I
Pagi itu Rita sedang menyiapkan sarapan ketika dia mendengar Azalea menggerutu di ujung lorong. Wanita itu kemudian menyerbu ruang makan layaknya miniatur tornado. Dia berjalan sempoyongan dan terpincang-pincang setelah pulang dengan kaki terkilir beberapa jam sebelumnya. Ditunjukkannya layar ponsel wanita yang sedang kesal itu kepada Rita.
Wisteria Manor. Pukul 10:15.—V
“Ternyata memang tidak ada waktu untuk istirahat,” keluh Rita.
Azalea duduk dan menyantap telur goreng dan roti panggangnya yang sudah siap di atas meja. Rita meletakkan secangkir teh mint di hadapannya dan kembali sibuk dengan urusannya sendiri. Segera setelah Azalea selesai dengan sarapannya, dia mengeluhkan pesan V.
“Ah, nggak tahu deh harus gimana.”
“Saya merasakan hal yang sama—”
“Kau kehilangan jejaknya?”
“Lebih tepatnya, saya memilih untuk tidak bertindak lebih jauh.”
“Begitu? Di mana terakhir kali kau melihatnya?” tanya Azalea yang penasaran.
“Paradis Hill.”
Azalea bersiul ketika mendengar nama itu.
“Seleranya memang bagus. Tapi jujur saja, tempat itu sangat membosankan.”
“Nona pernah tinggal di sana?”
“Yah, kupikir waktu itu aku masih berumur tujuh atau delapan tahun,” kata Azalea sambil mengingat-ingat kembali. “Bukan tempat yang menyenangkan.”
Azalea terdiam untuk beberapa saat. Dia memainkan ujung rambutnya dengan jarinya yang panjang dan kurus—sesuatu yang menandakan bahwa dia sedang berpikir.
“Mungkinkah,” katanya pada akhirnya, “mereka ada hubungannya dengan suatu kasus yang melibatkan para bangsawan itu? Kalau memang benar begitu, ini akan menjadi kasus yang menarik!”
Rita berusaha untuk tidak tertawa, tapi saat melihat betapa antusiasnya Azalea, dia yakin jika perasaan gadis itu sudah membaik. “Baiklah, bagaimana jika kita berangkat sekarang?”
II
Waktu menunjukkan pukul sembilan lewat delapan menit pagi ketika mereka melangkahkan kaki meninggalkan rumah. Cuaca saat itu sedang cukup baik untuk sebuah bulan yang sering memamerkan awan kelabunya. Rita memanggil taksi dan dalam waktu empat puluh tiga menit, mereka telah sampai di Wisteria Manor. Bangunan tua yang masih berdiri dengan kokoh itu berada di luar pusat Brightcrown City—dan seperti namanya, tempat itu dipenuhi dengan pepohonan wisteria.
“Bukankah itu mobil Lady Cowley?” tanya Azalea ketika melihat sebuah Rolls Royce Phantom terparkir di halaman rumah yang luas itu.
“Saya pikir demikian,” jawab Rita sambil menimbang-nimbang.
Mereka berhenti di depan pintu dan Rita membunyikan bel. Seorang pelayan pria berambut putih dan bertubuh gempal segera membukakan pintu. Melihat siapa yang sedang berdiri menunggu di luar pintu, pelayan itu mengangguk dengan penuh hormat.
“Lady Viscaria mengharapkan kehadiran Nona berdua, tapi perlu saya sampaikan jika saat ini Nyonya sedang menemui seorang tamu,” katanya saat menyambut kedatangan mereka berdua. “Tapi tentu saja, ruang baca sudah dipersiapkan untuk murid nomor satu Lady Viscaria beserta sahabatnya yang selalu setia menemani di setiap petualangannya.”
“Godfrey!” pekik Azalea. “Kau memang yang terbaik.”
“Suatu kehormatan dapat berjumpa kembali dengan Anda, Tuan Godfrey,” sapa Rita.
Si kepala pelayan itu tertawa. Dia kemudian mengantarkan mereka berdua menuju ruang baca yang terletak di ujung lorong sebelah kiri foyer.
Ruang baca Lady Viscaria berukuran cukup besar dengan rak-rak buku tinggi terletak hampir di setiap sisi dinding. Sebuah meja kerja dengan dua kursi berlengan berada dekat dengan jendela dan beragam lukisan-lukisan portrait menghiasi sisi dinding di atas perapian—yang salah satunya berukuran lebih besar dari yang lain. Lukisan itu adalah sebuah lukisan portrait diri seorang pemuda dengan mata terpejam dan senyum lembut yang menghiasi wajahnya. Dia terlihat sedang memeluk sesuatu yang berukuran kecil dan dibalut dengan kain putih dekat dengan dadanya. Lukisan karya Jean-Pierre Braque itu dikenal Azalea sebagai ‘Malaikat Pelindung Viscaria’.
