Share

5. sampai pagi

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-01-26 07:36:20

Sampai pagi Pukul tujuh malam.

Suara deru mobil di halaman rumah membangunkan aku dari posisi tertidur di ruang shalat, mungkin karena begitu lelah, hingga diri ini jatuh dalam lelap.

"Ayo, masuk, jangan ragu."

Suara Mas Akbar terdengar, namun siapa yang dia suruh masuk? Sesaat aku tercenung hingga aku menyadari sesuatu, jangan sampai ... apa yang kuduga terjadi.

"Aku cemas Mas," balas seorang wanita.

"Jangan takut, aku akan selalu membelamu, kini tempat ini adalah rumah kita. Rumah yang kubangun untuk istriku."

Segera dengan langkah kaki secepat kilat aku menuju ruang tamu dan benar saja, Mas Akbar membawa pulang istrinya.

"Apa lagi ini?" tanyaku pelan. Kusapu pandangan pada suami dan wanita yang kini sudah berpenampilan rapi dengan rambut tergerai indah.

"Aku membawanya karena sudah terlanjur semua orang mengetahui statusku, jadi, kami harus bertanggung jawab."

"Oh ya, begitu ya?" tanyaku sinis.

"Ya, aku harap pengertianmu," jawabannya lirih. Belum juga aku mengatakan apa apa, dia sudah menyuruh istrinya untuk masuk ke dalam dan tidur, aku geram atas sikapnya yang amat santai seolah tidak terjadi apa apa.

"Tunggu dulu, apa maksudmu, kau ingin menyatukan kami dalam rumah ini, kau sengaja ingin menyakitiku, Mas?" tanyaku dengan tenggorokan yang nyaris kering.

"Aku akan menyuruhnya tinggal di sini sampai menemukan rumah baru untuknya."

"Tapi kenapa?" Aku sudah mulai panas hati.

"Itu karena kamu membuat kekacauan, tadinya aku dan istriku akan tinggal bersama orang tuanya sampai kami berhasil mencicil sebuah rumah, tapi kau sudah ceroboh!" tudingnya sementara istri barunya hanya tersenyum tipis dan masuk ke kamar tamu tanpa mengatakan apa apa.

"Apa itu salahku? aku tidak mau tahu, dia harus pergi, terserah mau ke mana, yang pasti, aku enggan bersatu dengannya!" aku mulai marah pada Mas Akbar, dan menarik koper wanita itu dan menyuruhnya pergi.

"Jamu masuk aja, Lisa, biar aku yang urus Sofia."

Wanita itu mengangguk dan tersenyum tipis lalu menutup pintu kamarnya.

"Hei, keluar kamu, aku gak Sudi ada pelakor di rumahku!"

Mendengar itu Mas Akbar tidak tinggal diam dia langsung mendekat dan menarik. Dicekalnya kedua lengan ini lalu digoncangnya bahuku.

"Hei, diam, Jangan membuatku malu untuk yang kedua kalinya aku sudah bersikap sangat baik padamu," ancamnya.

"Bersikap baik? Memang sudah seharusnya seorang suami bersikap baik pada istrinya, Ada apa denganmu menikah tanpa izin dan sepengetahuanku, ada apa denganmu, apakah aku sudah tidak menarik atau tidak membahagiakanmu?"

"Bukan itu, Aku hanya ingin bahagia."

"Kau tidak bahagia denganku?!"

"Diamlah, jangan mempermalukan aku!"

"Warga dan ketua RT akan tahu, dan orang yang paling dicibir adalah aku," balasku dengan air mata berderai.

"Aku sudah melapor kepada ketua RT."

"Lalu dokumen pernikahanmu?"

"Dokumenku asli."

"Dari mana kau mendapatkan izin dan tanda tangan bahwa kau bisa menikah lagi?"

"Kau pikir aku terlalu bodoh untuk tidak mendapatkan itu?" suamiku tertawa sinis lalu berlalu masuk ke dalam kamar kami.

Setelah diingat lebih jauh, mungkin dia telah memalsukan tanda tanganku, aku tahu dia sangat pandai.

Lagipula mana mungkin dia bisa sesukses itu sebagai seorang karyawan jika dia tidak pandai mengelabui dan bersikap cerdik?

"Jadi kau memalsukan tanda tanganku?" cecarku mengikutinya ke kamar tidur.

Rasanya badan ini lelah, hati ini sudah remuk redam, ditambah sejak pagi aku belum memakan apapun.

"Sudahlah aku lelah." Dia membuka dasi dan kemejanya lalu memgganti baju dengan pakaian bersih yang ada di lemari.

"Lelah karena sudah berhasil menyakiti istri?"

"Istri mana yang aku sakiti, aku menikah, dan seharusnya itu tidak berpengaruh padaku."

"Aku sedang hamil, Mas."

"Jangan cari alasan!"

