BAB KE : 40 SILUMAN BUAYA VS SILUMAN ULAR 16+"Bukkkkk!"Tubuh Ganayana terpelanting dan jatuh terhempas di permukaan bumi. "Arghhhhh!" Ketika tubuhnya menghantam tanah, terdengar raungan dari mulutnya. Raungan yang sangat keras, pertanda sakitnya derita yang dialami Ganayana. Rupanya sebelum telapak kaki Ganayana menghantam dada si nenek. Perempuan dengan wajah seram itu, terlebih dulu dengan cepat menepis kaki Ganayana. Bukan tepisan biasa, namun tepisan yang mengandung tenaga dalam dengan kekuatan luar biasa. Akhirnya tubuh Ganayana terpelanting dengan berapa kali putaran di udara. Setelah itu meluncur dengan punggung terlebih dulu mendarat menghantam tanah. "Krakkk!" Ada bagian tulang punggung Ganayana yang patah ketika tubuhnya menyentuh bumi, hal inilah yang membuat jeritan Ganayana begitu keras. Walau Ganayana berusaha untuk bangkit, tapi dia sudah tidak mampu lagi. Perlahan matanya mengarah ke bagian kaki yang kena tepis si nenek tadi. Melihat keadaan kakinya, Ganayan
BAB KE : 41 TERPEROSOK KE WILAYAH SILUMAN BUAYA 16+"Ya! Ratu Kencana Wangi. Dialah yang menculikmu dan membawa kabur, saya ingin menyelamatkan kamu dari dia," jawab ibu itu menerangkan, terlihat dari gerak-gerik dan tutur sapanya, dia sangat sopan. Sesaat Tiwi terdiam, mencoba mencerna apa yang dikatakan ibu tersebut dan berusaha mengingat kembali apa yang terjadi terhadap dirinya, serta berusaha mencari jawaban, kenapa dia sampai berada di tempat ini. Perlahan ingatan Tiwi mulai pulih. Seperti ada sesuatu yang berputar dalam otaknya. Putaran dari rangkaian peristiwa yang dia alami. Walau tidak lengkap dan terputus-putus, tapi Tiwi sudah bisa memahami apa sebenarnya yang terjadi. "Hantu ... hantu! Saya melihat hantu waktu itu! Tolong saya, Bu! Tolonggg!" teriak Tiwi seperti histeris ketika ingat peristiwa yang telah menimpa dirinya. Rupanya yang sangat membekas dalam ingatan Tiwi adalah, peristiwa yang terjadi ketika dia melihat makhluk astral di depan kamar mandi yang membua
BAB KE : 42 16 +Tiwi yang telah bebas dari mantra-mantra Ratu Kencana Wangi kembali pada sifat semula, sebagai seorang yang sangat penakut. Tentu saja dengan melihat apa yang terjadi dengan ibu membuat ketakutannya kembali membuncah. Tanpa pikir panjang, dia kabur dari tempat tersebut. "Tolonggg ... tolonggggg!"Tiwi terus berlari tanpa berhenti berteriak minta tolong. Ranting daun yang menjulai ke jalan setapak berkibas ditabrak Tiwi, bahkan ada beberapa ranting yang patah ditabraknya. Dia berlari seperti orang kesetanan tanpa mau menoleh ke belakang. Serasa bulu di seluruh tubuhnya merinding. Semakin cepat dia berlari, serasa semakin dekat pula makhluk yang akan menerkamnya. Tapi, entah makhluk jenis apa. Sampai akhirnya lelah datang menyerang, nafasnya mulai ngos-ngosan, tapi Tiwi tetap tidak memperlambat larinya, malah berusaha untuk terus menambah kecepatan, sampai akhirnya jalan setapak itu telah menemukan ujungnya. Kini di depan Tiwi terbentang jalan yang cukup lebar unt
