TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 11Semua mata melihatku. Ibarat seorang istri selingkuh dan dibenarkan kakak ipar di depan umum. Aku juga seperti penggoda suami kakak ipar. Seburuk itukah penilaian mereka? Tapi kenapa juga tanganku ditarik kak Yuda, trus kenapa mantan suamiku juga menarik tanganku? Uh! Ribet."Seharusnya kamu sadar! Dinda masih berstatus istriku, apa kamu tidak malu memegang tangannya seolah kalian bebas pacaran di belakangku?!" Kak Angga melotot sambil menujuk kak Yuda.Kak Yuda menghela napas besar, lalu berkata, "Jika istrimu selingkuh, trus wanita yang kamu gandeng siapa? Yang selingkuh kamu atau Dinda?" Oh Tuhan, aku tak menyangka kak Yuda membelaku di depan umum. Padahal kami belum saling bicara. Muka kak Angga langsung memerah dan ia terdiam. Tanganku belum dilepas, bahkan pegangannya semakin erat."Sayang, katanya kamu sudah cerai? Kenapa masih mengharap?" Resepsionis kak Angga langsung angkat suara. Terlihat kekecewaan di matanya, dan mungkin juga kesa
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 12 (bos dan mantan suami)Ternyata aku tertidur di mobil. Seperti nyonya, justru pak Ridwan seperti sopirku, he he he. "Mau tidur di mobil?" tanya pak Ridwan dengan nada santai."Ngak mau!" Spontan kujawab cepat. Alis pak Ridwan langsung bertaut menatapku."Ma-maksudku, aku nggak biasa tidur di mobil, Pak," polesku gugup. Aduuuh, kok matanya menatap gitu ..., merasa tidak enak saja.Ops! Lupa. Bukankah aku tertidur di mobil? Malunya aku asal jawab. Dinda ..., jangan terlihat bodoh di depan bos, justru kamu harus lebih elegan dan menjaga harkat martabat sebagai seorang wanita. Lebay ...."Terima kasih, Pak. Mau mampir dulu?""Aku langsung balik aja.""Oke, Pak." Lalu kubuka pintu mobil dan ke luar.Tidak ada kata-kata perpisahan gitu? Seperti film Rio Dewanto. Selamat malam ..., atau semoga mimpi yang indah ..., atau mimpikan aku. Dasar bos, mungkin saja ia tak norm*l. Wanita cantik tertidur di mobilnya, tapi cuek saja.Kulangkahkan kaki ingin mas
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 13 (mantan suami vs mantan pacar)"Ibuku sakit dan selalu menanyakanmu, itulah kenapa aku ingin kita rujuk, jangan kamu kira aku akan mengemis setelah kamu selingkuhin." Kak Angga berkata sambil berdiri melipat tangannya di perut. Raut wajah arogan terpancar hingga aku tak mengenal kak Angga yang sekarang. Atau memang begini sifatnya?Mmm, sepertinya aku harus membalas mantan suamiku. Tapi bukan dengan cara emosi. Ia terlihat merendahkanku padahal butuh. Minta rujuk karena ibu atau belum bisa melepaskanku. Oh mantan suami, kenapa kamu bikin ribet."Ooh, jadi karena Ibu?""Iya, jadi gimana? Asal kamu tau ya, aku juga tidak punya waktu mengurus perceraian kita. Dari pada mengurus itu lebih baik kita rujuk demi Ibu, demi Ibu, ya," ucapnya sedikit menekan.Kalau alasan demi ibu, buat apa aku rujuk? Toh yang menjalani rumah tanggaku bukan ibu. Alasan!"Salam buat Ibu," jawabku."Iya, pasti kusampaikan. Kamu tahu, 'kan, karirku sekarang naik, beberapa w
