TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKU
Part 4 (Ide Silvi)Mulai cerah. Duniaku terasa bersinar karena mendapatkan pekerjaan. Posisi asisten pak Ridwan. Akan kutunjukkan kalau aku karyawan teladan, biar kak Angga tahu, aku bisa maju setelah diceraikan.
"Din, ikut acara alumi kampus yuk?"
"Hah? Nggak mau, pasti si Anggi datang, aku nggak mau melihatnya," tolakku. Acara alumi tidak membuatku semangat. Aku butuh waktu untuk menata hati setelah dicerai.
"Ayo lah, lagian nggak ada yang melarangmu kumpul ma teman. Dari pada Bt di rumah terus." Silvi masih kukuh agar aku ikut.
"Malas."
"Ada kak Yuda juga loh," goda Silvi menaik turunkan alisnya.
"Masak iya?" Mataku langsung membulat.
"Tuh 'kan kepo ...." Silvi menggodaku lagi. Malu, tapi aku penasaran gimana kabarnya.
"Ih, apaan sih. Itu hanya masa lalu, gara-gara itu aku dicerai," polesku.
Sebenarnya aku sangat penasaran gimana kabar kak Yuda. Semenjak ia pergi tanpa kabar, aku menerima pinangan kak Angga. Penantian satu setengah tahun, aku tak mau menunggu lelaki yang pergi tanpa kabar, walaupun tak ada kata putus.
"Tuh, 'kan melamun, aku tau kamu masih ada hati ma Kak Yuda."
"Siapa bilang? Aku hanya terpuruk masalah perceraianku," polesku lagi. Sebenarnya Silvi benar, aku masih ada rasa dengan mantanku itu. Tapi hanya sedikit. Andaikan ia memberi kabar, mungkin aku akan tetap setia dulunya.
"Sudah ah, aku pulang dulu. Sampai jumpa besok Silvi ..., ngomong-ngomong, Bos kita ganteng juga, he he he," sambungku sok centil. Namanya menyembunyikan kesedihan. Malu dong terlihat terpuruk.
Aku ke luar kantor. Rasanya tak sabaran ingin segera bekerja lagi. Setelah pulang kerja, aku akan ke salon merawat diri. Status janda bahagia harus kusematkan. Tidak ada kata menangis meratapi satu lelaki. Meskipun sebenarnya mantan sungguh menyiksa ....
***
"Pagi, Pak. Ini berkas rancangan untuk pembukaan cabang baru." Kuletakkan map file di meja pak Ridwan. Lalu duduk di kursi depan mejanya.
"Mm ada rancangan anggaran biayanya?" tanya pak Ridwan sambil melihatku sekilas. Oh Rio Dewanto ..., kamu bikin jantungku ingin ke luar. Gantengnya.
Mendadak aku teringat film I Leave My Heart in Lebanon. Saat menontonnya, tisu sekotak habis menghapus air mataku. Kak Murni bilang aku wanita cengeng dan gampang luluh, itu lah kenapa penolakan tiga kali akhirnya kuterima kak Angga.
"Mau menatapku aja?"
Oh Tuhan, ternyata ia tahu kutatap. Aiiish! Bikin malu saja. Dinda ..., kenapa bengong.
"Oh, ma-maaf, Pak. Mmm." Waduh, tadi pak Ridwan tanya apa ya?
Aku terdiam sejenak berpikir.
"Aku tanya ..., RAB-nya ada nggak?" tanya pak Ridwan menatapku agak lama. Mata kami beradu pandang.
'Dinda, kenapa kamu terlihat bodoh, ini semua karena aktor Rio Dewanto.' bathinku tapi bibir terpaksa senyum.
"Oh RAB? Ada Pak. Semuanya lengkap," jawabku menunjuk map file.
Bos bikin salah fokus. Mendadak aku lupa dengan statusku yang pernah berumah tangga. Walaupun hanya sebulan, menyedihkan ....
Pak Ridwan memeriksa map file yang kuberikan. Aku duduk terus menatap wajahnya. Ganteng dan kaya. Andaikan ..., ops! Hayalanku terlalu tinggi. Tidak mungkin juga pak Ridwan melirikku. Ia bos besar dan mungkin sudah punya istri yang jauh lebih cantik.
