Gavin percaya, istrinya pasti akan menjadi ibu yang hebat.Tatapan pria tampan bermata abu-abu itu jatuh ke perut istrinya. Sinar matanya menjadi hangat dan lembut. Usai menandatangani surat balik nama penguasaan saham, ia menggenggam tangan Prisha.“Besok, keinginanmu akan terwujud.”Kakek Zed dan Nenek Diana, bersitatap begitu mendengar kalimat tersebut. Mereka sama-sama menghela napas tak berdaya. Protes pun percuma. Sebab kini, hak mereka dalam pengelolaan perusahaan telah hilang. Gavin dan Prisha bebas menjalankan sistem bisnis sesuai idealisme mereka.Mata Prisha berkaca-kaca. Ia menyentuh ulu hati suaminya.“Apakah itu sakit?” bisiknya, hati-hati.“Oh ....” Bagai diingatkan pada rasa sakitnya, Gavin pura-pura mengerang sambil meringis dan memegangi ulu hatinya. “Sepertinya aku kudu diobati Dokter Prisha ....”“Aku akan memanggil spesialis penyakit dalam.” Dengan wajah cemas, Nenek Diana menghubungi Rumah Sakit DIMS, meminta layanan CS agar segera memanggilkan dokter spesialis p
Gavin semakin sibuk. Ia bekerja sejak pagi sampai malam hari. Terkadang berangkat ke luar negeri sehingga terpaksa meninggalkan istrinya. Menghadapi taktik bulus Zakki, cukup menguras energinya. Dengan bantuan orang-orang terpercaya, ahli hukum, dan jurnalis yang loyal, ia berhasil membendung pengkhianatan Zakki dan berita-berita negatif.Para klien yang di-black list karena memutuskan hubungan kerja sama, akhirnya berbondong-bondong kembali karena citra mereka jatuh. Termasuk Pak Bambang, sahabat Zed. Memandang persahabatan mereka, Zed akhirnya bersikap lunak dan membatalkan rencana mengekspos trik Bambang ke media sosial. Bambang memohon-mohon agar tetap diizinkan berinvestasi dan bermitra di Healthy Light. Namun, Zed terkenal pantang menarik ucapannya. Bahkan mengancamnya agar tak lagi menampakkan muka di depan Keluarga Devandra. Bambang juga tak berani cuap-cuapnya di-chancel. Ia ditekan membuat pernyataan pers yang isinya mengingkari semua pemberitaan negatif tentang Keluarga De
“Mengapa belum tidur? Lihat, sudah jam sebelas malam. Wajahmu agak pucat. Apakah morning sickness-mu belum reda?” Gavin mengalihkan rasa tersiksanya dengan mencemaskan kondisi sang istri.Semenjak dinyatakan positif, Prisha tiba-tiba dilanda rasa meriang, sering kedinginan. Ia juga sering mual dan selalu memuntahkan apa pun yang dimakannya. Selera makannya turun naik. Prisha hilang kebanggaan terhadap nafsu makannya yang dulu jarang berkurang meskipun sakit.Prisha tak sanggup menghabiskan lebih dari setengah mangkuk bubur jika selera makannya sedang drop. Tapi kalau minat makannya muncul karena mood-nya bagus--misal ketika kumpul bareng teman-teman--ia bisa makan dengan lahap, lalu muntah berat sampai nyaris pingsan. Tubuhnya yang sudah langsing menjadi semakin kurus. Ia juga lemas dan mudah letih. Wajar jika Gavin melarangnya keluar dan beraktivitas berat. Dokter spesialis kandungan dibantu bidan, rutin mengontrol kondisi Prisha setiap minggu. Ia diberi obat anti mual paling bagus
Prisha terbangun oleh kecupan ringan di dahinya. Gemuruh hujan lebat terdengar dari luar jendela. Matanya masih sayu mengantuk ketika memaksa diri bangkit. Sekujur tubuhnya terasa sangat letih, padahal suaminya sangat berhati-hati. Langit masih gelap, tapi jam telah menunjukkan waktu Subuh. “Hujan lebat, aku nggak ke masjid. Kita sholat berjamaah, ya?” Suara lembut rendah magnetik singgah ke telinga Prisha. Prisha mengangguk lesu. Malam tadi ia begadang. Bayangkan betapa parah rasa kantuknya ketika harus bangun pagi-pagi. Ia berjuang mengangkat badan sendiri, tapi berkali-kali layu merindukan bantal.Gavin tersenyum geli. Istrinya yang hamil terlihat rapuh menggemaskan. Segera digendongnya Prisha dan diangkut ke kamar mandi. Tanpa membuka mata, Prisha membiarkan dirinya diletakkan di bath tube berisi air hangat kuku. Ia mendesah nyaman saat merasakan kesegaran. Rasa kantuknya memudar perlahan. Prisha membuka mata. Ia tersenyum menemukan bunga-bunga dan rempah-rempah favoritnya te