BAB KE : 43 SI PENOLONG YANG DURJANA 16+Suara tawa itu sangat mengerikan bagi Tiwi, karena di telinga Tiwi, tawa tersebut seperti melengking mirip tawa Mak Lampir yang pernah dia tonton di sinetron. Tiwi menoleh ke arah Galogeni, asal dari suara itu. "Tidak. Ibu tidak menginap di sini," ucap ibu tersebut menjawab pertanyaan Tiwi, setelah tawanya mereda. "Maaf Bu, kok suara tawa Ibu terdengar aneh?" tanya Tiwi dengan sedikit takut-takut. "Aneh bagaimana?" Galogeni balik bertanya. "Mendengar tawa Ibu, membuat saya takut," jawab Tiwi. "Itu perasaan kamu saja, karena sebelum kita bertemu, hati kamu sudah dipenuhi oleh rasa takut," jawab Galogeni sambil melepaskan senyum. Dalam hati, Tiwi membenarkan apa yang dikatakan Galogeni. Memang benar, sejak dia melihat perubahan ibu yang menjadi nenek-nenek dengan wajah buaya tadi, membuat rasa takut di hati Tiwi sepertinya tidak pernah hilang sampai saat ini. "Ayo, kita pulang!" ajak Galogeni berapa saat kemudian. Dengan hati masih dili
BAB KE : 44KETAKUTAN TIKA YANG KONYOL 16+Konsentrasi Ronal dalam bekerja semakin terganggu sejak Tiwi dirawat di rumah. Walau Dokter Herman datang setiap hari dan Tiwi pun dalam pengawasan Ustad Danu, tapi hal ini tidak membuat Ronal bisa tenang. Kecemasan selalu menghantui diri lelaki tersebut, takut terjadi apa-apa dengan istrinya. Ustad Danu juga telah berusaha keras untuk mengerahkan tenaga dan fikirannya untuk menyelamatkan Tiwi, setiap saat sehabis shalat fardu dia selalu tafakur untuk memantau sukma Tiwi, tapi titik terang belum juga dia dapat untuk menarik sukma wanita tersebut. Sampai suatu ketika, titik terang itu dia temukan. keberadaan sukma Tiwi terdeteksi oleh Ustad Danu setelah melakukan shalat Zuhur. Dengan segera dia datang ke rumah mertua Ronal. Jarak yang cukup jauh. Namun, dengan kendaraannya Ustad tersebut meluncur menuju rumah Bu Darmi. "Tolong sediakan sajadah di kamar Tiwi," pinta Ustad Danu setelah dia sampai di rumah Bu Darmi. Tentu saja perintah terse
BAB KE : 45 TIKA KABUR Suara dentuman yang tiba-tiba ... benar-benar membuat Tika terkejut. Refleks baki yang ada di tangannya jatuh, dan suaranya tak kalah keras dengan dentuman tadi. Merasa dadanya hampir copot, tanpa pikir panjang lagi. Tika melompat dan mengambil langkah seribu keluar dari rumah. Dia sudah tidak peduli dengan orang-orang yang berada di dalam rumah. Apa lagi dengan teko dan gelas yang berceceran di lantai. Bagi Tika, yang terpenting saat ini, dia harus menyelamatkan dirinya sendiri. Inilah tipe makhluk yang tak setia dalam suka dan duka, tak sehidup semati, tak senasib sepenanggungan, tak seiya sekata, tak seiring sejalan, tak setia kawan, dan tak-tak lainnya. Prinsip seperti Tika ini tak perlu ditiru, kasihan kan, sama Ronal, Ustad Danu, dan Bu Darmi yang ditinggalkan begitu saja, apa lagi dengan baki, teko dan gelas yang sudah basah kuyup kedinginan dalam genangan air seteko yang tumpah dengan indah. Mungkin karena saking takutnya, makaTika melakukan ha
BAB KE : 46 AKHIRNYA TIWI SADARKAN DIRI 16+Melihat sikap Tika yang menekuk wajahnya, membuat cengiran Pak Hansip semakin manis. Dia paham Tika kesal padanya, tapi membuat kesal anak baru gede menjelang remaja itu, adalah hiburan tersendiri bagi pak Hansip. Apa lagi yang dia katakan memang begitu adanya. Buktinya sangat jelas dan otentik. Peristiwa menjemput Ustad Danu bersama Tika dulu masih membekas di hati penjaga keamanan kampung tersebut. Bahkan, rasa sakit di kepalanya belum bisa dilupakan begitu saja oleh Pak Hansip. "Nanti saya menyusul ke sana. Biar saya ajak tetangga yang lain juga," kata Pak Hansip pada Pak RT berapa saat kemudian. "Ya, udah kalau gitu, biar kami duluan ke sana," jawab Pak RT. "Tapi, kenapa kentongan pos jaga, Pak Hansip bawa segala?" tanya Pak RT ketika matanya mengarah pada kentongan yang ada di tangan Pak Hansip. "Mau saya servis dulu Pak RT, kayaknya ada bagian yang retak. Suaranya rada pecah dan cempreng, mirip suara Tika," jawab Pak Hansip s