Sebuah ketukan di pintu menarik perhatian ketiga orang yang baru saja masuk ke ruang baca. Seorang gadis yang terlihat gugup berdiri di ambang pintu, “L-Lady Viscaria mengatakan jika saya harus menyampaikan pesan beliau bahwa—bahwa Nyonya akan segera menjumpai, eh, Nona berdua. Karena itu—”
Bicaranya berhenti dan matanya menatap Godfrey, berharap untuk mendapatkan bantuan.
“Nona Azalea, Nona Rita,” kata Godfrey sambil tersenyum, “perkenalkan, Vivian—pelayan pribadi Lady Viscaria. Vivian, kedua wanita ini adalah tamu sekaligus sahabat Lady Viscaria. Nah, Vivian, adakah yang masih ingin kau sampaikan?”
Gadis yang wajahnya pucat itu mengangguk, “A-Adakah yang bisa saya lakukan untuk Nona berdua?”
“Ah,” seru Azalea sambil menahan tawa, “kami baru saja sarapan—dan minum teh!”
Rita mengangguk pada pelayan yang terlihat semakin gelisah itu.
“Tidak apa-apa, kau bisa tinggalkan kami.”
Godfrey membungkuk dan berjalan menuju pintu. Vivian segera menyingkir, membungkuk dengan kaku dan menutup pintu. Beberapa menit kemudian pintu ruang baca kembali terbuka. Kali ini bukan si pelayan yang bermandikan keringat dingin yang membuka pintu, melainkan seorang wanita paruh baya yang berjalan dengan anggun memasuki ruangan. Azalea tetap duduk di tempatnya. Sedangkan Rita yang berdiri di sampingnya segera membungkuk—memberi hormat kepada wanita itu.
“Dia yang telah membuat kalian menunggu yakin bahwa kalian berdua sudah bertemu dengan Vivian,” kata wanita paruh baya itu setelah duduk di kursi malas.
“Serius—pelayan pribadi? Nggak ada yang lebih baik?” keluh Azalea.
“Tapi dia gadis yang baik,” sanggah Rita sambil tersenyum.
Azalea memutar bola matanya dan menyandarkan punggungnya ke kursi malas.
“Nah, jadi bagaimana?” tanya si wanita paruh baya pada si anak manja yang duduk di sampingnya itu.
Azalea terlihat begitu enggan untuk menjawab pertanyaannya, tapi Rita memberi isyarat untuk segera memberi wanita paruh baya itu jawaban.
“Dengar,” kata Azalea dengan cemberut, “aku gagal, oke?”
“Begitu,” si wanita paruh baya menatapnya tajam, “ceritakan.”
Dengan ringkas, Azalea menjelaskan apa yang didengarnya di The Dorchester dan petualangannya setelah itu.
“Moonlit Alley ternyata tempat yang bagus!” seru Azalea. “Frappuccino mereka enak, pelayanannya juga cepat, dan yang lebih penting mereka memikirkan tentang kebersihan—mereka pakai sarung tangan karet!”
Wanita paruh baya itu tersenyum.
“Selain itu, penjaga stan itu bukanlah anak kembar!”
“Mengapa demikian?”
“Nggak seperti katamu, wanita yang berjaga saat itu sama sekali nggak memiliki fitur-fitur wajah yang dimiliki si pemuda. Dan kau tahu, jika berpelukan dan memberikan ciuman-selamat-malam sebelum berpisah adalah apa yang biasa dilakukan anak kembar, maka aku nggak akan berkata apapun lagi.”
“Lalu, apa yang kau lakukan setelah mereka berpisah?”
“Mengikuti si pemuda,”
“Dan apa yang kau dapatkan?”
Azalea membenarkan posisi duduknya.
“Pemuda itu menemui kembarannya! Si wanita memeluknya dan bertanya, ‘Bajingan itu nggak melukaimu, kan?’. ‘Aku baik-baik saja, tapi bukan itu masalahnya. Kau bagaimana?’ tanya si pemuda. Wanita itu menundukkan kepalanya dan terdiam selama beberapa waktu. ‘Kita lari saja,’ kata si pemuda. ‘Bagaimana dengan ibu?’ balas si wanita. Mereka kembali terdiam dan si wanita mengatakan sesuatu seperti ‘Pulanglah, aku akan menemuinya.’ Aku rasa kau bisa menebak ke mana wanita itu pergi.”
