Perasaan cemas terus merundung jiwa Rengganis. Pikirannya tak tenang memikirkan segala hal buruk yang bersarang di otak.
Semenjak penemuan bercak tangan berlumuran darah di sebelah kamarnya, Rengganis menjadi sering melamun. Tidak jarang kulit bibirnya luka akibat sering menggigitnya."Sudahlah, Nduk. Jangan terus memikirkan soal bercak tangan itu."Terlihat Bu Tejo menegurnya. Wanita itu menaruh sepiring nasi berisikan lauk ikan di depan meja Rengganis."Makanlah, sejak pagi kamu belum sarapan, 'kan?" cetus Bu Tejo.Rengganis hanya menatap piring itu dalam bisu. Selera makannya hilang, bahkan sekadar untuk menyentuh air putih rasanya sukar bagi ia lakukan.Tangannya terangkat meraba leher, merasakan tenggorokannya yang mendadak kering."Bu, kayaknya aku ndak enak badan. Akhir-akhir ini kepalaku jadi sering pusing," katanya mencoba untuk terbuka dengan Bu Tejo.Ia yang sedang mengunyah makanan perlahan memandang Rengganis dengan raut khawatir. Tangan Bu Tejo terulur menyentuh kening gadis itu, berikutnya mengadu merasakan panas di punggung tangannya."Badanmu panas, Nduk. Ayo saya temenin ke puskesmas depan."Tanpa banyak basa-basi, Bu Tejo bangkit meninggalkan makanannya. Ia membawa Rengganis menuju puskesmas terdekat. Jaraknya tidak begitu jauh dari indekos."Maaf ya bu, saya jadi ngerepotin Bu Tejo." Suara Rengganis mengecil, tubuhnya bertambah lemah ketika diterpa dengan angin luar.Sesampainya di tempat tujuan, tidak butuh waktu lama untuk menunggu nomor antrian. Bu Tejo dan Rengganis kini memasuki sebuah ruangan, membawa keduanya bertemu dengan seorang dokter."Keluhannya apa?" tanya wanita di kursi menunggu respons Rengganis.Sebelum menjawab, ia melirik Bu Tejo sebentar, lalu menjelaskan masalah yang ia alami akhir-akhir ini."Kepala saya setiap pagi suka tiba-tiba pusing, Dok. Saya juga ndak tau penyebabnya apa. Tapi selalu seperti itu selama tiga hari berturut-turut," terangnya.Rengganis mendapati kening wanita itu yang mengernyit, lalu fokus menatapnya setelah berhenti menulis pada lembar kecil di tangannya."Kamu ada minum obat akhir-akhir ini ndak?" tanyanya kemudian.Ia terdiam, kepala Rengganis lalu menggeleng sebagai jawaban."Tidak ada, Dok. Saya tidak pernah mengonsumsi obat apapun selama sebulan ini," cetusnya berterus terang."Gaya hidupmu kurang sehat akhir-akhir ini?" tanyanya lagi.Lagi-lagi ia menggeleng."Saya tipe orang yang ndak berani makan sembarang, Dok. Saya rutin makan sayur dan buah, seminggu sekali juga nyempatin buat olahraga. Hanya karena sakit kepala yang nyerang saya tiga hari ini ngebuat nafsu makan saya jadi terganggu dan badan rasanya lemas terus." Ia masih berusaha menjelaskan dengan tenang."Baik, kalau begitu saya tes darahnya ya. Biar bisa tahu permasalahannya di mana," kata dokter.Selama berapa menit waktunya digunakan untuk menjalankan serangkaian tahapan tes darah. Beberapa saat setelahnya ia bersama dengan Bu Tejo diminta untuk keluar menunggu hasil pemeriksaan."Nduk, kamu masih ngerasa ngga enak badan?" Bu Tejo membuka suara setelah keluar dari dalam ruangan.Keduanya memutuskan duduk di salah satu kursi tunggu."Iya, Bu. Masih ndak enak di aku. Rasanya pengen cepat-cepat istirahatnya," jawab Rengganis."Yasudah, tunggu sebentar lagi ya. Hasilnya pemeriksaannya ndak akan lama, kok," ujar wanita itu menepuk pelan punggung Rengganis berusaha menenangkannya.Tak berapa lama kemudian, dokter tadi keluar dari ruangan. Terlihat ia membawa beberapa berkas di tangan.Bu Tejo maupun Rengganis lekas bangkit dan menghampiri dokter tersebut."Sebentar ya, ada yang mau saya tanyakan ulang ke kamu," tukasnya seraya menatap Rengganis dengan sorot mata serius.Ia yang ditatap hanya membisu menunggu penuturan dari bu dokter selanjutnya."Pernah minum obat tidur