BAB KE : 47 RATU KENCANA WANGI BERNIAT MEMBUNUH TIWI 16+"Wuaaaaaa!"Tika melompat ke arah ibunya, dan berusaha memeluk perempuan separuh baya itu."Ada apa, sih?" Bu Darmi menahan dan mendorong tubuh Tika agar tidak memeluknya. "Ada suara tawa hantu di pintu!" Tika berusaha menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Bu Darmi. "Itu Pak RT!" kata Bu Darmi dan sekali lagi mendaratkan cubitan di lengan Tika, yang membuat gadis remaja itu terpaksa melepaskan ibunya. "Yah, Pak RT! Datang-datang bukannya ucap salam, malah terkekeh kayak kunti!" Mata Tika mengarah ke pintu kamar dengan tampang cemberut sambil mengusap-usap bagian tangannya yang tadi kena cubit. "Lah, kita kan datangnya bersamaan, cuma Tika lebih dulu berapa langkah. Pak RT kira, Tika sudah mengucapkan salam mewakili kami," jawab Pak RT masih dengan kekehan. Kemudian dia mengucapkan salam ke arah Ustad Danu sambil merangkapkan kedua telapak tangan, lalu menghampiri Ustad tersebut. Setelah membalas salam Pak RT, Ustad Danu
BAB KE : 12O AKHIR SEBUAH CERITA 16+Kakek itu hanya bisa berharap seperti itu, karena yang maha mengetahui hanya Tuhan, apakah berdosa atau tidak berdosanya seseorang ketika melakukan suatu perbuatan hanya Tuhan yang bisa menentukan. Mungkin dari segi ilmu fiqih ada keterangan berdosa bila melakukannya, tapi Tuhan maha mengetahui niat seseorang. Tuhan lebih mengetahui kenapa orang tersebut sampai terperosok ke dalam dosa tersebut. Tidak boleh menghakimi bila sesuatu perkara itu belum terang oleh kita, itu prinsip yang dipakai oleh Galogentang. "Aamiin!" Ronal dan Ucil hampir serentak mengucapkan kata penutup doa tersebut menyambut ucapan Galogentang. "Tapi, belum tentu juga kamu tidak berdosa." Kalimat Galogentang yang ini membuat Ronal memiringkan mulutnya dengan mata menyipit menatap kakek tersebut sambil mengangkat bahu. "Ya, mungkin dosa kamu akan dipungut dari sisi kebodohan ...""Kebodohan bagaimana maksudnya?" Ronal memotong kalimat Galogentang."Dalam hidup itu, kita
BAB KE : 119 GALOGENTANG DAN UCIL SABARUCIL DATANG KE RUMAH RONAL 16+"Kakek Galogentang!" seru Ronal tertahan sambil bergegas ke arah mobil, karena dari balik mobil itulah kepala Galogentang menyembul. Senyum lepas dari bibir Galogentang, begitu pula dengan Ronal, setelah dekat mereka berpelukan. Jelas kegembiraan terlihat di wajah mereka. Bagi Ronal ini adalah pertemuan yang tidak disangka-sangka. Pertemuan yang membuat bahagia. "Eh, Ucil Sabarucil juga ada!" Senyum Ronal berubah jadi tawa lepas, ketika melihat makhluk kerdil juga ada di sana. Tadi Ronal tidak melihat, mungkin karena Ucil terlalu kecil, sehingga luput dari pandangan mata Ronal. Setelah melepaskan pelukan dengan Galogentang, Ronal bersimpuh di depan Ucil. Walau telah bersimpuh, Ronal tetap lebih tinggi dari Ucil. Kemudian mereka pun berpelukan. "Ayo, masuk! Kita bicara di dalam saja," ajak Ronal sesaat kemudian. "Mau bikin heboh orang yang ada di dalam rumahmu? Mereka kan tidak dapat melihat kami, nanti ka