'Sadar Dinda,' ucapku di hati.
"Oke, nanti kita bicarakan lagi, sekarang ikut aku rapat," ucap pak Ridwan sambil menutup map file, lalu menempelkan punggungnya ke sandaran kursi.
"Baik, Pak," jawabku lalu ke luar dari ruangan pak Ridwan. Sebelum menutup pintu dari luar, sekilas kulihat pak Ridwan masih menatapku. Oh Rio Dewanto ....
Hampir saja. Malu juga sih, aku ketahuan menatap wajah gantengnya.
"Hey! Kok bengong?" Silvi menyapaku.
Aku duduk di kursi kerjaku. Lalu kukeluarkan bedak dan memperbaiki dandan. Ini hari pertama aku kerja dan harus ikut rapat di luar. Aku tidak boleh terlihat jelek bertemu rekan bisnis pak Ridwan.
"Hey, ke mana?" Silvi melemparku dengan gulungan kertas. Posisi mejaku berhadapan dengan meja Silvi.
"Iih, kayak anak sekolah aja main lempar kertas." Lalu kumasukkan kotak bedakku ke tas.
"Aku nanya malah dandan," ucap Silvi sewot.
"Mau ikut rapat," jawabku.
"Ke mana?"
"Nggak tau."
"Kok nggak tau?"
"Karna aku nggak nanya."
"Ya tanya dong."
"Nggak enak, hari pertama kerja penyusaian dulu."
Silvi bangkit dari duduknya, lalu mendekati mejaku.
"Din, Pak Ridwan masih lajang loh."
Kami saling bertatapan sesaat. Mataku membulat.
Pak Ridwan masih lajang? Berita bagus, berarti aku punya kesempatan. Aiiish! Jangan menghayal tinggi Din. Aku berusaha mesugesti diri.
"Trus kalau lajang kenapa?" Aku pura-pura cuek. Padahal mengharap.
"Bego dipelihara. Ya pikat dong."
"Ih kamu, dia tu Bos besar, aku bukan levelnya. Mana mungkin ia tertatik padaku. Lagian aku baru aja menjanda, surat cerai aja belum dapat."
"Itu dia yang kumaksud. Kalau kamu janda bebas dong cari pengganti. Kamu cantik, pintar, meskipun nggak pintar cari suami. Pikat pak Ridwan, ntar si Angga bisa di bawahmu, toh ia juga kerja di perusahaan Pak Ridwan."
Oh Tuhan, kok aku tidak kepikiran begitu? Silvi benar juga, aku masih muda dan sangat sadar masih cantik.
"Ntar kalau berhasil, jangan lupa naikin gajiku ya, he he he."
"Ish! Kamu. Belum juga bertindak udah mengajukan permintaan." Kupukul pelan pundak Silvi. "Kenapa nggak kamu aja?"
"Kalau aku punya wajah cantik dan tubuh seramping kamu, mungkin sudah kupikat dari kemaren."
"Aku pikir dulu ya," jawabku sok jual mahal. Padahal aku sangat mengharap.
Ide Silvi top markotop. Memikat bos besar. Ganteng, kaya dan lajang. Jika aku berhasil, kak Angga pasti gigit jari. Level pak Ridwan jauh di atasnya. Andaikan ini berhasil.
Brrsambung ....