Prisha melewati hari demi hari menjelang magang di rumah sakit dengan hati gembira. Staminanya yang kembali sehat, melipatgandakan semangatnya. Benar kiranya kata orang-orang bijak. Ketika seseorang memiliki harapan, maka semangat meraihnya akan bertambah. Pengorbanan jadi terasa manis.Menjadi dokter adalah impiannya. Prisha tak akan membuang impian tersebut hanya karena hamil. Ia jauh lebih beruntung dari sebagian besar ibu hamil di luar sana. Jadi, kenapa juga dia harus bermalas-malasan di rumah. Bergelung tidur seperti kucing gendut dan berpangku tangan menunggu makanan datang.Ia akan memanfaatkan potensi diri sebaik-baiknya.Prisha menyusun beberapa rencana masa depan. Rencana selama magang, rencana setelah melahirkan, dan rencana untuk bayimya.Begitu konsep rencana-rencana tersebut rampung, dengan mata berbinar, wanita muda itu menunjukkannya pada pak suami.Jejak rumit melintas di mata Gavin tatkala mempelajari rencana Prisha.Setelah beberapa menit, ia meletakkan berkas ren
Keyko benar-benar pusing menghadapi persiapan pernikahannya. Rasa-rasanya ingin lari saja. Tak pernah terpikir di kepalanya, bahwa akhirnya ia bakal sampai juga ke momen itu. Momen ketika ia harus menghadapi hari-hari paling ditakutinya.“Inilah yang gue hindari. Komitmen bersama satu pria selamanya.” Gadis bermata sipit yang rambut lurusnya telah rapat terlindung kerudung itu, meneguk segelas lemon segar sampai licin tandas.Mereka telah berpindah tempat dari gazebo ke kursi berpayung yang terletak tepat di pinggir kolam renang. Alasannya karena Keyko pengen healing dekat air.Dengan sabar, Prisha menuangkan segelas lemon dingin lagi dari teko ukuran jumbo. Hana ikut menyodorkan gelasnya yang telah kosong.Prisha menatap Hana sebentar. Ada kilau tanya di matanya. Apakah Hana ikut-ikutan galau?Hana mengangguk pelan, sebagai isyarat bahwa ia juga butuh gelas kedua demi menenangkan pikiran. Selain itu, meminum es lemon selepas dinas pagi di tengah terik matahari, sungguh menyegarkan. A
"Key, Han, udahan mainnya!" seru Prisha, persis ibu memanggil anak-anaknya yang sudah terlalu lama bermain air."Yaah, nanggung, Sha. Jari gue belum keriput!" sahut Keyko sebelum menyelam."Eeh, ini bocah! Kalo nunggu keriput, lo bedua bakal diusir Pak Dok! Ayok, siap-siap, bentar lagi musuh Hana datang bareng laki gue!"Hana yang sedang berenang telentang gaya punggung, sontak membalik badannya hingga mulutnya nyaris tertelan air.Gadis itu tersedak dan terbatuk-batuk di tengah kolam.Kepala Keyko menyembul ke permukaan."Lo bilang apa tadi, Sha? Gue kagak denger!" serunya seraya mengayun lengan. Tubuhnya meluncur maju ke tepian.Hana masih mengambang di tengah kolam. Rasanya ia kepingin menyelam dan tak timbul lagi begitu mendengar pemberitahuan Prisha."Dokter Reza mau jemput Hana!" Sengaja Prisha berteriak gegap gempita, mengekspresikan kekesalan hati karena sahabatnya tidak mau terbuka.Hana tertegun.Keyko sudah memanjat tangga kolam. Matanya tertumbuk pada dua buah pelampung b
Flash back.“Gimana, Nyak, Beh, boleh, nggak saya ngajak Hana ....” Reza minta izin dengan sopan. Ia baru saja mengantarkan Hana dan nyak babenya dengan selamat sampai ke tujuan. Di depannya terhidang teh yang tinggal setengah cangkir.Hana sudah meninggalkan ruang depan ke kamarnya, setengah jam yang lalu. Gadis itu pergi tanpa basa-basi, bahkan menoleh pun tidak. Reza duduk berhadapan dengan Babe Akram.Langit telah kelabu. Akram ragu-ragu. “Maapin, ya, Nak Reza. Bukannya kagak percaya, tapi rasanya kagak enak, kan ya. Masa’ cewek nyamperin rumah cowok duluan? Gimana kalo Nak Reza aja yang ngajak nyokap bokapnya maen ke sini? Ntar Babe siapkan penyambutan yang meriah ....” tawar Akram, berseri-seri.Reza tersenyum tenang. “Sebelum berangkat tadi, Babeh udah ngasih izin.”Akram tertegun. “Aye lupa, emangnya ente udah minta izin?”Nora menyikut lengan suaminya. “Babeh lupa, die pan udah bilang mo ngajak Hana maen ke ortunye. Babeh ngakurin. Nyak denger sendiri.”“Wah.” Akram mengern