ADA CINTA ANTARA TIKA DAN RAHMAN BAB KE : 118 "Memangnya Tika belum kenalan sama Rahman, Pak Hansip?"Semua mata mengarah pada Bu RT ketika beliau melepaskan pertanyaan tersebut. Berbagai ekspresi terlihat dari wajah mereka yang ada di ruangan tersebut. Ada yang tertawa, ada yang tersenyum, ada yang senyumnya sengaja dikulum, bahkan ada pula yang cengengesan. Rahman dan Tika juga ikut tersenyum, tapi cuma sebentar, karena tahap berikutnya wajah mereka memerah dan buru-buru menunduk. "Bu RT ngomong apa sih?" Sungut Tika pada Bu RT sebelum menunduk. Wajah Tika memang rada cemberut, tapi hatinya serasa terbang dengan sejuta bunga-bunga yang bermekaran, penuh kebahagiaan. Mungkin memang begitu sifat orang yang sedang jatuh cinta, kata hati dan ekspresi wajahnya suka tidak sama, kadang hati berkata iya, tapi kepala menggeleng diselingi anggukan. "Kenalan secara formal mungkin belum, Bu RT. Cuma rasanya, hati dan jiwa mereka sudah saling menyelami, dan sama-sama merasakan suka yan
BAB KE : 117 ADA APA DENGAN TIKA 16+Ternyata peristiwa di kampung jin benar-benar jadi pelajaran yang berharga bagi Ronal dan istrinya. Selama ini pasangan suami istri tersebut tidak begitu mempercayai akan adanya alam gaib yang mirip dengan perkampungan manusia. Mereka juga tidak percaya dengan adanya aturan tata krama dan adab terhadap makhluk-makhluk tersebut. Bahkan mereka tidak percaya sama sekali kalau makhluk astral bisa mengganggu kehidupan manusia. Namun, pengalaman telah mengajarkan mereka untuk mempercayai adanya kekuatan dari makhluk gaib, bukan sekedar percaya akan adanya Tuhan saja, tapi harus mempercayai adanya makhluk gaib yang diciptakan Tuhan.Kini mereka baru mengerti, bahwa tidak semua kejahatan dapat dilihat dengan nyata, sebab itu perlu berserah diri dan minta perlindungan pada Tuhan, tentu jalannya dengan takwa dan berdoa. Bermacam doa pun mulai mereka hapal, doa masuk ke kamar mandi sampai doa ketika mau berhubungan antara suami dan istri pun mereka haf
BAB KE : 116 RONAL KEMBALI PULANG 16+Dua lelaki yang kelihatan sebaya itu keluar dari gubuk. Sesaat Nursalim menatap ke arah gubuknya yang berjarak tidak begitu jauh dari gubuk Kartim, terlihat istrinya masih sibuk mengusir burung yang silih berganti mampir di sawah mereka. Nursalim berjalan di depan, diikuti Kartim dengan hati yang masih diliputi rasa was-was. Sambil berjalan mereka terus berbincang, membicarakan dan menebak apa gerangan yang ada di sana. Bahkan Nursalim pun telah melupakan niat awalnya ke gubuk Kartim, yang sebenarnya hendak meminjam korek api, entah kenapa hari ini dia lupa membawa benda tersebut. Padahal biasanya benda yang satu itu selalu nyempil dalam kantongnya. "Sepertinya ada mayat!" kata Nursalim sambil menghentikan langkah ketika mereka telah hampir sampai di tempat Ronal. Kartim memanjangkan leher, mengintip dari belakang Nursalim. Mata Kartim cukup lama meneliti sosok lelaki yang tergeletak tanpa bergerak itu, yang jaraknya tidak jauh dari tempa
BAB KE : 115RONAL DIKIRA HANTU 16+Tidak jauh dari tempat Ronal pingsan, dari sebuah gubuk yang ada di sawah tersebut, terlihat seorang bapak-bapak berumur sekitar empat puluh lima tahun. Sebelum matahari menyinari bumi, dia telah berada di sawahnya, dengan maksud untuk menjaga padinya dari incaran burung liar. Ada keanehan yang dia rasakan pagi ini, tak ada satu pun burung yang hinggap di area sawahnya. Sementara temannya yang lain pada sibuk berteriak mengusir burung yang mampir untuk mencicipi bulir padi milik mereka.Keanehan itu memang sempat mengganjal hatinya, tumben burung-burung pada enggan mampir di petak sawahnya, padahal biasanya padi milik dialah sasaran utama dari burung-burung tersebut, karena petak sawah bapak tersebut berada persis di bawah kaki bukit, tempat di mana burung-burung bersarang.Rasa heran di hatinya semakin menjadi, ketika melihat asap tipis yang mengudara di bagian ujung sawahnya. Batin lelaki itu mengira ada api di sekitar sana. Tapi siapa pula y
