Home / Pernikahan / TERPAKSA AKU PERGI,MAS / Bab 5. Tuduhan Keji

Share

Bab 5. Tuduhan Keji

Author: Mini Yuet
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sudah sebulan ini aku ikut dengan Mbak Desi. Arsyad juga sudah mulai sekolah di kampung suamiku. Seperti biasa aku yang memegang pekerjaan di rumah seperti bersih-bersih, cuci piring, mencuci baju Mbak Desi sudah menjadi tugas sehari-hari. Sebenarnya perasaanku jengkel, marah, benci tapi tidak berdaya karena aku masih punya anak kecil sementara Mas Dani masih sibuk dengan dunianya. Dia jarang pulang bahkan seminggu sekali dia pulang tanpa membawa hasil. Perlahan perhiasan yang aku pakai satu persatu harus aku jual untuk menutup kebutuhan makan sehari-hari.

Bahkan mulut Mbak Desi juga sering terdengar pedas di telinga sementara Mbak Sih selalu memamerkan makanan dan buah yang enak untuk anakku. Selama tinggal bersama Mbak Desi aku hanya menelan ludah dan menyimpan kekecewaan ini. Dia selalu menyimpan makanan enak di kamar tanpa membagi.

Hingga suatu siang pada saat pulang dari sekolah dengan badan yang penuh dengan tanah anakku pulang sambil menangis. Sepertinya dia habis berkelahi dengan temannya.

“Ada apa, Sayang?” tanyaku menghampiri putra sulungku.

Arsyad tidak langsung menjawab. Dia hanya menangis.Langsung kuhampiri dan memeluknya.

“Di sekolah mereka menghinaku, Bu,” kata Arsyad di sela tangisnya.

“Menghina bagaimana?” tanyaku mencoba mengorek keterangan dari Arsyad.

“Iya mereka menghina. Katanya Bapak itu tukang kawin, tukang mabuk dan judi. Emang bener ya Bu?” tanya Arsyad memandang mataku.

“Ya sudah jangan didengarkan. Namanya juga anak kecil. Mereka tahu apa? Yang penting sekarang kamu ganti baju, cuci tangan terus nanti makan ya,” ujarku kembali menghibur Arsyad.

"Besok aku nggak mau sekolah Bu.”

“Lho kenapa?”

“Aku malu ketemu dengan teman-teman.”

“Enggak apa-apa. Siapa yang menghina kamu nanti Ibu yang samperin?”

“Itu si Denis anak yang gendut itu setiap hari menghina.”

“Ya sudah nanti biar Ibu samperin ya bilang sama bapaknya,” kataku menghiburnya.

“Yang penting besok kamu sekolah. Nggak usah dengerin omongan anak lain,” ujarku.

Aku segera masuk ke dalam rumah Mbak Desi dan menggantikan baju Arsyad dengan baju rumah kemudian aku kembali menggendong Zaki yang semakin gendut saja. Hanya dia untuk saat ini yang menjadi hiburanku. Baru saja aku tenang dengan kehidupanku mendadak Mbak Desi berteriak dari dalam kamar.

Teriakannya sangat kencang. Sambil menggendong Zaki aku masuk ke dalam dan menanyakan pada dia.

“Ada apa Mbak? Kok wajahnya panik seperti itu?” tanyaku ketika menjumpai Mbak Ira dalam kamarnya.

“Dek Minah tau tidak uangku yang ada di sini?” tanya Mbak Desi.

“Uangnya berapa Mbak?” tanyaku ingin tahu.

“Aku menyimpan uang di sini tuh 500 ribu. Kok sekarang nggak ada. Siapa yang ngambil ya Dek? Padahal yang di rumah kan cuma Dek Minah.”

“Lho Mbak Desi seolah menuduhku. Aku ndak pernah masuk ke kamar Mbak Desi. Sehari-hari di luar ya masak, nyuci piring, nyuci baju,” kataku membela diri.

“Ya aku ndak tahu. Pokoknya uangku yang di sini hilang. Terus siapa yang ngambil?” tanya Mbak Ira dengan mata yang melotot.

“Kalau Mbak Desi tidak percaya bisa bongkar tasku,” kataku sambil menunjukkan tas yang ada di kamar.

“Sekarang maling itu pinter ya Dek. Dia bisa menyembunyikan uang itu di mana saja.”

