“Apa kau yakin dengan keputusanmu itu?” tanya Asta sekali lagi. Jika mereka membiarkan para pembunuh bayaran itu hidup, tidak menutup kemungkinan jika mereka akan kembali lagi dengan lebih banyak bantuan dan strategi baru setelah mengetahui bahwa dirinya memutuskan berada di pihak sang putra mahkota. Bahkan mungkin saja ayahnya, yang seorang perdana menteri memutuskan untuk melenyapkan dirinya bersama sang putra mahkota.
Jika mereka membunuh para pembunuh bayaran itu saat ini juga, si penyewa akan kehilangan jejak mereka, dan tentu saja, akan kesulitan menemukan mereka. Dan lagi, Arion bersikeras akan melintasi dinding batu, tempat di mana rumor-rumor mengerikan beredar selama ribuan tahun. Bahkan pembunuh bayaran terhebat di White Kingdom pun tak akan pernah mempertaruhkan nyawa mereka untuk mengejar hingga ke balik dinding batu. Membunuh para pembunuh bayaran itu jelas akan memberikan mereka waktu untuk segera meninggalkan tempat ini.
Namun ….
“Tentu saja. Tak ada bahasa yang mampu dimengerti oleh segala jenis makhluk hidup selain bahasa kebaikan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ayo jalan,” sahut Arion ringan sekali seraya menarik tali kekang kuda hingga kuda gagah itu meringkik penuh semangat. Tanpa sedikit pun menoleh ke belakang, tempat di mana lima orang tengah berlutut penuh hormat padanya. Seakan sama sekali tidak khawatir jika tiba-tiba mereka menghunuskan pedangnya dari belakang.
“Tapi Arion─”
Arion memelankan laju kudanya. “Kalian cepat pergilah,” serunya lantang seraya menoleh ke tempat pembunuh bayaran itu berada. “Jika tidak, aku tidak bisa menjamin jika temanku ini tidak akan kehilangan keinginannya menuruti perkataanku, dan memutuskan membantu kalian bertemu dengan Sang Pencipta secepat kedipan mata, jadi sebaiknya kalian mendengarkan saranku,” lanjutnya seraya terkekeh riang. Membuat para pembunuh bayaran itu untuk sejenak saling toleh, sebelum akhirnya kembali menunduk penuh rasa hormat dan segera menghilang dengan kecepatan lesatan bunga api di langit malam yang pekat, lenyap dalam kegelapan.
Menyisakan Asta yang hanya mampu menghela napas panjang dan mengusap wajahnya pasrah. Ia memang sangat paham jika Arion sama sekali tidak menyukai kekerasan. Tetapi, demi langit yang masih berdiri kokoh, tidakkah pangeran itu bisa membaca situasi yang membahayakan nyawanya?
“Asta, apa sudah selesai mengutukku dalam hati, eh? Jika sudah, bergegas atau aku tak akan menunggumu lagi,” seru Arion seraya menyeringai lebar. Dan sama sekali tak berniat menunggu tuan muda yang masih terpaku di tempatnya itu untuk membalas seruannya. Alih-alih menunggu, Arion justru memacu kudanya semakin kencang. Membelah semak belukar setinggi pinggang, kuda tunggangannya benar-benar sangat terlatih. Begitu lincah dan gesit dalam meliuk di antara pepohonan dan melompat ketika melintasi pohon tumbang.
Keadaan hutan belantara itu jelas sekali jauh dari jamahan manusia. Membuat seluruh vegetasi yang ada di dalamnya tumbuh dengan begitu subur. Tidak mengherankan sebetulnya, karena begitu mereka melintasi bukit dan memasuki kawasan hutan pinus, di sana pulalah langkah manusia pada umumnya akan terhenti. Tak akan ada satu makhluk bernama manusia yang berani menginjakkan kaki lebih jauh ke dalam hutan.
Karena selain mitos yang telah melekat kuat dalam benak mereka, yang dituturkan dari generasi ke generasi selama ribuan tahun, keadaan hutan itu sendiri seakan memberikan tekanan mental yang sangat kuat dan mengerikan. Begitu mengintimidasi dan mengancam.
