"Kejadiannya seperti ini." Hades mulai membuka mulutnya untuk mengkisahkan apa yang dia ingat dan ketahui saat itu.
Tidak lama setelah selesai makan malam dari acara kemenangan bagi diri Hades dan perusahaannya yang berhasil menjalin kerja sama dengan perusahaan PT Prima Multiguna yang kebetulan Nadira bekerja di sana.Malam itu kondisinya sangat ramai. Bahkan Rayzen pun hadir di sana. Nadira menjadi satu satunya gadis cantik yang menjadi pusat perhatian bagi pria pria berdasi yang menghadiri undangan Hades. Termasuk Rayzen dan juga beberapa pria yang berada di meja seberang."Sayangnya, aku tidak bisa lagi menikahi wanita karena istriku sudah tiga. Kalau tidak, tentu aku akan menikahi dia. Sungguh cantik sekali gadis itu," kata Roy. Dia berbicara kepada dua koleganya yang kebetulan lagi duduk bersama sambil menikmati secangkir kopi sambil menghisap tembakau."Berarti aku tidak ada saingan. Aku bahkan satu perempuan pun belum berhasil aku nikahi," sahut Edo. Dia"Silakan duduk. Anggap saja rumah sendiri," seru pria paruh baya yang berpakaian parlente yang lagi duduk santai sambil menghisap cerutu, memandang wajah Nadira dengan lembut. "Silakan," sahut Rayzen pun ikut menawarkan. Nadira membalasnya dengan senyum ramah. Lalu kemudian, dia pun duduk, persis di hadapan pria itu. Satu halauan tangan yang menandakan kalau Rayzen sebaiknya meninggalkan ruangan. Dengan begitu Rayzen pun mengerti kalau laki laki ini tidak mau diganggu. Begitupun dengan dua orang pengawal pribadinya yang ikut keluar bersama Rayzen. "Apa kamu keberatan?" Pria itu meminta pendapat Nadira yang wajahnya nampak kebingungan saat semua orang keluar dari hotel ini. Hanya tinggal dia saja berdua dengan pria itu. "Oh tidak, hanya sepertinya ini sangat intim sekali," sahut Nadira. Pria itu pun tipis menyeringai. "Kamu benar. Tapi tidak juga. Aku hanya tidak suka ada orang lain saat aku menjamu tamuku khusus seperti ini
Joe semakin geram. Hades membuat kesabarannya habis. "Rupanya kau ingin memilih mati!" kecam Joe. "Aku tidak main main dengan kata kataku. Atau kau lebih suka mati!" Tak ada suara dari Hades selain senyum tipis, sinis tanpa arti. Dia memandangi wajah Joe begitu dalam. Apa dia lupa kalau dirinya lagi terancam? Tentu saja Hades tau itu. "Keparat! Kau ingin mengetesku, hah!" bentak Joe, sambil mendorong tubuh Hades semakin mendekati aspal. Saat yang bersamaan, ponsel Hades berdering. Langsung saja Joe mengambilnya. Tertulis nama Rayzen di layar. Joe pun menekan tombol hijau lalu mendengarkan apa yang dikatakan Rayzen. "Sebaiknya kau segera tinggalkan negara ini. Ternyata perempuan itu memiliki sodara laki laki. Dan dia sedang mencarimu," kata Rayzen berbicara dari seberang telpon. Joe sengaja mengaktifkan mode suara keras pada ponsel Hades agar Hades pun dapat mendengar. Dan setelah mengatakan itu, Rayzen mengakhiri pembicaraanya. Sungguh marah Joe me
Siapa pria itu?Nampaknya Pevita begitu menikmati sekali bersenda gurau denganya. Karena itu lah yang membuat Joe langsung saja menghampiri mereka."Dan kamu-""Bisa kita pulang sekarang," sela Joe di tengah tengah asiknya Pevita berbincang santai dengan laki laki tampan yang duduk satu meja dengannya.Spontan saja membuat Pevita dan pria berkacamata itu pun menoleh secara kompak ke satu titik, yaitu memandang Joe. Setengah ekpresi wajah Pevita tertahan, agak kaget bercampur bingung dengan kedatangan Joe yang tiba tiba begini."Joe. Kamu sudah kembali?"beat!"Kenalkan ini-."Sambar Joe cepat,"sebaiknya kamu ikut denganku." Tidak ada ekpresi apapun yang nampak dari wajah Joe selain datar saja. Sungguh, Pevita dan pria itu pun jadi salah tingkah. Mereka saling pandang. Kemudian Joe meraih lengan Pevita lalu mengajaknya pergi."Joe, tapi-." Pevita mencoba menepis. Hanya saja Joe sudah keburu mengaja
