Arion terus saja tergelak, sama sekali tak mempedulikan seruan Asta yang mengingatkan tentang harkat dan martabatnya sebagai seorang pangeran yang terhormat.
“Memangnya kenapa jika aku seorang pangeran, eh? Aku tidak boleh tertawa lepas? Oh yang benar saja, jika demkian, dunia ini pasti sangat membosankan. Benar, tidak?” balas Arion seraya mengerling jahil, mengedipkan sebelah mata dengan senyum yang masih tersungging dengan lebarnya. Membuat Asta benar-benar kehilangan kata. Diam-diam, dirinya menyumpahi Ega dan Egy yang tidak ikut bersama mereka. Andai si kembar itu bersama mereka sekarang, pasti dirinya tidak akan menjadi bulan-bulanan si pangeran seperti ini.
Karena entah bagaimana, si kembar itu selalu saja memiliki trik-trik licik untuk melawan kekeraskepalaan Arion.
Arion menatap wajah datar Asta yang dibalur sedikit kebingungan dengan sebelah alis terangakat, lantas terkekeh pelan. Sahabat masa kecilnya itu benar-benar miskin ekspresi. Sangat sedikit bicara, dan begitu lurus. Lihatlah wajah datarnya yang begitu polos.
Demi melihat ekspresi Asta, Arion akhirnya berdeham untuk meormalkan nada suaranya. Ia sungguh merasa sedikit bersalah karena menertawakan kepribadian Asta yang memang sangat pendiam.
Arion menatap Asta lekat penuh rasa bersalah, yang justru dibalas dengan sebelah alis terangkat oleh Asta, membuat Arion menyeringai lebar.
“Baiklah. Aku aku memang memiliki mimpi seperti yang Eros katakan padamu,” tutur Arion seraya berbalik dan kembali menjalankan kudanya, namun kali ini dengan langkah lambat, seakan dengan begitu sengaja ingin menikmati setiap jengkal langkah yang ia lalui. “Tapi, siapa yang akan mempercayai kebenaran dari sebuah mimpi?” lanjutnya, kembali menoleh ke samping, tempat Asta berada seraya menyeringai lebar.
Sebuah pernyataan yang membuat kening Asta mengkerut semakin dalam. “Apa maksudmu? Jangan bilang kau─”
“Tepat sekali, itulah tujuanku. Sudah lama sekali aku ingin mengunjungi kehidupan di balik dinding batu,” tegas Arion dengan begitu tenangnya, pangeran itu bahkan menyunggingkan senyum lebar ketika mengatakannya.
Sebuah kenyataan yang membuat Asta seketika membuka mulutnya dengan kedua mata melebar. Sengatan keterkejutan menghantam benaknya, seakan menghambat kerja otaknya hingga tak mampu mengeluarkan kata-kata barang sepatah.
“Bukankah kau juga sudah lama penasaran dengan kehidupan seperti apa yang sesungguhnya terjadi di balik dinding batu itu? Dan kali ini, berterimakasihlah pada kegeniusan otakku hingga kita bisa bisa mengelabuhi kaisar dan pergi ke sana. Tapi, sayang sekali si kembar tidak ikut bersama kita. Jika tidak, ini pasti akan menjadi hal yang sangat menakjubkan. Kau─”
“Arion,” Suara serak sedikit tertahan itu seketika membuat Arion menoleh.
“Ya, apa kau punya rencana bagus tentang apa yang akan kita lakukan?” sahut Arion polos dengan senyum lebar, namun, begitu melihat ekspresi Asta yang syarat akan rasa keberatan, senyumnya perlahan memudar, digantikan dengan kerutan samar di keningnya. Seakan tengah menunggu dengan sabar kalimat seperti apa yang akan meluncur dari lisan Asta.
“Apa kau sungguh-sungguh dengan apa yang baru saja kau katakan?” tanya Asta memastikan, manik kelabunya bergerak-gerak seakan tengah diselimuti kegelisahan.
