“Aku takut, Tuan.” Jemari Rania saling meremas.“Kenapa?”“Nyonya Diana pasti takkan tinggal diam. Belum lagi Marchel, dia pasti sangat benci sekali padaku.”“Oh itu. Kamu tenang saja. Semua akan baik-baik saja, dan aku berjanji akan menjagamu dengan baik. Apa kau masih ingin Marchel kembali padamu?” Rangga bertanya dengan hati-hati.“Tidak.” Rania menggeleng cepat.“Lalu?”“Aku sedang membayangkan kalau nyonya Diana akan memberikan hukuman kepadaku tanpa sepengetahuanmu. Aku takut sekali.” Wajah Rania memucat.“Sst, kamu tenang saja. Aku berjanji akan selalu menjagamu dan akan memberimu penjaga khusus pada saat aku pergi.” Rangga mengecup puncak kepala sang istri mesra.Rania menghambur ke pelukan pria yang mulai di cintainya. “Berjanjilah padaku untuk tak pernah meninggalkanku walau sedetikpun.”“Hmm, berarti kalau aku ke kamar mandi, kamu juga ikut dong.” Rangga berbisik lirih di telinga sang istri.“Iih, jangan becanda.” Rania mencubit dada, pinggang, perut dan hampir seluruh tubu
Rania melepas lengan suaminya dan berlalu tanpa menjawab sepatah katapun. Hati wanita mana yang tak terluka melihat sang suami satu ranjang dengannya tapi perhatiannya kepada istri lainnya. Wanita mana yang sanggup untuk tidur seranjang bertiga. Naif sekali cara mereka berdua menyakitiku. Matanya mulai mengembun membuatnya segera berlari. Tak ingin mereka tahu kesedihannya. Hal itu hanya akan membuat mereka tertawa puas.Rangga mengibaskan lengannya dengan paksa hingga membuat cengkeraman Diana lepas. Wanita penggoda itu mengaduh manja dan memanggil nama Rangga dengan suara khasnya yang menggoda.Diana lalu memiringkan tubuhnya, berbaring dengan tangan menyangka dagunya. Pemandangan yang sangat indah dan menantang sebentar lagi akan terpampang di depan mata. Perselisihan di antara suami dan madunya itulah yang di tunggu. Kehancuran hubungan keduanya adalah keinginan terbesar dalam hidupnya. Diana mulai menghitung satu, dua dan tiga. Bibirnya menyunggingkan senyuman penuh arti.Rania
Rania menghapus airmata yang membasahi pipinya dengan tangannya. “Aku tidak tahu.” Jawabnya singkat.“Kalau kau tidak tahu, kenapa kau menangis? Kenapa kau terluka, hmm?” Rangga membelai pipi istrinya dengan punggung jemarinya.“Tuan tanya pada diri sendiri. Aku tidak tahu. Maaf aku mau tidur, ngantuk.” Rania menyingkirkan tubuh suaminya. Namun tubuh itu tak bergerak sedikitpun dan tetap menghalangi langkahnya.“Apa kau mencintaiku?” Rangga menangkup wajah istrinya dengan kedua tangannya.Rania melepasnya, “Jangan, mimpi. Aku hanya membalas jasamu. Tak ada alasan lain.”Rangga tersenyum. Gadis itu masih berusaha menyembunyikan perasaannya. Dia mengerti, memang tak mudah untuk mengungkapkan perasaan bagi seorang wanita. Rasa malu masih mendominasi perasaannya. Rangga akan sabar menanti hingga sang istri mau mengungkap perasaannya. Walau entah sampai kapan harus menunggu.“Baiklah, satu hal yang harus kamu. Cintaku tak akan berubah. Tak ada batasan untuk mencintaimu. Selamanya, seumur h
Rangga dan Rania menghentikan langkah, lalu menatap sengit ke arah istri pertamanya. Rangga tahu Diana sedang berpura-pura tidur.Tak munafik, Rangga mengakui kecantikannya begitu sempurna. Pose tidur yang menantang benar-benar menggoda imannya. Tapi harus kuat tahan godaan.Rangga mengingat kembali penghianatn istrinya hingga membangkitkan kembali amarahnya. Mungkin dengan begini akan lebih baik, daripada membangkitkan gairah prianya. Sangat berbahaya.“Kamu naik ke ranjang dulu. Aku akan mengusir penghianat itu terlebih dahulu.” Rangga menepuk lengan Rania yang menggamitnya. Rania mengerti dan menganggukkan kepala, lalu berjalan menuju ranjang.Rangga melangkah ke arah Diana dan menarik lengan wanita itu“Menyingkir dari ranjangku, Diana!” Ups, sayangnya bukannya terbangun, wanita licik itu kembali menarik lengan suaminya hingga tubuh Rangga hampir saja menimpanya. Lagi-lagi Rangga berhasil menghindar dari jebakannya.“Dasar gila kamu! cepat pergi dari sini!” Rangga berteriak dengan
