Rania menoleh ke arah pintu saat melihat ada yang berusaha membuka kunci. Dia yakin pasti ada orang yang bisa di tanya tentang keberadaannya saat ini.Pintu terbuka. Masuklah dua orang pria berbadan tinggi besar, seorang wanita gemuk berwajah sangat bengis dan dua orang wanita lagi yang berpakaian seperti pelayan. Wajah wanita bengis itu menatap tajam ke arah Rania. Gadis itu beringsut ketakutan.“Siapa namamu?” tanya wanita yang terkenal dengan sebutan Mami.“Rania.”jawabnya.“Berapa usiamu? Apa kau masih perawan?” tanyanya lagi dengan tidak sopan.Rania merasa kesal dengan pertanyaan yang terlalu pribadi.“Kenapa anda bertanya seperti itu?!” jawab Rania ketus.“Jawab saja!” Mami berteriak dan memekakkan telinga.Rania hanya mengangguk, lalu menundukkan kepala.“Dandani dia semenarik mungkin. Bawa dia ke bilik no 11 pukul tujuh malam nanti. Berikan dia makanan yang bergizi, supaya kuat melayani tamu istimewaku nanti! Jaga dia jangan sampai kabur!” Mami keluar di ikuti oleh dua pria
“Kenapa kau tak menuruti perintahku?! Cepat mandi atau kau mau mati?!” Si wanita bengis berubah menjadi monster yang begitu menakutkan. Suaranya bak petir menggelegar di telinga Rania.“Tolong, kembalikan aku pada keluargaku.” Pinta Rania sambil terus menangis.“Jangan banyak bicara! Kau sudah membuatku murka! Dua jam lagi tamuku akan datang. Kalau sampai kau belum mandi, aku pecahkan kepalamu! Haach!” Mamy menggebrak ranjang dengan keras membuat Rania ketakutan.Setelah wanita gembul itu pergi, dua wanita muda itu kembali masuk ke kamar Rania.“Aku’kan sudah bilang, turuti apa keinginan mami, kalau kau ingin selamat.”“Aku tidak mau, aku mau pulang.”Salah satu wanita menggeret lengan Rania dan membawanya ke kamar mandi. “Cepat mandilah! Jangan sampai kau menyusahkan kami!” ucapnya dan segera keluar. “Dewi, kau yang lebih sabar. Urus dia sendiri, aku malas!’ si tangan kanan mami, keluar kamar dan membanting pintu dengan keras membuat wanita bernama Dewi tersentak kaget. Dia hanya bis
“Aku tak bisa meminjamkannya. Kamar ini terpasang cctv. Kalau kau hafal no nya, beri saja nomor ponsel suamimu, namanya dan juga namamu.”“Baik mba, terimakasih. Banyak. Tapi, mana pulpen dan kertasnya?”“Nanti aku atur. Sekarang bersikaplah biasa, karena aku akan mendandanimu.”“Baik mba, sekali lagi terimakasih.”Dewi iba dengan gadis di hadapannya. Kali ini mudah-mudahan saja dia bisa menolong gadis itu untuk keluar dari sini. Walau tak percaya dengan ucapan Rania yang mengatakan suaminya oang kaya, tapi Dewi tulus ingin menolongnya. Tak ingin imbalan apapun. Melihat gadis itu bisa selamat, sudah cukup membuatnya lega.Tak berapa lama, Rania sudah berubah menjadi gadis modern yang sangat cantik Kulitnya yang tak terlalu putih, bisa berubah bak mutiara. Dewi memang sangat pandai dalam merubah wajah. Dia sudah sangat berpengalaman dalam urusan tata rias.“Tunggulah. Aku akan menyelipkan pulpen dalam sepatumu. Sebentar lagi akan ada jatah makan untukmu. Tulislah di tissu. Ingat, cctv
Rangga segera membangunkannya, tapi tidur Alex begitu lelap. Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Tatapan mata Rangga beralih ke arah kopi yang ada di meja. Alex yakin ada orang yang dengan sengaja membuatnya tertidur. Dia tahu siapa yang telah melancarkan aksinya.“Bangunkan Alex bagaimanapun caranya!” Rangga segera berlari ke kamar Diana. Dia begitu kesal karena tak nampak batang hidung istri sialan itu. Rangga segera menghubunginya lewat telpon dan ponselnya tak aktif membuatnya makin kesal.Rangga segera turun dan kembali mendatangi Alex. Pria itu sudah bangun dari tidur panjangnya.“Dimana Rania, dimana?!” Rangga mengguncang bahu Alex dengan kasar.“Sabar Tuan, Alex baru saja sadar. Dia masih butuh penyesuaian.” Sahut bibi.“Apa kalian pikir keselamatan Rania butuh penyesuaian? Apa kerja kalian semua, hingga tidak becus menjaganya?! Haachh!” Rangga melempar pisau tajam dan menancap di lemari berbahan dasar kayu. Tak ada yang berani menjawab. Para pekerja hanya bisa menundukkan ke
Rangga menghentikan mobil di daerah perbukitan yang sangat curam. Terdengar suara ombak besar yang sangat mengerikan.Suasana begitu sepi. Sepertinya tempat ini jarang di datangi oleh pengunjung. Hamparan rumput tak beraturan menutup akses jalan menuju bukit.Diana sangat ketakutan dan wajahnya memucat.“Rangga, apa kau akan membuangku di sini? Tolong jangan lakukan itu.” Diana mengedarkan pandangan. Tak ada satu rumahpun di daerah ini. Itu menandakan tak ada orang yang bisa di mintai pertolongan.“Turun.” Perintah Rangga,“Aku tidak mau.”“Turun kataku!”“Tidak mau!”Rangga kehabisan kesabaran. Dia turun dari mobil, berjalan memutar lalu membuka pintu mobil. Sulit untuk terbuka. Ternyata Diana memegangi pintu mobil dengan kuat. Rangga terus menggedor kaca, tapi Diana tetap saja tak membukakan pintu.Ditengah ketakutannya, Diana mencoba peruntungan terakhir. Saat Rangga sedang sibuk menggedor kaca mobil, Diana melirik ke arah kontak yang masih menggantung. Dia segera berpindah dan dudu
