“Ada yang ingin Nara tanyakan?”Dinara menautkan alisnya. Apa yang harus ditanyakannya? Menanyakan mengapa Aris tahu jika ia melihat semua kejadian tadi melalui layar di ruangan Aris? Rasanya itu pertanyaan yang sangat receh. Atau menanyakan mengapa Aris dengan sengaja meninggalkannya di ruangan lalu bertemu Alea di rooftop? Sepertinya ia tak memiliki hak karena Alea adalah kekasih dari pria ini.Atau ... sebaiknya menanyakan kenapa Aris memeluk Alea padahal sebelumnya Aris mengatakan akan menyisihkan urusan Alea sementara? Tapi itu akan terlihat seperti ia sedang cemburu, padahal Aris sudah menjawab dengan terang-terangan bahwa ia masih berharap Alea menunggunya setelah urusan perjodohan di antara mereka selesai.Dinara menghela napas kasar.“Om Aris sering ketemu Alea di rooftop?”Sungguh itu adalah pertanyaan yang terlihat bodoh, karena sejujurnya Dinara merasa tak suka dengan apa yang disaksikannya tadi. Apakah ini yang dinamakan cemburu? Tapi untuk apa ia mencemburui Aris yang ia
“Itulah Alea. Dia bisa saja ngerasa patah seperti yang tadi Nara bilang, tapi dia bisa menyembunyikan itu, dia bisa menata hati dan menyesuaikan keadaan.”Dinara membayangkan wajah cantik Alea yang memang tak menampakkan gelagat apa pun tadi, ia dan Aris bahkan dengan santai membahas pekerjaan padahal Dinara tahu bahwa keduanya baru saja saling memeluk sebelumnya.“Terus tadi kenapa Nara tiba-tiba keluar dari kamar Om dan mau pulang sendiri?” Aris bertanya.“Itu ... nggg ... itu karena ... Nara pikir Om Aris masih akan lama dan Nara mau segera ke mall.”Aris tertawa, tangannya kembali menyentuh pipi Dinara yang entah sudah kesekian kali diusapnya, jemarinya berhenti sejenak di lesung pipi Dinara. “Itu namanya cemburu, Nara,” gumamnya.Dinara menepis tangan Aris dari pipi. “Ih! Nggak! Ngapain juga Nara cemburu.”“Ya udah terserah Nara. Yang tadi itu cemburu atau bukan, nanti lambat laun Nara akan mengerti dengan sendirinya. Tapi ... Om senang Nara sudah mulai banyak bertanya, itu artin
Pertanyaan; Oma kenapa? Oma baik-baik saja? Kenapa nggak dibawa ke dokter? Menjadi rentetan pertanyaan dari Dinara ketika keduanya kembali ke istana Oma Lili.Aris hanya memperhatikan Dinara dengan kecemasan yang sangat kentara di wajahnya. Entah di titik mana penilaiannya terhadap gadis ini sudah mulai berubah. Jika dulu pertemuan Oma Lili hanya akan menimbulkan perdebatan, kini Aris melihat hal yang sebaliknya, di setiap pertemuan Dinara dan Oma Lili selalu pelukan seperti ini. Hingga akhirnya pria itu menyadari bahwa dia lah penyebab perdebatan dan pertengkaran Dinara dengan Oma Lili selama ini. Lebih tepatnya perjodohan yang digagas Oma Lili adalah penyebab keduanya bertahan dengan sifat keras kepalanya masing-masing.Lalu ketika Dinara mulai memperlihatkan perhatiannya seperti ini, Aris pun menyadari bahwa gadis itu kemungkinan sudah mulai menerima kenyataan, atau setidaknya menerima bahwa perjodohan dan pernikahan ini sudah terjadi.Apakah itu artinya Dinara pun mulai menerima k