“Ludwig,” tebak si wanita paruh baya.
Azalea menganggukan kepalanya.
“Tempat pertemuan mereka—atau lebih tepatnya tempat persembunyian Ludwig, adalah sebuah rumah tua di perkampungan kumuh di luar Mamonaku. Penerangannya buruk sekali, tapi karenanya aku bisa menyelinap ke samping rumah itu dan melihat seorang laki-laki berkulit gelap yang membukakan pintu beberapa saat setelah buruanku mengetuk pintu. Mereka berbicara sebentar dan dia mempersilakan si wanita masuk.
“Aku berusaha mencari cara untuk bisa masuk, atau paling nggak mencari jendela untuk bisa melihat kondisi di dalam. Aku menemukan sebuah pohon yang berada di belakang rumah. Salah satu cabangnya mengarah ke sebuah jendela di lantai dua. Aku memanjatnya dan dengan hati-hati bergerak menuju cabang pohon itu. Beruntungnya aku karena Ludwig dan si wanita ada di dalam sana. ‘Ini tidak seperti kesepakatan kita!’ bentak Ludwig. ‘Situasinya berubah,’ jawab si wanita. ‘Albert!’ teriak Ludwig. Laki-laki berkulit gelap itu masuk dan beberapa menit kemudian yang kulihat hanyalah si wanita yang di pukul habis-habisan oleh Albert. Aku benar-benar marah dan hampir melompat ketika ternyata cabang pohon itu menyerah. Aku jatuh dan mengagetkan mereka.”
“Wanita itu pasti dipindahkan ke tempat lain setelahnya,” kata si wanita paruh baya.
“Saya siap mengemban tugas untuk mencarinya—jika Nyonya Viscaria menghendaki,” kata Rita dengan penuh hormat.
Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya.
“Belum waktunya.”
“Vis, aku mengacaukannya,” kata Azalea sambil menutupi wajahnya yang merah.
“Sayang sekali,” kata Lady Viscaria sambil menghela napas, “memang benar jika ini bukan seperti yang Dia harapkan. Tapi tentu saja, penyelidikan kalian telah membuahkan hasil yang cukup membenarkan dugaan-dugaan-Nya.”
“Apa maksudmu?” tanya Azalea dengan penasaran.
“Tunggu sebentar, ada yang datang—ah seekor banteng sepertinya.”
Azalea dan Rita bertukar pandang ketika mereka mendengar sebuah suara langkah kaki yang berat dan cepat dari luar pintu.
“T-Tuan, tunggu sebentar!” teriak si pelayan muda yang kebingungan.
Pintu ruangan itu terbuka dengan paksa, seorang laki-laki berkulit gelap menyerbu masuk dan memandangi tiga wanita yang ada di dalam secara bergantian.
“Yang mana di antara kalian adalah Madame V?” dia bertanya.
Lady Viscaria mengangkat jarinya sambil tersenyum kecil.
“Oh! Tentu saja,” kata laki-laki itu. “Dengar, Madame, jangan ikut campur urusan orang lain atau Anda akan menerima akibatnya!”
“Hanya itu yang ingin Anda sampaikan?” tanya Lady Viscaria sambil menatap dalam-dalam mata merah laki-laki itu. “Bau badan Anda sungguh menyengat, segeralah keluar.”
Banteng gila itu mendekati Lady Viscaria dengan langkah-langkah lambat dan berat.
“Saya sudah biasa menghadapi orang seperti Anda, dan mereka saya bikin kapok!”
“Nama Anda Albert, bukan?” tanya Lady Viscaria dengan tenang.
“Itu benar nama saya,” laki-laki itu mulai waspada dan berjalan mundur.
“Dengar, Tuan, kita sama-sama tahu jika pekerjaan yang kita lakukan berada di luar ranah hukum,” Lady Viscaria melirik Azalea yang telah siap dengan sebuah besi di tangannya dan Rita yang mengacungkan dua pisau tanto-nya. “Dia yang sedang berbicara dihadapan Anda ini merasa jika memang sebuah perkelahian adalah apa yang Anda inginkan, maka biarlah terjadi—di sini, saat ini juga.”
Albert terlihat semakin gelisah.
“Anda tentunya paham betul siapa Madame V, bukan? Dia yang sudah berusaha cukup bersabar dengan bau badan Anda ini lebih dari mampu untuk sekedar menguliti dan menjual organ dalam Anda.”
“Demi Tuhan, kasihanilah saya, Madame V—”
“Hanya jika Anda beritahukan keberadaan Emily Jess.”
