RENCANA TIGA SEKAWAN
Bel istirahat baru saja berbunyi beberapa menit lalu. Seger saja tiga sekawan itu menarik Arjuna keluar dari kelas. Arjuna tidak banyak bicara ia hanya mengikuti apa yang sedang teman-temannya itu lakukan. Mereka tidak mengatakan apa pun saat Arjuna bertanya. Seperti biasa sapaan manis dari para gadis di Koridor membuat jiwa-jiwa playboy Nakula semakin bergerilya. “Hai, bang Nakula. Kok makin ganteng aja sih? Mau ke mana buru-buru gitu? kata salah satu siswi di Koridor. “Ei, hai juga. Biasa babang Nakula lagi ada urusan mendesak,” katanya sambil memainkan rambutnya. Sok ganteng. “Abang pergi dulu ya, nanti kita calling, calling.”Sadewa yang kesal tidak mampu lagi menahan diri. Ia mengetuk kepala Nakula dengan kepalan tanganya. Bisa-bisanya dia menggoda para gadis di saat waktu sempat ini. Nakula yang tidak terima diperlakukan begitu menatap Sadewa dengan pandangan sengitYOU ARE MINESepulang sekolah Bima dan keempat seniornya sudah menyelesaikan diskusi, membagi tugas ini dan itu. Tiba waktunya untuk Bima menjemput Mila. Membawa wanita itu ke mana pun pemuda itu mau. Bima menatap pantulan dirinya di cermin, menata rambutnya sekali lagi. Masih dengan wajah datar dari sepuluh jam yang lalu. Bima merebahkan diri di kasur. Rasanya seperti dejavu, sekarang ia sudah mengeluarkan gawai dari balik saku jas biru tuanya. Lalu mengetikkan pesan untuk orang yang seharusnya memang ia relakan dari dulu.Me[Kus, lagi ngapain? ]Tikus[Rebahan, kenapa? ]Me[Jalan-jalan yuk]Tikus[Tapi kak Juna belom pulang. Gue harus ijin ke dia dulu]Me[Lo tenang aja. Tadi gue uda ketemu sama bang Juna. Sekalian gue minta ijin ngajak lo jalan.][Sekarang mau kan? ]Tikus[Seriusan? ]Me[Sejak kapan sih gue boong sama elo? Emang muka gue ini muka-muka penipu? ]Tikus
Yudistira dan Sadewa yang berada di bawah meja saling pandang. Yudistira menaikkan satu alis yang berarti ‘Kenapa lampunya nggak nyala?’ dan hanya dibalas gelengan oleh Sadewa. Seingatnya tadi Yudistira meminta Sadewa mematikan lampu.“Lo kan yang tadi gue suruh matiin lampu? Trus kenapa sekarang tu lampu nggak nyala-nyala?” bisik Yudistira sepelan mungkin jangan sampai Mila mendengar suaranya.“Iya sih, tapi tadi gue nata kue jadinya gue suruh si Nakula matiin lampunya,” balas Sadewa berbisik.Mematikan lampu bukan perkara sulit bukan? Apalagi itu hanya hitungan detik tidak sampai menit. Kenapa juga Nakula tidak terlihat batang hidungnya. Sekarang Sadewa benar-benar menyesal telah meminta Nakula menggantikan pekerjaannya. Segera saja Sadewa mengeluarkan gawai dari saku. Ia mengetikkan pesan kepada Nakula.Me[Woi, kenapa lampunya ngga bisa nyala? Lo tadi bener-bener nekan tombol buat matiin nya k
KENANGANHari ini tepat ke empat bulan sepuluh hari keluarnya Mila dari SMA International School. Beberapa orang masih bertanya-tanya mengapa si primadona menghilang tanpa jejak. Bahkan cokelat, surat dan bunga dari beberapa bulan yang lalu masih memenuhi lokernya. Banyak yang merasa sedih saat ia hilang tanpa kabar, banyak yang patah hati saat ia disembunyikan. Namun semua masih berjalan selayaknya sekolah. Hanya satu orang yang sampai detik ini masih terus mencari keberadaan si penaung hati. Kevin Dirgantara-- saat ini menatap papan dengan tidak minat. Ia menopang dagu sembari mengetukan pulpen ke meja. Sebentar lagi Kevin akan menyelesaikan masa Putih Abu. Namun ia masih belum tahu kapan ia akan kembali dipertemukan dengan Mila. Hilangnya Mila menjadi tanda tanya besar untuk Kevin. Hubungan mereka saat itu sedang baik-baik saja. Tidak ada pertengkaran atau pun saling mengkhianati. Tiba-tiba saja Mila menghilang, Kevin cinta. Cinta mati kepadanya.Bel ist