Lolongan binatang buas, kerimbunan hutan yang tampak gelap, suram, dan begitu mengerikan. Dengan semua itu, bagaimana mungkin manusia biasa akan dengan riang gembira memasuki kawasan yang seolah tak sabar ingin melenyapkan mereka dari muka bumi itu sebagaimana yang kini dilakukan oleh dua orang remaja berpakaian kesatria yang usianya baru 17 tahun?
Karena rupanya, tidak hanya Arion dan kudanya yang begitu antusias dan penuh semangat menerobos lebat hutan pinus itu menuju ke dinding batu, sisi terluar dari White Kingdom itu. Namun juga Asta. Sosok yang semula begitu keras menentang keputusan Arion itu, kini justru terlihat jauh lebih bersemangat daripada Arion sendiri. Sebuah pemandangan yang membuat Arion menyeringai lebar tanpa sepengetahuan Asta yang pandangannya menatap lurus ke depan dengan binar antusias yang memnacar kuat dari manik jernih kelabunya.
Ketika jarak mereka semakin mendekat ke dinding batu, Arion memperlambat laju kudanya. Yang segera saja diikuti oleh Asta yang mensejajarkan langkah kudanya dengan Arion. Pandangannya memindai sekitar dengan begitu awas.
“Apakah kau merasakan sesuatu?” lirih Arion dengan pandangan penuh kewaspadaan menyapu sekitar. Ia ingat sekali, mereka berangkat pagi-pagi keluar dari istana. Dan jika perhitungannya tidak keliru, seharusnya sebentar lagi malam akan turun menyelimuti seluruh kehidupan di muka bumi. Namun, kabut yang tiba-tiba turun dan semakin menebal, menutup pencahayaan yang datang dari langit, membuatnya kesulitan menentukan apakah ini masih sore ataukah sudah malam.
“Ya, kabut ini jelas bukanlah kabut biasa. Dinding batu sudah terlihat di depan sana. Tidak menutup kemungkinan jika kabut ini adalah jenis kabut perlindungan atau sejenisnya yang digunakan untuk mencegah siapa pun melanjutkan langkah dan melintasi dinding batu itu, yang hanya akan muncul ketika mendeteksi bau makhluk yang bernama manusia. Bagaimana menurutmu?” jelas Asta menganalisa kemungkinan dari situasi ganjil yang sedang mereka hadapai.
“Kau benar,” sahut Arion ringan sekali, bahkan menyeringai lebar seraya bersedekap. Membuat Asta sedikit bingung dengan sikap pangeran yang sama anehnya dengan situasi yang mereka hadapi saat ini. “Dan aku tahu siapa yang melakukannya,” lanjutnya seraya menggerakkan kedua bola matanya ke sudut kanan arah barat daya. Membuat Asta dengan segera mengikuti arah pandang sang pangeran.
Dan betapa terkejutnya ia ketika pandangannya bertemu dengan seekor kadal, bukan kadal biasa, namun kadal yang memiliki ukuran ratusan kali lebih besar daripada ukuran manusia. Tidak hanya itu, dari pangkal ekornya, Asta bersumpah bisa melihat semburan uap yang tak ada hentinya. Membuatnya refleks membekap hidungnya dengan tangan kiri.
“Arion, apakah kau serius? Kabut tebal ini berasal dari kentut makhluk idiot berukuran tak wajar itu?” tanya Asta dengan wajah memucat, menahan gejolak perut yang mulai tak terkendali. Membayangkan bagaimana dirinya diselimuti oleh kabut yang berasal dari tempat pembuangan kotoran makhluk aneh itu, oh betapa sangat menjijikkan. Dan yang lebih buruk daripada itu, udara yang ia hirup sudah tercemar dengan gas yang begitu lancar keluar laksana jalan bebas hambatan dari pangkal ekor seekor kadal hutan? Sebuah kenyataan yang membuat Asta tiba-tiba merasa sulit bernapas. Sudut matanya bahkan sudah mulai berkaca-kaca menahan gejolak isi perutnya yang menuntut jalan keluar.
Arion nyaris saja tergelak begitu melihat raut menyedihkan Asta, beruntung dirinya segera menyadari bahwa tawanya bisa saja mengundang perhatian makhluk yang tampaknya belum menyadari keberadaan mereka itu.