Demi mendengar bentakannya aku hanya bisa sesenggukan dan terduduk lemah, sambil menutupi wajahku.

Rasa tak percaya karena suami sendiri tak mau mendengar ucapanku, mungkin karena terlalu lama bersama dan selalu gagal dalam memiliki bayi, sehingga kepercayaannya padaku terkikis.

"Aku menikah lagi karena aku sanggup mengatur istriku dan aku yakin bisa bersikap baik kepada keduanya. Kau jangan terlalu mendramatisir keadaan dan memeras air mata itu tidak penting."

"Kok kamu jadi, gak berperasaan sih Mas, aku ini sakit lho Mas, sakit sekali, mari coba bertukar posisi dan demungkan jika ternyata keadaan berbalik dan kau yang diduakan."

Dia hanya mencibir dan mengendikkan bahu sambil mengangkat kedua tangannya.

"Kalo aku masa bodoh, terserah aja. Kalo gak tahan ya, aku bisa pergi menjauh," jawabnya menggeleng meremehkanku.

"Maksudmu kamu ingin aku angkat kaki dari sini?"

"Aku gak nyuruh ya ...." Dia menarik selimut lalu menutup tubuhnya dan memejamkan mata.

"Aku gak nyangka kamu sejahat ini Mas," ucapku sedih.

"Lebih baik kau tidur dari pada terus merutuk, apa kamu gak capek dari tadi? Katanya hamil?" ujarnya mengejekku.

"Bagaimana jika Aku bisa membuktikan kehamilanku! Akankah sikapmu berubah sikap arogan dan sombong itu bisa kau lunturkan? Suami macam apa yang sudah kunikahi, kemana semua kelembutan dan kebaikanmu tempo hari?"

"Aku baik jika kau juga baik," gumamnya seraya membalikkan badan. Aku hanya bisa menelan ludah melihat punggung suamiku yang dibungkus selimut.

Aku hanya bisa menangis hancur, putus asa, dan tidak bisa berbuat apa apa. Ingin sekali aku bangun dan mengeluarkan wanita itu dari rumahku atau menghajarnya sampai mati, tapi aku terlampau lelah dan lemah untuk semua itu.

"Usir wanita itu atau aku akan pergi," ancamku sambil mengusap air mata.

"Pergi? Kemana kau mau pergi, orang tuamu sudah mengusirmu sejak memutuskan menikahiku, silakan kalau mau pergi, jika butuh uang, aku akan memberimu," ucapnya tertawa.

Ya, benar, kilatan memori itu kembali, dulu aku adalah gadis yang ingin di jodohkan dengan seorang pria baik-baik, namun aku memilih untuk pergi bersama orang yang aku cintai, mengejar mimpi dan membentuk keluarga dengan Mas Akbar. Namun, aku menuai karma buruk dari kekecewaan orang tuaku. Bagaimana aku bisa kembali ke rumah dan menatap wajah mereka berdua, harus kemana aku pergi di saat teman dan sahabat juga berada jauh dari kota ini.

Aku hanya bisa memeluk lutut sambil menangis di sudut tempat tidur sementara suamiku sudah terlena dalam lelapnya.

"Apa yang harus kulakukan, akankah aku bertahan atau pura pura bersikap baik sambil menyusun rencana, apa yang harus aku lakukan ketika keluarga dan orang terdekat mengetahui jika aku sudah dimadu, akankah mereka memberiku simpati?"

Semakin dipikir semakin frustasi diri ini, semakin diingat bagaimana bahagianya kami sebelum hari ini, semakin sesak dada ini karena semua sikap dan romantis Mas Akbar akan terbagi.

Entah bagaimana aku bisa tertidur dalam keadaan meringkuk di sudut ranjang, tubuhku sudah tertutupi selimut. Kurasa sekitarku anntak kutemukan suami. Kulirik jam dinding sudah menunjukkan pukul 1 malam.

"Jika Mas Akbar tidak ada di kamar ini tentu dia sedang berada di kamar Lisa." Tapi di sisi lain aku juga berdoa semoga tebakanku salah.

Perlahan-lahan aku buka pintu dan berjingkat-jingkat menuju kamar Lisa. Benar saja, Suamiku sedang di sana, sedang bercinta dan tertawa bersama istrinya.

Aroma percintaan mereka terdengar sampai ke telinga, ingin kugedor tapi tak pantas karena wanita itu memang istrinya, juga aku pasti akan mendapat situasi yang salah dan disalahkan.

"Iya, Mas, pelan-pelan ...." Desah wanita itu dari dalam sana.

Aku hanya bisa bersandar di dinding sambil memeras sisa air mata, tubuhku lemah, berikut juga hatiku. Belum bisa kuputuskan apa apa, karena setelah rangkaian rasa syok dan sakit yang menumpuk, kepalaku jadi kosong dan tidak bisa berpikir. aku terduduk memeluk lutut menunggu bias mentari yang akan timbul dari sela kaca jendela jatuh ke wajahku, hatiku hampa, meski belum memakan secuil makanan pun sejak kemarin namun tidak ada sedikitpun rasa lapar yang menyakiti perut ini.