BROKENKevin menyampirkan jaket kulitnya ke bahu. Malam ini Kevin akan kembali menuju rumah orang tua Mila. Sekarang masih jam setengah sembilan. Kevin harap ia menemukan apa yang ia cari. Belum sampai langkah Kevin keluar dari pintu. Suara bariton menggelegar memenuhi ruang tamu.“Mau ke mana lagi kamu?! Sekali saja kakimu berani melangkah keluar, saya pastikan kamu tidak akan bisa lagi menghirup udara segar!” teriak Vian –Ayah Kevin lantang.Tangan Kevin mengepal. Semangat membaranya tiba-tiba mulai meredup. Kevin ingin sekali melawan orang jahat itu, namun akal sehatnya masih bisa menahan dirinya agar tidak berbuat bodoh. Jika Kevin keluar dari rumah ini bagaimana caranya ia akan menemukan Mila? Tentu ia masih membutuhkan fasilitas ini untuk menata hidupnya dan Mila di masa depan.“Kemari!”Kevin masih diam di depan pintu.“Saya bilang kemari, Kevin Dirgantara!”Dengan langkah berat Kevin berjalan mendekati Vian. Rasa
PASRAH “Baiklah, anak, anak. Besok Bapak akan membagikan hasil ulangan kalian, selamat melanjutkan pembelajaran,” ujar pak guru meninggalkan kelas dua belas MIPA satu.Kevin bernapas lega. Ia hanya harus menguatkan diri besok, kembali Kevin mengambil undangan ulang tahun pemberian Mona di kolom meja. Kevin harap Mila juga ada di sana, ah tapi kenapa Kevin merasa tidak yakin bila dia akan hadir? Kevin berjalan menuju kantin, ia saat ini merindukan batagor cinta buatan mang Ujang. Batagor cinta adalah makanan favorit Mila.“Eh, nak Kevin. Mau batagor?” tanya mang Ujang.“Iya, Mang. Satu porsi ya.”“Asyiappp, nak Kevin duduk dulu.”Nampaknya hari ini pelanggan mang Ujang sedang sepi. Bisa dilihat dari sedikitnya jumlah pembeli, sementara bakso bude Mina sedang ramai. Saat Kevin tengah sibuk dengan ponselnya, Mona yang sedang makan di sebelah tepatnya lapak bude Mina langsung berjalan menghampiri bangku Kevin dengan satu mangkok bakso di tanganny
KADO YANG SALAHMalam ini Mona terlihat begitu cantik dengan gaun berwarna biru muda yang ia kenakan. Semua orang juga tahu bahwa memang Mona cantik dan memiliki senyuman yang begitu manis, sayangnya tidak semua orang tahu senyum manis itu sering kali memunculkan smirk jahat, tidak semua orang tahu wajah cantik itu bisa menjelma menjadi iblis menakutkan. Hanya Mila yang tahu bagaimana rasanya tertusuk oleh belati tindakan sang sahabat. Memang benar kata orang jangan sekali-kali hanya melihat seseorang dari sampulnya saja. Gadis manis seperti Mona sama halnya dengan sebungkus mie instan, di luar tampak begitu sempurna dengan kelengkapan dan kelebihan yang ia miliki. Tapi isinya? Hanya seutas adonan yang dilipat-lipat.Mona tersenyum cerah saat menyambut tamu undangan yang hampir sebagian besar adalah teman sekolahnya. Iris hitam kelam miliknya masih setia menetap di depan pintu masuk, tentu saja ia menunggu sang pujaan hati—Kevin . Mona tidak sabar,