“Saya tidak mengerti—”
Lady Viscaria mengangkat tangan kirinya. Di sudut kanan mata Albert, terlihat Rita yang dengan cepat menyerbu ke arahnya. Albert melompat mundur, namun pergerakan Rita jauh lebih cepat darinya. Gagang pisau tanto-nya menghantam rahang kanan laki-laki itu hingga membuatnya kehilangan keseimbangan. Dia jatuh dengan suara berdebam yang keras.
“Kasihanilah saya! Kasihanilah saya!” teriak Albert. “Wanita yang Anda inginkan itu ada di gudang mobil-mobil bobrok di dekat dermaga Mamonaku!”
Viscaria mengangguk dan melambaikan tangannya. Albert mengerti isyarat itu dan segera berlari keluar sesigap saat dia masuk tadi.
“Uwah,” gumam Azalea, “apa-apan tadi itu?”
“Astaga, saya pikir saya harus mengotori karpet Nyonya Viscaria dengan darahnya.”
Wanita paruh baya itu tertawa.
“Untunglah kalian tidak perlu menghancurkan hatinya yang lembek itu. Albert sebenarnya tidak berbahaya, hanya bocah ingusan yang suka menggertak!”
“Tapi kenapa dia ke sini?” sergap Azalea. “Tidak, tunggu dulu, Emily Jess? Wanita yang terlibat dalam kasus keracunan tiga hari yang lalu itu?”
Lady Viscaria mengangguk.
“Jadi bagaimana?” tanya Azalea setelah mengembalikan besi yang diambilnya dari samping perapian dan kembali duduk.
Wanita paruh baya itu mengangkat jarinya sebagai isyarat untuk menunggu. Dia berdiri dan berjalan menuju meja kerja di dekat jendela. Dia sibuk menuliskan sesuatu di secarik kertas yang kemudian dilipat dan dimasukkan ke sebuah amplop.
“Nah, Rita,” panggil Lady Viscaria. “Kau tahu di mana Emily berada. Bawa dia kehadapan-Nya malam ini—dan di pintu keluar nanti, tolong berikan ini pada Vivian. Katakan padanya untuk segera menyerahkan amplop ini pada Inspektur Leblanc, bukan yang lain.”
Rita segera melaksanakan perintah Lady Viscaria dan meninggalkan ruang baca.
“Dia baru akan menceritakannya padamu, ketika gangguan yang menggelikan itu tiba-tiba muncul!” keluh Lady Viscaria.
Azalea memajukan tubuhnya. “Aku mendengarkan.”
Godfrey masuk membawakan sebuah set peralatan minum teh. Dituangkannya teh Chamomile yang masih panas itu ke dalam dua cangkir berwarna keemasan. “Terima kasih, Godfrey,” puji Lady Viscaria. “Kau bisa tinggalkan tekonya di sini.” Tanpa berkata sepatah katapun, kepala pelayan itu segera memberi hormat dan meninggalkan ruangan. “Ini ada hubungannya dengan sebuah kasus yang pernah Dia tangani beberapa tahun yang lalu—yang melibatkan seorang Perdana Menteri, istrinya dan seorang wanita yang menjadi guru les anak-anak mereka,” jelas Lady Viscaria. “Indikasinya memang tipis, samar—tapi Dia yakin jika Ludwig dan komplotannya ada di balik kasus itu.” “Apa yang terjadi?” tanya Azalea dengan tidak sabar. “Pernah dengar nama Regen Whetherby? Dulu pernah menjabat sebagai seorang Perdana Menteri.” “Maksudmu si public figure yang, rumornya, memiliki kekuatan yang setara dengan kaum bangsawan itu?” “Oh, tentu jika kau lebih mengenalnya seperti itu,” gerutu Lady Viscaria. “Tentunya, tidak asin
Lady Viscaria mengambil teko teh dan menuangkan isinya ke cangkirnya yang telah kosong. Aroma teh Chamomile itu memanjakan saluran pernapasan si wanita paruh baya. “Ludwig,” ulang Azalea dingin. “Nah sekarang, apa yang kau ketahui tentang kasus keracunan yang menggemparkan itu?” Azalea mengeluarkan ponselnya dan membuka catatan yang telah dibuatnya. “Well,” ucap Azalea yang sedikit ragu. “Seperti yang kau ketahui, baru-baru ini ada kasus keracunan di sebuah coffee shop yang berada tidak jauh dari The Dorchester. Korban adalah Frederica Whetherby, anak seorang public figure ternama yang merupakan mahasiswi jurusan kedokteran yang baru saja memperoleh medali emas dalam International Microbiology, Parasitology and Immunology Competition. Tiga orang yang diduga sebagai pelaku—selain staf coffee shop itu tentu saja, adalah Emily Jess, Kay Hargreaves dan Bennett Reonardo.” “Siapa mereka?” tanya Lady Viscaria. “Kay Hargreaves adalah anak ketiga Jenderal Hargreaves—dia cukup terkenal di