ndak?" tanya wanita itu setelahnya.Sontak saja Rengganis mengernyit heran. Kepalanya menggeleng menanggapi pertanyaan dokter."Saya sama sekali tidak pernah konsumsi obat tidur, Dok," elaknya menjawab masih dengan wajah terkejut."Hasil tes darah kamu mengindikasikan adanya konsumsi obat tidur. Dosisnya terlalu berlebihan dan sepertinya di luar resep dokter. Ini yang bikin kamu jadi tidak nafsu makan dan badan lemas seharian," terangnya.Rengganis menggeleng, masih janggal dengan hasil pemeriksaan itu."Tapi dok ... beli obat tidur pun saya ndak pernah. Gimana bisa tiba-tiba saya jadi pernah konsumsi obat tidur?" Sebelah alisnya terangkat masih heran akan hasil pemeriksaan tersebut."Di sini jelas-jelas sudah tertera hasil tesnya. Nanti bisa kamu liat dan coba ingat-ingat lagi ya. Saran dari saya sebaiknya jangan terlalu sering pakai obat tidur, bisa bermasalah dengan kesehatan kamu."Rengganis meraih lembaran kertas itu. Ia masih mencerna data di dalamnya. Sementara dokter izin pamit dan mengarahkan mereka ke meja administrasi."Bu, kok aneh ya? Sumpah demi Allah saya ndak pernah gunain obat tidur loh," lontarnya mengadu."Sejujurnya saya juga merasa aneh, Nduk. Ada baiknya kita bicarakan ini di kos. Biar saya urus administrasinya dulu."Bu Tejo beranjak meninggalkannya. Sementara Rengganis membisu di tempat dengan tanda tanya besar di dalam kepala.***Di saat matahari mulai menyingsing, suara kokok ayam menjadi pertanda datangnya pagi. Rengganis menggeliat merasa tidak nyaman dengan tubuhnya, matanya beberapa kali mengerjap menyesuaikan pandangannya dengan cahaya di sekitar.Seketika kedua bola mata Rengganis terbelalak lebar, menyadari di mana ia terbangun."A-aku di mana?" monolognya menyadari sekujur tubuhnya basah terendam di dalam air.Ia berada di bathub kamar mandi, bagaimana bisa ia berada di sini. Rengganis ingat betul tadi malam ia tidur di kasur empuknya, dan dirinya juga tidak memiliki riwayat berjalan sambil tidur."Ndak mungkin, aku ndak mungkin tidur di sini, semalaman," racaunya menggeleng kuat akan pemikiran yang menyerang.Ia bangkit dan merasakan tubuhnya kaku. Aneh sekali. Rengganis ingat betul tadi malam tertidur di atas kasurnya. Kenapa malah berpindah di kamar mandi.Tidak masuk akal. Ini di luar akal sehat Rengganis."Please, kok hidupku jadi aneh ya akhir-akhir ini. Semuanya serba membingungkan."Segala pertanyaan aneh berputar memenuhi kepala. Tentang bagaimana ia bisa berpindah posisi tidur. Ia mencoba menepis pertanyaan aneh itu dengan berusaha berpikir positif.Tak ingin pusing dengan hal yang menimpanya,Ia memutuskan untuk segera melaksanakan ritual paginya."Astaga!"Rengganis menjerit tertahan ketika menatap pantulan dirinya di cermin, melihat banyak sekali tanda kemerahan di lehernya, ia bukan seorang gadis polos. Ia tahu betul penyebab tanda kemerahan di lehernya, itu bekas cumbuan seseorang.Tapi siapa pelakunya, ia ingat sebelum ia tidur tadi malam, rutinitasnya selalu mengunci semua pintu dan jendela."Ndak mungkin, ini ndak mungkin terjadi sama aku." Ia tidak terima, Rengganis masih meyakinkan diri untuk tidak percaya akan fakta itu.Dia meringis saat jarinya menyentuh tanda kemerahan yang ada di lehernya, rasanya perih, sang pelaku menghisap lehernya terlalu kuat."Ini ... ini bukan ulah manusia, 'kan?"Bersambung..."Loh, Nduk? Ada apa dengan lehermu, kok memar begini?" tanya Bu Tejo ketika berpapasan dengan Rengganis yang baru keluar kamar.Rengganis tak berkutik. Ia meraba pelan lehernya, sedikit meringis merasakan perih yang berasal dari lebam merah tersebut."Ndak tau, Bu. Pagi-pagi tadi aku juga kaget bangun langsung dapat luka ini di leherku," terangnya.Guratan tipis tergambar jelas dari wajah Bu Tejo. Ia kemudian mengamati memar itu lebih dekat. Rengganis semakin resah ketika menyadari ekspresi Bu Tejo berubah aneh."Kenapa ya, Bu?" tanyanya penasaran."Ini bekas cupang, Nduk," beber Bu Tejo dengan wajah syok.Rengganis tersentak. Berulang kali matanya mengerjap masih berusaha mencerna perkataan Bu Tejo."Cu-cupang?" Rengganis masih tak percaya, untuk memastikan ia kembali masuk ke dalam kamar dan mengamati ulang memar tersebut."Nggak mungkin, Bu. Gimana bisa tiba-tiba ada cupang di leher aku? Sementara semalam aja aku hanya tidur sendiri." Rengganis menggeleng kecil dengan sebelah alis t