“Karena Nara, Ma. Aris mulai merasa perlu masuk lebih jauh lagi ke dalam hidup Nara. Banyak hal yang masih harus Aris pelajari tentang Nara, Ma.”Kelopak mata keriput Oma Lili menyipit.“Mungkin Aris memang belum bisa mewujudkan keinginan Mama untuk benar-benar menikahi Nara, tapi Aris akan mewujudkan keinginan Mama dan Abang untuk ngejaga Nara. Aris mutusin Alea karena Aris masih ingin mendampingi Nara, Ma.”“Mendampingi Nara sampai?”“Sampai Nara menyuruh Aris pergi, sampai Nara sanggup memikul tanggung jawab Tulip, sampai Nara menemukan lelaki yang diinginkannya.”Oma Lili dan Aris sama-sama menghela napas berat.“Karena bukan Aris yang Nara inginkan, Ma. Aris sudah berkali-kali menanyakan itu ke Nara, dan jawaban Nara tetap sama. Aris adalah pengganti Bang Aldo bagi Nara, hanya seperti itu.”“Kalau begitu, sampai Nara meminta pergi, sampai kalian melepaskan diri dari pernikahan yang Aris dan Nara anggap jebakan ini, anggap saja Mama belum tau semuanya, Bersikaplah sebagaimana suam
“Seluruhku. Alea ada di seluruhku, Nara.” Kalimat yang diucapkan Aris itu sungguh membuat tubuh Dinara gemetar.Itu terdengar seperti sebuah tantangan baginya, apalagi Aris kini menyunggingkan senyum miring di hadapannya. Kemeja kerja yang tadi digunakan pria itu sudah dilempar Aris begitu saja ke sembarang arah. Dan Dinara harus menahan merasakan kesulitan untuk bernapas ketika di hadapannya kini terpampang tubuh Aris dengan bentuk yang begitu menantang.Ingin berlari saja, itu yang ada di dalam pikiran Dinara kini. Ada alarm di kepalanya yang memperingatkan situasi berbahaya ini. Akan tetapi ada sisi hatinya yang penasaran ingin tahu lebih banyak lagi, terlebih senyuman Aris seolah sedang mengejeknya. Ia tahu pria yang dipanggilnya Om Aris ini masih selalu menganggapnya anak kecil, panggilan ‘bocah’ dan ‘good girl’ yang selalu disebut Aris untuknya menandakan bahwa pria di hadapannya ini masih menganggapnya seperti itu.‘Alea ada di seluruhku.’Dan cara Aris menggambarkan bagaimana
“Jangan lupa napas!” Sebuah kalimat dari Aris yang membuat Dinara kembali mengutuki dirinya sendiri. Rasanya ia harus berkali-kali menahan malu ketika merasa Aris dengan sengaja mengejeknya.Gadis itu memunggungi pria yang sepertinya sedang dalam mode isengnya. Di belakangnya, Dinara bisa mendengar Aris bersiul seperti sedang bahagia. Mungkin saja pria itu bahagia karena telah mempermainkannya. Bukan kah itu kesan yang didapatkannya setelah beberapa bulan hidup bersama sebagai suami istri? Dibalik kedewasaan Aris yang selalu melindunginya, Dinara bisa membaca sifat iseng pria itu yang selalu senang melihatnya salah tingkah.“Om mesum!” gumamnya ketika masih mendengar suara siulan Aris yang sepertinya sengaja dibuatnya lucu di balik punggungnya.“Heh! Om dengar itu!”Dan Dinara kembali harus menepuk keningnya sendiri. Berada di sekitar Aris selalu saja membuatnya tak terkendali.“Kamu yang mesum. Pake alesan mau ngehapus jejak Alea segala, kalo pengen meluk Om itu bilang aja terus tera
“Yang ini bukan untuk pura-pura.” Aris mengulangi ucapannya, tangannya bahkan bergerak menyibak rambut Dinara yang sudah terurai. “Yang ini dari hati,” ucapnya lagi.Dinara mengangguk, mengiyakan apa yang baru saja didengarnya dari Aris. Gadis itu pun tak terima jika jejak di lehernya ini dianggap Oma adalah bagian dari sandiwaranya. Karena seharusnya tadi dia bisa saja pergi dan menghindari permainan Aris, tetapi ia lebih memilih tetap berada di sana dan menikmati permainan pria itu padanya. Dinara mengangguk lalu mencari tatapan teduh di mata Aris yang belakangan ini sangat disukainya.Sayangnya, tatapan mata Dinara justru membuat Aris seolah kehilangan kendali, karena pria itu justru menarik kursi Dinara dan ....Cup! Sebuah kecupan lembut dilabuhkannya di mata gadis itu.Suara dokter Oki yang terbatuk-batuk membuat Aris melepaskan tatapannya dari Dinara, lalu mendorong dan merapikan kembali posisi kursi Dinara.“Maaf,” katanya ketika menyadari bahwa mereka sedang di meja makan.“I