Dan dengan segera, Arion mengerahkan tenaga dalam untuk menyelubungi tubuh mereka dari kabut yang membuat Asta tampak begitu tertekan dan nyaris pingsan itu.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Arion begitu udara di sekitar mereka sudah bersih dan terbebas dari kabut pekat yang bersumber dari gas pembuangan makhluk aneh yang sepertinya merupakan penjaga dari pintu masuk dinding batu itu.
Mendapati udara di sekitarnya sudah kembali bersih, Asta menurunkan tangannya yang membekap hidung dan mulut, lantas menghirup napas dalam-dalam hingga mata terpejam, seakan ingin membersihkan udara kotor yang sudah terlanjur masuk ke dalam saluran pernapasannya. Sebuah sikap yang membuat Arion menyeringai lebar.
Sekuat apa pun Asta, setangguh dan seberani apa pun ia di medan pertarungan, ia tetaplah Asta yang ia kenal, seorang anak lelaki yang sangat mencintai kebersihan dan kesehatan. Mendapati dirinya diselimuti oleh gas buangan, terlebih lagi berasal dari makhluk yang tak jelas asal-usulnya, tentu saja membuat tuan muda itu begitu tertekan dan frustrasi.
“Ya, aku baik-baik saja,” balas Asta setelah berhasil menenangkan diri. Lantas, seakan baru saja tersadar akan sesuatu, ia menoleh cepat ke arah Arion. “Kau, bagaimana mungkin kau menguasainya?” tanyanya dengan nada keterkejutan yang sama sekali tak berniat disembunyikan. Sebuah ekspresi yang membuat Arion terkekeh.
Arion jelas paham apa yang dimaksud Asta. Ilmu yang baru saja ia terapkan adalah ilmu perlindungan diri level atas. Membutuhkan keseimbangan spiritual agar mampu menguasainya. Dan hal ini, jelas sangat sulit dikuasai oleh mereka yang masih menyandang status murid di akademi kerajaan. Bahkan orang sekelas profesor pun belum tentu mampu menguasainya. Arion tahu, Asta sangatlah paham bagaimana sulitnya proses penguasaan ilmu itu. Dan kini, Asta telah melihatnya menguasai penerapan ilmu itu darinya, tentu saja tuan muda itu tak akan mampu menahan diri untuk melontarkan pertanyaan yang akan dilontarkan oleh banyak orang.
“Aku mempelajarinya, dan begitu saja, aku mampu menguasainya,” balas Arion seraya mengangkat kedua bahu santai, menyeringai lebar seakan hal itu adalah hal biasa yang tak mengandung keistimewaan apa pun.
Tidak ada waktu bagi Asta untuk terkejut apalagi mengagumi kemampuan Arion. Karena di detik berikutnya, mata reptil monster berwujud kadal itu bergerak-gerak dengan lubang hidung sebesar sumur yang mengembang dan mengempis seakan tengah megendus sesuatu. Lidahnya yang bercabang seketika terjulur begitu bola matanya yang besar menangkap keberadaan Arion dan Asta, lantas, sepertinya makhluk itu memutuskan bahwa keduanya adalah lalat pengganggu yang layak ia singkirkan dari pandangannya. Karena tanpa ragu, makhluk itu merangkak pelan namun pasti ke arah keduanya.Dan yang lebih buruk daripada itu, sepertinya sama sekali tak berniat menghentikan proses pengeluaran gasnya. Membuat Asta semakin pucat pasi.“Celaka! Sepertinya monster itu tengah menuju ke arah kita, Arion. Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Asta seraya menarik gagang pedangnya cepat. Manik sewarna kelabunya menatap tajam ke arah suara ranting dan dedaunan kering berkeratak terinjak.