Krek!

Suara pintu kamar tamu terbuka Mas Akbar dan istrinya bisa keluar dari sana dengan senyum bahagia tapi mereka tertegun ketika melihat ku duduk meringkuk di pinggir jendela sambil menatap mereka.

"Aku akan mandi dulu Mas," ucap Lisa menjauh diantara kami berdua.

Mas Akbar terlihat ingin mengatakan sesuatu dan mengomentari keadaanku namun Ia hanya menggeleng pelan sambil melewatiku begitu saja. Tidak mengatakan apapun atau memberikan respon seolah-olah aku hanya pajangan yang tidak punya hati.

Dia membuka pintu dan menyibak gorden jendela lalu masuk ke ruang tengah.

"Lis, kamu butuh handuk, Sayang?" tanyanya.

"Iya, Mas," jawab wanita itu dari dalam kamar mandi.

"Bentar ya, aku ambil," balas suamiku. Masuk ke dalam kamar dan aku paham bahwa dia hendak mengambil handuk dan lemari kami maka tidak akan kubiarkan itu terjadi. Aku segera bergegas mencegahnya.

"Jangan coba-coba,"desisku ketika dia hendak memegang pegangan pintu lemari. Tangannya tertahan dan mengambang di udara lalu ia kembali menghela napas dan menggeleng lagi.

Sikapnya dingin, abai, seakan-akan aku bukan istrinya, seolah-olah kemarin kemarin kami tidak saling memeluk hangat dan bersikap mesra.

Ketika hendak keluar langkah kakinya terhenti, menatap beberapa bungkus tespek yang masih tertinggal di atas meja lampu. Diraihnya benda itu lalu dibacanya, sementara aku hanya diam, duduk di kursi meresapi gemetar di kaki karena hilang tenaga.

"Jadi, kamu benaran tes hamil?"

tanyanya pelan.

Aku tidak menjawab karena sudah malas,

Percuma saja, menurutku tak asa artinya lagi

"Mas, mana handuknya, Mas ...?" Wanita itu bertanya manja dari dalam kamar mandi, sementara Mas Akbar yang nampak masih tercenung hanya diam.

"Kaupikir rumah ini ada pembantunya, kupikir bisa menyuruh siapapun sekehendak hatimu? Ambil sendiri apa yang kau butuhkan," ujarku emosi.

"Aku minta handuk pada suamiku bukan padamu!"

"Suami yang kusebut itu adalah suamiku, dasar jalang!"

"Cukup sudah, aku tak mau dengar pertengkaran," sela Mas Akbar, dia memberkan handuk pada Lisa lalu mengajakku masuk ke dalam kamar.

"Ayo masuk," ajaknya.

"Untuk apa? Mengemasi pakaianku dan menyuruhku pergi?"

"Dengar, mari kita coba untuk rukun, Aku melakukan ini karena yakin bisa mengatasi kalian berdua," ucapnya dambil memegang kedua bahuku.

"Kenapa sih kamu berubah yang tadinya dingin dan kini menjadi pura-pura baik? Kau berubah karena aku sedang hamil?"

"Aku minta maaf," ucapnya pelan.

"Stop, jangan katakan maaf lagi, aku muak, lagipula kalimat itu sudah tidak bermakna lagi. Kata maaf tidak bisa mengembalikan keadaan menjadi lebih baik," balasku sambil mengusap air mata yang meleleh begitu saja.

"Aku menyesalkan tindakan yang gegabah, andai saja kau bisa menahan emosi aku tidak akan membawa istriku ke rumah ini

Melainkan dia masih ada di rumah orang tuanya sampai kami punya rumah sendiri."

Teganya dia mengatakan kalimat itu di hadapanku dia ingin membeli rumah untuk istri baru sementara rumah kami yang sekarang belum direnovasi sampai saat ini. Bahkan dia menahan tabungan yang aku kumpulkan untuk sewaktu-waktu kamu memiliki anak. Atau mungkin, dia sudah menggunakan tabunganku untuk menikah lagi.

"Aku tidak ingin membahas pernikahanmu, Aku ingin meminta buku tabungan yang sudah lama aku kumpulkan untuk bayi," ucapku dengan bibir yang sudah mulai kaku dan perih, terlalu banyak menangis membuat wajandan kulitku kering.

"Ada padaku, jangan khawatir," balasnya.

"Berikan padaku, sekarang, aku berhak memintanya!" sentakku tegas.

"Uhm, nyala kalian tapi aku ingin bertanya pada masa berapakah kita tidak punya makanan untuk sarapan?" tanya Lisa dengan senyum mengembang dari balik kusen pintu.