Demi mendengar pertanyaan Asta yang syarat akan kekahwatiran itu, Arion menghentikan langkah kudanya. Menatap lurus ke arah Asta, sebuah tatapan keras kepala dan penuh keyakinan, menegaskan bahwa ia akan melakukan apa pun yang ingin dilakukannya. Kendatipun bibirnya menyunggingkan senyum, namun, tatapan yang menunjukkan jawaban itu benar-benar membuat Asta gelisah.
“Tentu saja, Asta. Bukankah kesempatan ini sudah lama kita nantikan? Kenapa kau sekarang ragu? Aku yakin sekali, jika Egad an Egy bersama kita, mereka pasti akan dengan penuh semangat melakukan apa yang akan kita lakukan. Tidak ingatkah kau berapa ratus kali kita menyelinap ke luar istana sewaktu kecil dulu? Dan kita selalu gagal mendekati dinding batu. Bukankah ini kesempatan yang sangat bagus, eh?” sahut Arion panjang lebar, seakan ingin sekali membangkitkan jiwa bebas Asta yang sepertinya sudah mulai terjerat dalam sangkar yang menyesakkan.
Dan dari sorot mata Asta, Arion bisa melihat jika sahabatnya itu masih memiliki keingan yang sama dengan dirinya, dan tambahkan, sama kuatnya. Di balik wajah datarnya, Asta sungguh terlihat berusaha keras menyembunyikan keinginan yang sebetulnya masih membara tak terbendung. Dan entah hal menjengkelkan seperti apa yang membuat teman baiknya begitu membatasi dirinya dengan begitu kejamnya.
Asta mencengkeram tali kekang kuda semakin erat, menahan segala bentuk emosi yang ia miliki dan berusaha keras agar tidak bocor keluar hingga orang lain mampu membaca isi pikirannya. Mungkin usahanya itu akan bisa dengan mudah mengelabuhi orang lain. Namun tidak dengan Arion. Pangeran itu bahkan bisa dengan mudah menebak apa yang baru saja dilakukan Asta ketika mereka baru bertemu, meskipun kediaman mereka sangat berjauhan.
Dan dalam hal ini, sungguh, Arion ingin meneriaki Asta agar tidak melakukan hal yang sia-sia jika berada di hadapannya, seperti, menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya.
“Tidak, Arion. Kau tidak boleh pergi ke sana. Jika kau memaksakan diri hendak melintasi dinding batu itu, percayalah, aku sendiri yang akan menghentikanmu, meskipun harus memotong kedua kakimu,” ucap Asta dengan nada keseriusan, dan memang seperti itulah kebiasaannya.
Jawaban itu seketika membuat Arion mengerjap-ngerjap dengan tampang bodoh.
“Oh, sepeertinya kau lupa, Asta. Bukankah sudah kubilang padamu, kau tidak perlu menipu dirimu sendiri jika berhadapan denganku. Apa kau lupa jika aku mampu membaca pikiran orang lain?” balas Arion ringan sekali, menyeringai lebar.
Kemampuan membaca pikiran? Tentu saja dirinya hanya membual. Kegemarannya membaca buku, membuatnya sangat sensitif dan mampu membaca pikiran orang lain melalui kombinasi gerak tubuh dan ekspresi singkat yang mereka tunjukkan dalam waktu sepersekian detik. Sebuah kejujuran murni.
“Tapi kita sekarang bukanlah kita sepuluh tahun lalu, Arion. Kau adalah pewaris tahta White Kingdom. Bagimana mungkin aku akan membiarkanmu membahayakan diri dengan melintasi dinding batu terlarang itu? Dan lagi, bukankah telah dikatakan jika di balik dinding batu itu bersemayam makhluk-makhluk mengerikan? Jika demikian─”
“Kau percaya dengan dongeng itu?” tanya Arion dengan nada seakan tak percaya jika Asta yang begitu tegas dan rasional bisa tenggelam dalam rumor-rumor yang beredar, yang belum tentu benar.
