Rangga tak peduli. Dia membawa istri yang telah membuatnya terbakar amarah. Rangga bak singa kelaparan yang siap memangsa siapa saja yang mengusiknya. Dia menyeret tubuh Diana dan menaiki bukit yang cukup terjal. Dia tidak peduli dengan keselamatannya. Yang dia inginkan adalah menghilangkan nyawa istrinya dengan cara yang tak mungkin bisa di lupakan. Walau jalanan bebatuan dan begitu licin dan sesekali mereka hampir terjatuh, Rangga tak peduli. Dia tetap menyeret tubuh Diana hingga sampai ke atas bukit.Suara deburan ombak sangat mengerikan dan membuat nyali Diana ciut. Ketakutan melanda hatinya. Apalagi saat melihat ke arah bawah, ombak yang bergulung dan memecah di antara bebatuan terdengar sangat mengerikan.“Rangga, tolong ampuni aku.”“Kau bilang apa? Ampun? Bukankah dengan congkaknya kau tadi akan membunuhku? Ayo, lakukan sekarang!”“Tidak Rangga. Aku tadi hanya becanda.” Diana sangat ketakutan menatap sorot mata tajam milik suaminya. Mata itu seolah hendak menelannya hidup-hidu
“Rasakan kau Rangga!” Diana mendorong tubuh suaminya sekuat tenaga, tapi tak mampu menggerakkannya sedikitpun. Diana terus berusaha, tapi tak berhasil. Dalam keptus asaannya, dia mengambil langkah seribu dengan terlebih dulu kembali menendang perut Rangga. Lagi-lagi, pria itu menjerit kesakitan.Diana melepas sepatu dengan hak setinggi lima belas centi yang membuat kakinya keseleo saat di tarik paksa oleh Rangga.Namun na’as, sebelum sempat Diana menuruni bukit, Rangga berhasil menyeret kakinya hingga terjatuh. Dia terpekik dan mencoba melepas dengan menendang suaminya. Rangga dengan terpaksa harus melumpuhkan kaki istrinya dengan memelintirnya sedikit hingga pemiliknya menjerit kesakitan.Rangga sudah tidak peduli dengan apapun. Dalam hatinya hanya ada balas dendam.Dianapun tak mau kalah. Walau dalam keadaan kaki yang terpelintir, wanita itu tetap berusaha melepaskan diri. Mereka berguling-guling hingga mencapai bibir pantai. Keberuntungan berada di pihak Rangga. Posisinya yang ber
Rangga mulai menghitung mundur, “tiga ... dua ...sa ....”“Papah jangan!” terdengar suara Marchel menghentikannya.Rangga menoleh ke arah suara. Marchel bersama Alex dan anak buahnya berlari mendekat. Anak Abg itu berlari sangat cepat dan berhasil membebaskan sang mamah. Dengan penuh kasih sayang dia memeluknya erat.“Minggir Marchel! Atau kau akan jadi korban pertama!” Rangga mengancam sang putra. Dia tidak suka ada orang yang berusaha membela Diana.Marchel menatap papahnya dengan wajah tak bersahabat. Anak ini tak tahu persoalan yang sedang terjadi dengan orangtuanya, hingga merasa apa yang di lakukan oleh papahnya adalah sebuah kejahatan. “Papah jahat dan berhati iblis!” Marchel bangkit dan mengepalkan tangannya.“Kau tak tahu apa-apa, Marchel. Jadi menyingkirlah, sebelum habis kesabaranku!”“Aku tidak akan menyingkir!”“Jadi kau mau melawan papahmu?!”“Kau tak pantas disebut papah. Karena kau luar biasa jahat! Kau hanya berani kepada perempuan saja! Salah apa mamah padamu?!”“Ak
Saat Alex sedang berkoordinasi dengan anak buahnya, Rangga mendekat ke arah Diana yang berlindung di belakang punggung Marchel. Rangga menarik lengan Marchel dan mendorongnya hingga terjatuh. Rangga terus mendekati Diana hingga wajah wanita itu memucat.“Terimalah balasanmu, Diana. Selamat tinggal.” Rangga mendorong tubuh Diana dari tebing.Bumm, suara tubuh Diana yang terjatuh di iringi teriakan Marchel. Dia tak menyangka papahnya tega mendorong tubuh mamahnya.Sementara Rangga, tersenyum puas sembari menepuk bajunya yang kotor.Alex yang sedang berkonsentrasi tak melihat kejadian itu. Dia membalikkan badan dan menatap tak percaya. Dia melihat Marchel yang menangis dan tak mendapati tubuh Diana. Alex mendekat dan melihat tubuh Diana yang teromang ambing oleh derasnya air laut.“Tuan, kenapa lakukan itu?!” Tanpa sengaja Alex berteriak.“Kecilkan suaramu! Ayo ikutlah denganku!” Rangga bejalan dengan santai.“Pah, jangan pergi! Selamatkan mamah atau aku akan membencimu seumur hidupku!”