“Duh siapa yang mengambil. Perasaan dari pagi itu ada,” gerutu Mbak Desi sambil membuka kasur dan bantal. Biasa dia menyimpan uang di tas yang sangat dirahasiakan. Mendadak uangnya hilang tanpa bekas.

“ Mbak Desi, saya numpang di sini. Sumpah saya nggak tahu apa-apa,” kataku membela diri.

“Kok semenjak kamu tinggal di sini uangku sering ngilang loh Dek Minah. Yang 20 ribu kadang 50 ribu. Sebenarnya siapa yang ngambil?"

“Mbak Desi sudah tanya ama Dimas?” tanyaku.

“Jadi kamu malah nuduh anaku yang ngambil, Dek?”

“Bukan Mbak. Siapa tau dia yang melihat atau menyimpan. Aku jadi tidak enak tinggal di sini,” kataku.

“Terus gimana ini?Di mana uangku?”

“Masak saya harus mengganti. Saya tidak punya uang. Saya juga masih punya bayi,” kataku.

Sambil mencoba menenangkan Zaki yang menangis.

“Sekarang memang tidak aman kalau bawa uang,” gerutu Mbak Desi.

Mungkinkah diambil Dimas, anaknya Mbak Desi yang pengangguran itu. Memang kerjaannya lontang-lantung tidak jelas. Merokok dan makan bahkan baju kotornya juga tidak mau mencuci.

Setelah menuduhku mengambil uangnya, Mbak Desi seperti marah dan meninggalkan rumah. Aku hanya menangis dan masuk dalam kamar Dimas.

“Ya Allah, begini amat kehidupanku. Sudah numpang masih punya anak kecil. Sudah melakukan apa saja masih dituduh. Apa aku harus pergi dari rumah ini saja ya. Aku tidak tahan berada di sini,” batinku.

Air mata yang sejak tadi aku tahan akhirnya bercucuran, aku menyeka dengan ujung selendang. Menunggu Zaki tidur dalam gendongan kemudian aku meletakkannya di atas tikar. Setelah Zaki tidur aku segera ke dapur milik Mbak Ira. Semuanya berantakan. Baju kotor tidak pernah ada yang mencuci.

Selesai membersihkan rumah aku duduk sebentar sambil menonton televisi. Dari luar terdengar Mas Dani datang bawa sepeda motor.

“Dari mana Mas, kok baru pulang?” tanyaku singkat kepadanya.

“Biasalah Dek nyari sampingan. Gimana kemarin tawaranku agar kamu mau kerja ke luar negeri?” tanya Mas Dani.

“Aku belum siap Mas. Zaki kan masih kecil Mas. Masih 2 bulan. Gimana mau tinggal keluar kerja. Dia masih minum ASI.”

“Gampang. Kalau kamu mau keluar negeri nanti aku yang ngurus. Kebetulan aku mempunyai tenaga penyalur,” kata Mas Dani.

“Kenapa aku yang harus keluar negeri. Mas kan sebagai kepala keluarga harusnya tanggung jawab dong.” suaraku mulai meninggi.

“Siapa yang tidak mau kerja Dik. Aku cuma mengarahkan kerjaan. Sekarang tuh lagi susah kalau kamu bisa bekerja sama kan harusnya bisa dengan aku.”

“Terus Zaki dengan siapa Mas? Dia masih kecil masih menyusui. Mbak Ira juga sangat sibuk.

“Ya nanti aku nyari yang momong Zaki. Pokoknya kamu mau saja,” paksa MasDani.

“Nggak Mas, jangan paksa aku.”

“Mau mikir dulu kamu tuh. Kok jadi wanita nggak bisa diatur. Jadi ini kan untuk masa depan kita.

“Tapi tidak harus aku ke luar negeri kan, Mas. Kamu bisa bekerja sementara kamu menganggur, tidur sedangkan aku harus bekerja. Lihat aku disini sudah seperti babu menjadi pembantu di rumah kakakmu. Aku juga manusia Mas.”

“Pikirkan sekarang aku sedang menganggur kamu tidak punya uang lalu kita mau makan dari mana?”

“Mas Dani kan suamiku. Mas punya anak dua. Masa aku harus mikir harus nyari uang,” ucapku dengan keras.