Arion menoleh ke arah Asta seraya tersenyum lebar setelah si penjaga dinding batu menyetujui permintaanya. Binar di matanya seakan ingin mengatakan, “Lihatlah, bukankah sudah kukatakan kalau semuanya akan baik-baik saja?”Asta, yang sudah mampu kembali menguasai dirinya dari rasa terkejut setelah bertemu dengan monster yang bisa berbicara, dan lagi, yang bisa dengan begitu mudah menyetujui permintaan Arion, hanya mampu mengangkat kedua bahu dan menyeringai samar.“Bagaimanapun juga, kau adalah seorang pangeran. Dan sepertinya, makhluk itu sangat menyadari jika kau memiliki kepala sekeras batu,” ucap Asta seraya mensejajarkan diri dengan kuda Arion yang telah berjalan sedikit di depannya, lantas, menoleh ke arah Arion dengan seringai seakan tengah menertawakan diri sendiri. “Kurasa, makhluk itu hanya ingin melihat bagaimana kita menjerit kesakitan dan memohon untuk segera dibukakan pintu neraka,” lanjutnya seraya tertawa iron
Asta segera membungkam mulutnya begitu menyadari suaranya bisa di dengar oleh si raja hutan yang kini berkacak pinggang. Sebuah gestur yang membuat Asta mati-matian menahan tawa.Mendapati situasi yang tidak menguntungkan, Asta segera berdeham untuk menghilangkan nada tawa itu dari getar suaranya.“Oh, maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud demikian, hanya saja, ini benar-benar hal yang baru bagi kami,” balas Asta seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada dengan nada penuh penyesalan. Sorot matanya bahkan meredup seakan merasa bersalah.Sebuah sikap yang membuat Arion nyaris tersedak. Ini sungguh kali pertama dirinya melihat sikap Asta yang tampak begitu mengiba. Seolah sikap tanpa ekspresi dan tanpa emosi yang selalu ditunjukkannya, yang bahkan menjadi identitasnya itu luntur begitu saja.Inikah Asta yang sesungguhnya? Begitu hangat dan lembut? Lantas, kenapa ketika di lingkungan istana ia tampak begitu dingin tak tersentuh?
Suara gelak tawa kawanan binatang buas itu pun seketika menggema di udara. Seketika menerbangkan burung-burung liar yang tak Arion ketahui jenisnya di sekitar mereka.“Kau lihat itu, kini mereka menganggap kita seperti idiot,” kekeh Asta dengan seringai ironi.“Bukan sepenuhnya salah mereka, karena pada kenyataannya, selama ribuan tahun, bangsa manusia di bawah kekuasaan White Kingdom sama sekali tak pernah bersentuhan dengan kaum mereka. Dan lebih buruk daripada itu, bangsa kita telah menanamkan pemahaman yang sangat kuat pada bayi-bayi yang bahkan belum lahir dengan ritual penangkal gangguan dari bangsa mereka. Sejak awal, kita telah memperlakukan mereka dengan buruk.”Jawaban Arion yang disampaikan dengan nada seakan mengandung sebuah penyesalan itu sontak saja membuat sebelah alis Asta terangkat.“Apa kau sungguh berpikir demikian?” tanya Asta dengan sedikit menelengkan kepala. Sedikit heran dengan penjelasan panger
“Siapa namamu?”Sebuah pertanyaan yang ditanyakan dengan kedua mata menyipit dan getar suara yang mengandung nada rasa ingin tahu itu sontak saja membuat anak buah si raja hutan saling toleh, saling melempar tatapan bingung.Hal itu tentu saja mereka lakukan bukan tanpa alasan. Masalahnya, pemimpin mereka itu sama sekali tak segan-segan menelan siapa pun manusia yang memasuki kawasan mereka.Satu-satunya manusia yang ia perlakukan dengan baik hanyalah seorang gadis yang berhasil mengelabuhi mereka dan menerobos masuk ke wilayah mereka dengan begitu berani.Yang datang menantang mereka dengan sinar mata yang membara penuh tekad, sekalipun tubuhnya babak belur dan pakaiannya compang-camping penuh noda darah yang mengalir deras dari tubuhnya.Belakangan mereka ketahui, ternyata gadis itu adalah korban pembantaian yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.Dan tak dipungkiri, pemimpin mereka jelas sangat menyukai gairah dendam yang memba