“Bagaimana kalo aku jatuh cinta padamu, Nara?”Selain pemilihan kata ‘aku’ yang selalu terdengar asing di telinga Dinara, kalimat itu menjadi kalimat berulang yang didengarnya malam ini dari Aris. Dinara tahu, malam ini Aris sama sekali tak bisa tidur, pertanyaan berulang dan gerakan gelisah Aris di balik punggungnya menandakan itu.Sementara Dinara pun sama, berada dalam satu kamar bahkan ranjang yang sama setelah tak terhitung lagi sentuhan, pelukan hingga ciuman yang terjadi di antara keduanya kini perlahan-lahan membawa atmosfir berbeda bagi Dinara. Dia tak bisa lagi memandang pria di balik punggungnya ini sebagai Om atau hanya sekadar lelaki yang terjebak pernikahan palsu dengannya, seperti yang digaungkan keduanya di awal hubungan ini.Entah di titik mana di dalam kebersamaan mereka, semua tiba-tiba saja berubah. Diawali dengan ciuman pertama yang dicuri Aris darinya, lalu beberapa kali Aris memanfaatkan momen kebersamaan mereka lalu membuat jiwa polos Dinara mulai beradaptasi d
“Mana ada dokter yang begitu, Om.”“Huhh! Tapi empat puluh hari itu lama, Naraaa! Gimana nasib Om coba?”Dinara mencibir. “Dih! Biasanya juga banyak ide banyak cara banyak ....” Kalimat Dinara tak selesai, karena pria yang sedang digodanya itu kini menarik tangannya dengan sedikit paksaan.“Ikut Om!”“Ke mana?”“Kamar mandi.”“Hah?!”“Tanggung jawab, Nara! Kamu bikin Om jadi kepikiran banyak ide banyak cara.”“Ck!”“Nara ....” Aris kembali memanggil.“Hmm.”“Kalo kata Mama mata cokelat ini dari ibu kandung Om, sekarang Nara tau kan dari mana nakal dan liarnya Om?”Dinara menautkan alis.“Kayaknya itu warisan dari laki-laki nakal dan liar yang sudah membuat Om terlahir ke dunia.”Ada nada getir dari suara Aris, dan Dinara yang memilih untuk segera menetralkan suasana.“Tapi ... kayaknya Nara harus berterima kasih ke orang itu, Om.” Dinara menghampiri lebih dekat. “Karena Nara suka Om Aris yang nakal dan liar seperti ini,” bisiknya lagi.Aris menggigit bibirnya, kegetiran itu sudah berl
Sambil mengenggam selembar foto di tangan kirinya, Aris menggenggam surat itu dengan tangan kanannya lalu mulai membaca.-Aris anakku, wanita cantik di foto ini adalah ibu kandungmu, Nak. Namanya Cecilia, jangan tanyakan mengapa Mama bisa menemukan identitasnya, Papamu melakukan semua itu ketika menyadari betapa Mama menyayangi Aris seperti Mama menyayangi Aldo. Sekarang Aris tahu kan dari mata bola mata cokelat Aris? Ya, itu dari garis keturunan ibumu, Nak.Jika Aris membaca surat ini, itu artinya Mama sudah tak ada lagi di dunia. Mama sengaja hanya memberikan selembar foto ini untuk Aris, tanpa menyertakan keterangan apa pun tentang Cecilia, karena Mama dan ibumu sudah saling berjanji saat kami bertemu.Cecilia meminta agar kamu tak mencarinya, Nak. Bukan karena dia tak menyayangi Aris, tetapi karena ia tahu bahwa Aris sudah menemukan keluarga yang jauh lebih berarti dari pada hanya sekadar ikatan darah. Ibumu sudah memiliki keluarga dan bahagia dengan keluarga barunya, sedan