TAMU TAK DIUNDANG Mentari pagi menyembulkan separuh badan, dibalik awan sana, sinar keemasan mencoba menghalau embun di pucuk-pucuk daun. Udara masih terlalu dingin kala Arjuna membuka kelopak matanya yang terasa lengket satu sama lain. Pandanganya memutar ke segala arah saat ia tidak mendapati sang istri di sebelahnya. Arjuna mengusap wajah malas sebentar lagi ia harus berangkat sekolah dan rasanya badan itu seolah enggan untuk meninggalkan kenyamanan yang kasur hangat itu berikan padanya. Arjuna masuk ke dalam kamar mandi, menatap cermin sebentar lalu sebuah senyum manis terukir di wajah rupawannya. Arjuna menekan sebelah pipi kiri yang terdapat tanda merah dari lipstik sang istri, ia teringat kejadian tadi malam. Kala Mila tiba-tiba manja dan menghujaninya dengan kecupan. Tadi malam mereka melakukan 'itu' awalnya hanya kecupan tapi entah mengapa Arjuna lepas kendali. Arjuna menggeleng, memukul kepalanya yang kembali mengingat kejadian mesum itu.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah tidak ada yang bicara sedikit pun, selain kedua sekawan itu-- Nakula dan Sadewa. Mereka berdua menatap lama Arjuna di depan kursi kemudi yang seperti biasanya diam dan tampak tak acuh. Tiba di halaman parkir sekolah, Arjuna lebih dahulu keluar dari mobil dengan tangan yang ia masukkan ke dalam kantong celana. Ia berjalan mendahului Nakula dan Sadewa. Siswa-siswi berlalu lalang. Ada yang duduk di depan kelas, ada yang tengah berlari saling mengejar satu sama lain, ada kerumunan gadis yang tertawa terbahak-bahak, ada pula pemuda berkaca mata di tahan oleh dua temanya. Arjuna masih tidak peduli, ia menatap sekilas pemandangan tersebut. Tujuannya sekarang adalah roof top, tempat yang paling nyaman sekaligus menjadi basecamp mereka sejak tiga tahun terakhir. Satu persatu anak tangga ia pijak dengan pasti, masih dengan tatapan santai dengan langkah sedikit lebar, tadi ia bukan bermaksud tidak merespon saat sang istri mengadu, malu. Arjuna
1 Bulan kemudian.... Mila terdiam cemas di atas brangkar rumah sakit, ia sangat takut hari ini adalah hari persalinan yang telah dinanti. Arjuna sedari tadi terus menenangkannya. "Kak, Mila takut salah satu dari kami gak selamat," ujar Mila dengan raut wajah murung. Sejujurnya Arjuna juga khawatir. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa menyemangati istrinya itu. andai Arjuna dan Mila bisa bertukar peran, Arjuna akan dengan senang hati mengambil alih tanggung jawab Mila. Ia tak ingin melihat Mila kesakitan. "Tenang, Mbul, kamu pasti bisa jangan pikirin yang aneh-aneh," balas Arjuna menciumi ubun-ubun Mia, mencoba menenangkan wanita itu. "Bunda mana, Kak?" "Bunda lagi beli perlengkapan." "Kak, Mila bener-bener takut," Mila kembali mengulang perkataannya, sungguh ia sangat takut saat ini. Apalagi setelah ia membaca artikel tentang kematian ibu muda saat bersalin, hal itu membuat ia merasa sangat takut untuk melah
Jasad Saras masih berada di ruangan UGD setelah di bersihkan. Arjuna tidak kuasa lagi melihat wajah pucat pasi gadis itu, ia memilih duduk di luar ruangan saat keluarganya datang menemui Saras.Arjuna merasa begitu bersalah. Saras dengan berani mengorbankan hidupnya demi menyelamatkan nyawanya, pikiran Arjuna kembali ke masa lalu saat ia dan Saras masih berusia delapan tahun.Sore itu di taman bermain sekolah SD. Saras dan Arjuna masih bermain ayunan, mereka menunggu Wulan yang katanya akan menjemput. Tapi Mama dari Arjuna itu tidak kunjung datang. Saras dan Arjuna kecil tampak bahagia, ditemani ibu guru cantik berkerudung crem senada dengan pakaian dinasnya."Juna, nanti kalo kamu besar kamu mau jadi apa?"Arjuna yang ditanya hanya diam, dia belum memiliki cita-cita."Polisi," balasnya asal."Wah, kalo gitu Saras mau jadi polwan deh. Biar bisa sama-sama terus sama Arjuna!"Arjuna tersenyum mengejek. "Polwan itu harus tinggi, kamu kan