"Gimana bisa ada dalam pria di dalam kamar Mbak Trisna?" tanya Rengganis dengan wajah penuh heran. Joko maupun Wisnu bungkam. Tak satu pun dari mereka yang bisa menjelaskan keanehan akibat dari penemuan benda tersebut. "Kalian nemu sesuatu?" Ketiganya sontak menoleh ke arah Bu Tejo yang baru datang. Netra wanita itu langsung fokus menatap dalaman pria di tangan Wisnu. "Ini ... di mana kalian nemuin?" tanyanya kemudian dengan wajah serius. "Di tempat pakaian kotor," sahut Wisnu. Dia lalu menunjuk ke arah rak di sebelahnya. "Dalaman ini tepat berada di atas tumpukan baju Mbak Trisna." Kening Rengganis mengernyit ketika melihat Bu Tejo yang bergegas membuka pintu kamar mandi di dalam Kamar Mbak Trisna. Sontak saja penciuman Rengganis dihantam oleh aroma yang familiar. Matanya melebar saat mengingat di mana ia bertemu dengan bau itu pertama kali. "Aroma ini ... aroma yang sama di kamar mandiku beberapa hari yang lalu," bebernya. "Kamu yakin?" sahut Joko memastikan. Rengganis men
"Wajahmu kok kulihat akhir-akhir sering kosong gitu?" Rengganis langsung mengalihkan fokus ketika Riko melayangkan pertanyaan kepadanya. Beberapa saat dia mengerjap pelan, selanjutnya menghembuskan napas berat, lalu menggeleng lemah. "Aku juga ngga ngerti sama diriku sendiri, Rik," jawab Rengganis. Riko mengernyitkan dahi. Lelaki itu menyorot netra Rengganis lurus. "Baru kali ini aku liatin kamu kesiangan." Ia lalu mengarahkan layar ponselnya ke wajah Rengganis. "Bahkan ponsel kamu dihubungin ngga aktif." Rengganis menatap cemas pada benda pipih miliknya di atas meja. Ia baru ingat bahwa akhir-akhir ini benda itu selalu cepat kehabisan baterai. Padahal baru beberapa jam setelah ponselnya dicas. "Kehabisan baterai, Rik. Ini ponselku kayaknya rusak deh. Cepat banget lowbat, mungkin karena ponsel tua," terangnya menerka. "Mau aku perbaikin? Kebetulan aku tau dikit otak-atik gitu," tawar Riko terdengar tulus. "Emang ngga apa nih?" tanyanya merasa tak enak. Riko menggeleng pelan.
"Saya mau ngasih tau ke kalian bertiga, jangan pernah nyoba buat bertanya ke Mbak Trisna mengenai sosok yang dia lihat saat peristiwa keracunan makanan di kamarnya," peringat Bu Tejo menatap penuh serius kepada para penghuni kosnya. Joko berdehem sejenak meredam keheningan yang terjadi. "Kami mengerti, Bu. Melihat kondisi Mbak Trisna yang lemah seperti itu, rasanya sangat tidak pantas buat kami untuk bertanya yang mana akan makin membuat kondisi Mbak Trisna bertambah buruk," jelasnya. Rengganis mengangguk membenarkan ucapan Joko. "Betul, Bu. Untuk saat ini, kami ndak akan melibatkan Mbak Trisna dalam segala keanehan yang terjadi di dalam kos," timpalnya. "Baik, saya percayakan ke kalian bertiga. Kita semua ndak bakal tahu teror apa lagi yang akan kita dapatkan ke depannya. Saya juga udah minta tolong ke tukang service buat coba benerin CCTV yang rusak, ya meskipun waktu pengerjaannya memakan waktu agak lama," terang Bu Tejo menghela napas berat. Dari wajah wanita itu, terbaca je