“Aku tidak yakin, namun, apakah menurutmu leluhur kita membangun dinding batu sekokoh dan sekuat itu hanya karena iseng?” balas Asta dengan kening berkerut dalam. Seakan ingin membuat Aron turut memikirkannya dan memutuskan untuk menghentikan ide gilanya. Yang sayangnya, alih-alih hal itu membuat Arion berpikir. Yang ada justru sebaliknya. Pangeran itu justru tergelak.
“Jika memang benar apa yang dikatakan oleh mitos itu, tentang makhluk-makhluk mengerikan yang menghisap darah manusia hingga mengering, yang mengunyah tubuh manusia seperti mengunyah kudapan, lantas, bagaimana caranya leluhur kita menyelesaikan pembangunan dinding batu yang bahkan badak yang mengamuk pun tak mampu menggoresnya?”
Sebuah jawaban telak yang syarat akan kelogisan. Membuat Asta tertegun. Dan mau tidak mau, membenarkan pernyataan Arion itu. Lupa jika mungkin saja leluhur mereka memiliki kekuatan khusus yang mampu menjaga mereka ketika proses pembangunan dinding batu itu terjadi.
"Bagaimana menurutmu, Asta? Apakah yang kukatakan itu keliru?" tanya Arion dengan seringai penuh provokasi. "Mungkin saja di balik dinding batu itu ada harta karun yang disembunyikan leluhur kita. Benar, tidak?" lanjutnya dengan seringai jahil, sebuah kemungkinan yang membuat Asta seketika mendongak dan menatap pangeran itu dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin pangeran ini menganggap cerita skaral masa lalu sebagai candaan?
***
“Aku akan ke sana. Jika kau tidak ingin pergi bersamaku, kau bisa kembali. Namun, kupastikan kau akan menyesali keputusanmu itu seumur hidupmu,” putus Arion seraya mengerling jahil ke arah Asta yang masih memberikan tatapan tak percaya padanya.Dan tanpa menghiraukan peringatan Asta, Arion sudah kembali memacu kudanya memasuki hutan pinus yang terlihat begitu dingin dan angkuh. Meninggalkan Asta yang seketika juga menghentak tali kekang kudanya.“Arion, tidak bisakah kau untuk kali ini saja memikirkan rakyatmu?” seru Asta dari arah belakang. Sebuah seruan yang hanya mampu membuat Arion mengerutkan kening samar tanpa sedikit pun keingnan untuk berhenti.“Sudah ada Kaisar dan para pejabat yang memikirkannya. Mereka tidak memerlukan orang sepertiku untuk berpikir tentang masalah itu.” Arion balas berseru. Nada suaranya begitu tenang dan santai. Seakan sama sekali tak keberatan menyerahkan status putra mahkota pada siapa pun yang
“Apa kau yakin dengan keputusanmu itu?” tanya Asta sekali lagi. Jika mereka membiarkan para pembunuh bayaran itu hidup, tidak menutup kemungkinan jika mereka akan kembali lagi dengan lebih banyak bantuan dan strategi baru setelah mengetahui bahwa dirinya memutuskan berada di pihak sang putra mahkota. Bahkan mungkin saja ayahnya, yang seorang perdana menteri memutuskan untuk melenyapkan dirinya bersama sang putra mahkota.Jika mereka membunuh para pembunuh bayaran itu saat ini juga, si penyewa akan kehilangan jejak mereka, dan tentu saja, akan kesulitan menemukan mereka. Dan lagi, Arion bersikeras akan melintasi dinding batu, tempat di mana rumor-rumor mengerikan beredar selama ribuan tahun. Bahkan pembunuh bayaran terhebat di White Kingdom pun tak akan pernah mempertaruhkan nyawa mereka untuk mengejar hingga ke balik dinding batu. Membunuh para pembunuh bayaran itu jelas akan memberikan mereka waktu untuk segera meninggalkan tempat ini.Namun ….