Waktu berlalu—dengan cukup relatif, seperti yang pernah dikatakan oleh seorang ahli fisika. Bagi Azalea, menunggu itu membosankan—maka waktu terasa begitu lama berlalu. Di sisi lain, waktu terasa begitu cepat berlalu bagi Rita yang sedang bergumul dengan komplotan penjahat di lokasi yang telah diberitahukan Albert. Ketika malam tiba, Azalea diminta untuk menunggu di ruang baca sementara Lady Viscaria menyiapkan diri untuk menghadapi seorang tersangka pembunuhan berencana yang pernah berada di bawah perlindungannya. Malam yang sunyi dan tenang itu menjadi gaduh ketika Vivian membawa masuk dua wanita yang terlihat sangat kacau ke ruang baca. “Astaga, Rita!” pekik Azalea. Rita menggelengkan kepalanya dan melirik wanita di sampingnya—yang mengalungkan tangannya di bahu Rita karena kelelahan dan shock berat. Azalea mengerti dan langsung merangkul Emily yang hampir kehilangan kesadarannya. Dituntunnya wanita itu dan disandarkannya punggung Emily ke kursi malas. “Brandy, Vivian! Brandy!
Setelah dua hari ‘dikurung’ di Wisteria Manor untuk mengurus dan mempersiapkan berbagai hal, pada tanggal dua puluh tiga April 2024 pagi, Emily—ditemani Azalea, menyerahkan diri pada polisi dan juga membeberkan rahasia gelap sang public figure ternama. Mendengar berita tersebut, pendukung Regen Whetherby terpecah menjadi dua bagian; mereka yang mengutuk Emily Jess karena telah berkata dusta, dan mereka yang mulai ragu-ragu dengan dukungan mereka untuk si public figure. Publik mulai berdatangan dan bertingkah layaknya mayat hidup di depan gedung kepolisian Brightcrown City. Sialnya, kemarahan masyarakat Brightcrown City bukan hanya satu-satunya yang harus dihadapi para polisi. Jenderal Hargreaves murka setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Alasannya adalah pencemaran nama baik putri kesayangannya, yang selama menjadi tersangka terus merengek pada ayahnya yang ‘hebat’ untuk segera melakukan sesuatu. Bahkan pada akhirnya, sang Jenderal melampiaskan emosinya pada Regen Whetherb
I 17 April 2024 Starvale Medical Center merupakan rumah sakit yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas kesehatan modern yang terletak di Starfell Valley—dulunya adalah sebuah kota kecil bernama Peonia yang dibentengi pegunungan. Rumah sakit ini telah berhasil menyelamatkan ratusan—bahkan mungkin ribuan nyawa yang bukan hanya penduduk Starfell Valley saja tapi juga pasien-pasien dari berbagai macam kota lainnya. Namun, Starvale Medical Center memiliki sisi gelap yang hanya diketahui oleh para pejabat rumah sakit itu beserta beberapa dokter-dokter tertentu. Salah satu dokter yang terjebak di dalam kesialan itu adalah seorang dokter spesialis neurologi bernama Daniel Blalock. Usianya yang terbilang cukup muda untuk menjadi seorang ahli neurologi dan dedikasinya yang luar biasa di bidang tersebut berperan cukup signifikan dalam perjalanan karirnya. Sayangnya, bukan sesuatu yang baru ketika seorang dokter muda berbakat sepertinya terbelenggu oleh kemunafikan para pejabat rumah sa
Tiga minggu setelah pengakuan Emily Jess tentang perbuatannya yang telah menewaskan Frederica Whetherby dan apapun yang terjadi di masa lalu—yang menyangkut tragedi keluarga Whetherby, kedua orang tua angkat Emily datang berkunjung ke Wisteria Manor untuk berkonsultasi. Lady Viscaria menemui mereka di ruang bacanya tanpa menunjukkan minat terhadap apapun yang ditawarkan pasangan Jess itu. “Saya katakan sekali lagi, Lady Viscaria,” ucap sang suami. “Kami membesarkan Emily tidak dengan mendoktrinnya untuk melakukan balas dendam. Sungguh, dia anak yang manis dan penurut. Kami begitu menyayanginya dan benar-benar berharap agar Emily mendapatkan lingkungan dan pendidikan yang terbaik. Kami rasa—” “Tuan dan Nyonya Jess,” potong Lady Viscaria. “Dari pengalaman yang Dia miliki dalam urusan ini, siapapun dapat melakukan apapun selama mereka memiliki motif dan kesempatan untuk melakukannya. Selain itu, perlu dipahami jika trauma masa lalu Emily—yang jelas-jelas telah menyulut api balas dendam