“Ulangi sekali lagi, Dok.”“Ini alatnya mungkin rusak.”“Coba di bagian yang ini, Dok.”Hanya suara perintah Aris yang terus menerus terdengar di ruang USG sebuah rumah sakit internasional dengan tenaga dokter kelas atas. Dokter wanita yang memeriksa Dinara bahkan harus sesekali menyeka peluhnya ketika mendapati tatapan mematikan Aris.“Ini sudah dicoba berkali-kali, dan kondisi bayinya memang sedang memeluk lutut.” Dokter dengan name tag Rindy itu kembali menjelaskan sambil mengusap kening.Permintaan kliennya kali ini cukup membuatnya repot. Hasil USG harus memperlihatkan jenis kelamin sang bayi, sementara posisi bayi yang terlihat di layar tak menampakkan jenis kelaminnya.“Nggak baik buat Ibunya kalo terlalu lama bersentuhan dengan alat-alat ini.” Sang dokter masih berusaha mengingatkan klien VVIP yang sangat sulit untuk dikendalikan itu.“Tapi aku mau tau jenis kelamin anakku, Dokter Rindyyy!” Aris mendelik menatap papan nama wanita berjubah putih itu.Sayangnya, tatapan tajam Ar
Rambut Aris yang masih basah namun sudah tersusun rapi sedikit mengganggu Dinara. Jika saja tak sedang mengibarkan bendera perang, ia tentu sudah akan mengacak-acak kembali rambut pria itu.“Masih marah?” Tanpa sungkan Aris duduk di sofa di samping Dinara. “Padahal omelet buatanku sudah dihabisin.” Aris masih menggumam menatap piring kosong di atas meja.“Omeletnya nggak enak.”“Oiya? Nggak enak aja ludes gitu.” Aris terkekeh.“Ck! Nanti Nara bayar omeletnya!”Aris terkekeh, menempelkan punggungnya di sofa tanpa melepaskan pandangan matanya dari Dinara.“Seksi ...,” gumamnya. “Om rasanya pengen gigit kamu, Nara. Udah belum merajuknya?”Merasa kemarahannya sama sekali tak berarti bagi Aris, Dinara menoleh dengan tatapan tajam.“Keluar dari kamar Nara, Om. Nara mual cium parfum Om Aris.”Akan tetapi, Aris justru semakin tertawa lebar. “Jangan memutarbalikkan fakta Nara sayang. Bukannya tiap malam Nara tidur meluk kaos Om?”Blush! Pipi Dinara merona merah. Beberapa malam ini ia memang ti
“Maaf ...,” ucap Pras sesaat setelah melepaskan bibirnya dari Alea. Gadis itu hanya menatap pasrah. Dari sekian banyak interaksinya dengan Pras, ini adalah untuk pertama kalinya Pras melakukan hal seekstrem ini padanya.Dada Aris bergerak naik turun sepeninggal Pras dan Alea. Ciuman sepasang kekasih itu ternyata mempengaruhinya dengan begitu kuat. Ia masih bisa melihat Alea meliriknya sekilas tadi. Dulu ciuman seperti itu sudah menjadi kebiasaannya dengan Alea setiap hari, maka Aris dengan jelas-jelas merindukan itu. Pria itu menyugar kasar rambutnya. Hanya Dinara yang bisa membuat gejolak di dadanya ini berhenti, tapi bagaimana ia bisa membujuk wanita hamil yang masih marah padanya itu?***Oma Lili kini sudah berada di rumah. Kondisi Dinara yang tengah hamil tak memungkinkan wanita itu setiap hari bolak balik ke rumah sakit, maka Aris memutuskan Oma Lili-lah yang kembali ke rumah dengan semua peralatan medis yang masih melekat di tubuh wanita renta itu. Sejak Oma Lili kembali ke rum