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 14 (mendadak adegan drakor)"Ehem!"Ini deheman ke dua kalinya. Pak Ridwan menatapku berdiri di ambang pintu ruangannya. Mati aku.Loh, Silvi kok seperti sibuk mengetik. Cari muka dia. "I-iya, Pak," ucapku tak berani menatap matanya. Malu, aku sangat malu."Mang Jojo mana? Kenapa kopiku belum diantar?""Oh, maaf Pak, aku lupa, Mang Jojo ijin sakit," sahut Silvi."Biar kubuatkan kopinya, Pak," jawabku. Ini semata-mata mencoba menghilangkan malu. "Oh, ya udah," jawab pak Ridwan lalu masuk dan menutup pintu ruangannya.Kuhela nafas besar. Rasanya ingin menyembunyikan kepalaku di bawah meja tadinya. Dan Silvi tersenyum lebar sambil menaik turunkan alisnya melihatku. "Kenapa?" tanyaku sewot. Aku tahu ia pasti mentertawakanku."Tuh calon suami minta bikinin kopi," ucap Silvi sedikit berbisik. Takut terdengar pak Ridwan kali."Iya iya, kalau ada Pak Ridwan bilang kek, ketahuan kaaan." Mendadak tak berani menghadap bos-ku."Apa salahnya ketahuan, bukan
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 15 (Cinta Lama Bersemi Kembali atau Cinta Baru Kini Hadir)Mendadak selera makanku hilang. Melihat mereka berdua seperti memanas-manasi, seolah aku bakalan cemburu. Kalau tidak ada pak Ridwan, sudah kubantai mereka. Mantan labil buang ke tong sampah saja. Bay bay ...."Sabar Dinda, sabar, jangan emosi karena itu salah satu pemicu sakit jantung," bathinku meski mulut tetap mengunyah."Oh ya, Pak Angga. Nanti aku butuh bantuan untuk menangani proyek besar, aku akan pilih beberapa karyawan yang kuanggap mampu terjun ke proyek ini. Salah satunya Pak Angga dan Dinda," ucap pak Ridwan, lalu menyuap nasi di sendoknya."Baik Pak, justru untuk proyek ini kita harus fokus, jika nanti diminta lembur, aku sangat bersedia," jawab kak Angga."Oke, tidak salah kupilih Pak Angga memimpin cabang," jawab pak Ridwan. Kak Anga tersenyum sambil melirikku.Lagi-lagi masalah proyek pekerjaan menyatukan kami. Meskipun aku berlari jauh agar tidak bertemu dengannya, tetap
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 16 (Keributan tamu tak diundang)Apa aku tidak salah baca? Atau apakah pak Ridwan tidak salah kirim? Tapi namaku jelas tertulis. Tumben nanya aku sudah makan atau belum? Apakah ini mimpi?'Jangan GR dulu, Din, bisa jadi karena tidak enak sering menyuruhmu lembur,' bathinku tidak mau salah duga. Lagian aku juga lelah mencoba menarik perhatian pak Ridwan. Ini bukan diriku yang sebenarnya, ini semacam tantangan saja karena efek diceraikan. Aku merasa tertantang dan ingin membalas mantan suamiku."Dari siapa?" tanya kak Yuda karena aku terpana melihat layar ponsel."Ooh, dari Bos di kantor," jawabku lalu memasukkan ponsel ke dalam tas. Pesan pak Ridwan tidak kubalas."Sibuk?""Lumayan, Kak.""Jadi gimana?"Diam sejenak. Aku tidak bisa memutuskan cepat. Perceraian membuatku harus berpikir lagi tentang membangun rumah tangga. Aku harus memikirkan ini matang-matang. Takut salah pilih suami lagi."Jadi, Kak Yuda belum pernah menikah?" Rasa ingin tahu, se