NARASI ZAYLIE Kamis, 18 Desember 1986/10:44 Malam Sembilan tahun yang lalu aku akan sedang berbaring di bawah jembatan lengkung tua yang tidak jauh dari rel kereta karatan tempat berakhirnya orang-orang yang hobi bunuh diri. Entah apa yang mereka rasakan ketika mengetahui kereta yang melalui rel karatan itu sudah tidak dioperasikan lagi. Biasanya, akan membutuhkan tiga hingga empat hari sampai ada petugas kebersihan dengan anjing yang terus menyalak untuk datang dan memungut seonggok daging busuk dari rel karatan itu. Saat berjalan pulang, sesekali petugas kebersihan itu akan melirikku untuk memastikan apakah aku masih hidup. Aku akan melambaikan tangan dan tertawa riang untuk memberikan jawaban dari pertanyaannya. Kemudian, si pemilik wajah yang sama dengan orang-orang dengan hobi aneh itu akan menunjukkan rasa tidak puas karena melihatku masih bernyawa. Sekarang, di sinilah aku berada. Tempat ini berbentuk persegi panjang dengan satu pintu di bagian selatan yang diapit dua jendel
NARASI ZAYLIE I Jumat, 19 Desember 1986/00:22 Rasanya sulit menjelaskan apa yang sedang terjadi padaku saat ini, tapi sepertinya aku telah kehilangan sesuatu yang, bisa dibilang, telah lama kupertahankan. Sesuatu yang tidak ingin kubiarkan pergi apapun yang terjadi, tapi sepertinya aku telah kehilangan sesuatu itu. Jika kuperhatikan baik-baik, saat ini aku seperti sedang berbaring di suatu tempat dengan lantai keras yang cukup hangat. Aku juga merasakan embusan angin dingin yang sedari tadi mengusikku dari beberapa arah. Angin yang berembus rasanya asin dan kering. Apakah itu penjelasan yang benar—bau dan angin yang terasa asin? Seseorang pastinya sedang mencari masalah dengan membiarkan bau ikan segarnya tercium di saat semua orang sedang berusaha untuk tidur! Oh benar. Ini tengah malam. Gadis kecilku pasti sedang tidur saat ini. Apakah dia dapat mencium bau asin ini? Apakah dia tidak terganggu? Haruskah aku melapisi jendela dengan kayu tambahan agar bau asin ini tidak masuk lag
Sebelas Januari di tahun itu merupakan sebuah hari di mana Brightcrown City menerima ucapan selamat tahun baru yang mengejutkan dan mematikan. Melihat bagaimana kondisi stasiun kereta bawah tanah East Brightcrown Tube setelah terjadinya ledakan gas beracun dan sebuah taksi yang secara tiba-tiba meledak dan terbakar di jalan berliku menuju Paradis Hill—siapapun pelakunya, mereka telah benar-benar berhasil melukai hati Lady Viscaria dan para penduduk kota itu. Kepolisian Brightcrown City, tentu saja, menjadi sebuah neraka yang dipenuhi orang-orang dengan emosi yang hampir tidak terkendali setelah laporan terjadinya dua insiden itu masuk dari berbagai penjuru. Kekacauan yang pecah di dalam sana membuat hampir semua orang menjadi sangat sibuk. Namun, melihat bagaimana mengerikannya situasi di East Brightcrown Tube, stasiun kereta bawah tanah itu dengan jelas mendapat perhatian lebih dari para polisi dan petugas medis. Inspektur LeBlanc yang sedang menghabiskan pagi akhir pekannya segera