Bu Tejo, Joko dan Wisnu terlihat menatap benda penemuan di kamar mandi Rengganis dengan tatapan syok dan bertanya-tanya. Sementara Rengganis yang tidak kuasa menahan rasa kepeningan di kepalanya memilih mengembuskan napas berat. Meski pagi hari menyapa, nyatanya pikiran mereka masih tak juga menemukan titik terang dari mana dan kenapa bisa benda itu berada di kamar Rengganis. "Ibu udah cek, dalaman yang kemarin Wisnu ketemu di kamar, emang ndak ada lagi," beber Bu Tejo. Wisnu kemudian berdecak. Ia memijat pangkal hidungnya. "Udah pasti dalamannya pindah ke sini. Tapi pertanyaannya gimana bisa? Tidak ada yang pindahin tapi mendadak pindah begitu aja." Wisnu menghela napas gusar. Nyatanya, bukan hanya dia sendiri saja yang merasakan kejanggalan tersebut. Melainkan seluruh penghuni indekos pun sama. Tidak ada yang bisa menjelaskan dengan akal sehat dalaman itu berpindah ke lain tempat secara tiba-tiba. "Lihat deh merek sama warnanya, sama persis yang Wisnu temuin di kamar Ibu kemar
"Le-lepasin aku!" Rengganis meronta berusaha melepaskan diri dari kungkungan seseorang yang menyergapnya. Sekeras apa pun ia berjerit, mulutnya tak mampu berbuat banyak akibat tangan orang tersebut. Ia memejam mata kuat, dapat Rengganis rasakan embusan napas mengenai pipinya. Napasnya makin tercekat saar mengetahui si pelaku sengaja mendekatkan wajah. "Ssst diam, jangan berisik," bisik orang itu yang dapat Rengganis pastikan adalah suara seorang lelaki. Rengganis tak berkutik, tubuhnya bergetar hebat menahan rasa takut. Sementara si pelaku masih belum juga menjauh dari tubuhnya. "Lihatlah, salah seorang dari rombongan itu mengikutimu dari belakang," bisiknya lagi. Netra Rengganis sesaat membelalak melihat jelas pria tinggi melintas di depannya. Beruntung situasi di tempatnya gelap gulita, tubuh Rengganis ditutupi oleh kegelapan sehingga orang tadi tak dapat menemukannya. "Jika aku tidak menarikmu, entah apa yang akan orang itu perbuat ke kamu." Tubuh Rengganis menegang. Sejenak
Semburat kepanikan sontak terpancar dari balik wajah Rengganis. Tubuhnya gemetar sesaat kembali menutup gorden. Tungkai gadis itu berjalan cepat menuju kamar Joko dan Wisnu. Betapa sialnya, ketika baru melewati ruang tamu, mendadak lampu padam meluluh-lantahkan akses penglihatan Rengganis. "Ya Tuhan!" batinnya berjerit. Ia tak mampu melihat apa pun di sekitarnya. Rengganis mencengkram kantung belanjaannya kuat-kuat. Bulu kuduknya meremang ketika merasakan suasana di sekelilingnya berubah mencekam. Napas Rengganis tercekat, netranya berkeliaran menatap kanan-kiri penuh waspada. "Bu? Joko? Wisnu?" soraknya memberanikan diri. Namun setelah teriakan itu dilontarkan, nyatanya tak ada salah satu dari mereka yang menyahut. Rengganis makin dibuat mati kutu di tempat. Dengan ragu ia melangkah, mengira-ngira di mana letak kamar penghuni kamar lainnya. Sementara leher Rengganis diserang udara dingin mendadak, membuatnya makin tak bisa berkata-kata. "Joko? Wisnu? Bisa denger suaraku ndak?
"Rengganis? Rengganis kamu kenapa, Nduk?" Dengan wajah panik, Bu Tejo membawa tubuh gadis itu ke dalam dekapannya. Rengganis menangis sejadi-jadinya. Tangisnya menggema ke dalam seisi ruangan. Sementara Joko, Wisnu serta Mbak Trisna hanya membisu dengan wajah penuh tanda tanya besar. "Kamu kenapa, Nduk? Kami semua kaget dari luar dengar kamu berteriak," tanya Bu Tejo mengernyit heran sesaat tangis Rengganis mulai mereda. Bukannya menjawab, ia malah menoleh kanan-kiri seolah sedang mencari sesuatu. "Bu? Tadi ada orang lain di dalam kos, Bu! Aku liat dengan mata kepalaku sendiri," bebernya menyeka sisa buliran air matanya kasar. "Serius, Nduk?" sahut Bu Tejo dengan mata melebar. Wajah wanita itu berubah tegang, begitupun dengan ketiga penghuni lainnya yang saling menatap dengan raut kaget. "Orangnya ke mana, Nis? Kamu sempat liat dia kabur ke mana?" tanya Joko kemudian. Rengganis menggeleng kuat. Bahkan tangannya masih gemetar bersama ponsel di genggamannya. "Ndak, pas lampu ny