Setelah mendengar cerita Mila, hari ini Arjuna mulai mengatur rencana, ia meminta bantuan kepada sahabatnya Nakula, untuk melacak keberadaan Kevin. Setelah kejadian kemarin Arjuna tidak pergi ke mana pun, Mila terus memeluknya erat tidak membiarkan Arjuna beranjak sedikit pun darinya. Dering telepon baru saja masuk, jakpot tampaknya rencana Arjuna akan berjalan lancar, si pelaku mengantarkan nyawanya sendiri. Panggilan itu dari Kevin.Arjuna menekan tombol hijau, ia diam membiarkan psikopat gila itu bicara."Halo Mila sayang masih ingat suara aku? Tentu kamu masih ingat akukan pacar kamu. Kamu bisa lari kemarin tapi saat kamu kembali kudapatkan. kamu tidak akan bisa lolos dengan mudah," suara tawa terdengar di seberang sana. Arjuna mengepalkan tangan ia sungguh kesal saat ini, api amarah menggebu-gebu dalam hatinya.Panggilan di matikan sepihak oleh Arjuna. Arjuna hanya butuh panggilan Kevin agar dia lebih mudah melacak posisi pemuda itu. Arjuna membangunk
Kevin membuka kamar kurungan Mila dengan perasaan senang, dia sudah bersusah payah memasak semua makanan kesukaan wanita itu. Dia ingin kembali mengenang masa lalu saat mereka saling peduli lewat masakan. Namun wanita yang tadinya berada di atas kasur kini telah hilang entah ke mana. Kevin menarik seprei kasar, membanting semua barang-barang yang ada di sana. Dia tidak mau wanitanya pergi meninggalkannya lagi."MILA LIHAT SAJA AKU GAK AKAN BIARKAN KAMU LOLOS KALI INI!" Kevin melangkah cepat menuju mobilnya, ia yakin Mila belum jauh dari sana. Tempat itu bukanlah tempat yang terekspos khalayak ramai jadi tempat ia bebas bergerak sesukanya.Mila berlari secepat yang ia bisa, ia memegangi perutnya yang sakit, Mila terus berlari di tambah hujan deras makin membuatnya kesulitan. Jalanan licin membuatnya memutuskan untuk berjalan tanpa alas kaki. Mila berdoa semoga saja ia bisa lolos dari psikopat gila itu."Aaakhh! Sa-sakit," Mila terus berlari ke
"Mila cuman cinta suami Mila! Lepasin Mila Kevin!" Teriak Mila lantang. Ia khawatir dengan bayinya air mata yang ia tahan kini berhasil lolos dari pelupuk matanya."Gak, kamu cuman cinta aku! Mila hanya cinta kevin!" Mila dan kevin tiba di sebuah rumah mewah yang jauh dari pusat kota, Kevin membuka pintu mobilnya dengan kasar, ia langsung mengendong Mila memasuki rumah megah itu.Rumah itu berada jauh dari rumah penduduk, di sekitar rumah itu hanya ditumbuhi pepohonan besar dan tinggi, rumah itu adalah rumah almarhumah Ibu Kevin. Ibu Kevin pernah mengalami gangguan mental hingga akhirnya diasingkan di rumah tua yang masih tampak cantik dan megah itu.Mila meronta, terus memukuli dada Kevin yang menggendongnya. "Kak Kevin lepas! Biarin aku pergi!""Gak, sayang, kamu dan aku akan hidup bahagia di sini." Kevin tersenyum manis. Ia membaringkan Mila di atas ranjang king size milik almarhumah Ibunya. Mila meronta ingin melepaskan diri dari Kevin,