Beraninya dia membahas sarapan sementara aku sudah tersiksa sejak kemarin.

"Jaga sikapmu, jangan sampai aku murka dan berbuat keji," teriakku.

"Sudah cukup, aku akan menunjukkanmu makanan," ucap Mas Akbar sambil menggandeng lengan istrinya.

"Tunggu, aku belum selesai bicara!" Kutarik juga lengan kiri suamiku, posisi kami saling bersitatap dengan sorot yang berkilat. Aku, suami dan dia berdiri kaku dan diam saja.

**

Dua belas menit berikutnya, Mas Akbar kembali dari dapur, menghampiri aku yang menunggu jawabannya, bersamanya dia membawa sebuah nampan yang berisi makanan, roti lapis dan secangkir teh.

"Makanlah dulu, kau pucat," suruhnya.

"Andai, aku tidak hamil, kau pasti akan mengabaikanku, iya kan?"

"Bukannya mengabaikan tapi aku hanya mencari celah untuk bisa bicara baik-baik seperti ini," sanggahnya.

"Mana uangku!"

"Kau harus makan dulu demi kesehatanmu," bujuknya sambil menyodorkan roti lapis. Bergetar tangan ini meraih roti itu, rasanya tidak ingin menerima tapi aku juga harus kasihan pada bayi yang kini tumbuh di dalam rahimku. Dia pasti lapar juga.

Perlahan Aku maunya roti yang terasa getir di lidah, mengingat bagaimana penderitaan aku kemarin rasanya diri ini sedang mengunyah duri.

"Mana uangnya, Mas?"

"Aku pinjam dulu, Sofia."

"Untuk apa?" aku menghentikan kunyahan makanan.

"Uhm ... Aku .... pinjam sebentar ya?"

"Untuk apa? Untuk nikah?!" Mendadaj emosiku memuncak, dadaku kembali panas, ada perasaan menggelegak dan mendidih hingga memanaskan ubun-ubun kepalaku.

Prang!

Tampan yang dipegang dengan kedua tanganku hempaskan hingga seluruh perabotannya jatuh dan pecah ke lantai.

"Jadi, kau gunakan uang yang aku simpan untuk masa depan bayi untuk menikah? Kenapa kau lancang sekali?"

Aku mendekat padanya, tanpa aba-aba menampar, menjambak, meninju memukul-mukulnya. Aku melampiaskan semua kekesalanku. Aku menangis dan menjerit histeris, sementara pria itu hanya diam saja sembari berusaha mencekal kedua tanganku agar berhenti menyakitinya. Tak puas dengan pukulan tangan aku menendangnya, menerjang dan berusaha menyakitinya dengan sundulan kepalaku.

"Tenang Sofia, tenang dulu, aku bisa jelaskan."

"Kurang ajar kamu, Mas. Dasar tidak punya akal, tidak punya perasaan!" Aku memukul-mukul hingga tiba-tiba tubuhku tersungkur lemas, habis tenagaku.

"Sofia!" Mas Akbar kaget dan langsung berusaha menolongku.

Namun aku sudah begitu lemas dan ditambah rasa muak dan kebencian padanya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Junidah Sujak
kenapa di ulang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   6. uang

    "Uangku ... Mana uangku ...."Aku seolah mendengar kembali suara sendiri, tapi lamat-lamat suara itu samar dan tenggelam.Kucoba membuka mata, meski masih berat, kulirik di sisi pembaringan, di mana aku terbaring lemah. Ada Mas Akbar terlihat menatapku dengan penuh cemas."Kamu udah baikan?"Aku tak menjawab, andai bisa aku tak mau berjumpa dengannya. Hanya kuhela napas pelan lalu membuang muka darinya."Dengar Sayang, aku akan mengembalikan uangmu, dalam waktu dekat," bisiknya pelan."Kapan, kau berbohong lagi, Mas," desisku."Secepatnya, Sayang.""Menjauhlah!" Aku menepis dia yang ingin menyentuhku, Sakit hatiku belum terobati terlebih ketika mengingat bagaimanakah caranya dia di tenda kemarin. Aku ingin kabur tapi aku malu pada kedua orang tuaku karena sudah mati matian mempertahankan dan meyakinkan mereka untuk merestui pernikahan kami."Ini tidak akan lama aku berjanji padamu akan membawa pergi Lisa dari rumah ini.""Lalu, apa yang kau tunggu, Mas?""Aku menunggu semua masalah

    Last Updated : 2025-01-31
  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   7

