Rania melepas lengan suaminya dan berlalu tanpa menjawab sepatah katapun. Hati wanita mana yang tak terluka melihat sang suami satu ranjang dengannya tapi perhatiannya kepada istri lainnya. Wanita mana yang sanggup untuk tidur seranjang bertiga. Naif sekali cara mereka berdua menyakitiku. Matanya mulai mengembun membuatnya segera berlari. Tak ingin mereka tahu kesedihannya. Hal itu hanya akan membuat mereka tertawa puas.Rangga mengibaskan lengannya dengan paksa hingga membuat cengkeraman Diana lepas. Wanita penggoda itu mengaduh manja dan memanggil nama Rangga dengan suara khasnya yang menggoda.Diana lalu memiringkan tubuhnya, berbaring dengan tangan menyangka dagunya. Pemandangan yang sangat indah dan menantang sebentar lagi akan terpampang di depan mata. Perselisihan di antara suami dan madunya itulah yang di tunggu. Kehancuran hubungan keduanya adalah keinginan terbesar dalam hidupnya. Diana mulai menghitung satu, dua dan tiga. Bibirnya menyunggingkan senyuman penuh arti.Rania
Rania menghapus airmata yang membasahi pipinya dengan tangannya. “Aku tidak tahu.” Jawabnya singkat.“Kalau kau tidak tahu, kenapa kau menangis? Kenapa kau terluka, hmm?” Rangga membelai pipi istrinya dengan punggung jemarinya.“Tuan tanya pada diri sendiri. Aku tidak tahu. Maaf aku mau tidur, ngantuk.” Rania menyingkirkan tubuh suaminya. Namun tubuh itu tak bergerak sedikitpun dan tetap menghalangi langkahnya.“Apa kau mencintaiku?” Rangga menangkup wajah istrinya dengan kedua tangannya.Rania melepasnya, “Jangan, mimpi. Aku hanya membalas jasamu. Tak ada alasan lain.”Rangga tersenyum. Gadis itu masih berusaha menyembunyikan perasaannya. Dia mengerti, memang tak mudah untuk mengungkapkan perasaan bagi seorang wanita. Rasa malu masih mendominasi perasaannya. Rangga akan sabar menanti hingga sang istri mau mengungkap perasaannya. Walau entah sampai kapan harus menunggu.“Baiklah, satu hal yang harus kamu. Cintaku tak akan berubah. Tak ada batasan untuk mencintaimu. Selamanya, seumur h
Rangga dan Rania menghentikan langkah, lalu menatap sengit ke arah istri pertamanya. Rangga tahu Diana sedang berpura-pura tidur.Tak munafik, Rangga mengakui kecantikannya begitu sempurna. Pose tidur yang menantang benar-benar menggoda imannya. Tapi harus kuat tahan godaan.Rangga mengingat kembali penghianatn istrinya hingga membangkitkan kembali amarahnya. Mungkin dengan begini akan lebih baik, daripada membangkitkan gairah prianya. Sangat berbahaya.“Kamu naik ke ranjang dulu. Aku akan mengusir penghianat itu terlebih dahulu.” Rangga menepuk lengan Rania yang menggamitnya. Rania mengerti dan menganggukkan kepala, lalu berjalan menuju ranjang.Rangga melangkah ke arah Diana dan menarik lengan wanita itu“Menyingkir dari ranjangku, Diana!” Ups, sayangnya bukannya terbangun, wanita licik itu kembali menarik lengan suaminya hingga tubuh Rangga hampir saja menimpanya. Lagi-lagi Rangga berhasil menghindar dari jebakannya.“Dasar gila kamu! cepat pergi dari sini!” Rangga berteriak dengan
Diana kembali ke kamar dan membanting pintu dengan keras. Dia menendang pintu dengan kesal. Wajahnya merah padam. Amarah sangat terlihat dari sorot matanya. Mengingat gadis bodoh itu membuatnya muak. Sangat heran dengan suaminya yang begitu mengagumi gadis sampah itu. Seleranya berubah rendah. Kalau saja gadis itu lebih menarik darinya, mungkin diana takkan sekesal ini saat sang suami menolaknya. Di bandingkan dengan dirinya, gadis bodoh itu tak ada apa-apanya. Mungkin hanya kemurniannya saja yang menarik bagi suaminya.Diana tak melihat satu bagian saja yang membuat lelaki tertarik pada gadis bodoh itu. Kulitnya tidak seputih dirinya. Tinggi badannya juga jauh dari kata sempurna. Bodynya, wajahnya bagai langit dengan bumi, sangat jauh perbedaannya. Mungkinkah gadis itu memakai guna-guna. Tapi rasanya tidak mungkin dijaman modern seperti ini masih ada yang percaya dengan hal seperti itu.Diana mencari ponsel dan menemukannya di dalam laci meja rias. Wanita itu segera mengambilnya lalu
Rania tak merespon. Dia tetap fokus menyiapakan hidangan untuk suami tercinta. Namun dadanya terasa panas. Kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut wanita cantik itu benar-benar tak enak di dengar. Sangat tidak malu mengobral cerita hal yang tak seharusnya di bicarakan. Hal itu adalah rahasia suami istri yang tak sepantasnya di ketahui orang lain.“Kenapa kamu diam? Apa perlakuan suamiku tak seganas saat bersamaku? Apa kau justru tak pernah merasakan belaiannya? Ha ... ha ....” Wanita itu tertawa lepas sembari menyambar segelas susu di meja makan. Namun ada tangan kekar yang menghentikan dan mengambil paksa segelas susu dari tangannya. Diana merasa kesal dan menatap orang yang berani mengambilnya.“Berani-beraninya kamu ....”“Ini punyaku. Rania mempersiapkannya khusus untukku, bukan untukmu! Kalau kau mau, ambil saja sendiri di dapur! Tidak ada yang special untukmu sekarang! Pergilah!” Rangga mengusir Diana dari meja makan.“Tidak apa-apa, Tu ... mmm sayang, aku bikin sarapannya l