Hari ini selesai simulasi, Arjuna mengantarkan Mila ke Mal, katanya dia ingin membeli beberapa perlengkapan mandi dan beberapa barang pribadi untuknya."Mbul, maaf ya, aku ngga bisa temenin kamu. Di kafe ada masalah sedikit, kamu ngga pa-pa 'kan aku tinggal? Jangan matiin HP kamu, kalo ada sesuatu langsung telepon aku!" Arjuna mengingatkan."Iya. Siap.""Tapi bener nih, ngga apa-apa kamu sendirian gini?" tanya Arjuna, kembali memastikan."Ihhh, Kak Juna. Kaya aku anak kecil aja yang harus dijaga terus, udah pergi aja Kak.""Hm, yaudah. Aku pamit." Arjuna mengecup puncak kepala Mila untuk berpamitan, segera saja Arjuna masuk ke dalam mobil setelah ia merasa yakin bahwa Mila bisa dia tinggal sendirian.Mila berkeliling, setelah satu minggu tidak keluar dari apartemen karena takut bertemu Kevin, akhirnya ia bisa kembali menghirup udara segar. Berbelanja adalah salah satu rutinitas yang disukai Mila, mungkin bukan cuman dia saja, sepertiny
"Mila, maaf ya soal tadi. Mbak benar-benar tidak berniat melukai hati kamu.""Nggak apa-apa kok, Mbak. Mila paham, makasih juga sudah ngajak aku jalan pagi Mbak."Mila melambai lalu segera masuk kedalam lif. Sekarang sudah pukul 10 pagi, berjalan pagi membuat dia berkeringat banyak, ada rasa lelah dan segar yang ia rasakan secara bersamaan. Tapi ia kembali teringat dengan Kevin, sekarang Mila harus mulai berhati-hati. Kevin sudah mulai datang ke tempat itu. Padahal jarak dari rumah Kevin sangat jauh, bahkan untuk sampai ke daerah ini memerlukan tiga jam perjalanan.***"Hari ini kita ke rumah mama yuk, Kak!" Mila berujar, sedari tadi siang, ia merasa tidak enak. Pikirannya tidak tenang, ia selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk kalau saja Kevin tiba-tiba menemukannya.Arjuna yang tengah mengerjakan tugasnya di meja belajar melirik ke arah kasur yang istrinya itu tiduri. "Tumben? Kenapa, kok kamu kaya gelisah gitu?"
"Hai, kenalin aku... Kevin. Kevin Dirgantara!"DegJantung Mila rasanya ingin keluar dari tempatnya, detak jantung wanita itu mulai menggila, keringat dingin mulai membasahi pelipis juga tangan yang semulanya terasa panas kini mulai mendingin karena basah oleh keringat. Mila bergerak dengan gelisah, dia sengaja membuang muka, tidak mau sampai Kevin mengetahui dirinya."Hei, aku Kevin. Nama kamu?" Kevin berujar, dia mengulurkan tangan sembari mengamati gerak-gerik Mila yang tampak aneh, seperti orang yang ingin melarikan diri.Mila ragu-ragu untuk membuka mulut, ia tidak bisa diam saja, kalau tidak Kevin akan curiga. Beruntung tadi pagi Arjuna memberikan maskernya yang hampir tertinggal "Eh, ha-hai, aku... Marisa," kata Mila terbata."Marisa? Omong-omong suara kamu mirip sama orang yang aku kenal." Kevin mengamati Mila sebentar, lalu kepalanya menengadah ke atas langit."O-oya." Mila merasa yakin orang yang Kevin maksud adalah dir
"Kak, aku pergi dulu ya!"Mila menyembulkan kepalanya di balik pintu, ia sudah bersiap dengan baju olahraga khusus ibu hamil miliknya, tidak lupa bando polkadot menahan rambutnya agar tidak terjatuh.Arjuna segera menuju pintu apartemen, ia berjalan sembari mengancingkan baju seragam sekolahnya, tidak lupa membawa masker sang istri yang tertinggal di atas meja."Jangan lupa maskernya, Mbul." Arjuna memasangkan masker hitam ke wajah sang istri."He he he, maaf, Kak. Aku terlalu bersemangat, soalnya mau joging bareng mbak rina. Kamu tahu kan, bumil yang baru pindah di lantai bawah?""Mbak rina? Kok aku ngga tau ada tetangga baru?" Arjuna kini sibuk mengikat tali sepatu Mila yang tadinya terikat dengan asal.Diposisi ini, Mila merasa ia seperti seorang anak kecil yang baru pertama kali akan pergi sekolah. Arjuna dengan telaten mengikat tali sepatunya dengan kuat. Mila sungguh tersentuh dengan apa yang Arjuna lakuka