Tidak ada waktu bagi Asta untuk terkejut apalagi mengagumi kemampuan Arion. Karena di detik berikutnya, mata reptil monster berwujud kadal itu bergerak-gerak dengan lubang hidung sebesar sumur yang mengembang dan mengempis seakan tengah megendus sesuatu. Lidahnya yang bercabang seketika terjulur begitu bola matanya yang besar menangkap keberadaan Arion dan Asta, lantas, sepertinya makhluk itu memutuskan bahwa keduanya adalah lalat pengganggu yang layak ia singkirkan dari pandangannya. Karena tanpa ragu, makhluk itu merangkak pelan namun pasti ke arah keduanya.Dan yang lebih buruk daripada itu, sepertinya sama sekali tak berniat menghentikan proses pengeluaran gasnya. Membuat Asta semakin pucat pasi.“Celaka! Sepertinya monster itu tengah menuju ke arah kita, Arion. Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Asta seraya menarik gagang pedangnya cepat. Manik sewarna kelabunya menatap tajam ke arah suara ranting dan dedaunan kering berkeratak terinjak.
Arion menoleh ke arah Asta seraya tersenyum lebar setelah si penjaga dinding batu menyetujui permintaanya. Binar di matanya seakan ingin mengatakan, “Lihatlah, bukankah sudah kukatakan kalau semuanya akan baik-baik saja?”Asta, yang sudah mampu kembali menguasai dirinya dari rasa terkejut setelah bertemu dengan monster yang bisa berbicara, dan lagi, yang bisa dengan begitu mudah menyetujui permintaan Arion, hanya mampu mengangkat kedua bahu dan menyeringai samar.“Bagaimanapun juga, kau adalah seorang pangeran. Dan sepertinya, makhluk itu sangat menyadari jika kau memiliki kepala sekeras batu,” ucap Asta seraya mensejajarkan diri dengan kuda Arion yang telah berjalan sedikit di depannya, lantas, menoleh ke arah Arion dengan seringai seakan tengah menertawakan diri sendiri. “Kurasa, makhluk itu hanya ingin melihat bagaimana kita menjerit kesakitan dan memohon untuk segera dibukakan pintu neraka,” lanjutnya seraya tertawa iron
Asta segera membungkam mulutnya begitu menyadari suaranya bisa di dengar oleh si raja hutan yang kini berkacak pinggang. Sebuah gestur yang membuat Asta mati-matian menahan tawa.Mendapati situasi yang tidak menguntungkan, Asta segera berdeham untuk menghilangkan nada tawa itu dari getar suaranya.“Oh, maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud demikian, hanya saja, ini benar-benar hal yang baru bagi kami,” balas Asta seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada dengan nada penuh penyesalan. Sorot matanya bahkan meredup seakan merasa bersalah.Sebuah sikap yang membuat Arion nyaris tersedak. Ini sungguh kali pertama dirinya melihat sikap Asta yang tampak begitu mengiba. Seolah sikap tanpa ekspresi dan tanpa emosi yang selalu ditunjukkannya, yang bahkan menjadi identitasnya itu luntur begitu saja.Inikah Asta yang sesungguhnya? Begitu hangat dan lembut? Lantas, kenapa ketika di lingkungan istana ia tampak begitu dingin tak tersentuh?