    Malam menjelang dan entah kenapa hari itu mati lampu di komplek rumah kami. Tetangga belum menyadari bahwa suamiku sudah membawa istri barunya, ditambah si jalang itu tidak keluar dari rumah.Aku duduk dalam kegelapan, meratapi hati yang kian mengkerut, cintabyang dulu berkembang makin menyusut, dan bayi yang kini ada dalam kandunganku masa depannya belum pasti. Haruskah dia lahir di tengah konflik pernikahanku dengan Mas Akbar? Haruskah dia memiliki dua ibu dalam satu rumah?Kulirik ke arah ruang tamu, sementara pintu kamar sedikit terbuka suasana hening, meski dua manusia tak tahu malu itu duduk berdekatan. Mungkin, sepanjang hari mereka tidak memakan apapun, sementara aku sudah memesan makanan dari go-jek dan melahapnya di kamar sendirian.Nampak mereka hanya duduk diam di sofa ruang tengah. Sebenarnya aku tidak akan marah namun karena lama kelamaan posisi mereka nampak dekat dan wanita itu menyandarkan kepalanya di bahu mas Akbar, hatiku menjadi panas."Aku ingin bicara!"Me

    Last Updated : 2025-02-08
  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   8

    "Tapi aku nggak terima Mas caranya nggak kayak gini juga," ucapnya mengeluh."Aku adalah tipe orang yang tidak suka dengan kotor selalu ingin Rumah bersih, rapi dan kinclong, kedatanganmu bukan bukan hanya sudah mengotori hatiku tapi juga mengotori rumah ini. Apa kamu tidak pernah diajarkan tentang kebersihan oleh ibumu?""Hei, jangan menyinggung pengasuhan ibuku," ujarnya geram."Tentu saja, karena kurasa pengasuhannya gagal, jangankan untuk hal-hal yang lebih besar dari itu membersihkan saja kau tidak tahu," desisku."Lalu apa pengaruhnya dengan hidupku? Toh, masih ada pembantu!""Ya, ya, kau nyonya kaya yang bisa mengupah semua orang untuk jadi pelayanmu," sindirku."Memang, kenapa tidak?!" Jawabannya membuatku sangat kesal."Kau seperti bocah yang selalu merengek minta mainan, bahkan kau pasti merengek meminta suamiku pada ayahmu!" lanjutku."Lancang sekali ...." Dia bersiap maju untuk memukulku namun Mas Akbar segera mencegahnya dan menyeretnya masuk ke dalam kamar."Ah, sebal

    Last Updated : 2025-02-08
  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   9

    Hatiku sakit mendengar perkataan pedas ayah mertua yang dulu begitu baik dan friendly terhadap menantunya. Dulu beliau begitu baik dan penuh perhatian, ada apa semua orang kini berubah drastis dan jadi lebih egois. Mereka lebih mementingkan dirinya sendiri daripada perasaan orang lain.Kukemas air mata sembari mengeluarkan koper dari dalam lemari, kuambil pakaian dan perhiasan milikku dan memasukkannya ke dalam koper.Hatiku hancur ketika melihat gaun pengantin yang masih tergantung di lemari, kupikir, gaun itu akan kupakai sekali seumur hidup dan pernikahan kita akan kujaga kesuciannya sampai mati. Namun, percuma, aku dijatuhkan dan dilukai."Kuambil sisa pakaian dan memasukkan barang-barang yang ada di dalam kaca rias, lalu berakih mengambil benda milikku pada lemari dekat tempat tidur. Hatiku sakit melihat foto kami di sana.Prang!Kulempar benda itu ke dinding hingga hancur berkeping-keping. Mungkin mendengar keributan atau khawatir Mas Akbar langsung masuk untuk memastikan keada

    Last Updated : 2025-02-09
  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   10

    Dalam kebimbangan dan diamku ayah mertua kembali berteriak."Ayo pilih saja kau masih belum bisa melepas Akbar atau kamu minta diceraikan dengan jaminan?!"Sungguh ucapan ayah mertua sudah keterlaluan dan menginjak harga diriku. Boleh jadi diri ini miskin dan sudah tidak punya siapa-siapa lagi, namun tidak serta merta itu membuatnya bebas mengatakan hal yang tidak manusiawi."Baik, ayah jika demikian besar kebencian ayah pasaku, tak masalah, aku akan pergi," jawabku.Pria itu terlihat tak suka dengan jawabanku hingga langsung naik pitam dan berteriak keras "Wanita arogan ini ... kalo begitu pergilah, jangan bawa apapun dari rumah ini, kau sudah kuberikan kenyamanan dan rasa manja, namun kau sungguh tak tahu diri, sekarang, menjauhlah dari rumah ini!""Ayah, jangan katakan itu, dia sedang hamil anakku," sela Mas akbar."Biarkan dia pergi, begitu lahir bayi itu akan kita ambil, selama mengandung jangan pernah kabulkan permohonan cerainya, andai dia mau cerai, biar tahu rasa!"Tak m

    Last Updated : 2025-02-09
  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   11