Secepat kilat, Asta segera menarik pedangnya dan menjadikan tubuhnya sebagai perisai Arion begitu melihat reaksi mengancam dari puluhan binatang buas di hadapannya.Tidak butuh orang dengan kemampuan analisa yang tinggi untuk mengetahui tatapan membunuh yang dilemparkan secara terang-terangan pada mereka. Karena sebagai orang yang sudah sangat terlatih di medan pertempuran, Asta jelas mampu mencium nafsu membunuh yang sangat pekat menguar di udara dan menusuk hidungnya tanpa bisa dicegah.“Arion, cepat tinggalkan tempat ini. Aku akan menghadang dan memperlambat mereka,” desis Asta yang kini sudah berada di depan Arion tanpa menoleh. Menatap penuh waspada pada gerakan jenis apa pun yang dilakukan kawanan binatang buas di hadapannya.Tangannya yang kokoh mencengkeram gagang pedang dengan begitu kuat. Bersiap menebas apa pun yang akan menyerang mereka.Ksatria itu jelas tahu pasti jika mereka tidak akan mungkin bisa menang mengalahkan kawanan bin
“Oh benarkah? Kalau begitu, kau hanya punya satu pilihan. Kau harus membunuhku jika kau tidak ingin kata-katamu itu hanya akan berakhir menjadi omong kosong yang menggelikan!” ujar si raja singa dengan dagu terangakat seraya menyeringai menantang, menunjukkan taring-taring tajamnya yang siap mencabik apa pun yang dikehendakinya.Sialnya, ancaman kengerian itu sama sekali tak berguna untuk Arion. Pangeran itu masih dengan ketenangannya yang begitu mengagumkan, justru tersenyum dan menatap lurus si raja hutan. Mengunci tatapan keduanya hingga pada titik seakan mampu saling menyelami pikiran yang tersembunyi jauh di kedalaman hati masing-masing.Lantas, setelah mengunci lawan bicaranya seperti itu, dengan suara tenang namun begitu tegas nan bertenaga, Arion berujar penuh keyakinan.“Aku tidak akan pernah membunuhmu. Bukan perkelahian dan permusuhan yang kuinginkan dari kalian. Aku sungguh-sungguh ingin menjalin pertemanan yang sehat dengan kalian.
“Aku hanya akan mempercayai kata-katamu jika kau bersedia menyerahkan nyawamu tanpa perlawanan. Bagaimana menurutmu, eh, Pangeran?” tanya si raja hutan seraya menyeringai mencemooh. Yang seketika membuat Asta kembali mengangkat pedangnya dan melempari makhluk itu dengan tatapan tajam.Namun, lagi-lagi, Arion mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan gerakan pedang Asta, sekali lagi meminta sahabat baiknya itu untuk menurunkan pedangnya, menurunkan kemarahannya.Akan tetapi, kali ini Asta sedikit keras kepala, tentu saja ia tidak akan diam saja melihat makhluk di hadapannya itu bertindak sewenang-wenang pada Arion.“Asta,” lirih Arion penuh ketegasan begitu melihat gelagat kekeraskepalaan Asta.“Jangan menghentikanku, Arion. Selama aku masih hidup, aku tidak akan pernah membiarkan makhluk-makhluk itu menyentuh ujung rambutmu! Dan kau lihat, mereka sudah sangat keterlaluan dengan permintaan konyol seperti itu!” gera
“Apa maksudmu, Arion? Apakah kau sungguh-sungguh ingin menyerahkan hidupmu pada mereka?” desis Asta dengan tatapan penuh kemarahan. “Darimana kau yakin mereka akan memenuhi harapanmu jika kau sudah mati, hah? Tidakkah kau mampu berpikir sedikit saja lebih rasional?” Asta benar-benar tak mampu menahan kemarahannya melihat sikap pangerannya yang begitu naif.Bagaimana bisa pengerannya itu berjudi dengan nyawa sebagai taruhan? Apakah ia benar-benar sudah menyerah hidup sebagai seorang pangeran dan ingin segera menanggalkan status yang tak pernah diinginkannya itu?Akan tetapi, kemungkinan terakhir sangat mustahil, Asta tahu pasti siapa Arion. Meskipun dirinya tak menyukai sesuatu, namun jika sesuatu itu telah dibebankan di pundaknya, maka ia akan penuh totalitas menjalankan kewajibannya itu.Jika bukan karena kemungkinan terakhir itu, lalu bagaimana dirinya bisa menjelaskan sikap Arion yang begitu naif itu?Bahkan Asta juga tahu pasti