“Dasar kamu itu tidak nurut sama suami!?’ kembali Mas Dani mendorong tubuhku hingga terjerembab ke lantai. Hanya air mata yang keluar dari mataku ini

Related chapters

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 6. Awal Bertemu

    Tubuhku terkapar di atas lantai. Rasa sakit hati yang kurasa semakin bertambah. Apakah aku ini memang wanita yang terlalu b*do* hingga tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Aku tumpahkan semua kekesalanku dalam tangis yang panjang. Mumpung tidak ada orang. Namun tidak ada yang peduli siapa yang akan mengasihaniku.Wanita yang dianggap perebut suami orang. wanita yang dianggap telah merusak rumah tangga orang. Padahal mereka tidak pernah tahu apa yang kurasakan. Sungguh sakit sekali ketika mengenang waktu pertama kali Mas Dani mendapatkan diriku. Peristiwa yang sangat menyakitkan yang pernah kurasa. Aku mencoba melupakan namun kenangan itu bagai bayangan yang selalu mengikuti.Seandainya aku tahu dari semula bahwa Mas Dani sudah punya istri dan tiga anak tidak mungkin aku mau menikah dengannya. Apalagi aku adalah wanita yang punya prestasi dan sangat aktif di organisasi. Kala itu aku mengajar di sebuah lembaga pendidikan yang memberikan les privat untuk anak-anak

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 7. Semakin Dekat

    Sejak peristiwa perkenalan itu Mas Dani sering main ke rumah. Dia punya alasan untuk membawaku keluar rumah. Entah dengan alasan melamar pekerjaan atau mengajak ke tempat hiburan. Dengan senang hati aku selalu ikut dengannya. Entah mengapa aku percaya dengan dia padahal baru saja mengenal. Sebelumnya aku memiliki kekasih atau teman dekat yang bekerja di Kalimantan di pertambangan batubara. Tapi sejak mengenal Mas Deni aku merasakan sesuatu yang lain. Dia pria yang sangat perhatian dan banyak bicara. Bahkan dia mengajak aku jajan ke tempat mahal memakai uangnya. Aku yakin sekali kalau Mas Dani ini adalah orang yang mampu dan terpandang. Bapak mulai curiga ketika aku sering pergi dengan Mas Dani hingga larut malam. Bapak sudah merasa curiga dengan kehadiran Mas Dani yang seolah-olah akan menjerumuskan hal-hal yang tidak bagus. Suatu malam Mas Dani mengajak ke tempat yang sangat tempat wisata. Kami duduk berdua di salah satu bangku dekat pantai. Dia memberiku setangkai merah.

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 8. Ciuman Pertama

    Mas Dani selalu punya alasan untuk mengajakku pergi. Kali ini aku dandan sangat cantik memakai celana jeans dan kaos pendek serta mengikat rambutku yang panjang. Aku memakai bedak tipis beserta warna bibir yang natural. Aku lihat sebentar di cermin kamar ternyata aku tidak jelek amat. Mengapa Mas Dani mau denganku? Selama ini tidak ada pria yang terus terang mengatakan cinta padaku dan datang ke rumah seperti Mas Dani. Perhatian dan sikap dia seringkali membuat aku tidak berdaya. Senyumannya sangat manis dan sempat membuat jantungku berhenti berdetak. Sangat manis sekali. “Selamat pagi Mas. Aduh kok sudah sampai di sini,” sapaku pada pria yang sudah menjadi pacarku itu. “Wah pagi ini kamu cantik sekali,” puji Mas Dani. “Ah biasa aja Mas,” kataku dengan pipi yang memerah. “Yuk kita pergi!”“Kemana?” “Katanya mau ngelamar pekerjaan. Aku antar kamu kemana saja yang kamu inginkan,” kata Mas Dani. “Emang Mas Dani tidak kerja kok pagi-pagi sudah sampai di sini. Aku takut mengganggu pe