“Minumlah.” Diana duduk di samping Alex. Tak lupa posisi duduk yang begitu menantang. Ia sengaja memakai pakaian yang sangat minim. Diana tahu Alex sangat mengagumi tubuh mulusnya itu. Saat bersamanya dulu, pria itu sangat menggilainya. Dan Dianapun mendapat kepuasan dari pria berotot itu.“Maaf, aku tidak haus.” Tolak Alex dengan halus. Tatapannya terus terfokus pada ponselnya.“Ayo minumlah, kita sudah lama tak berdua seperti ini. Anggap saja sebagai permintaan maafku karena sudah mencuri dompetmu.” Diana menyodorkan cangkir tepat di depan mulut Alex.“Aku sudah melupakan itu.” Jawab Alex sambil mendorong cangkir menjauh dari mulutnya tanpa menatap ke arah Diana sama sekali.Diana meletakkan cangkir itu di meja. Sangat sulit untuk mengelabui Alex. Pria itu tidak bodoh dan pasti sudah tahu strateginya. Diana harus merubah rencananya. Beranjak dari tempat duduknya, dan berkata kepada Alex.“Aku tinggal dulu, Kalau kau mau, minumlah. Kalau tidak buang saja.” Diana berlalu sambil seseka
Rania berjalan dengan tergesa. Diana memanfaatkan situasi. Setelah memastikan aman dan tak ada orang lain di dapur, ia mengambil bungkusan berisi obat tidur yang telah dihaluskan dalam sakunya, lalu segera mencampurkan ke dalam kopi dan mengaduknya lalu membuang kopi dalam cangkir satunya supaya tidak tertukar. Yess, Diana berhasil. Kali ini pasti tidak akan gagal lagi. Alex takkan mencurigai Rania. Dengan begitu rencananya akan berjalan dengan mulus. Dengan bangga dia berjalan menuju kamarnya.Di tengah perjalanan, berpapasan dengan Rania. Gadis itu menghadang jalannya.“Maaf nyonya, saya tidak me ....”‘Sory, aku lupa hapeku di kamar. Jangan lupa cepat berikan kopi pada Alex.”“Iya nyonya.”Diana memastikan Rania memberikan kopi kepada Alex. Benar saja, Alex langsung menerimanya dan mengembalikan teh hangat buatannya. Diana tak mengambil hati dengan perlakuan Alex.Pada saat itu juga Alex langsung meminum kopi buatan Rania. Seteguk, dua teguk dan tak sampai habis, Alex sudah tertidu
Rania menoleh ke arah pintu saat melihat ada yang berusaha membuka kunci. Dia yakin pasti ada orang yang bisa di tanya tentang keberadaannya saat ini.Pintu terbuka. Masuklah dua orang pria berbadan tinggi besar, seorang wanita gemuk berwajah sangat bengis dan dua orang wanita lagi yang berpakaian seperti pelayan. Wajah wanita bengis itu menatap tajam ke arah Rania. Gadis itu beringsut ketakutan.“Siapa namamu?” tanya wanita yang terkenal dengan sebutan Mami.“Rania.”jawabnya.“Berapa usiamu? Apa kau masih perawan?” tanyanya lagi dengan tidak sopan.Rania merasa kesal dengan pertanyaan yang terlalu pribadi.“Kenapa anda bertanya seperti itu?!” jawab Rania ketus.“Jawab saja!” Mami berteriak dan memekakkan telinga.Rania hanya mengangguk, lalu menundukkan kepala.“Dandani dia semenarik mungkin. Bawa dia ke bilik no 11 pukul tujuh malam nanti. Berikan dia makanan yang bergizi, supaya kuat melayani tamu istimewaku nanti! Jaga dia jangan sampai kabur!” Mami keluar di ikuti oleh dua pria
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap
Setelah selesai Diana segera menyuruh joni untuk pergi. Lalu berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.Membuka pintu dan menghempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit dengan senyum merekah. Hati Diana sedang berbunga-bunga. Sampai dia tak menyadari putra semata wayangnya tak berada dalam kamar. Dia sedang asik dengan dunia hayalnya. Sungguh sangat miris. Di tengah malam seperti ini, tak sedikitpun memikirkan kenapa anaknya tak ada di tempat tidur. Itulah Diana. Dia memang tak pernah perhatian kepada putranya. Hanya uang dan uang yang selalu dijejalkan hingga anak itu tumbuh menjadi sosok yang selalu memandang uang adalah segalanya.Tak pernah tercurah sedikitpun kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Rangga lah yang mendidik Marchel semenjak kecil hingga sebesar ini. Sayangnya, mulut sang wanita yang melahirkannya lebih tajam dari pisau. Hingga semua ucapan buruk tentang Rangga terserap dengan baik di kepala sang anak. Hingga hubungan keduanya seperti musuh bebuyutan. Tak
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.