Diana kembali ke kamar dan membanting pintu dengan keras. Dia menendang pintu dengan kesal. Wajahnya merah padam. Amarah sangat terlihat dari sorot matanya. Mengingat gadis bodoh itu membuatnya muak. Sangat heran dengan suaminya yang begitu mengagumi gadis sampah itu. Seleranya berubah rendah. Kalau saja gadis itu lebih menarik darinya, mungkin diana takkan sekesal ini saat sang suami menolaknya. Di bandingkan dengan dirinya, gadis bodoh itu tak ada apa-apanya. Mungkin hanya kemurniannya saja yang menarik bagi suaminya.Diana tak melihat satu bagian saja yang membuat lelaki tertarik pada gadis bodoh itu. Kulitnya tidak seputih dirinya. Tinggi badannya juga jauh dari kata sempurna. Bodynya, wajahnya bagai langit dengan bumi, sangat jauh perbedaannya. Mungkinkah gadis itu memakai guna-guna. Tapi rasanya tidak mungkin dijaman modern seperti ini masih ada yang percaya dengan hal seperti itu.Diana mencari ponsel dan menemukannya di dalam laci meja rias. Wanita itu segera mengambilnya lalu
Rania tak merespon. Dia tetap fokus menyiapakan hidangan untuk suami tercinta. Namun dadanya terasa panas. Kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut wanita cantik itu benar-benar tak enak di dengar. Sangat tidak malu mengobral cerita hal yang tak seharusnya di bicarakan. Hal itu adalah rahasia suami istri yang tak sepantasnya di ketahui orang lain.“Kenapa kamu diam? Apa perlakuan suamiku tak seganas saat bersamaku? Apa kau justru tak pernah merasakan belaiannya? Ha ... ha ....” Wanita itu tertawa lepas sembari menyambar segelas susu di meja makan. Namun ada tangan kekar yang menghentikan dan mengambil paksa segelas susu dari tangannya. Diana merasa kesal dan menatap orang yang berani mengambilnya.“Berani-beraninya kamu ....”“Ini punyaku. Rania mempersiapkannya khusus untukku, bukan untukmu! Kalau kau mau, ambil saja sendiri di dapur! Tidak ada yang special untukmu sekarang! Pergilah!” Rangga mengusir Diana dari meja makan.“Tidak apa-apa, Tu ... mmm sayang, aku bikin sarapannya l
“Minumlah.” Diana duduk di samping Alex. Tak lupa posisi duduk yang begitu menantang. Ia sengaja memakai pakaian yang sangat minim. Diana tahu Alex sangat mengagumi tubuh mulusnya itu. Saat bersamanya dulu, pria itu sangat menggilainya. Dan Dianapun mendapat kepuasan dari pria berotot itu.“Maaf, aku tidak haus.” Tolak Alex dengan halus. Tatapannya terus terfokus pada ponselnya.“Ayo minumlah, kita sudah lama tak berdua seperti ini. Anggap saja sebagai permintaan maafku karena sudah mencuri dompetmu.” Diana menyodorkan cangkir tepat di depan mulut Alex.“Aku sudah melupakan itu.” Jawab Alex sambil mendorong cangkir menjauh dari mulutnya tanpa menatap ke arah Diana sama sekali.Diana meletakkan cangkir itu di meja. Sangat sulit untuk mengelabui Alex. Pria itu tidak bodoh dan pasti sudah tahu strateginya. Diana harus merubah rencananya. Beranjak dari tempat duduknya, dan berkata kepada Alex.“Aku tinggal dulu, Kalau kau mau, minumlah. Kalau tidak buang saja.” Diana berlalu sambil seseka
Rania berjalan dengan tergesa. Diana memanfaatkan situasi. Setelah memastikan aman dan tak ada orang lain di dapur, ia mengambil bungkusan berisi obat tidur yang telah dihaluskan dalam sakunya, lalu segera mencampurkan ke dalam kopi dan mengaduknya lalu membuang kopi dalam cangkir satunya supaya tidak tertukar. Yess, Diana berhasil. Kali ini pasti tidak akan gagal lagi. Alex takkan mencurigai Rania. Dengan begitu rencananya akan berjalan dengan mulus. Dengan bangga dia berjalan menuju kamarnya.Di tengah perjalanan, berpapasan dengan Rania. Gadis itu menghadang jalannya.“Maaf nyonya, saya tidak me ....”‘Sory, aku lupa hapeku di kamar. Jangan lupa cepat berikan kopi pada Alex.”“Iya nyonya.”Diana memastikan Rania memberikan kopi kepada Alex. Benar saja, Alex langsung menerimanya dan mengembalikan teh hangat buatannya. Diana tak mengambil hati dengan perlakuan Alex.Pada saat itu juga Alex langsung meminum kopi buatan Rania. Seteguk, dua teguk dan tak sampai habis, Alex sudah tertidu