“Ini perbuatan salah satu penggilamu.”Aris menyipitkan mata memperhatikan beberapa berkas yang disodorkan Alea di atas meja kerjanya.“Dokter Oki?” gumam Aris.“Ya. Dia yang mengirim foto-foto itu ke Nara. Belakangan ini dokter Oki mengirim orang untuk mengikutimu, lalu membidik momen-momen seperti yang ada di foto yang dilhat Nara.”Aris menghela napas berat. Ia bukan tak mencurigai dokter kepercayaan ibu angkatnya itu, tetapi kedekatan dan jasa dokter Oki pada keluarga Oma Lili selama ini juga tak bisa diabaikannya begitu saja.“Oke, makasih atas kerja kerasmu, Alea.” Aris mengangguk pada gadis cantik di depannya. “Ehhh! Tapi tunggu! Bukannya aku nyuruh Pras untuk menyelidiki ini? Kenapa kamu yang melaporkan?” Mata Aris beralih menatap sosok pria yang lebih memilih berdiri mengambil jarak beberapa meter dari meja kerjanya.“Kamu udah ngasih beban pekerjaan terlalu banyak ke Pras, Mas. Dia nggak bisa memiliki kehidupannya sendiri dengan tanggung jawab yang Mas Aris bebankan, padahal
Terbangun dengan Aris di sampingnya, Dinara tersenyum mendapati pria yang semalaman mengingkari janjinya untuk tak membuatnya kelelahan itu masih tertidur lelap. Jemari Dinara bergerak, mengelus pelan rahang Aris yang terasa kasar oleh rambut rambut halus yang tumbuh di sana.“Morning, Wife.” Aris menggeliat, mengubah posisi tidurnya lalu kembali melingkarkan lengannya memeluk Dinara.“Nara lapar, Om. Pengen makan omelet.”Mata Aris membuka malas. “Om masih ngantuk, Nara. Kamu sih semalaman udah bikin Om kelelahan.”Dinara meraih bantal, lalu memukul kepala Aris dengan kesal. “Om tuh yang keterlaluan!”Aris tertawa. “Ntar malam lagi, ya.” Tangannya mengelus perut Dinara. “Senang ditengokin Daddy kan, Nak?” Bujukin Mommy ya biar diizinin sering sering nengokin kamu.”“Nggak! Nara mau konsultasi ke dokter kandungan dulu, Om.”“Ya udah, nanti
“Ris.” Dinara sudah keluar dari ruang VVIP di mana Oma Lili dirawat ketika Aris masih di dalam. Beberapa menit yang lalu, Dinara mengeluh mual dan kesemutan di sana sehingga Aris memutuskan untuk membawa wanita hamil itu untuk pulang.Aris menaikkan alisnya, menunggu dokter Oki kembali bicara.“Kamu yakin mau bawa Oma pulang?”“Ya. Aku dan Nara nggak bisa selalu berada di sini. Kondisi Nara juga lagi hamil dan kamu liat sendiri dia masih sering mual seperti tadi. Akan lebih baik jika Oma di rumah saja, Nara bisa punya waktu lebih banyak bersama Oma.”Dokter Oki mengangguk angguk. “Aku akan mengurusnya.”“Oke, makasih.” Aris menepuk pundak dokter Oki, tetapi baru saja hendak melepas tangannya dari pundak dokter Oki, Aris menghentikan langkah ketika wanita itu menahan punggung tangannya di sana.“Oma Lili mungkin tak akan bertahan lama lagi, Ris. Organ organ vitalnya sudah sanga
Menghadapi sosok renta yang ternyata masih terbaring seperti sebelumnya di atas ranjang rumah sakit, Aris terlihat kesal menatap dokter Oki.“Aku nggak bohong, tadi Oma merespon.” Dokter Oki yang seolah tahu kekesalan Aris, menjelaskan tanpa ditanya.“Dokter gadungan.” Meski hanya menggumam, tetapi suara Aris bisa terdengar jelas oleh dokter Oki dan Dinara.Bugh!Aris hanya meringis ketika dokter Oki meninju lengannya. “Jangan bicara sembarangan! Kurasa kamu tahu mengapa Oma Lili bertahun-tahun menggajiku sebagai dokter pribadinya. Karena beliau tak pernah salah menilai orang, kecuali ....”Aris menggerakkan alisnya naik, menoleh pada dokter Oki yang bicara padanya dengan suara yang sangat pelan.“Kecuali salah menilai anak angkatnya.” Dokter Oki lanjut bicara.Dokter Oki memang sudah bertahun-tahun menjadi dokter keluarga Oma Lili. Wanita yang usianya hanya terpaut beberapa tahun di baw