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 9. Sudah Tidak Tahan

    Mas Dani sangat kesal kepadaku karena tidak memberikan apa yang dia minta. Dia mengajak pulang ke rumah sementara Wahid hanya tersenyum melihat muka Mas Dani sangat kusut. “Wahid, aku pulang dulu ya. Kabari kalau ada berita bagus,” kata Mas Dani dengan muka yang kusut. “Nggak jadi nginep?” tanya Wahid lagi.“Nggak jadi ah. Itu si Minah mau minta pulang,” kata Mas Dani sepertinya sudah paham betul tabiat Mas Dani sehingga mereka saling memberikan kode. Aku juga belum begitu paham pria yang sudah menjadi pacarku ini. Dalam perjalanan kami hanya diam. Aku juga tidak berani membuka pembicaraan hanya pelukan di pinggang. Tanpa banyak bicara dia mengantar sampai ke rumah. “Aku pulang dulu ya Dek. Nanti kalau aku sudah ambil uang aku ganti uang untuk makan bakso tadi,” kata Mas Dani. “Iya Mas tenang aja.” “Salam buat Bapak dan Emak ya,” kata Mas Dani. “Iya Mas nanti aku sampaikan.” Ketika sampai rumah Emak dan Bapak masih di sawah sehingga tidak ada orang. Tanpa masuk ke dalam Mas Da

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 10 Pergi ke Luar Kota

    “Pak, Minah mau melamar pekerjaan di kota sebelah,” ujarku meminta izin Bapak. “Ke mana Min?” tanya Bapak memandang tajam ke arahku. “Dengan siapa? Dengan Nak Dani?” tanya Bapak curiga. “Nggak Pak. Ini tempat teman memberitahu kalau ada lowongan pekerjaan di pabrik,” kataku mencoba berbohong. Baru kali ini aku membohongi bapak karena ingin pergi dengan Mas Dani. Cinta terhadap pria itu membutakan hatiku dan akal waras. “Ya sudah hati-hati. Tapi bapak nggak bisa nyangoni lo Nduk. Bapak belum panen,” kata bapak. “Ya udah nggak apa-apa Pak. Aku masih punya kok. Uangku masih ada.” “Hati-hati ya , Nduk. Ingat jaga diri di manapun kamu berada,” pesan bapak. Aku hanya membawa beberapa setel baju dan celana juga pakaian dalam dan alat kosmetik beserta buku-buku yang nanti aku digunakan untuk menulis. Dengan diantar tetanggaku sebagai tukang ojek, aku menuju ke jalan raya utama karena kalau mau ke desaku harus naik ojek lagi. Setelah membayar aku mengucapkan terima kasih karena dia tel

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 11. Akal Licik

    Setelah menyantap hidangan yang telah disediakan oleh Pak Ali dan Mbak Ernis, kami siap-siap menuju rumah kontrakan yang sempat dilihat oleh Mas Dani. Dia sudah membayar uang untuk 2 hari. Tidak ada rasa curiga atau prasangka buruk terhadap pacarku itu. Aku merasa dia adalah pria yang sudah dewasa dan mengerti akan batas-batas. Apalagi aku melihat dia rajin sekali mengerjakan ibadah jadi aku tambah sangat sayang kepadanya. Setelah makan dan memberesi piring kotor di dapur kami kemudian pamit pada Mbak Ernis. “Mbak, terima kasih banyak ya atas jamuannya,” kataku. “Iya Mbak Min sama-sama. Besok ya baru melamar pekerjaan itu?” tanya Mbak Ernis. “Ya, Mbak. Doakan ya agar lamaranku diterima,” kataku. “Iya Mbak Min, semoga lamarannya diterima,” ucap Mbak Ernis. Aku membawa tas kecil milik Mas Dani dan satu tas miliku. Tidak ada perlengkapan yang berharga, hanya sekedar baju ganti dan pakaian dalam untuk 2 hari ke depan. Aku juga tidak membawa apapun. Tiba di rumah kontrakan yang dimak

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 12. Tuduhan Mbak Desi

    “Dek Minah…Dek Minah..!” teriak Mbak Desi dengan sangat kencang membuat kenanganku tentang masa lalu yang sangat menyakitkan hati hilang diterpa angin. Kenangan yang tidak pernah kulupakan karena pertama kali aku menikah dengan Mas Dani. Bahagia yang kuharapkan ternyata air mata setiap hari. Setelah menikah baru aku tahu sifat asli Mas Dani yang tukang main perempuan serta mabuk dan judi. Dia juga sangat malas untuk bekerja. Aku pikir dia mempunyai tabungan yang banyak dengan mengaku mempunyai deposito di mana-mana ternyata hanya bualan untuk menjebakku. Setiap hari aku hanya menangis. Namun penyesalan itu untuk apa. Memang Mas Dani adalah pria tampan yang banyak dikagumi oleh banyak wanita. Bahkan banyak wanita yang memberikan harta atau uang agar bisa berkencan dengan Mas Dani. Memang saat ini aku sangat mencintai Mas Dani. Dia paling bisa menyenangkan aku untuk urusan ranjang. Tapi sejak kelahiran Zaki, suamiku itu jarang pulang. Pikiranku pasti dia ke rumah istri pertamanya. Terp