“Aku hanya akan mempercayai kata-katamu jika kau bersedia menyerahkan nyawamu tanpa perlawanan. Bagaimana menurutmu, eh, Pangeran?” tanya si raja hutan seraya menyeringai mencemooh. Yang seketika membuat Asta kembali mengangkat pedangnya dan melempari makhluk itu dengan tatapan tajam.Namun, lagi-lagi, Arion mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan gerakan pedang Asta, sekali lagi meminta sahabat baiknya itu untuk menurunkan pedangnya, menurunkan kemarahannya.Akan tetapi, kali ini Asta sedikit keras kepala, tentu saja ia tidak akan diam saja melihat makhluk di hadapannya itu bertindak sewenang-wenang pada Arion.“Asta,” lirih Arion penuh ketegasan begitu melihat gelagat kekeraskepalaan Asta.“Jangan menghentikanku, Arion. Selama aku masih hidup, aku tidak akan pernah membiarkan makhluk-makhluk itu menyentuh ujung rambutmu! Dan kau lihat, mereka sudah sangat keterlaluan dengan permintaan konyol seperti itu!” gera
“Oh benarkah? Kalau begitu, kau hanya punya satu pilihan. Kau harus membunuhku jika kau tidak ingin kata-katamu itu hanya akan berakhir menjadi omong kosong yang menggelikan!” ujar si raja singa dengan dagu terangakat seraya menyeringai menantang, menunjukkan taring-taring tajamnya yang siap mencabik apa pun yang dikehendakinya.Sialnya, ancaman kengerian itu sama sekali tak berguna untuk Arion. Pangeran itu masih dengan ketenangannya yang begitu mengagumkan, justru tersenyum dan menatap lurus si raja hutan. Mengunci tatapan keduanya hingga pada titik seakan mampu saling menyelami pikiran yang tersembunyi jauh di kedalaman hati masing-masing.Lantas, setelah mengunci lawan bicaranya seperti itu, dengan suara tenang namun begitu tegas nan bertenaga, Arion berujar penuh keyakinan.“Aku tidak akan pernah membunuhmu. Bukan perkelahian dan permusuhan yang kuinginkan dari kalian. Aku sungguh-sungguh ingin menjalin pertemanan yang sehat dengan kalian.
Secepat kilat, Asta segera menarik pedangnya dan menjadikan tubuhnya sebagai perisai Arion begitu melihat reaksi mengancam dari puluhan binatang buas di hadapannya.Tidak butuh orang dengan kemampuan analisa yang tinggi untuk mengetahui tatapan membunuh yang dilemparkan secara terang-terangan pada mereka. Karena sebagai orang yang sudah sangat terlatih di medan pertempuran, Asta jelas mampu mencium nafsu membunuh yang sangat pekat menguar di udara dan menusuk hidungnya tanpa bisa dicegah.“Arion, cepat tinggalkan tempat ini. Aku akan menghadang dan memperlambat mereka,” desis Asta yang kini sudah berada di depan Arion tanpa menoleh. Menatap penuh waspada pada gerakan jenis apa pun yang dilakukan kawanan binatang buas di hadapannya.Tangannya yang kokoh mencengkeram gagang pedang dengan begitu kuat. Bersiap menebas apa pun yang akan menyerang mereka.Ksatria itu jelas tahu pasti jika mereka tidak akan mungkin bisa menang mengalahkan kawanan bin
“Siapa namamu?”Sebuah pertanyaan yang ditanyakan dengan kedua mata menyipit dan getar suara yang mengandung nada rasa ingin tahu itu sontak saja membuat anak buah si raja hutan saling toleh, saling melempar tatapan bingung.Hal itu tentu saja mereka lakukan bukan tanpa alasan. Masalahnya, pemimpin mereka itu sama sekali tak segan-segan menelan siapa pun manusia yang memasuki kawasan mereka.Satu-satunya manusia yang ia perlakukan dengan baik hanyalah seorang gadis yang berhasil mengelabuhi mereka dan menerobos masuk ke wilayah mereka dengan begitu berani.Yang datang menantang mereka dengan sinar mata yang membara penuh tekad, sekalipun tubuhnya babak belur dan pakaiannya compang-camping penuh noda darah yang mengalir deras dari tubuhnya.Belakangan mereka ketahui, ternyata gadis itu adalah korban pembantaian yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.Dan tak dipungkiri, pemimpin mereka jelas sangat menyukai gairah dendam yang memba