Suara gelak tawa kawanan binatang buas itu pun seketika menggema di udara. Seketika menerbangkan burung-burung liar yang tak Arion ketahui jenisnya di sekitar mereka.“Kau lihat itu, kini mereka menganggap kita seperti idiot,” kekeh Asta dengan seringai ironi.“Bukan sepenuhnya salah mereka, karena pada kenyataannya, selama ribuan tahun, bangsa manusia di bawah kekuasaan White Kingdom sama sekali tak pernah bersentuhan dengan kaum mereka. Dan lebih buruk daripada itu, bangsa kita telah menanamkan pemahaman yang sangat kuat pada bayi-bayi yang bahkan belum lahir dengan ritual penangkal gangguan dari bangsa mereka. Sejak awal, kita telah memperlakukan mereka dengan buruk.”Jawaban Arion yang disampaikan dengan nada seakan mengandung sebuah penyesalan itu sontak saja membuat sebelah alis Asta terangkat.“Apa kau sungguh berpikir demikian?” tanya Asta dengan sedikit menelengkan kepala. Sedikit heran dengan penjelasan panger
“Siapa namamu?”Sebuah pertanyaan yang ditanyakan dengan kedua mata menyipit dan getar suara yang mengandung nada rasa ingin tahu itu sontak saja membuat anak buah si raja hutan saling toleh, saling melempar tatapan bingung.Hal itu tentu saja mereka lakukan bukan tanpa alasan. Masalahnya, pemimpin mereka itu sama sekali tak segan-segan menelan siapa pun manusia yang memasuki kawasan mereka.Satu-satunya manusia yang ia perlakukan dengan baik hanyalah seorang gadis yang berhasil mengelabuhi mereka dan menerobos masuk ke wilayah mereka dengan begitu berani.Yang datang menantang mereka dengan sinar mata yang membara penuh tekad, sekalipun tubuhnya babak belur dan pakaiannya compang-camping penuh noda darah yang mengalir deras dari tubuhnya.Belakangan mereka ketahui, ternyata gadis itu adalah korban pembantaian yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.Dan tak dipungkiri, pemimpin mereka jelas sangat menyukai gairah dendam yang memba
Secepat kilat, Asta segera menarik pedangnya dan menjadikan tubuhnya sebagai perisai Arion begitu melihat reaksi mengancam dari puluhan binatang buas di hadapannya.Tidak butuh orang dengan kemampuan analisa yang tinggi untuk mengetahui tatapan membunuh yang dilemparkan secara terang-terangan pada mereka. Karena sebagai orang yang sudah sangat terlatih di medan pertempuran, Asta jelas mampu mencium nafsu membunuh yang sangat pekat menguar di udara dan menusuk hidungnya tanpa bisa dicegah.“Arion, cepat tinggalkan tempat ini. Aku akan menghadang dan memperlambat mereka,” desis Asta yang kini sudah berada di depan Arion tanpa menoleh. Menatap penuh waspada pada gerakan jenis apa pun yang dilakukan kawanan binatang buas di hadapannya.Tangannya yang kokoh mencengkeram gagang pedang dengan begitu kuat. Bersiap menebas apa pun yang akan menyerang mereka.Ksatria itu jelas tahu pasti jika mereka tidak akan mungkin bisa menang mengalahkan kawanan bin
“Apa maksudmu, Arion? Apakah kau sungguh-sungguh ingin menyerahkan hidupmu pada mereka?” desis Asta dengan tatapan penuh kemarahan. “Darimana kau yakin mereka akan memenuhi harapanmu jika kau sudah mati, hah? Tidakkah kau mampu berpikir sedikit saja lebih rasional?” Asta benar-benar tak mampu menahan kemarahannya melihat sikap pangerannya yang begitu naif.Bagaimana bisa pengerannya itu berjudi dengan nyawa sebagai taruhan? Apakah ia benar-benar sudah menyerah hidup sebagai seorang pangeran dan ingin segera menanggalkan status yang tak pernah diinginkannya itu?Akan tetapi, kemungkinan terakhir sangat mustahil, Asta tahu pasti siapa Arion. Meskipun dirinya tak menyukai sesuatu, namun jika sesuatu itu telah dibebankan di pundaknya, maka ia akan penuh totalitas menjalankan kewajibannya itu.Jika bukan karena kemungkinan terakhir itu, lalu bagaimana dirinya bisa menjelaskan sikap Arion yang begitu naif itu?Bahkan Asta juga tahu pasti