Si kembar Emily dan Barney Jess—juga Sully Anne, ditempatkan di tiga safehouse yang berbeda. Masing-masing safehouse merupakan tiga bangunan yang dari tampilannya terlihat cukup sederhana di tengah-tengah kota sehingga menjadikannya sebagai sebuah lokasi yang tidak mencolok.Kehidupan ketiga orang itu juga dapat dikatakan sangat baik bagi orang-orang yang sedang bersembunyi. Emily Jess, meskipun di larang menghubungi Keluarga Jess, menjalani kehidupan sehari-harinya dengan menekuni hobi lamanya dan sedikit melakukan eksperimen dengan senyawa-senyawa beracun atas izin Lady Viscaria. Beberapa polisi yang ditugaskan untuk tinggal bersama Emily merasa khawatir dengan apa yang dilakukan wanita itu, namun Lady Viscaria berhasil meyakinkan mereka jika Emily tidak akan menjadikan para polisi itu sebagai kelinci percobaannya.“Apakah Anda benar-benar mengizinkannya melakukan semua percobaan itu?” tanya serang polisi kepada Lady Viscaria setelah terjadi sebuah insiden kecil di laboratorium Emil
Senin, 22 April 2024/09:51 MalamRuang Baca Lady Viscaria“Hanya ada satu hal yang Dia inginkan darimu dan itu bukanlah sikap keras kepala ini! Dengarkan Dia baik-baik, Emily, Ludwig adalah kriminal yang tidak boleh kita sepelekan. Bantu Dia untuk meringkusnya dengan berkata jujur.”Emily terlihat sedikit gentar dan secara perlahan benteng pertahanannya mulai runtuh. Air matanya kembali mengalir dan dengan susah payah wanita itu berusaha menenangkan dirinya.“Akan sangat masuk akal jika alasanmu melakukan semua hal tidak masuk akal ini adalah karena Sully Anne berada dalam situasi yang sulit—situasi yang berbahaya. Namun, sekali lagi Dia ingatkan bahwa wanita itu sudah berada dalam perlindungan-Nya.”Emily mengangguk dengan pasrah, lalu dia berkata, “Itu memang benar. Ludwig memang mengancam akan membunuhnya jika salah satu dari kami berdua tidak melakukan apa yang dikatakannya.”“Kami bedua?” ulang Lady Viscaria. “Kau tidak sedang berbicara tentang Sully Anne.”Lawan bicara wanita pa
Dengan bantuan Vivian, Godfrey menyiapkan teh dan cemilan di dapur. Sedangkan yang lainnya duduk di ruang keluarga dengan ketegangan yang masih tersisa di sana.“Jadi,” ucap Azalea memecah keheningan. “Apa yang ingin kau bicarakan?”“Tunggulah hingga Dia dapat mencium aroma teh yang sedang disiapkan Godfrey.”Jawaban Lady Viscaria benar-benar tidak membantu mengurai suasana yang ada di sana. Azalea menjadi sedikit kesal dengannya dan mulai mengobrol tentang sesuatu yang hanya diketahui olehnya dan Rita.“Siapa yang sedang bersama Anda ini, Inspektur LeBlanc?” tanya Alphonse.“Oh, benar. Dia anggota baru dalam tim saya, Pearce.”Pearce mengangguk kepada Alphonse sambil tersenyum, lalu dia berkata, “Anda pasti putra Lady Viscaria. Saya tahu sedikit banyak kasus yang Anda tangani.”“Apakah Anda memeriksa latar belakang saya?”“Tentu bukan itu maksud saya,” jawab Peace cepat-cepat. “Ketika saya masih berada di Akademi, banyak orang membicarakan kehebatan Anda dalam memecahkan berbagai mac
Rabu, 8 Januari 2025/09:17 PagiRuang Keluarga Wisteria Manor“Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan denganku?” tanya Azalea setelah dirinya merasa cukup dengan basa basi Alphonse. “Kau membuat dirimu terdengan cukup serius tadi.”Rita melirik Alphonse dan berhenti dari permainannya.“Itu benar. Jika ini sesuatu yang serius, saya lebih baik tidak ada di sini.”Alphonse menatap kedua wanita itu secara bergantian dan berkata, “Ini tentang kasus yang kalian tangani sebelum malam panjang yang harus kalian lalui di Hawthorn Lodge.”Mendengar pertanyaan yang tidak terduga dari Alphonse itu, Azalea dan Rita saling bertukar pandang. Rita mengangkat bahunya kepada Azalea—yang membuat wanita itu mengeluh dan menoleh ke arah Alphonse sambil bertanya, “The Frappuccino Murder?”“The what?” tanya Alphonse dengan bingung. “Kau nggak sedang bercanda, ‘kan?”“Aku memang menyebutnya bagitu,” kata Azalea dengan serius.Alphonse hampir tertawa namun disadarinya bahwa tatapan Azalea dan Rita benar