“Kalian bertindak terlalu lama. Biar aku sendiri yang akan menyelamatkan Rania!” Rangga bangkit dan berlari tanpa arah. Dia tidak bisa untuk terus berdiam diri sedang wanitanya pasti sedang menderita. Terus berusaha berlari semampunya. Tak peduli dengan teriakan Alex yang menghentikannya. Rangga terus berlari tanpa henti.“Hentikan Tuan! Helikopternya sudah terlihat! Berhentilah. Percuma kau lari hanya membuat energimu terkuras habis!”Rangga berhenti. Dadanya naik turun. Nafasnya tak beraturan. Yang dikatakan Alex benar juga. Dia takkan mampu mengejar waktu walau berlari sampai mati sekalipun, tak mampu menjangkau Rania dalam waktu dekat.“Alex menepuk pundak Rangga dengan lembut. “Ayo, kita kesebelah sana.” Alex menarik lengan sang Tuan. Rangga mengekor di belakang Alex. Tak berapa lama helikopter datang dan membawa Rangga dan Alex menuju Villa taman mawar.****Rangga sampai di lokasi. Dia tak sabar dan segera berlari menuju villa. Namun Alex berhasil mengejar dan menghentikannya.
“Jangan bikin keributan! Sebentar lagi pembelimu akan datang. Dia akan membawamu selama tiga hari. Kehidupanmu akan berubah setelah ini!”“Aku tidak mau! Lebih baik aku mati daripada menjadi budakmu!”Mami mengangkat tangannya ingin menampar Rania. Namun urung melakukannya, mengingat sang pembeli sudah membayarnya lunas. Rania harus sempurna tanpa noda sedikitpun dalam tubuhnya. Mami melepas leher Rania dengan kasar.“Dewi! Rapihkan riasannya! Sepuluh menit lagi, Tuan Rusli akan datang kesini!” Mami keluar dan membanting pintu.“Sini, aku rapihkan dandananmu!” Dewi menyentuh pipi Rania, tapi gadis itu menepisnya.‘Tolong, jangan mempersulitku.”“Pergilah. Sampaikan pada suamiku permintaan maafku.” Ucap Rania tegas. Dia sudah tak bisa berfikir jernih. Hanya kematian yang bisa menjadi jalan keluar. Keputusannya sudah bulat untuk mengakhiri hidupnya.“Jangan bodoh! Apa yang mau kamu lakukan? Apa kau akan lompat dari gedung ini? Kau lihat itu? Tiap balkon di jaga oleh anak buah Mami. Kau
Tanpa pikir panjang, Rangga segera berlari menuju villa. Dia tak peduli dengan teriakan aparat dan juga Alex. Dengan gagah berani, berusaha menerobos penjagaan yang sangat ketat. Keributanpun terjadi. Rangga menghajar para penjaga dengan membabi buta. Semakin lama jumlah mereka semakin banyak hingga Rangga terlihat kewalahan. Untung saja Alex dan anak buahnya dan polisi membantunya.“Tuan, ayo kita masuk. Biarkan mereka polisi yang urus.” Ucap Alex.“Ayo!” Rangga dan Alex segera berlari menuju ke dalam rumah. Mereka harus melumpuhkan para penjaga yang berusaha menghalangi Rangga dan Alex. Namun pihak kepolisisan yang menyamar juga membantunya. Karena terjadi keributan, para pemuja syahwat keluar dari bilik asmara terkutuk. Mereka berlari sembari meneriakan kebakaran.Rangga menatap ke atas. Rania berada di lantai tiga dan kebakaran berasal dari sana. Rangga segera berlari tapi perjalannya di hadang oleh wanita bertubuh gemuk.“Siapa kau, beraninya membuat kekacauan di rumahku!”“Dima
“Ini darurat Alex! Kau jangan mendebatku!” Rangga melepaskan diri dari pegangan Alex, tapi Ales mengunci tubuhnya begitu kuat.“Rania! Apa kau baik-baik saja?!” teriak Rangga.“Aku takut, tuan, tolong aku!” Rania terlihat begitu ketakutan. Dia merasakan hawa panas menjalar di sekujur tubuhnya. Belum lagi asap tebal yang kian membuat dadanya sesak.“Lepaskan aku Alex!” Rangga menampar wajah Alex. Namun Alex bergeming. Dia tetap menomor satukan keselamatan tuannya. Pria itu hafal betul dengan sifat sang majikan. Kalau sedang emosi tak terkendali.“Nyonya Rania! Ambil kain yang tebal dan celupkan ke dalam air. Setelah itu lemparkan kemari!” seru Alex kepada Rania.“Untuk apa?!” tanya Rangga agak membentak.“Kain itu akan Tuan gunakan untuk melindungi tubuh kalau tuan masuk nanti.”“Kau benar juga. Rania! Cepat basahi kainnya dan lemparkan kesini!” Rangga berteriak kepada Rania.Alex melepas sang tuan saat sudah tahu cara untuk menolong sang nyonya. Setidaknya kalau sampai api itu menyent
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap
Setelah selesai Diana segera menyuruh joni untuk pergi. Lalu berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.Membuka pintu dan menghempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit dengan senyum merekah. Hati Diana sedang berbunga-bunga. Sampai dia tak menyadari putra semata wayangnya tak berada dalam kamar. Dia sedang asik dengan dunia hayalnya. Sungguh sangat miris. Di tengah malam seperti ini, tak sedikitpun memikirkan kenapa anaknya tak ada di tempat tidur. Itulah Diana. Dia memang tak pernah perhatian kepada putranya. Hanya uang dan uang yang selalu dijejalkan hingga anak itu tumbuh menjadi sosok yang selalu memandang uang adalah segalanya.Tak pernah tercurah sedikitpun kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Rangga lah yang mendidik Marchel semenjak kecil hingga sebesar ini. Sayangnya, mulut sang wanita yang melahirkannya lebih tajam dari pisau. Hingga semua ucapan buruk tentang Rangga terserap dengan baik di kepala sang anak. Hingga hubungan keduanya seperti musuh bebuyutan. Tak
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.