“Aku hanya akan mempercayai kata-katamu jika kau bersedia menyerahkan nyawamu tanpa perlawanan. Bagaimana menurutmu, eh, Pangeran?” tanya si raja hutan seraya menyeringai mencemooh. Yang seketika membuat Asta kembali mengangkat pedangnya dan melempari makhluk itu dengan tatapan tajam.Namun, lagi-lagi, Arion mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan gerakan pedang Asta, sekali lagi meminta sahabat baiknya itu untuk menurunkan pedangnya, menurunkan kemarahannya.Akan tetapi, kali ini Asta sedikit keras kepala, tentu saja ia tidak akan diam saja melihat makhluk di hadapannya itu bertindak sewenang-wenang pada Arion.“Asta,” lirih Arion penuh ketegasan begitu melihat gelagat kekeraskepalaan Asta.“Jangan menghentikanku, Arion. Selama aku masih hidup, aku tidak akan pernah membiarkan makhluk-makhluk itu menyentuh ujung rambutmu! Dan kau lihat, mereka sudah sangat keterlaluan dengan permintaan konyol seperti itu!” gera
“Oh benarkah? Kalau begitu, kau hanya punya satu pilihan. Kau harus membunuhku jika kau tidak ingin kata-katamu itu hanya akan berakhir menjadi omong kosong yang menggelikan!” ujar si raja singa dengan dagu terangakat seraya menyeringai menantang, menunjukkan taring-taring tajamnya yang siap mencabik apa pun yang dikehendakinya.Sialnya, ancaman kengerian itu sama sekali tak berguna untuk Arion. Pangeran itu masih dengan ketenangannya yang begitu mengagumkan, justru tersenyum dan menatap lurus si raja hutan. Mengunci tatapan keduanya hingga pada titik seakan mampu saling menyelami pikiran yang tersembunyi jauh di kedalaman hati masing-masing.Lantas, setelah mengunci lawan bicaranya seperti itu, dengan suara tenang namun begitu tegas nan bertenaga, Arion berujar penuh keyakinan.“Aku tidak akan pernah membunuhmu. Bukan perkelahian dan permusuhan yang kuinginkan dari kalian. Aku sungguh-sungguh ingin menjalin pertemanan yang sehat dengan kalian.
Secepat kilat, Asta segera menarik pedangnya dan menjadikan tubuhnya sebagai perisai Arion begitu melihat reaksi mengancam dari puluhan binatang buas di hadapannya.Tidak butuh orang dengan kemampuan analisa yang tinggi untuk mengetahui tatapan membunuh yang dilemparkan secara terang-terangan pada mereka. Karena sebagai orang yang sudah sangat terlatih di medan pertempuran, Asta jelas mampu mencium nafsu membunuh yang sangat pekat menguar di udara dan menusuk hidungnya tanpa bisa dicegah.“Arion, cepat tinggalkan tempat ini. Aku akan menghadang dan memperlambat mereka,” desis Asta yang kini sudah berada di depan Arion tanpa menoleh. Menatap penuh waspada pada gerakan jenis apa pun yang dilakukan kawanan binatang buas di hadapannya.Tangannya yang kokoh mencengkeram gagang pedang dengan begitu kuat. Bersiap menebas apa pun yang akan menyerang mereka.Ksatria itu jelas tahu pasti jika mereka tidak akan mungkin bisa menang mengalahkan kawanan bin
“Siapa namamu?”Sebuah pertanyaan yang ditanyakan dengan kedua mata menyipit dan getar suara yang mengandung nada rasa ingin tahu itu sontak saja membuat anak buah si raja hutan saling toleh, saling melempar tatapan bingung.Hal itu tentu saja mereka lakukan bukan tanpa alasan. Masalahnya, pemimpin mereka itu sama sekali tak segan-segan menelan siapa pun manusia yang memasuki kawasan mereka.Satu-satunya manusia yang ia perlakukan dengan baik hanyalah seorang gadis yang berhasil mengelabuhi mereka dan menerobos masuk ke wilayah mereka dengan begitu berani.Yang datang menantang mereka dengan sinar mata yang membara penuh tekad, sekalipun tubuhnya babak belur dan pakaiannya compang-camping penuh noda darah yang mengalir deras dari tubuhnya.Belakangan mereka ketahui, ternyata gadis itu adalah korban pembantaian yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.Dan tak dipungkiri, pemimpin mereka jelas sangat menyukai gairah dendam yang memba
