RESAH
Rasanya hari ini Arjuna tidak semangat datang sekolah. Setelah memarkirkan motor sport miliknya, ia berjalan tanpa semangat menuju kelas. Masih dengan wajah datar yang sama. Sapaan manis dari para gadis sepanjang koridor tidak ia hiraukan. Raganya memang di sini, namun hati dan pikirannya sedang berkelana kembali ke rumah. Arjuna merutuki semua tindakannya tadi. Seharusnya ia tidak menggoda Mila. Terlebih apa yang Mila katakan memang benar adanya. Arjuna bukan tidak mau mengaku tapi rasa bersalah itu membuat ia malu, malu hanya sekadar untuk berbicara apalagi menatap mata teduh milik istrinya.
Tiba di kelas 12 MIPA 1. Arjuna duduk termenung. Bersandar di kursi lalu menatap plafon. Usia pernikahan mereka sekarang sudah masuk empat bulan lebih. Sebentar lagi tanggal pernikahan mereka akan masuk lima bulan dan si jabang bayi juga tak lama lagi segera menampakkan diri di dunia. Namun hubungan mereka masih sama. Arjuna merasa tidak ada pe
RENCANA TIGA SEKAWANBel istirahat baru saja berbunyi beberapa menit lalu. Seger saja tiga sekawan itu menarik Arjuna keluar dari kelas. Arjuna tidak banyak bicara ia hanya mengikuti apa yang sedang teman-temannya itu lakukan. Mereka tidak mengatakan apa pun saat Arjuna bertanya. Seperti biasa sapaan manis dari para gadis di Koridor membuat jiwa-jiwa playboy Nakula semakin bergerilya.“Hai, bang Nakula. Kok makin ganteng aja sih? Mau ke mana buru-buru gitu? kata salah satu siswi di Koridor.“Ei, hai juga. Biasa babang Nakula lagi ada urusan mendesak,” katanya sambil memainkan rambutnya. Sok ganteng.“Abang pergi dulu ya, nanti kita calling, calling.”Sadewa yang kesal tidak mampu lagi menahan diri. Ia mengetuk kepala Nakula dengan kepalan tanganya. Bisa-bisanya dia menggoda para gadis di saat waktu sempat ini.Nakula yang tidak terima diperlakukan begitu menatap Sadewa dengan pandangan sengit
YOU ARE MINESepulang sekolah Bima dan keempat seniornya sudah menyelesaikan diskusi, membagi tugas ini dan itu. Tiba waktunya untuk Bima menjemput Mila. Membawa wanita itu ke mana pun pemuda itu mau. Bima menatap pantulan dirinya di cermin, menata rambutnya sekali lagi. Masih dengan wajah datar dari sepuluh jam yang lalu. Bima merebahkan diri di kasur. Rasanya seperti dejavu, sekarang ia sudah mengeluarkan gawai dari balik saku jas biru tuanya. Lalu mengetikkan pesan untuk orang yang seharusnya memang ia relakan dari dulu.Me[Kus, lagi ngapain? ]Tikus[Rebahan, kenapa? ]Me[Jalan-jalan yuk]Tikus[Tapi kak Juna belom pulang. Gue harus ijin ke dia dulu]Me[Lo tenang aja. Tadi gue uda ketemu sama bang Juna. Sekalian gue minta ijin ngajak lo jalan.][Sekarang mau kan? ]Tikus[Seriusan? ]Me[Sejak kapan sih gue boong sama elo? Emang muka gue ini muka-muka penipu? ]Tikus
Yudistira dan Sadewa yang berada di bawah meja saling pandang. Yudistira menaikkan satu alis yang berarti ‘Kenapa lampunya nggak nyala?’ dan hanya dibalas gelengan oleh Sadewa. Seingatnya tadi Yudistira meminta Sadewa mematikan lampu.“Lo kan yang tadi gue suruh matiin lampu? Trus kenapa sekarang tu lampu nggak nyala-nyala?” bisik Yudistira sepelan mungkin jangan sampai Mila mendengar suaranya.“Iya sih, tapi tadi gue nata kue jadinya gue suruh si Nakula matiin lampunya,” balas Sadewa berbisik.Mematikan lampu bukan perkara sulit bukan? Apalagi itu hanya hitungan detik tidak sampai menit. Kenapa juga Nakula tidak terlihat batang hidungnya. Sekarang Sadewa benar-benar menyesal telah meminta Nakula menggantikan pekerjaannya. Segera saja Sadewa mengeluarkan gawai dari saku. Ia mengetikkan pesan kepada Nakula.Me[Woi, kenapa lampunya ngga bisa nyala? Lo tadi bener-bener nekan tombol buat matiin nya k
KENANGANHari ini tepat ke empat bulan sepuluh hari keluarnya Mila dari SMA International School. Beberapa orang masih bertanya-tanya mengapa si primadona menghilang tanpa jejak. Bahkan cokelat, surat dan bunga dari beberapa bulan yang lalu masih memenuhi lokernya. Banyak yang merasa sedih saat ia hilang tanpa kabar, banyak yang patah hati saat ia disembunyikan. Namun semua masih berjalan selayaknya sekolah. Hanya satu orang yang sampai detik ini masih terus mencari keberadaan si penaung hati. Kevin Dirgantara-- saat ini menatap papan dengan tidak minat. Ia menopang dagu sembari mengetukan pulpen ke meja. Sebentar lagi Kevin akan menyelesaikan masa Putih Abu. Namun ia masih belum tahu kapan ia akan kembali dipertemukan dengan Mila. Hilangnya Mila menjadi tanda tanya besar untuk Kevin. Hubungan mereka saat itu sedang baik-baik saja. Tidak ada pertengkaran atau pun saling mengkhianati. Tiba-tiba saja Mila menghilang, Kevin cinta. Cinta mati kepadanya.Bel ist