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 5 (Bertemu)Aku duduk di bangku belakang samping pak Ridwan. Mobil melaju dan entah ke mana. Katanya rapat, aku tak berani bertanya, harus jaga image agar terlihat seperti wanita berkelas dan tidak murahan. Karena kebanyakan orang melihat janda diidentik dengan pandangan buruk.Tidak ada sepatah kata pun. Pak Ridwan sibuk dengan ponselnya, kadang menerima telepon dan kadang kulihat seperti membalas pesan. Hanya satu yang menonjol semobil bersamanya, wangi parfumnya. Enak dicium.Andaikan aku belum pernah menikah. Status gadis mungkin lebih membuatku percaya diri mendekatinya. Meskipun Silvi bilang aku masih cantik, tetap saja statusku pernah menikah."Nanti saat rapat, catat semua poin penting. Aku ingin setelah itu kamu periksa laporan keuangan di Pt. Abadi." Pak Ridwan bicara sambil melihat ponsel. Uh! Kok dia tak melirikku? Padahal aku masih cantik kok."Baik, Pak," jawabku.Pt. Abadi? Itu 'kan tempat kak Angga kerja. Atau jangan-jangan kali i
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 6 "Aku sudah diceraikan, statusku janda, Pak Angga," jawabku lantang kepada mantan suamiku."Dinda."Tiba-tiba pak Ridwan muncul dari pintu memanggilku. Kami langsung terdiam melihat ke pintu. Pak Ridwan berdiri melihat kami."Iya, Pak," jawabku pelan. Rasanya tidak enak. Aku takut karirku anjlok karena mencampur adukkan urusan kerjaan dengan urusan pribadi. Mudah-mudahan aku tidak dipecat, baru juga kerja.Pak Ridwam melangkah masuk. Kini posisinya tepat di sampingku melihat ke kak Angga."Pak Angga, tolong kirimkan semua bukti pengeluaran perusahaan ke kantor PT. Cahaya, Dinda bertugas memeriksanya.""I-iya, Pak, nanti saya kirimkan," jawab kak Angga gugup. Lalu sepintas menatapku."Oke, ayo Dinda, kita balik," ajak pak Ridwan, lalu melangkah ke pintu. Aku mengiringinya di belakang. Saat kututup pintu dari luar, kulihat kak Angga masih menatapku.***Di mobil. Tak ada sepatah kata pun yang diucapkan pak Ridwan. Apakah ia tahu atau tidak urusan
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 7Pov AnggaKukira Dinda minta rujuk dan ia akan jadi istriku lagi. Tapi aku salah, ia justru minta surat cerai secepatnya. Usahaku sia-sia. Akan kubuat ia mengemis minta rujuk. Ibarat pepatah, tak satu jalan ke Roma.Mungkinkah hati ini sulit berpaling dari mantan istriku? Jika kuingat dulu, sangat sulit menaklukkan Dinda, tolakan tiga kali, bahkan aku menyaksikannya jalan dengan sahabat kak Anggi. Setelah kumiliki, aku melepaskannya. Aku cemburu, aku kesal, fotonya bersama Yuda tiba-tiba ada di ponselku, kak Anggi bilang, mereka juga sering bertemu. Apakah aku tak berarti baginya hingga berani main selingkuh?"Kenapa diam Kak? Apakah permintaanku sangat sulit dipenuhi?"Sok. Santai sekali minta surat cerai. Dikiranya ia wanita satu-satunya tercantik di dunia ini? Aku juga bisa mendapatkan wanita yang lebih darinya. Buktinya, Debi yang masih gadis bisa kudekati hanya dalam waktu semalam."Oke, justru dengan senang hati kuberikan. Berhubung pekerj
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 8 (diserang mantan dan kakaknya)"Ada apa Din? Tadi sepertinya suara Angga." Kak Murni muncul dari pintu kamar."Nggak ada Kak, aku mau tidur dulu," jawabku berlalu. Capek bicarakan mantan, lagian tidak penting dibahas, hanya akan bertambah sakit."Oh ya Kak, itu ada bakso dari Kak Gara, besok kalau Kak Gara berkunjung, bilang aku tak di rumah," sambungku, lalu menutup pintu kamar."Iya, lagian tadi Mia yang bilang kamu ada di kamar," jawab kak Murni terdengar hingga kamar.Kak Gara menambah masalah saja. Sepertinya aku harus berkata tegas. Statusku janda, aku tak mau gara-gara aku rumah tangganya hancur. Lagian aku tak punya hati ke dia. Sebenarnya gampang membalas Anggi. Aku bisa gunakan kak Gara, tapi aku masih punya rasa kasihan, ada bayi dalam perut Anggi. Aku juga menghargai ibu mantan mertuaku. Hanya itu.Ponselku berdering, ada WA dari kak Angga. Segera kubaca.[Kamu kira dengan mengusirku merasa menang?]Pesan itu hanya kubaca tanpa kuba