BAB KE : 114 MAKHLUK BUNIAN DAN SILUMAN BUAYA JADI PEMENANG16+Korban dari kedua belah pihak berjatuhan. Karena yang terjun ke medan tempur sangat banyak dari masing-masing kelompok, sehingga korban yang berjatuhan tentu sangat banyak pula, mungkin jumlahnya ribuan.Peperangan di perbatasan sebenarnya dimenangkan oleh Ratu Kencana Wangi. Kelompok Jin Sumbing bahkan sampai lari terbirit-birit menyelamatkan diri ke wilayahnya. Namun, betapa terkejutnya mereka, karena mereka langsung disambut oleh pasukan makhluk Bunian yang telah siap menanti dengan prajurit-prajurit andalan mereka. Tidak sulit bagi makhluk Bunian untuk mengalahkan kelompok Jin Sumbing yang sudah kelelahan. Akhirnya mereka semua berhasil di tangkap dan dijebloskan ke penjara. Nasib Ratu Kencana Wangi dan pasukannya juga tidak kalah apesnya dibandingkan dengan kelompok Jin Sumbing. Sebenarnya kelompok Ratu Kencana Wangi sengaja tidak mengejar Jin Sumbing, karena mereka merasa sudah yakin menang dan hanya menunggu
BAB KE : 113SILUMAN BUAYA DAN MAKHLUK BUNIAN IKUT PERANG 16+Balon tersebut menggelinding dengan cepat menuju dasar jurang. Terkadang melenting tinggi bila menabrak batu, kadang-kadang malah menghantam pohon yang tumbuh di sisi tebing.Namun, balon itu tidak pernah berhenti, terus meluncur karena pengaruh gravitasi bumi. Entah bagaimana nasib Ronal yang ada di dalam balon tersebut. Setelah melambaikan tangan ke arah balon raksasa yang terus meluncur, tanpa menunggu lambaiannya berbalas, Galogentang langsung menghentakan kaki ke bumi. Sekali hentak, tubuhnya melambung, lalu melayang di angkasa. Galogentang tidak kembali ke arena pertempuran Ratu Kencana Wangi dan Jin Sumbing. Dia malah terbang menuju wilayahnya, wilayah siluman buaya. Setelah sampai di wilayah siluman buaya, Galogentang segera menemui rajanya dan menceritakan apa yang terjadi, sekaligus mengusulkan untuk segera melakukan penyerangan ke wilayah Bukit Lampu. Mendengar apa yang disampaikan Galogentang, raja siluma
BAB KE : 112RONAL DITENDANG KE DALAM JURANG OLEH GALOGENTANG 16+Sikap Ronal ini justru membuat tawa Galogentang semakin keras, wajahnya sampai memerah. Tentu sikap kakek tersebut membuat Ronal semakin masgul bin keki. "Benar-benar makhluk aneh, urusan hidup mati orang, malah ditanggapi dengan tawa," rutuk Ronal dalam hati."Jurang itu hanya bentuknya saja yang curam, tapi selalu ada sisi atau bagian tempat kita berpijak. Lakukan dengan percaya diri, jagan takut akan sesuatu! Bila kita sudah takut sebelum mengetahui keadaan yang sebenarnya. Itu sama saja takut dengan bayang-bayang," ucap Galogentang setelah tawanya reda."Tapi saya memang tidak berani menuruni jurang itu, Kek! Lewat jalan yang datar saja, atau Kakek ikut bersama saya," tawar Ronal. "Apakah kamu ingin bersama saya menuruni jurang itu?" tanya Galogentang. "Iya, kalau bersama Kakek, saya berani," jawab Ronal cepat. "Ayo, kita ke sana!" ajak Galogentang sambil berdiri. "Ayo!" Ronal menyanggupi, dia pun berdiri,