Suara gelak tawa kawanan binatang buas itu pun seketika menggema di udara. Seketika menerbangkan burung-burung liar yang tak Arion ketahui jenisnya di sekitar mereka.“Kau lihat itu, kini mereka menganggap kita seperti idiot,” kekeh Asta dengan seringai ironi.“Bukan sepenuhnya salah mereka, karena pada kenyataannya, selama ribuan tahun, bangsa manusia di bawah kekuasaan White Kingdom sama sekali tak pernah bersentuhan dengan kaum mereka. Dan lebih buruk daripada itu, bangsa kita telah menanamkan pemahaman yang sangat kuat pada bayi-bayi yang bahkan belum lahir dengan ritual penangkal gangguan dari bangsa mereka. Sejak awal, kita telah memperlakukan mereka dengan buruk.”Jawaban Arion yang disampaikan dengan nada seakan mengandung sebuah penyesalan itu sontak saja membuat sebelah alis Asta terangkat.“Apa kau sungguh berpikir demikian?” tanya Asta dengan sedikit menelengkan kepala. Sedikit heran dengan penjelasan panger
Asta segera membungkam mulutnya begitu menyadari suaranya bisa di dengar oleh si raja hutan yang kini berkacak pinggang. Sebuah gestur yang membuat Asta mati-matian menahan tawa.Mendapati situasi yang tidak menguntungkan, Asta segera berdeham untuk menghilangkan nada tawa itu dari getar suaranya.“Oh, maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud demikian, hanya saja, ini benar-benar hal yang baru bagi kami,” balas Asta seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada dengan nada penuh penyesalan. Sorot matanya bahkan meredup seakan merasa bersalah.Sebuah sikap yang membuat Arion nyaris tersedak. Ini sungguh kali pertama dirinya melihat sikap Asta yang tampak begitu mengiba. Seolah sikap tanpa ekspresi dan tanpa emosi yang selalu ditunjukkannya, yang bahkan menjadi identitasnya itu luntur begitu saja.Inikah Asta yang sesungguhnya? Begitu hangat dan lembut? Lantas, kenapa ketika di lingkungan istana ia tampak begitu dingin tak tersentuh?
Arion menoleh ke arah Asta seraya tersenyum lebar setelah si penjaga dinding batu menyetujui permintaanya. Binar di matanya seakan ingin mengatakan, “Lihatlah, bukankah sudah kukatakan kalau semuanya akan baik-baik saja?”Asta, yang sudah mampu kembali menguasai dirinya dari rasa terkejut setelah bertemu dengan monster yang bisa berbicara, dan lagi, yang bisa dengan begitu mudah menyetujui permintaan Arion, hanya mampu mengangkat kedua bahu dan menyeringai samar.“Bagaimanapun juga, kau adalah seorang pangeran. Dan sepertinya, makhluk itu sangat menyadari jika kau memiliki kepala sekeras batu,” ucap Asta seraya mensejajarkan diri dengan kuda Arion yang telah berjalan sedikit di depannya, lantas, menoleh ke arah Arion dengan seringai seakan tengah menertawakan diri sendiri. “Kurasa, makhluk itu hanya ingin melihat bagaimana kita menjerit kesakitan dan memohon untuk segera dibukakan pintu neraka,” lanjutnya seraya tertawa iron
Tidak ada waktu bagi Asta untuk terkejut apalagi mengagumi kemampuan Arion. Karena di detik berikutnya, mata reptil monster berwujud kadal itu bergerak-gerak dengan lubang hidung sebesar sumur yang mengembang dan mengempis seakan tengah megendus sesuatu. Lidahnya yang bercabang seketika terjulur begitu bola matanya yang besar menangkap keberadaan Arion dan Asta, lantas, sepertinya makhluk itu memutuskan bahwa keduanya adalah lalat pengganggu yang layak ia singkirkan dari pandangannya. Karena tanpa ragu, makhluk itu merangkak pelan namun pasti ke arah keduanya.Dan yang lebih buruk daripada itu, sepertinya sama sekali tak berniat menghentikan proses pengeluaran gasnya. Membuat Asta semakin pucat pasi.“Celaka! Sepertinya monster itu tengah menuju ke arah kita, Arion. Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Asta seraya menarik gagang pedangnya cepat. Manik sewarna kelabunya menatap tajam ke arah suara ranting dan dedaunan kering berkeratak terinjak.