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 9 (trik pertama menarik perhatian bos)"Kok mayun aja, Din? Kayak di tinggal cowok aja," ucap Silvi sambil membetulkan lipstiknya. Padahal sudah dandan dari rumah, kurang ketebalan mungkin."Emang iya, aku 'kan udah dicerai, hanya satu bulan nikah, uh! Ingin kupenyet tu kepala Angga!" ucapku sambil meremas kertas memikirkan wajah mantan suamiku."Oh tidak! Jangan sampai nggak jadi." Ekspresi Silvi pura-pura terkejut."Iiih, bantuin aku dong, kemaren aku diserang A kuadrat mmmm.""Hah? A kuadrat apaan?" Mata Silvi membulat. Kegiatan memakai lipstik terhenti sesaat."Angga Anggi," jawabku sewot."Oooo si susabu," Mulut Silvi membulat."Hah? Itu apaan?""Suami satu bulan gitu," jawab Silvi. Ternyata dipersingkat."Nggak lucu, udah ah, aku mau ke toilet dulu, ntar kalo Bos cari bilangin ya."Bicara dengan Silvi tidak ada habisnya. Ada saja yang bikin candaan. Padahal hatiku remuk karena insiden kemarin. Aku seperti penjahat yang dikepung dua orang pol
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 10 (reunian)Rasanya jantungku berdebar. Pak Ridwan- bos besar ingin bertanya soal pribadiku? Jangan-jangan ingin mengajak kencan, atau melamarku; mengharap , atau ..., mungkin saja mau menaikan gajiku?"Apa Pak?" tanyaku melihat pak Ridwan.Ia tetap melihat ke depan menyetir. Ekspresi wajahnya tidak berubah, kaku dan tidak memperlihatkan ketertarikan menatapku. Huh! Dugaanku pasti salah."Kamu sudah punya anak?"Ya ileh, jadi hanya menanyakan masalah aku sudah punya anak atau belum? Mendadak anganku buyar tak bersisa."Belum Pak, aku hanya menikah satu bulan saja," jawabku. Mungkin jawaban ini bisa memberitahu statusku. Jika berkenan akan dijadikan istri bos. Mimpi ...."Satu bulan?" Pak Ridwan melihatku sekilas. Tapi tetap saja ekspresinya datar."Mmh." Aku menganggukan kepala. "Emangnya kenapa Pak?" tanyaku balik. Kok bosku kepo."Nggak, jika sudah punya anak, perusahaan akan menanggung biaya pendidikan anak, untuk karyawan terpilih."Oooh, itu
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 11Semua mata melihatku. Ibarat seorang istri selingkuh dan dibenarkan kakak ipar di depan umum. Aku juga seperti penggoda suami kakak ipar. Seburuk itukah penilaian mereka? Tapi kenapa juga tanganku ditarik kak Yuda, trus kenapa mantan suamiku juga menarik tanganku? Uh! Ribet."Seharusnya kamu sadar! Dinda masih berstatus istriku, apa kamu tidak malu memegang tangannya seolah kalian bebas pacaran di belakangku?!" Kak Angga melotot sambil menujuk kak Yuda.Kak Yuda menghela napas besar, lalu berkata, "Jika istrimu selingkuh, trus wanita yang kamu gandeng siapa? Yang selingkuh kamu atau Dinda?" Oh Tuhan, aku tak menyangka kak Yuda membelaku di depan umum. Padahal kami belum saling bicara. Muka kak Angga langsung memerah dan ia terdiam. Tanganku belum dilepas, bahkan pegangannya semakin erat."Sayang, katanya kamu sudah cerai? Kenapa masih mengharap?" Resepsionis kak Angga langsung angkat suara. Terlihat kekecewaan di matanya, dan mungkin juga kesa