BROKENKevin menyampirkan jaket kulitnya ke bahu. Malam ini Kevin akan kembali menuju rumah orang tua Mila. Sekarang masih jam setengah sembilan. Kevin harap ia menemukan apa yang ia cari. Belum sampai langkah Kevin keluar dari pintu. Suara bariton menggelegar memenuhi ruang tamu.“Mau ke mana lagi kamu?! Sekali saja kakimu berani melangkah keluar, saya pastikan kamu tidak akan bisa lagi menghirup udara segar!” teriak Vian –Ayah Kevin lantang.Tangan Kevin mengepal. Semangat membaranya tiba-tiba mulai meredup. Kevin ingin sekali melawan orang jahat itu, namun akal sehatnya masih bisa menahan dirinya agar tidak berbuat bodoh. Jika Kevin keluar dari rumah ini bagaimana caranya ia akan menemukan Mila? Tentu ia masih membutuhkan fasilitas ini untuk menata hidupnya dan Mila di masa depan.“Kemari!”Kevin masih diam di depan pintu.“Saya bilang kemari, Kevin Dirgantara!”Dengan langkah berat Kevin berjalan mendekati Vian. Rasa
PASRAH “Baiklah, anak, anak. Besok Bapak akan membagikan hasil ulangan kalian, selamat melanjutkan pembelajaran,” ujar pak guru meninggalkan kelas dua belas MIPA satu.Kevin bernapas lega. Ia hanya harus menguatkan diri besok, kembali Kevin mengambil undangan ulang tahun pemberian Mona di kolom meja. Kevin harap Mila juga ada di sana, ah tapi kenapa Kevin merasa tidak yakin bila dia akan hadir? Kevin berjalan menuju kantin, ia saat ini merindukan batagor cinta buatan mang Ujang. Batagor cinta adalah makanan favorit Mila.“Eh, nak Kevin. Mau batagor?” tanya mang Ujang.“Iya, Mang. Satu porsi ya.”“Asyiappp, nak Kevin duduk dulu.”Nampaknya hari ini pelanggan mang Ujang sedang sepi. Bisa dilihat dari sedikitnya jumlah pembeli, sementara bakso bude Mina sedang ramai. Saat Kevin tengah sibuk dengan ponselnya, Mona yang sedang makan di sebelah tepatnya lapak bude Mina langsung berjalan menghampiri bangku Kevin dengan satu mangkok bakso di tanganny
KADO YANG SALAHMalam ini Mona terlihat begitu cantik dengan gaun berwarna biru muda yang ia kenakan. Semua orang juga tahu bahwa memang Mona cantik dan memiliki senyuman yang begitu manis, sayangnya tidak semua orang tahu senyum manis itu sering kali memunculkan smirk jahat, tidak semua orang tahu wajah cantik itu bisa menjelma menjadi iblis menakutkan. Hanya Mila yang tahu bagaimana rasanya tertusuk oleh belati tindakan sang sahabat. Memang benar kata orang jangan sekali-kali hanya melihat seseorang dari sampulnya saja. Gadis manis seperti Mona sama halnya dengan sebungkus mie instan, di luar tampak begitu sempurna dengan kelengkapan dan kelebihan yang ia miliki. Tapi isinya? Hanya seutas adonan yang dilipat-lipat.Mona tersenyum cerah saat menyambut tamu undangan yang hampir sebagian besar adalah teman sekolahnya. Iris hitam kelam miliknya masih setia menetap di depan pintu masuk, tentu saja ia menunggu sang pujaan hati—Kevin . Mona tidak sabar,
TAMU TAK DIUNDANG Mentari pagi menyembulkan separuh badan, dibalik awan sana, sinar keemasan mencoba menghalau embun di pucuk-pucuk daun. Udara masih terlalu dingin kala Arjuna membuka kelopak matanya yang terasa lengket satu sama lain. Pandanganya memutar ke segala arah saat ia tidak mendapati sang istri di sebelahnya. Arjuna mengusap wajah malas sebentar lagi ia harus berangkat sekolah dan rasanya badan itu seolah enggan untuk meninggalkan kenyamanan yang kasur hangat itu berikan padanya. Arjuna masuk ke dalam kamar mandi, menatap cermin sebentar lalu sebuah senyum manis terukir di wajah rupawannya. Arjuna menekan sebelah pipi kiri yang terdapat tanda merah dari lipstik sang istri, ia teringat kejadian tadi malam. Kala Mila tiba-tiba manja dan menghujaninya dengan kecupan. Tadi malam mereka melakukan 'itu' awalnya hanya kecupan tapi entah mengapa Arjuna lepas kendali. Arjuna menggeleng, memukul kepalanya yang kembali mengingat kejadian mesum itu.