adalah korban pembantaian yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.Dan tak dipungkiri, pemimpin mereka jelas sangat menyukai gairah dendam yang memba

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   9. Kharisma Sang Pangeran Arion

    Suara gelak tawa kawanan binatang buas itu pun seketika menggema di udara. Seketika menerbangkan burung-burung liar yang tak Arion ketahui jenisnya di sekitar mereka.“Kau lihat itu, kini mereka menganggap kita seperti idiot,” kekeh Asta dengan seringai ironi.“Bukan sepenuhnya salah mereka, karena pada kenyataannya, selama ribuan tahun, bangsa manusia di bawah kekuasaan White Kingdom sama sekali tak pernah bersentuhan dengan kaum mereka. Dan lebih buruk daripada itu, bangsa kita telah menanamkan pemahaman yang sangat kuat pada bayi-bayi yang bahkan belum lahir dengan ritual penangkal gangguan dari bangsa mereka. Sejak awal, kita telah memperlakukan mereka dengan buruk.”Jawaban Arion yang disampaikan dengan nada seakan mengandung sebuah penyesalan itu sontak saja membuat sebelah alis Asta terangkat.“Apa kau sungguh berpikir demikian?” tanya Asta dengan sedikit menelengkan kepala. Sedikit heran dengan penjelasan panger

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   8. Raja Hutan

    Asta segera membungkam mulutnya begitu menyadari suaranya bisa di dengar oleh si raja hutan yang kini berkacak pinggang. Sebuah gestur yang membuat Asta mati-matian menahan tawa.Mendapati situasi yang tidak menguntungkan, Asta segera berdeham untuk menghilangkan nada tawa itu dari getar suaranya.“Oh, maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud demikian, hanya saja, ini benar-benar hal yang baru bagi kami,” balas Asta seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada dengan nada penuh penyesalan. Sorot matanya bahkan meredup seakan merasa bersalah.Sebuah sikap yang membuat Arion nyaris tersedak. Ini sungguh kali pertama dirinya melihat sikap Asta yang tampak begitu mengiba. Seolah sikap tanpa ekspresi dan tanpa emosi yang selalu ditunjukkannya, yang bahkan menjadi identitasnya itu luntur begitu saja.Inikah Asta yang sesungguhnya? Begitu hangat dan lembut? Lantas, kenapa ketika di lingkungan istana ia tampak begitu dingin tak tersentuh?

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   7. Dunia Lain

    Arion menoleh ke arah Asta seraya tersenyum lebar setelah si penjaga dinding batu menyetujui permintaanya. Binar di matanya seakan ingin mengatakan, “Lihatlah, bukankah sudah kukatakan kalau semuanya akan baik-baik saja?”Asta, yang sudah mampu kembali menguasai dirinya dari rasa terkejut setelah bertemu dengan monster yang bisa berbicara, dan lagi, yang bisa dengan begitu mudah menyetujui permintaan Arion, hanya mampu mengangkat kedua bahu dan menyeringai samar.“Bagaimanapun juga, kau adalah seorang pangeran. Dan sepertinya, makhluk itu sangat menyadari jika kau memiliki kepala sekeras batu,” ucap Asta seraya mensejajarkan diri dengan kuda Arion yang telah berjalan sedikit di depannya, lantas, menoleh ke arah Arion dengan seringai seakan tengah menertawakan diri sendiri. “Kurasa, makhluk itu hanya ingin melihat bagaimana kita menjerit kesakitan dan memohon untuk segera dibukakan pintu neraka,” lanjutnya seraya tertawa iron

  • THE WISDOM OF CROWN PRINCE   6. Izin Masuk

    Tidak ada waktu bagi Asta untuk terkejut apalagi mengagumi kemampuan Arion. Karena di detik berikutnya, mata reptil monster berwujud kadal itu bergerak-gerak dengan lubang hidung sebesar sumur yang mengembang dan mengempis seakan tengah megendus sesuatu. Lidahnya yang bercabang seketika terjulur begitu bola matanya yang besar menangkap keberadaan Arion dan Asta, lantas, sepertinya makhluk itu memutuskan bahwa keduanya adalah lalat pengganggu yang layak ia singkirkan dari pandangannya. Karena tanpa ragu, makhluk itu merangkak pelan namun pasti ke arah keduanya.Dan yang lebih buruk daripada itu, sepertinya sama sekali tak berniat menghentikan proses pengeluaran gasnya. Membuat Asta semakin pucat pasi.“Celaka! Sepertinya monster itu tengah menuju ke arah kita, Arion. Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Asta seraya menarik gagang pedangnya cepat. Manik sewarna kelabunya menatap tajam ke arah suara ranting dan dedaunan kering berkeratak terinjak.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status