    Aku terbangun ketika telah mendapati diri ini terbaring di dalam kamar berselimutkan bed cover hangat yang dulu adalah selimut kesayanganku. Kuedarkan pandangan pada ruang bernuansa pink ini dan, dan keadaannya masih sama seperti aku meninggalkannya. Meja kerja yang tempelan kertas memo, tumpukan boneka, serta celengan masih ada di atas lemari bajuku.Dengan mengumpulkan tenaga Aku berusaha duduk, kuperhatikan beberapa foto polaroid yang tergantung di sebuah tali gantung hias yang ada di sebelah kananku. Foto-foto itu diambil sebelum aku menikah dengan Mas Akbar sekitar 8 tahun yang lalu. Ada foto bersama teman-teman di sebuah tempat wisata, ada foto wisuda ku yang diapit kedua orang tua dengan wajah bangga mereka, ada juga fotoku yang terlihat gembira dengan hewan kesayangan.Dulu sempurna sekali hidupku hingga tiba-tiba semuanya berubah dalam 3 hari, apa yang ada di sekitarku mengalami kehancuran akibat pernikahan Mas Akbar.Tiba rasa bersalah dan penyesalan mendarat terlebih d

    Last Updated : 2025-02-10
  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   12

    Disaat keributan sedang terjadi tiba-tiba orang tua Sofia datang dan terkejut melihat menantu mereka terkapar di depan rumah."Ada apa ini?" tanya ayah Sofia."Sebagai sesama orang tua, kita pasti tidak ingin anak-anak kita disakiti, tapi apa yang sudah kau lakukan pada anakku, jika orang lain melakukan itu pada anakmu, yakni merebut suami dan kebahagiaannya, apa kau akan ridho? anakku sedang hamil dan beraninya kalian menyiksa batinnya!" "Hei, Siapa yang menyiksa batin anakmu, kami tidak tahu apa apa!" sanggahnya."Mana mungkin kau tidak mencari latar belakang dan seluk beluk menantumu!" cecar ayah."Tentu saja, aku tahu, pernikahan anakku terjadi atas izin Sofia!""Permisi.... maaf ...? Mana izin saya, saya tidak pernah merasa memberikan izin kepada siapapun!" sanggahku."Mana Akbar! Ayo tunjukkan padanya, bukannya kau punya secarik kertas yang berisi tanda tangan istrimu?!"Mas Akbar diam saja mendengar tuntutan mertuanya. Sampai Ayah Sofia mengulang kembali pertanyaan pada suami

    Last Updated : 2025-02-11
  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   13

    Meninggalkan kantor polisi diri ini segera bergegas menuju ke rumah ingin menemui ibu dan memberi tahu apa yang terjadi. Aku rasa beliau akan syok mengetahui suaminya ditahan polisi karena aku, namun karena itu sudah terjadi mau tidak mau, aku harus menghadapinya.Kubuka pintu dengan hati bimbang dan dada berdebar, kuharap respon Ibuku itu tidak akan terlalu dramatis, kuharap beliau akan kuat mendengar kabar dariku."Ibu ....""Lho udah pulang, Nak? Mana ayah?" yanyaya mengedarkan pandangan berharap bahwa suaminya pulang bersamaku."Ayah bertengkar dengan mertuaku dan mertua Mas Akbar, terjadi keributan sehingga Ayah harus dibawa ke kantor polisi," balasku.Ibu terlihat terkejut, tapi beliau tidak sampai menangis, hanya bibirnya bergetar dan ekspresi wajahnya saja yang bingung."Lalu, ayah bilang apa?""Beliau meminta kita untuk pergi ke rumah Om Hamdan untuk minta bantuan," jawabku."Kalo begitu, ayo kita pergi," ajaknya segera."Aku ingin minum dulu, Bu," cegatku."Oh, iya jug

    Last Updated : 2025-02-12

Latest chapter

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   53

    Sekembalinya Mas Azlam dari kantor polisi, dia menemuiku, membawakan makanan dan mendaratkan kecupan hangat di kening."Gimana Sofi, masih sakit?""Iya, Mas, tapi aku udah dikasih penghilang nyeri," balasku cepat."Sekarang makan ya," bujuknya."Udah makan sih tadi, btw, gimana di kantor polisi tadi?""Lancar. Aku udah kasih keterangan lengkap, dan pastikan Akbar dihukum karena perbuatannya.""Dia memang bersalah, tapi aku berniat tidak memperpanjang masalah, Mas. Kita baru saja menikah, Aku punya bayi yang masih kecil di mana dia membutuhkan kasih sayang dan perhatian, kamu juga sibuk dengan kerjaanmu, kita tak akan punya waktu untuk bolak balik mengurusi perkara," ucapku pelan."Jadi kau tidak setuju pria itu ditahan?" Mas Azlam terbelalak padaku "Bukan begitu ...""Jadi, kau mau bebaskan dia, penjahat yang sudah menusukmu disamping memberi luka berkepanjangan sejak dulu?""Aku setuju dia dihukum, tapi ada baiknya serahkan kasusnya ke polisi, biar mereka yang tangani.""Bagaimana