09:33 MalamDengan langkah pendek dan berat, Emily Jess berjalan menuju ruang baca Lady Viscaria. Sesekali dia akan berhenti dan melihat ke luar jendela yang berada di sisi kirinya. Malam itu begitu sunyi dan menyesakkan—hampir-hampir membuat kedua tangan dan kakinya tidak berhenti bergetar. Emily menggenggam tangannya erat-erat di dekat dadanya dan melanjutkan langkah kakinya.“Rasanya seperti sedang menuju tiang gantungan,” gumam Emily.Wanita itu berhenti di depan pintu ruang baca dan memberanikan diri untuk mengetuk. Beberapa saat dia menunggu tapi tidak ada jawaban dari dalam. Emily mengetuk sekali lagi dengan sedikit lebih keras.“Masuk,” kata suara dari dalam ruang baca.Mendengar suara Lady Viscaria yang begitu dingin dan tegas, Emily segera membuka pintu dengan hati-hati.Ketika pintu terbuka, kondisi di ruang baca cukup mengejutkan Emily.Tidak ada satupun lampu di ruangan itu yang menyala—perapian pun tidak. Satu-satunya cahaya yang menerangi sebagian tempat itu adalah caha
Sebuah mobil polisi memperlambat lajunya ketika berbelok memasuki gerbang Wisteria Manor yang terbuat dari bebatuan setinggi satu meter dengan tiang-tiang besi yang tertancap padanya membentuk sebuah pagar kokoh mengitari kediaman sang detektif. Jalan masuknya yang sedikit berputar mengitari taman bunga dan pepohonan wisteria membuat siapapun yang datang berkunjung akan secara tidak langsung menikmati keindahan pemandangan itu.“Sudah lama saya tidak mengunjungi tempat ini,” kata seorang polisi yang duduk dibelakang kemudi sambil sesekali mengagumi lingkungan tempat tinggal Lady Viscaria.“Kau berbicara seolah-olah ini adalah sebuah lokasi wisata,” sindir Inspektur LeBlanc. “Perhatikan saja jalannya, aku tidak ingin membuat masalah dengan wanita itu.”Polisi yang sedang mengemudi itu tertawa mendengar kata-kata atasannya yang hampir tidak pernah didengarnya ketika sedang bertugas.“Saya selalu menikmati kunjungan ke Wisteria Manor karena selain tamannya yang indah, saya berkesempatan
Ruang makan Wisteria Manor terletak di lantai satu—tepatnya di sebelah kanan foyer. Ruangan itu berbentuk persegi panjang dan memiliki dua sisi terbuka berbentuk L di mana sisi lebarnya menghadap tangga di foyer yang menuju ke lantai dua, sedangkan sisi panjangnya menghadap ke dapur. Malam itu merupakan salah satu malam yang cukup tenang dan hangat di kediaman Lady Viscaria yang hampir setiap waktunya menerima surat-surat berisikan permohonan penyelidikan dan lain sebagainya. Malam itu, Lady Viscaria meletakkan topengnya dan tersenyum dengan kepuasan yang terasa asing. “Ini malam yang menyenangkan,” gumamnya. Dilihatnya Vivian dan Rita yang sedang sibuk menyiapkan makanan dan minuman untuk malam itu sambil sesekali bercanda—yang tentu saja membuat Vivian sering melirik majikannya karena bertingkah saat bekerja. Namun, Lady Viscaria berpura-pura untuk tidak melihatnya dan sebisa mungkin tidak memunculkan pandangan penuh selidik ke arah gadis canggung itu. Di seberang meja makan, Aza
I “Selamat datang, Nyonya,” sambut Vivian dengan penuh perasaan lega. “Biar saya bawakan barang-barang Anda.” “Terima kasih, Vivian.” Gadis itu segera mengambil barang-barang bawaan Lady Viscaria dan membawanya masuk ke dalam rumah, meninggalkan majikannya yang baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam Wisteria Manor. Lady Viscaria berhenti sejenak sambil memejamkan matanya. Azalea dan Rita yang ada di belakangnya hanya menunggu tanpa pikiran penuh pertanyaan. Bagi mereka, apa yang dilakukan Lady Viscaria adalah sesuatu yang biasa—sebuah ritual yang dilakukannya ketika kembali ke habitatnya. “Sepertinya ada yang baru di sini,” ucap Lady Viscaria. “Aku nggak melihat ada dekorasi baru di sini,” kata Azalea. “Bukan—bukan itu, ada orang lain selain Vivian dan para pelayan lainnya.” Mendengar perkataan Lady Viscaria yang cukup mencurigakan, Azalea dan Rita segera mengambil posisi berisiap untuk kemungkinan terburuk yang dapat mereka alami. Si wanita paruh baya menoleh ke arah me