Hatinya merasa sangat puas melihat lawannya kalah. Selama menjadi istri Rangga, baru kali ini bisa membuat suaminya selemah ini. Satu hal yang sangat membanggakan bisa membuatnya terkalahkan.Merasa berada di atas angin, membuat Diana semakin berani. Dia lupa kalau yang dia hadapi adalah orang yang sudah merasakan manis asinnya kehidupan. Dibanding dirinya, sosok sang suami lebih berpengalaman dalam menjalani hidup.Dengan gagah berani, diana membuka kaca jendela dan menyembulkan kepalanya. Dengan tersenyum sinis, dia berkata dengan sangat angkuh. “Hai suami bodoh, aku tak percaya melihatmu tak berdaya. Kau harus terima kenyataan, bahwa akulah pemangnya. Dan kau hanya pecundang. Oh ya, di ujung kematianmu, supaya kau bisa tenang di alam abadimu, aku akan ungkap sesuatu yang pasti kau tunggu!” Diana tersenyum penuh kemenangan“Katakan sekarang juga!” seru Rangga dengan kesal.“Baiklah. Aku juga sudah tak sabar memberitahukan kepadamu. Dengar dan buka kuping lebar-lebar. Aku sudah menju
Rangga tak peduli. Dia membawa istri yang telah membuatnya terbakar amarah. Rangga bak singa kelaparan yang siap memangsa siapa saja yang mengusiknya. Dia menyeret tubuh Diana dan menaiki bukit yang cukup terjal. Dia tidak peduli dengan keselamatannya. Yang dia inginkan adalah menghilangkan nyawa istrinya dengan cara yang tak mungkin bisa di lupakan. Walau jalanan bebatuan dan begitu licin dan sesekali mereka hampir terjatuh, Rangga tak peduli. Dia tetap menyeret tubuh Diana hingga sampai ke atas bukit.Suara deburan ombak sangat mengerikan dan membuat nyali Diana ciut. Ketakutan melanda hatinya. Apalagi saat melihat ke arah bawah, ombak yang bergulung dan memecah di antara bebatuan terdengar sangat mengerikan.“Rangga, tolong ampuni aku.”“Kau bilang apa? Ampun? Bukankah dengan congkaknya kau tadi akan membunuhku? Ayo, lakukan sekarang!”“Tidak Rangga. Aku tadi hanya becanda.” Diana sangat ketakutan menatap sorot mata tajam milik suaminya. Mata itu seolah hendak menelannya hidup-hidu
“Rasakan kau Rangga!” Diana mendorong tubuh suaminya sekuat tenaga, tapi tak mampu menggerakkannya sedikitpun. Diana terus berusaha, tapi tak berhasil. Dalam keptus asaannya, dia mengambil langkah seribu dengan terlebih dulu kembali menendang perut Rangga. Lagi-lagi, pria itu menjerit kesakitan.Diana melepas sepatu dengan hak setinggi lima belas centi yang membuat kakinya keseleo saat di tarik paksa oleh Rangga.Namun na’as, sebelum sempat Diana menuruni bukit, Rangga berhasil menyeret kakinya hingga terjatuh. Dia terpekik dan mencoba melepas dengan menendang suaminya. Rangga dengan terpaksa harus melumpuhkan kaki istrinya dengan memelintirnya sedikit hingga pemiliknya menjerit kesakitan.Rangga sudah tidak peduli dengan apapun. Dalam hatinya hanya ada balas dendam.Dianapun tak mau kalah. Walau dalam keadaan kaki yang terpelintir, wanita itu tetap berusaha melepaskan diri. Mereka berguling-guling hingga mencapai bibir pantai. Keberuntungan berada di pihak Rangga. Posisinya yang ber
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap
Setelah selesai Diana segera menyuruh joni untuk pergi. Lalu berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.Membuka pintu dan menghempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit dengan senyum merekah. Hati Diana sedang berbunga-bunga. Sampai dia tak menyadari putra semata wayangnya tak berada dalam kamar. Dia sedang asik dengan dunia hayalnya. Sungguh sangat miris. Di tengah malam seperti ini, tak sedikitpun memikirkan kenapa anaknya tak ada di tempat tidur. Itulah Diana. Dia memang tak pernah perhatian kepada putranya. Hanya uang dan uang yang selalu dijejalkan hingga anak itu tumbuh menjadi sosok yang selalu memandang uang adalah segalanya.Tak pernah tercurah sedikitpun kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Rangga lah yang mendidik Marchel semenjak kecil hingga sebesar ini. Sayangnya, mulut sang wanita yang melahirkannya lebih tajam dari pisau. Hingga semua ucapan buruk tentang Rangga terserap dengan baik di kepala sang anak. Hingga hubungan keduanya seperti musuh bebuyutan. Tak
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.