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   52

    Ada apa dengan Mantan suamiku, aku tak paham mengapa dia menusuk bahu ini dengan pusat apa dia ingin membunuh atau bagaimana? aku sungguh tak mengerti mengapa dia melakukannya. Acara pernikahan yang tadinya akan bahagia dan sakral menjadi gaduh dan penuh teriakan panik. Mas Azlam datang setelah diteriaki banyak orang untuk menyelamatkanku, tentu ekspresinya langsung histeris melihatku bersimbah darah. Tak peduli seberapa indah pakaian yang dikenakannya, pria itu langsung menghampiriku dan menggendong diri ini ke mobilnya."Siapa saja, panggilkan polisi! Sofia, siapa yang lakukan ini," ucapnya panik sambil menggotong tubuhku.Kembang goyang dan melati berguguran satu persatu dari sanggulku, benda itu terlepas dan siapa yang peduli ... nyawa lebih penting sekarang. "Baik, Mas," ucap adik dari calon suamiku itu dengan panik dan gerakan cepat."Suruh polisi untuk menemukan mantan suami Sofia, dasar biadab pria itu," ujar Mas Azlam dengan napas terengah-engah karena marah." ... bertahan

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   51

    Rasanya ada sedikit rasa tak percaya bahwa hari ini adalah hari bahagia. Aku tak menyangka, bahwa pada pernikahan kedua justru momennya terasa sangat berbeda, aku merasakan energi baik dan optimisme yang cerah akan masa depanku.Sejak subuh, tim make up artist datang dan meriasku di depan kaca yang diberi lampu, rasanya tak percaya bahwa waita yang sudah disulap begitu cantik dalam balutan kebaya ungu itu adalah aku."Bagaimana riasannya, Mbak, Mbak suka?" tanya periasnya dengan ramah."Iya, saya puas sekali, saya seolah telah menjadi orang dan kepribadian yang baru," jawabku tersenyum puas."Saya yakin calon suami Mbak akan terpesona, hingga lupa bagaimana cara mengucapkan kabul," candanya sambil meletakkan kerudung pengantin di atas kembang goyang yang menghiasi sanggul."Selalu ada keharuan dan semangat ketika melihat mata calon mempela berbinar bahagia," ucap wanita yang sudah cukup terkenal dengan riasannya di kota ini."Terima kasih ya, sudah mau datang dan membantu saya," b

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   50

    Kata orang, siapa saja yang akan menghadapi hari bahagia, mereka pasti akan diliputi banyak halangan dan rintangan. Jujur aku berdebar, sedikit gelisah dan takut, bahwa melepas status janda ini akan kembali membawa luka yang sama seperti saat aku bersama Mas Akbar.Kupeluk bayi yang ada di dalam gendonganku, sejak kehadirannya aku sering mencurahkan isi hati dan berbicara dengan putriku Sabrina. Bayi cantik yang seakan mengerti kegelisahan ibunya kadang memberikan respon dengan sentuhan tangan kadang juga serupa senyuman yang menguatkan."Mama mau membuka hati dan mencoba menikah kembali apakah Sabrina membolehkan itu terjadi?" tanyaku sambil memeluk bayi itu dan mencoba menidurkannya."Anakmu pasti setuju, Ibu yakin bahwa dia bahagia melihat mamanya bahagia," timpal ibu yang tiba-tiba datang membawakan segelas susu dan meletakkannya di meja kamarku."Aku gundah Bu...""Yang membuat dirimu gundah adalah pendekatanmu dengan Azlam atau masa lalumu yang terus menakut-nakuti?""Sebenarnya

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   49

    Dari kejauhan matahari mulai menunjukkan sinarnya. Kupandangi cahaya jingga cantik di ufuk timur dari jendela kamar sambil merenungi kejadian selama beberapa hari belakangan.Semua itu hanya tentang satu orang.Mungkin aku wanita terkejam karena hanya memikirkan diri sendiri dan tidak berusaha untuk menunjukkan betapa aku ingin bersama dengan Irfan. Perasaan ini merasa bersalah dan sejauh yang kupahami, selama ini akulah yang tidak memperjuangkan cinta. Kalimat di bibir ingin bersama, namun aku hanya pasrah terhadap penolakan keluarganya. Aku hanya duduk berpangku tangan sementara hanya dia sendiri yang berusaha untuk segalanya. Ya, hanya dia. Rasanya ini tidak adil, tiba-tiba aku memilih pria lain yang ternyata lebih mapan darinya tapi beginilah dunia wanita, meski kadang kami mementingkan perasaan, wanita juga harus realistis sewaktu-waktu. Aku memilih Mas Azlam dengan segala pertimbangan yang sudah ku pikirkan matang-matang. Aku tahu Irfan terluka, dia sedih dan kecewa karena

