Hati Prisha bergetar. Ia memang sudah telat menstruasi sekitar dua bulan, tapi siklus haidnya memang kurang teratur. Jadi ia tak pernah memprediksi kemungkinan hamil. Perasaannya jadi campur aduk, antara takjub, tak percaya, bahagia, bercampur bingung.“Kamu pingsan cukup lama. Saya jadi cemas. Sepertinya kamu syok. Ternyata setelah diperiksa tekanan darahmu memang anjlok, hanya 80/50. Abis digrojok infus setengah kolf, alhamdulillah tensimu stabil ....” tutur Dokter Salman.Prisha mengangkat tangan kirinya dan baru sadar kalau di situ terpasang infus. Kanula oksigen juga menempel di hidungnya. Ada manset tensimeter di lengan kanan atas dan alat saturasi oksigen pada ibu jari kirinya. Semua kabel terhubung pada alat monitor yang menampilkan gelombang EKG.Aroma wangi khas desinfektan yang segar, memenuhi udara di ruangan bercat putih-putih. Ternyata dirinya berada di ruangan ICU. Ia seperti pasien kritis saja. Dokter Salman sungguh berlebihan merawatnya.Ada perawat dan bidan menemani
Dokter Haris menjenguk ke luar IGD beserta tim medis lainnya ketika mendengar desing helikopter. Mereka terperangah menyaksikan fasilitas moda udara milik DIMS Hospital. Di negeri itu, tak sampai lima jari IGD rumah sakit yang memiliki helikopter untuk evakuasi pasien. Sementara Dokter Rosana yang baru saja selesai memeriksa pasien di poli penyakit dalam, melihat paramedis dan staf karyawan seperti berlomba-lomba lari keluar. Wajah mereka penasaran. Dokter Rosana jadi ikut kepo.“Ada apa?” Ia bertanya pada asistennya di poli. Perawat asisten membuka layar ponsel untuk mengakses media sosial. Notifikasi chat grup WA perawat Rumah Sakit Niskala berdentingan tiada putusnya. Ternyata rumah sakit gempar karena kedatangan ahli waris Healthy Light Corporation. Perusahaan itu bergerak di bidang bisnis industri kesehatan dan membawahi puluhan rumah sakit besar tipe A berskala internasional. Pemiliknya adalah keluarga Devandra yang terkenal sebagai milyarder Asia.Walau CEO Healthy Light han
Helikopter turun di helipad di atap bangunan rumah sakit DIMS yang luas. Gavin melonggarkan dekapannya, tapi bukan untuk membiarkan Prisha bebas bergerak dan keluar sendiri dari helikopter. Melainkan untuk mengubah posisi tangannya. Ia mengulurkan tangannya yang kuat, menyelipkannya di bawah lutut dan punggung Prisha. Lantas, dibawanya sang istri keluar dari helikopter, terus menuju lift yang tersedia di atap yang jadi landasan helikopter itu.Beberapa dokter dan perawat terlihat menyambut mereka dengan brankar. Namun, Gavin mengabaikan brankar tersebut. Ia memasuki lift. Langkahnya disusul tergesa-gesa oleh dua orang dokter spesialis kandungan wanita.Prisha benar-benar malu dan tak berdaya ketika tubuhnya digendong seperti bayi. Melihat ekspresi cemas Gavin, Prisha tak tega meronta turun. Akhirnya demi menghindari sorotan orang, ia menyembunyikan muka ke dada suami.Sesampainya di lantai dasar, Gavin memasuki ruang pemeriksaan kandungan. Dua dokter spesialis kandungan wanita dan ti
“Kamu meninggalkanku begitu saja. Tidak minta izin. Nomorku diblokir. Apakah kamu begitu membenciku?” Gavin memperlihatkan wajah sedih. Di jok mobil bagian belakang mobil, ia menyurukkan muka ke leher istrinya yang tertutup kerudung. Menghidu wangi khas Prisha membuatnya tenang. “Sha masih dibayangi trauma. Maafkan Sha. Sha hanya butuh waktu merenung dan membuat rencana terbaik agar kuat di sisi Pak Dok.”“Bahkan kamu belum ikhlas mengganti panggilan pak dok itu.”Prisha menatap heran. Mengapa dokter idolanya itu meributkan hal receh semacam panggilan? Kemana karakter dingin dan arogan yang kerap diperlihatkan Gavin. Gavin selalu tampak sulit didekati. Tapi sekarang, lelaki itu tak lebih dari kucing manja yang hobi mengendus-ngendus.“Kita akan punya anak,” bisik Gavin. Nada suaranya dipenuhi kehangatan lembut. “Hentikan sikap kekanak-kanakan itu.”Bergetar hati Prisha. Ia ikut meraba perut. Kebahagiaan dan kehangatan mengaliri dadanya. Meskipun ia belum menyiapkan diri untuk hamil,