Suara gelak tawa kawanan binatang buas itu pun seketika menggema di udara. Seketika menerbangkan burung-burung liar yang tak Arion ketahui jenisnya di sekitar mereka.“Kau lihat itu, kini mereka menganggap kita seperti idiot,” kekeh Asta dengan seringai ironi.“Bukan sepenuhnya salah mereka, karena pada kenyataannya, selama ribuan tahun, bangsa manusia di bawah kekuasaan White Kingdom sama sekali tak pernah bersentuhan dengan kaum mereka. Dan lebih buruk daripada itu, bangsa kita telah menanamkan pemahaman yang sangat kuat pada bayi-bayi yang bahkan belum lahir dengan ritual penangkal gangguan dari bangsa mereka. Sejak awal, kita telah memperlakukan mereka dengan buruk.”Jawaban Arion yang disampaikan dengan nada seakan mengandung sebuah penyesalan itu sontak saja membuat sebelah alis Asta terangkat.“Apa kau sungguh berpikir demikian?” tanya Asta dengan sedikit menelengkan kepala. Sedikit heran dengan penjelasan panger
Asta segera membungkam mulutnya begitu menyadari suaranya bisa di dengar oleh si raja hutan yang kini berkacak pinggang. Sebuah gestur yang membuat Asta mati-matian menahan tawa.Mendapati situasi yang tidak menguntungkan, Asta segera berdeham untuk menghilangkan nada tawa itu dari getar suaranya.“Oh, maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud demikian, hanya saja, ini benar-benar hal yang baru bagi kami,” balas Asta seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada dengan nada penuh penyesalan. Sorot matanya bahkan meredup seakan merasa bersalah.Sebuah sikap yang membuat Arion nyaris tersedak. Ini sungguh kali pertama dirinya melihat sikap Asta yang tampak begitu mengiba. Seolah sikap tanpa ekspresi dan tanpa emosi yang selalu ditunjukkannya, yang bahkan menjadi identitasnya itu luntur begitu saja.Inikah Asta yang sesungguhnya? Begitu hangat dan lembut? Lantas, kenapa ketika di lingkungan istana ia tampak begitu dingin tak tersentuh?
Arion menoleh ke arah Asta seraya tersenyum lebar setelah si penjaga dinding batu menyetujui permintaanya. Binar di matanya seakan ingin mengatakan, “Lihatlah, bukankah sudah kukatakan kalau semuanya akan baik-baik saja?”Asta, yang sudah mampu kembali menguasai dirinya dari rasa terkejut setelah bertemu dengan monster yang bisa berbicara, dan lagi, yang bisa dengan begitu mudah menyetujui permintaan Arion, hanya mampu mengangkat kedua bahu dan menyeringai samar.“Bagaimanapun juga, kau adalah seorang pangeran. Dan sepertinya, makhluk itu sangat menyadari jika kau memiliki kepala sekeras batu,” ucap Asta seraya mensejajarkan diri dengan kuda Arion yang telah berjalan sedikit di depannya, lantas, menoleh ke arah Arion dengan seringai seakan tengah menertawakan diri sendiri. “Kurasa, makhluk itu hanya ingin melihat bagaimana kita menjerit kesakitan dan memohon untuk segera dibukakan pintu neraka,” lanjutnya seraya tertawa iron
Tidak ada waktu bagi Asta untuk terkejut apalagi mengagumi kemampuan Arion. Karena di detik berikutnya, mata reptil monster berwujud kadal itu bergerak-gerak dengan lubang hidung sebesar sumur yang mengembang dan mengempis seakan tengah megendus sesuatu. Lidahnya yang bercabang seketika terjulur begitu bola matanya yang besar menangkap keberadaan Arion dan Asta, lantas, sepertinya makhluk itu memutuskan bahwa keduanya adalah lalat pengganggu yang layak ia singkirkan dari pandangannya. Karena tanpa ragu, makhluk itu merangkak pelan namun pasti ke arah keduanya.Dan yang lebih buruk daripada itu, sepertinya sama sekali tak berniat menghentikan proses pengeluaran gasnya. Membuat Asta semakin pucat pasi.“Celaka! Sepertinya monster itu tengah menuju ke arah kita, Arion. Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Asta seraya menarik gagang pedangnya cepat. Manik sewarna kelabunya menatap tajam ke arah suara ranting dan dedaunan kering berkeratak terinjak.