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 13. Hinaan Mbak Sih

    Mbak Desi mulai mencurigaiku ketika ada Dimas di rumah. Dia jarang keluar untuk memenuhi panggilan pijat. Setiap hari kerjaanku tambah padat dari mencuci piring, mencuci pakaian mereka hingga memasak. Sedangkan Mbak Desi tidak pernah memberiku makanan atau buah yang diberikan dari tamu yang datang. Padahal aku melihat banyak sekali buah dan roti serta mie yang ada di dalam kamar Mbak Desi. Aku hanya menelan ludah melihat kenyataan ini apalagi sejak 4 hari yang lalu Mas Dani tidak pulang ke rumah. Entah dia pergi kemana. Tidak juga pamit padaku atau kepada Arsyad putranya. Sedangkan uang juga tidak punya. Melihat Arsyad yang merengek terus meminta jajan kuberanikan diri untuk meminjam kepada Mbah Sih yang uangnya banyak. Apalagi aku melihat perhiasannya banyak sekali hingga ke lengan dan kalungnya juga sangat panjang. Dia juga makan buah dan makanan yang serba enak. Sementara Arsyad hanya menangis melihat anak Mbak Sih yang makan di depan tteras rumah tanpa memberikan sedikit untuk an

Latest chapter

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 121. Akhir Sebuah Perjalanan( Tamat)

    Setelah bulan madu selama dua hari, aku dan Dimas pulang ke rumah. Aku juga menjemput Zaki. Kemudian mengantar semua saudaraku. Dimas memberikan uang saku untuk emak dan Delia serta saudara yang lain. "Minah, emak pulang dulu ya," pamit emak sambil memelukku. "Iya Mak. Maafkan Minah karena tidak bisa mengantar pulang.""Ndak apa-apa, Nduk. Yang penting kalian bahagia. Dan segera mendapatkan momongan," ujar emak. "Nak Dimas, titip Minah ya. Dia sudah banyak menderita. Kini saatnya dia bahagia," ujar emak menatap Dimas. "Iya Mak. Doakan kami segera mendapatkan momongan lagi. Biar Zaki punya adik," ucap Dimas sambil mengelus perutku. Aku hanya tersenyum dan menggelendot manja di pundak Dimas. Mobil travel yang disewa sudah datang. Semua oleh-oleh sudah dimasukkan ke dalam mobil. Hanya lambaian tanganku mengiringi kepulangan emak. Aku akan menepati janjiku padamu, Mak. Membawamu ziarah ke tanah suci. Zaki sudah berlari ke ruang bermain dengan ditemani Mbak Dian. Dimas mengambil pega

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab. 120.Menikmati Malam Pertama

    Pak Dikin menurunkan koper kecil yang sudah aku siapkan untuk bulan madu. Yaitu baju ganti Dimas dan baju gantiku. Yang paling utama adalah baju tidur yang dibelikan Dimas untukku. Warna merah muda sesuai dengan kulitku yang putih bersih. Dimas juga aku bawakan piyama tipis. Ada juga obat untuk Dimas. Serta peralatan make up.Sampai di penginapan sudah pukul sembilan malam.Dimas memberikan tips untuk Pak Dikin serta berpesan agar dia selalu siap jika dibutuhkan.Aku dan Dimas bergandengan tangan memasuki penginapan itu. Lalu mengunci dengan rapat. Tercium aroma yang wangi dari dalam rumah itu. Penuh dengan bunga-bunga. Kami menuju kamar yang sudah disulap menjadi kamar pengantin.Dimas duduk di ranjang memberikan kode membantuku melepas gaun pengantin. Dengan sabar dia membuka kancing dan kerudung yang aku pakai. Setelah itu aku memakai baju yang sangat tipis.Aku berdiri menghadap ke arah Dimas. Tidak memakai pakaian dalam sama sekal