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   48

    "Assalamualaikum ..." Keluarga Budhe Mega sudah sampai, mereka turun dari mobil, mengucapkan salam dan kedua orang tuaku menyambut dengan wajah berbinar. "Assalamualaikum, Sofia," ucap Mas Azlam mengulurkan tangan, agak ragu diri ini menyambut, gemetar telapak tanganku dan berdebar perasaan di dalam dada. Entah kenapa aku sangat malu padanya."Walaikum salam Mas," balasku. Hati ini sudah tak karuan canggungnya. Sempat kumarahi diri sendiri mengapa aku harus bersikap sekaku ini, aku menyambut tangan ibu dan adik Mas azlam dengan ramah tapi tatapan mataku terus terarah padanya.Kuperhatikan kali ini penampilannya baru, rambutnya lebih rapi, wajahnya bersih dari bulu-bulu halus, dia terlihat makin tampan dan jujur mungkin, aku terpesona."Mana bayinya, Tante?" tanya Mas Azlam pada ibu."Sebentar, Tante ambil ya," ucap ibu sambil bersemangat menuju kamarku. Tak lama kemudian ibu datang membawa anakku dengan kebanggaan yang terpancar jelas di roman wajahnya."Ini dia, Sabrina, dia cucuku

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   47

    Aku mendengar tangisan bayiku mengudara memenuhi ruangan ini. Seakan mendapatkan energi baru, aku merasa seolah baru saja dihidupkan dari kematian panjang. Sakit yang sejak pagi pagi mendera langsung lenyap begitu saja ketika tahu bahwa anakku terlahir sehat tak kurang satu apapun."Alhamdulillah, Bu. Bayinya perempuan," kata Ibu Bidan sembari sibuk membungkus anakku dan meletakkannya ke tempat tidur hangat, selanjutnya bidan yang nampak lembut hati itu mendekati dan melanjutkan perawatanku.Karena begitu lelah, perlahan kesadaranku mulai menurun, rasanya kelopak mata ini mulai terasa berat selagi bidan menjahitkan bagian kewanitaanku. Mungkin aku tertidur setelahnya, aku lupa tentang betapa sakitnya perjuangan berjam jam tadi dan betapa geramnya aku pada mas Akbar yang datang tanpa diundang. Tadinya, diri ini sedikit khawatir bahwa mungkin saja dia akan menculik anak kami, tapi rasa kantuk yang mendera saat itu sama sekali tidak bisa kutahan.Aku terbangun dan membuka mata,

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   46

    Sebulan lebih berlalu.Aku tak mengerti mengapa hari ini firasatku tak nyaman, aku tak tahu mengapa hatiku galau tak berujung, mendung di ujung sana membuat perasaanku makin tak menentu."Kamu kenapa Nak?"Ibu yang tidak tahan memperhatikan aku uyang terus berdiri di dekat pintu dan menatap hamparan kebun lantas bertanya,"Apa ada hal yang menggangu?""Tidak, aku hanya mulai merasa tak nyaman di perut," jawabku.Ibu mendekat lantas mengelus perutku yang membuncit besar, dia tersenyum lembut dan mengajakku duduk."Apa hari taksiran persalinan sudah dekat?""Mungkin sudah," jawabku gamang."Akhir-akhir ini kamu sering berdiam diri dan termenung? Apa kedua pria yang melamarmu itu membuatmu sangat galau dan sedih?""Sedikit tentang itu, tak semuanya menggangguku. Aku hanya galau mempersiapkan mental untuk hari kelahiran," jawabku.Wanita tercintaku itu lalu tersenyum sambil menghela nafas panjang. Dia meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat."Ibu paham bahwa di masa akhir akhir ke

  • TERPAKSA BERBAGI CINTA   45

    Kini aku sendiri, termenung di bangku menatap luas hamparan hijau padi dengan perasan gamang. Aku berada dalam kebingungan dan dilema panjang. Aku tahu, bahwa Tuhan menjanjikan setelah kesusahan ada kebaikan dan kebahagiaan, tapi kebaikan yang datang sekarang ada dua dan aku bingung menentukan akan condong ke arah yang mana.Galau hati ini memilih antara Irfan pemuda mandiri, dan penuh perhatian, dia selalu membuatku ceria atau Mas Azlam yang lembut, alim dan mapan yang merupakan kerabat dekat, keduanya punya sisi baik, di mana aku sulit menentukan harus memilih siapa.Kini cara satu satunya adalah mencatat hal hal yang kurang baik atau aral yang akan membuat hubungan kami di masa depan tak akan bahagia. Misalnya Irfan, kedua orang tuanya menentang, mereka kompak menyoroti kehamilan dan status jandaku. Mereka merasa bahwa anak mereka yang lebih memilihku yang dicampakkan suami adalah sebuah keputus-asaan.Orah tua dan keluarga Irfan merasa bahwa menikahiku adalah aib yang mema

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status