"Memangnya dia siapa? Kamu kenal dengan orang itu?" Joe pura pura polos bertanya ini pada Pevita. "Ya tentu saja. Dia itu salah satu rekan dan juga sahabat papaku. Kasihan sekali. Siapa orang yang sudah tega membunuhnya?" sahut Pevita. Pada saat mengatakan ini, wajah Pevita tidak berpaling dari televisi. Dia masih sangat serius memperhatikan berita kematian Hades yang begitu mengenaskan. "Tentunya dia memiliki masalah yang berat. Di dunia seperti ini, apapun bisa terjadi, bukan," pungkas Joe. Pevita tidak lagi menyahuti Joe. Dia hanya fokus saja menonton. Sementara Joe berpikiran berbeda. Hades sahabat Jeriko? Apa mungkin Jeriko juga ada hubungan dengan kematian Nadira? Dan sesaat setelah itu, Pevita tidak lagi melihat televisi. Pandangannya sudah beralih pada Joe. Hanya saja dari raut wajahnya masih tergambar jelas kalau dia lagi memikirkan sesuatu. Apa dia memikirkan Hades? Joe sendiri tidak tau. Bagusnya polisi tidak bis
Sama sekali tidak ada tanda tanda kalau gadis itu sudah bangun. Oh shit! Apa dia lupa kalau hari ini punya janji denganku? Joe gelisah menunggu Pevita."Sepertinya dia memang ketiduran." Joe menempelkan telinganya di daun pintu kamar. Dan tiba-tiba saja pintu itu terbuka, Pevita kaget mendapatkan Joe berdiri persis di hadapannya."Apa yang kamu lakukan, Joe?" tanyanya heran.Joe tercengan sambil kebingungan. "Aku pikir kamu masih tertidur," sahut Joe gugup."Lalu, kenapa kamu tidak masuk saja untuk memastikan."Oh sialnya! Gadis ini selalu memancingku. Heufs!"Sebaiknya kita jalan sekarang. Kamu mau mengajakku kemana," balas Joe mengalihkan pembicaraan. Karena sikap Joe yang begini yang membuat Pevita terkekeh. Dia tahu betul Joe akan menghindari kalau sudah membahas hal yang intim.Dia sungguh membuatku semakin penasaran, gumam Pevita dalam hati."Hei Joe, tunggu," panggilnya. Jo
Tepat setelah detik jam bergeser, wanita itu mulai bergerak, berpaling pada tamu istimewa yang berada tepat di belakangnya. Seketika itu juga Joe pun terkejut dengan sosok wanita yang sangat dia kenal.Miss Kim, benarkah itu dia? batin Joe.Untuk apa Pevita membawaku ke sini?"Selamat datang di gubukku yang reot, tuan Joe," sapanya dengan senyum ramah. Uniknya kenapa harus Joe dulu yang disapa padahal ada Pevita yang cukup terpandang berada di sebelah Joe.Langsung saja Joe merubah ekpresi wajahnya menjadi biasa, bahkan dia membalas senyum miss Kim dengan lebar."Terima kasih. Kalau saja anda mengatakan ini gubuk, lantas bagaimana dengan tempat tinggalku yang hanya beratapkan rotan? sungguh, anda terlalu rendah hati," sahut Joe.Mendengar perkataan Joe yang fasih memujinya, miss Kim jadi terkekeh. "Ini yang aku suka darimu, kamu selalu bisa membuat orang lain merasa hebat padahal kamulah yang luar biasa," balas
Baru saja Naura dilarikan ke rumah sakit bersama dua pengawal pribadi nyonya Kim dan tentu saja Rania. Sebelumnya, mereka sudah diultimatum keras oleh wanita tua namun sangat disegani ini untuk menjaga baik-baik Naura dan terus mengabarkannya. Nyonya Kim tidak bisa ikut lantaran harus mengurus Pevita dan Joe yang baru saja berkunjung ke rumahnya.Kalung cantik ini, pasti harganya selangit. Beruntung sekali Naura yang masih kecil dan belum tau apa-apa sudah memilikinya. Aku saja hanya bisa bermimpi untuk mendapatkan itu, pikiran Rania terus menerawang menatap Queen's Mary yang melingkar di leher Naura. Dia begitu terpesona dengan benda yang harganya jutaan dollar itu."Maafkan aku, tadi ada urusan sebentar," ucap nyonya Kim begitu dia sudah kembali di hadapan Joe dan Pevita."Tidak apa. Sayang sekali aku tidak bisa membantu apa-apa," sahut Pevita."Tidak masalah. Semua sudah aku urus. Naura sudah dibawa ke rumah sakit. Semoga saja a
Anehnya justru nyonya Kim tertawa mendapatkan Joe termenung serius. "Aku rasa kekasihmu menginginkan anak sungguhan," celetuknya pelan, sambil itu mengulas senyum tipis seolah mengejek Joe dan Pevita yang seperti anak kecil lagi bermadu kasih.Tentu saja membuat dahi Pevita berkerut heran. "Aku tidak mengerti," sahutnya. Dan kemudian, nyonya Kim melanjutkan apa yang dia ingin sampaikan kemudian. "Joe menginginkan bayi mungil yang berasa dari itu." Dia menunjuk perut Pevita. Sontak kedua mata Joe dan Pevita membulat sempurna saking kagetnya. Lalu kemudian, Pevita pun terkekeh. "Haha. Ada-ada saja nyonya Kim, mana mungkin-.""Sepertinya itu ide yang bagus. Lagipula, anak sungguhan itu lebih menyenangkan, bukan," sambar Joe. Sungguh membuat Pevita langsung menoleh pada Joe dengan pandangan melongo. Tidak mengira kalau Joe berpikiran sama dengan nyonya Kim.Benarkah? Apa aku hanya lagi bermimpi saja? Dia mengatakan itu? Dia menginginkan anak dariku?