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 119. Akhirnya Sah

    Hari yang kutunggu akhirnya sudah tiba. Kami memilih hari Minggu untuk mengadakan ijab qobul di rumah Dimas. Acara yang cukup sederhana tapi tentunya sangat berkesan. Keluargaku juga sudah datang sejak sabtu siang. Rombongan satu bis kecil. Emak, Delia dan suami serta anaknya. Wawan, istri dan anak-anaknya juga serta Mas Nono dan Mbak Ningsih yang turut aku undang. Tetangga yang ada di komplek perumahan dulu aku mengontrak juga aku undang. Termasuk Mpok Ros dan yang jual sembako. Agar mereka tau apa yang dituduhkan dulu tidak terbukti justru aku kini dipersunting oleh pasienku sendiri.Rumah Dimas yang megah sudah ramai dengan petugas catering yang bertugas untuk melayani para tamu undangan. Aku meminta tidak memakai adat manapun. Biar normal saja yang penting pernikahan lancar dan sah. Oma juga sudah dandan dengan baju warna merah dengan sanggul yang sangat cantik. Namun, aku tidak melihat keluarga besar Dimas datang di acara pernikahanku dengan Dimas. Mereka yang tidak datang yang t

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 118. Persiapan

    Dimas mengajak aku dan anak-anak keliling kota Semarang tentu aku sebagai penunjuk jalannya. Walaupu tidak sepenuhnya tahu seluk beluk kota Semarang. Kami menikmati makanan yang dijual di pinggir jalan kota lama. Menikmati indahnya kota itu dengan bangunan kuno dan bersejarah. Apalagi setiap akhir pekan akan ramai dikunjungi banyak orang. Dari pasangan muda mudi hingga keluarga besar yang membawa anak-anaknya. Pun sama denganku. Aku menggamit lengan Dimas sebelah kiri sementara tangan kanannya memegang tongkat. Walaupunn sudah sembuh tapi jalannya masih belum begitu tegak. Sementara Pak Dikin beralih profesi sebagai pengasuh anak-anaku. Bahkan dua anaku sangat bahagia menganggap Pak Dikin kayak kakeknya. Arsyad masih menjumpai kakeknya waktu kecil sedangkan Zaki belum pernah bertemu dengan kakeknya.Karena waktu itu dia masih di dalam kandungan.Kami menikmati suasana malam itu. Juga membeli es krim dan foto bersama. Hingga sampai pada sebuah restoran kecil yang menjual soto khas semar

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 117. Menunggu Hari Itu

    Sore hari rombongan kami sudah sampai di kampungku. Ada perasaan campur aduk ayng menghentak-hentak rasaku. Kampung di mana sebuah cita-cita yang dulu pernah bersemi dan mulai mekar. Namun, semua itu harus layu sebelum berkembang. Memasuki gerbang desa, aku tidak bisa menahan air mataku. Luruh begitu saja. Dimas yang melihatku menangis segera memeluk pundakku seolah memberikan kekuatan. Pria yang bermata sipit dan wajahnya sangat bersih itu begitu sangat perhatian. Aku layaknya putri buruk rupa yang mendapatkan calon suami pangeran tampan rupawan karena telah berjasa menyembuhkan dia. "Pak, belok ke kiri ada rumah yang berwarna biru, itu rumah adikku," ujarku menahan isak. Arsyad rupanya tahu kalau akan bertemu dengan simbahnya. Karena sejak aku kerja di luar negeri dia memang tidak pernah bertemu dan diajak menengok simbahnya yang di kampung. Tetangga Delia yang melihat mobil bagus dengan plat mobil Jakarta keluar dari rumah seolah ingin tahu siapa yang datang. Tiba di depan ruma

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 116. Melupakan Masa Lalu

    Sudah 3 bulan berlalu masa iddah aku juga sudah selesai. Sementara tinggal di rumah yang disewakan Dimas. Setiap hari aku harus berangkat ke rumah Dimas untuk merawat dan melakukan terapi sedangkan Zaki dimasukkan ke sekolah PAUD yang dekat dengan rumah Dimas. Sekolah yang termasuk sekolahnya orang kaya dan kebanyakan adalah warga keturunan Cina.Walaupun Dimas sudah berpindah keyakinan menjadi seorang muslim tapi Oma tetap baik dengan Dimas dan aku juga sangat sayang dengan Nyonya Veronica.Dia sangat baik dan hormat denganku apalagi saat ini Dimas semakin hari sudah mulai bisa berjalan. Pagi dan sore aku membantunya berjalan di taman belakang . Dia perlahan mulai melepaskan tongkat penyangga di tubuhnya terkadang seperti anak kecil yang berjalan setapak dua tapak dan aku menanti di depan. Akhirnya dia memelukku karena tubuhnya yang terlalu besar. Aku tidak sanggup menahan hingga terjerembab ke rumput taman. Wajah Sakti sangat bahagia apalagi dia akan kembali bekerja di perus