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 12 (bos dan mantan suami)Ternyata aku tertidur di mobil. Seperti nyonya, justru pak Ridwan seperti sopirku, he he he. "Mau tidur di mobil?" tanya pak Ridwan dengan nada santai."Ngak mau!" Spontan kujawab cepat. Alis pak Ridwan langsung bertaut menatapku."Ma-maksudku, aku nggak biasa tidur di mobil, Pak," polesku gugup. Aduuuh, kok matanya menatap gitu ..., merasa tidak enak saja.Ops! Lupa. Bukankah aku tertidur di mobil? Malunya aku asal jawab. Dinda ..., jangan terlihat bodoh di depan bos, justru kamu harus lebih elegan dan menjaga harkat martabat sebagai seorang wanita. Lebay ...."Terima kasih, Pak. Mau mampir dulu?""Aku langsung balik aja.""Oke, Pak." Lalu kubuka pintu mobil dan ke luar.Tidak ada kata-kata perpisahan gitu? Seperti film Rio Dewanto. Selamat malam ..., atau semoga mimpi yang indah ..., atau mimpikan aku. Dasar bos, mungkin saja ia tak norm*l. Wanita cantik tertidur di mobilnya, tapi cuek saja.Kulangkahkan kaki ingin mas
Ekstra partPov YudaSebelum Ridwan menjemput Dinda di desa.Kuputuskan bertemu pak Ridwan. Mungkin ia masih marah dengan kejadian semalam. Tak peduli jika ia memukulku lagi. Yang kuinginkan, ia bisa membuat Dinda bahagia. Hanya itu."Pak Yuda mau ke mana?""Bu Bunga, aku ingin bertemu Pak Ridwan." Aku bangkit dari sofa. Semalam aku diajak ke rumahnya. Semua hanya ingin mengobatiku."Tapi Pak Yuda masih sakit, gimana kalau ia memukul lagi dan ....""Jangan khawatir, Bu. Aku bisa hadapi.""Pak Yuda." Tiba-tiba tanganku ditahan."Bu Bunga kenapa?" Air mata itu mengkhawatirkan aku. Astaga, apakah Bunga punya perasasn padaku?Bunga wanita cantik dan baik. Lelaki mana yang bisa menolaknya. Ia juga cerdas sama seperti Dinda. Hanya saja, ia bukan Dinda. Dinda wanita sederhana serta mandiri. Itulah kelebihannya dari Bunga. Tentu yang lebih penting tentang rasa."Bu Bunga, kenapa?" tanyaku lagi. Kenapa aku merasa tak tega melihatnya menangis untuku."Kenapa? Apakah Dinda sepenting itu bagimu?"
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 51 ( TAMAT )Desa ini sangat indah, bangunan rumah mulai banyak. Teringat waktu kecil, setiap liburan pasti ke desa ini. Tapi itu hanya kenangan. Kulihat dekat sungai. Ada sedang pembangunan jembatan. Ramainya para pekerja membuat jalan ini tidak terlihat sepi.Rumah nenek sangat sederhana. Dulu rumah ini masih berdinding papan. Orang tuaku berhasil merehap rumah ini sehingga layak huni dan kokoh. Lantai pun sudah dikeramik. Rumah kecil dengan halaman yang luas. Sekeliling rumah banyak bermacam pohon buah-buhan sebelum menginjakkan kaki di perkebunan teh yang sangat luas.Kubuka pintu rumah. Rumah ini sudah lama tak berpenghuni semenjak nenek meninggal setahun yang lewat. Perabotan rumah dan tempat tidur sudah ditutup kain putih agar debu tak menempel.Kuletakkan tas di kamar. Lalu aku mulai membersihkan rumah ini. Harus sedikit ekstra tenaga karena baru juga sampai. Untung kak Murni sudah persiapkan bahan makanan hingga untuk tiga hari ke depan,
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 50 ( di waktu yang salah )Kak Yuda langsung berdiri saat pak Ridwan mendekati kami. Kuseka air mata agar pak Ridwan tak melihatku menangis. Bodohnya aku menangis jika merasa tak dihargai."Ini belum terlanjur, Dinda," ucapku di hati berusaha mensugesti diri."Dinda dan Pak Yuda, ngapain di sini?" tanya pak Ridwan melihatku, lalu memalingkan muka ke kak Yuda."Mmm ini, Pak Ridwan a ...." Belum sempat kak Yuda melanjutkan jawabannya, terdengar seseorang memanggil. "Ridwan! Ridwan!" Ternyata Gina memangil sambil melangkah mendekat. "Kamu ke mana aja? pesta dansanya akan dimulai, ayok." Gina menarik tangan pak Ridwan. Sangat terlihat ia berusaha mendapatkan kembali mantan suaminya.Dibanding Gina, aku tak ada apa-apanya masalah harta, ia dari keluarga pengusaha sukses, sedangkan aku hanya anak yatim piatu meskipun sudah tamat S1. Cari kerja pun dari usaha sendiri tanpa ada keluarga yang membantu. Melihat kejadian ini, kak Yuda langsung melihatku.