Sebelumnya, Gavin selalu julid dan merendahkan Prisha terang-terangan. Sekarang ia khawatir sekali menyinggung istrinya. Maka pria itu memilih diam. Tatapannya jatuh ke paras bening yang kemerahan. Betapa pun cerdasnya, Prisha tak berpengalaman dalam bisnis. Istrinya itu juga terlalu mudah kasihan, agak labil, dan sedikit impulsif. Jika Prisha dibiarkan berhadapan dengan para pengusaha licik di luar sana, ia akan mudah terperangkap. Buktinya, dalam RUPS sebelumnya, Prisha kalah telak, padahal memiliki saham paling besar. Sebab Prisha kurang memperhitungkan psikologis para investor serta tidak pandai menegosiasikan keuntungan. Sang dokter menghela napas panjang sebelum menggandeng Prisha keluar mobil. “Rupanya kita kedatangan banyak tamu, “ lirih Prisha.Gavin menggenggam tangan istrinya semakin erat. “Itu keluargaku.”“Buat apa berkumpul di sini?”“Seorang bidan membocorkan berita kehamilanmu pada Nenek Diana. Tapi aku tak menyangka kalau nenek dan kakek menunggu di rumah kita. Tam
Sean dan Roni menunduk dalam-dalam. Detik itu juga, rasa penyesalan merambati hati mereka tatkala menyadari kesalahpahaman yang dibenakkan orang tua mereka selama ini. Mereka dibutakan rasa iri hati, dengki, dan tak pernah merasa puas. Zakki juga telah memanas-manasi mereka agar memberontak atas ketidakadilan Kakek Zed. Akibatnya mereka tidak melihat kenyataan, betapa hidup mereka sebenarnya baik-baik saja. Bukankah mereka sendiri malas bekerja, kepingin ongkang-ongkang kaki menikmati dana mengalir deras tanpa usaha?“Aset gabungan cukup besar. Healthy Light tidak akan rugi. Zakki, modalmu hanya pengalaman kerja sekian tahun dan membangun koneksi dari musuh-musuh kakekmu. Kamu terlalu memandang remeh kami.” Nenek Diana sekonyong-konyong angkat bicara. Memalingkan perhatian semua orang. Nenek itu tetap lemah lembut seperti biasa, tapi kalimatnya selalu telak, tajam, dan bernas. Nenek Diana lalu menghadapkan wajahnya ke arah Prisha.“Prisha, apa yang akan kau lakukan? Dasar bocah labi
Gavin percaya, istrinya pasti akan menjadi ibu yang hebat.Tatapan pria tampan bermata abu-abu itu jatuh ke perut istrinya. Sinar matanya menjadi hangat dan lembut. Usai menandatangani surat balik nama penguasaan saham, ia menggenggam tangan Prisha.“Besok, keinginanmu akan terwujud.”Kakek Zed dan Nenek Diana, bersitatap begitu mendengar kalimat tersebut. Mereka sama-sama menghela napas tak berdaya. Protes pun percuma. Sebab kini, hak mereka dalam pengelolaan perusahaan telah hilang. Gavin dan Prisha bebas menjalankan sistem bisnis sesuai idealisme mereka.Mata Prisha berkaca-kaca. Ia menyentuh ulu hati suaminya.“Apakah itu sakit?” bisiknya, hati-hati.“Oh ....” Bagai diingatkan pada rasa sakitnya, Gavin pura-pura mengerang sambil meringis dan memegangi ulu hatinya. “Sepertinya aku kudu diobati Dokter Prisha ....”“Aku akan memanggil spesialis penyakit dalam.” Dengan wajah cemas, Nenek Diana menghubungi Rumah Sakit DIMS, meminta layanan CS agar segera memanggilkan dokter spesialis p
Gavin semakin sibuk. Ia bekerja sejak pagi sampai malam hari. Terkadang berangkat ke luar negeri sehingga terpaksa meninggalkan istrinya. Menghadapi taktik bulus Zakki, cukup menguras energinya. Dengan bantuan orang-orang terpercaya, ahli hukum, dan jurnalis yang loyal, ia berhasil membendung pengkhianatan Zakki dan berita-berita negatif.Para klien yang di-black list karena memutuskan hubungan kerja sama, akhirnya berbondong-bondong kembali karena citra mereka jatuh. Termasuk Pak Bambang, sahabat Zed. Memandang persahabatan mereka, Zed akhirnya bersikap lunak dan membatalkan rencana mengekspos trik Bambang ke media sosial. Bambang memohon-mohon agar tetap diizinkan berinvestasi dan bermitra di Healthy Light. Namun, Zed terkenal pantang menarik ucapannya. Bahkan mengancamnya agar tak lagi menampakkan muka di depan Keluarga Devandra. Bambang juga tak berani cuap-cuapnya di-chancel. Ia ditekan membuat pernyataan pers yang isinya mengingkari semua pemberitaan negatif tentang Keluarga De