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 115. Syukuran

    Semua barang dan pakaianku sudah datang. Diangkut dengan mobil pick up milik Dimas yang dibawa oleh dua pria yang mempunyai tubuh kekar. Aku segera menata semua pakaianku dan merapikan barang milikku. Untuk sementara tidak menghubungi semua saudaraku untuk menghilangkan jejak sampai surat ceraiku benar-benar sudah keluar dari pengadilan agama. Sekarang aku sedikit tenang karena ada Dimas yang selalu melindungiku. Walaupun kakinya sakit dan tidak bisa berjalan tapi dia punya otak dan pikiran yang waras. Paling ibu-ibu yang tinggal di sebelah rumahku akan bertanya kenapa aku harus pindah dari kontrakan itu. Apalagi Mpok Ros yang selama ini sudah aku anggap saudara ternyata malah menyebar fitnah. Mendadak aku pindah. Pasti Mpok Ros juga akan cerita kalau anaku diambil oleh mantan suamiku. Memang bibirnya tidak bisa menjaga rahasia. Sekarang aku sudah sedikit tenang karena jauh dari orang-orang yang membuat hatiku sakit. Bahkan Mbak Ningsih juga malah membocorkan rahasiaku. Paling dia d

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 114. Heroku

    Aku menuju alamat yang diberikan Dimas mengenai keberadaan Zaki dan Mas Dani. Memang belum terlalu jauh dari komplek perumahan yang aku tempati. Mengapa Dimas bisa bertindak sangat cepat. Sebenarnya siapa dia? Sampai di sebuah gang yang dimaksud, aku minta berhenti dan membayar ojek. Dengan perasaan tidak menentu aku menuju rumah berwarna kuning gading yang ditunjuk Dimas. Sampai depan sana aku mengirimkan pesan pada Dimas kalau sudah sampai di rumah itu. (Dimas, aku sudah sampai.) tulisku dalam sebuah pesan. Tidak menunggu lama kemudian dia menelponku. "Halo Minah, sekarang posisimu di mana?" tanya Dimas. "Aku hampir mendekati rumah yang berwarna kuning seperti petunjukmu," jawabku. "Okay kalau begitu, aku akan menghubungi anak buahku dan mereka akan menjemputmu. Kamu tinggal bilang pria itu mau diapakan. Maka aku tinggal perintah dengan anak buahku," ujar Dimas di ujung telpon. "Tidak usah Dim. Yang penting anaku selamat. Terserah dia mau kelaparan atau apa tidak peduli," sa

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 113. Kabar Tentang Zaki

    Pikiranku langsung tertuju kepada Dimas. Mungkin dia mempunyai solusi atas masalah yang sedang menimpaku."Ngapain Mpok masih di situ?" tanya aku dengan suara lirih."Apa Mpok mau menyebarkan isu yang tidak jelas lagi kepada para ibu-ibu di komplek ini?" tanyaku tanpa memandang dia."Apa maksudmu Mbak Minah?" tanya Mpok Ros pura-pura tidak tahu."Kamu sudah cerita kepada ibu-ibu yang ada di komplek ini. Katanya aku melakukan terapi plus-plus sehingga aku mempunyai uang yang banyak dan bisa membeli perhiasan dan aneka perlengkapan rumah."Mungkin ketika mendengar ucapanku, wajah dia memerah dan mulutnya mengerucut tapi memang aku benar-benar marah dengannya. Padahal selama ini dia hanya minta tolong kepadaku bahkan yang seratus ribu yang dipinjam dariku belum juga dikembalikan. Tapi mengapa dia tega memitnah aku dan menuduh aku melakukan terapi plus-plus di kota."Tapi Mbak. Aku…" ucapnya dengan terputus."Tidak usah mengelak, Mpok. Ibu-ibu kompleks sudah cerita kepadaku dan merek

DMCA.com Protection Status