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 49 (kenapa dia yang menghapus air mataku?)Jadi wanita bersama kak Yuda keponakan pak Ismail. Pantas mereka sangat akrab, pak Ismail saja bersikap baik ke kak Yuda. Meskipun hanya sekali melihat, tapi aku bisa merasakan itu. "Aku Bunga." Wanita bernama Bunga itu mengulurkan tangan padaku. "Dinda," ucapku menyambut tangannya. Kami saling melempar senyum. Ada sesuatu yang kurasakan, namun sulit kugambarkan perasaan apa itu. Lalu Bunga juga bersalaman dengan pak Ridwan bentuk mereka berkenalan. Dan setelah itu kami duduk. Aku duduk di samping pak Ridwan dengan kursi yang berhadapan dengan kursi Bunga yang berdampingan dengan kursi kak Yuda."Kita seperti double date, ya," ucap pak Ridwan sambil membentangkan tangan kanannya di sandaran kursiku."Pak Ridwan bisa aja, lagian makan bakso di sini sangat menyenangkan, kebetulan saya suka melihat keramaian sana," tanggapan kak Yuda sambil menunjuk ke arah taman, banyak anak-anak berlari bermain. Wajah m
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 48 ( wanita bersama kak Yuda )Tanganku dilepas. Dari sorot mata pak Ridwan, seolah ia tak percaya dengan ucapanku. Lebih tepatnya terpengaruh dengan ucapan mantan suamiku yang muncul tiba-tiba. "Terserah kalau kamu tidak percaya," ucapku melangkah terus ke tepi jalan. "Tunggu, Din!" ucap pak Ridwan.Aku tak peduli dan terus melangkah."Dinda!" Tiba-tiba kak Angga berlari mendekat. Tanganku ditahan."Lepaskan aku!" Kutarik tangaku agar terlepas. Aku berhasil."Tunggu, Din, aku bukan ingin menyakitimu, sungguh, aku tak ada niat buruk.""Dinda!" Pak Ridwan memanggil sambil melangkah mendekat."Ikut denganku, Ibu ingin bertemu.""Tolong jangan ganggu hidupku, aku mohon." Kusatukan kedua telapak tangan memohon."Kamu mau apa lagi ke sini!" Tiba-tiba pak Ridwan menujuk kak Annga dengan mata melotot."Hey, santai, emang kamu siapa melarangku? Di sini uang dan kekuasaanmu tak berlaku, Dinda belum resmi menjadi Istrimu, jadi aku masih punya hak untuk i
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 47 (sikap dan kepercayaan)Aku terdiam menatap pak Ridwan. Bukan karena merasa bangga ia punya rasa cemburu padaku. Seorang pak Ridwan lelaki yang hampir mendekati sempurna bagiku, tapi ..., kenapa bersikap seperti posesif. Mudah-mudahan aku salah."Kenapa harus memecat Pak Boby, Mas? Yang salah kan aku?" Kutekan nada suara agar pak Ridwan tidak semakin marah."Kenapa sih kamu bela dia?" Pak Ridwan melihatku sekilas."Ini bukan membela tapi ...." Tak kuasa melanjutkan kata-kataku. Kupalingkan mata ke luar jendela kaca mobil lalu menyeka air mata. Tentu aku terkejut dengan suara lantang pak Ridwan.Tiba-tiba mobil dihentikan di tepi jalan yang agak sepi. Pak Ridwan menghela nafas besar. Terdengar nafasnya meskipun aku belum mengalihkan pandangan ke dia."Maafkan aku, tolong jangan menangis, Din." Suara pak Ridwan melunak.Tapi aku tetap memalingkan mata ke luar jendela."Aku hanya cemburu, itu karena aku takut kehilanganmu, apakah aku salah?"Aku t
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 46 (Cemburu)Ada rasa lega setelah meninggalkan kantor pak Ismail. Bukan karena pak Ismailnya, tapi karena kak Yuda yang menyulitkanku berucap. Seandainya aku jujur ke pak Ridwan dengan statusku mantan kak Yuda, apakah ia bisa mengerti?Aku takut ini jadi salah paham karena dari awal kebohongan ini tak sengaja hadir. Dan akhirnya berlanjut hingga beberapa kali pertemuan. Pertemuan kali ini diketahu pak Ismail, tak sengaja, semua serta tak disengaja."Hey, kenapa diam aja? Aku masih di sini loh, Din," ucap pak Ridwan membubarkan lumunanku."Iya, aku tau Mas Bos," jawabku berusaha santai ketahuan memikirkan sesuatu."Mikirin apa?""Nggak ada." Bingung mau jawab apa."Jangan bohong.""Mm siapa yang bohong?" Aku balik tanya."Lagi melamun mikirin apa?" Pak Ridwan tetap menyetir."Nggak ada.""Ya udah kalau nggak mau cerita, kita ke PT abadi dulu ya?""Apa? Harus ya?" tanyaku balik karena enggan ingin ke sana. Tentu aku malas bertemu kak Angga. Semenja
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 45 (diketahui pak Ismail)Pov YudaKenapa rasanya sesak. Depan mata, kulihat wanita yang dicintai bersama lelaki lain. Sampai saat ini ia terus bersemayam di hati, pikiran dan bahkan bayangannya hadir di setiap malam. Dinda, Dinda ....Tatkala hati ini berbisik. Dekap aku dalam tatapan cinta meskipun dirimu sudah memilih yang lain. Tapi bibirmu diam dan bahkan mata itu berpaling. Bodohnya aku masih merasakan tak rela melihat tanganmu digenggamnya. Aku tahu, kamu hanya sebuah kenangan yang selalu mengikutiku. Entah sampai kapan.Dinda ...."Pak Yuda minta pendapat saya?" Reaksi wajah Dinda sedikit tegang. Apakah ia merasa kesulitan menjawab pertanyaanku. Tentu wanita yang dimaksud adalah dia. "Iya, Din, gimana pendapatmu jika kesempatan sedikit itu dimanfaatkan Pak Yuda merebut wanita yang dicintainya." Kali ini pak Ridwan yang ikut menjelaskan."Saya ..., saya juga bingung harus jawab apa. Mungkin Pak Ismail punya pendapat," ucap Dinda melihat ke
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 44 (situasi sulit)Pesan WA kak Yuda hanya kubaca tanpa dibalas. Jika aku terus berkomunikasi, ini menyulitkanku karena pasti ada-ada saja yang membuat kenangan kembali hadir. Aku sudah memutuskan harus setia. Pak Ridwan hampir sempurna di mataku, ya ..., di mataku.***[Sudah siap, Din?]Barusan kubaca pesan WA dari pak Ridwan, ops salah, mas Ridwan.[Siap apa, Mas?]Pesannya rancu hingga maksudnya tak nyambung dengan pikiranku.[Berangkat]Kubalas lagi.[Berangkat kerja?][Bukan, berangkat menemaniku di kantor]Rio Dewanto KW ada-ada saja. Menemani di kantor? Apa ia serius memecatku? Oh tidak.[Kerja?]Tanyaku lagi.[Bukan, menemaniku di kantor][Serius Mas Bos memecatku?] Kusertai dengan emoticon sedih.[Kamu itu calon istri Bos, kok sedih dipecat?][Aku cinta pekerjaanku, Mas Bos][Pekerjaan aja? Sama aku gimana?][Masih pagi, jangan bercanda, Mas Bos][Pagi itu membawa berkah, Sayangku]Kok mas bos terlihat lebay. Tapi aku harus membiasakan d