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 17 (karma Anggi)Pov GaraAnggi keguguran. Ini semua salahku, ini juga karena aku tidak bisa mengendalikan rasa. Terlanjur sudah ...."Tenang, Gara, Anggi pasti baik-baik aja," ucap kak Murni mengerti dengan kegelisahanku."Ya, Kak," jawabku sambil melihat Dinda sekilas. Namun ia tidak menunjukkan perhatian padaku. Aku saja yang terlalu bawa perasaan."Ibu dan Angga sedang perjalan ke sini." ucap kak Murni."Terima kasih, Kak," jawabku. Mereka pasti menyalahkanku.Seandainya rasa hati ini bisa kuhilangkan, aku ingin rasa itu berlari semakin jauh tanpa meninggalkan jejak yang membuatku tertumpu padanya lagi. Berat, ia terlihat dekat tapi tak bisa kudekap, jangankan didekap, disentuh saja sulit. Aku benci rasa ini tak bisa hilang. Aku benci kenapa hanya dia, dia dan dia. Dinda ....Aku hanya bisa memandangnya. Dari dulu hingga sekarang, rasa itu selalu bersemayam di hatiku.Kami menunggu di luar ruangan, di mana Anggi sedang dikuret. Tadi darah sega
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 18 (Gara, Yuda)Selama ini aku diam mendengar mereka mengatakanku mur*han. Tapi ini sudah kesekian kali seakan kata-kata itu sudah melekat di lidah mereka. Bahkan di depan umum tak segannya mereka berucap. Kesabaranku ada batasnya. Jika selama ini aku diam, itu juga karena aku malu."Aku malu, Kak Murni," ucapku."Sekarang lupakan masa lalu, jika ingin mengurus surat cerai, cepat lakukan. Angga bukan lelaki yang baik, ia kasar dan egois."Sebentar saja kak Murni bisa menilai. Kak Angga mencaciku di depannya, wajar ia ikut kesal. Mana ada kakak yang ingin melihat adiknya dikasari, meskipun itu suami adiknya. Lah, ini hanya mantan suamiku."Ya, Kak, besok aku urus," jawabku sambil melangkah menuju kamar.Kututup pintu kamar lalu meletakkan tas di nakas, membaringkan tubuh di ranjang. Lelah, seharian kerja ditambah dengan kejadian hari ini. Kupejamkan mata berusaha ingin tidur.Ponselku berdering. Mata belum terlelap, segera kuambil ponsel dalam tas.
Ekstra partPov YudaSebelum Ridwan menjemput Dinda di desa.Kuputuskan bertemu pak Ridwan. Mungkin ia masih marah dengan kejadian semalam. Tak peduli jika ia memukulku lagi. Yang kuinginkan, ia bisa membuat Dinda bahagia. Hanya itu."Pak Yuda mau ke mana?""Bu Bunga, aku ingin bertemu Pak Ridwan." Aku bangkit dari sofa. Semalam aku diajak ke rumahnya. Semua hanya ingin mengobatiku."Tapi Pak Yuda masih sakit, gimana kalau ia memukul lagi dan ....""Jangan khawatir, Bu. Aku bisa hadapi.""Pak Yuda." Tiba-tiba tanganku ditahan."Bu Bunga kenapa?" Air mata itu mengkhawatirkan aku. Astaga, apakah Bunga punya perasasn padaku?Bunga wanita cantik dan baik. Lelaki mana yang bisa menolaknya. Ia juga cerdas sama seperti Dinda. Hanya saja, ia bukan Dinda. Dinda wanita sederhana serta mandiri. Itulah kelebihannya dari Bunga. Tentu yang lebih penting tentang rasa."Bu Bunga, kenapa?" tanyaku lagi. Kenapa aku merasa tak tega melihatnya menangis untuku."Kenapa? Apakah Dinda sepenting itu bagimu?"
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 51 ( TAMAT )Desa ini sangat indah, bangunan rumah mulai banyak. Teringat waktu kecil, setiap liburan pasti ke desa ini. Tapi itu hanya kenangan. Kulihat dekat sungai. Ada sedang pembangunan jembatan. Ramainya para pekerja membuat jalan ini tidak terlihat sepi.Rumah nenek sangat sederhana. Dulu rumah ini masih berdinding papan. Orang tuaku berhasil merehap rumah ini sehingga layak huni dan kokoh. Lantai pun sudah dikeramik. Rumah kecil dengan halaman yang luas. Sekeliling rumah banyak bermacam pohon buah-buhan sebelum menginjakkan kaki di perkebunan teh yang sangat luas.Kubuka pintu rumah. Rumah ini sudah lama tak berpenghuni semenjak nenek meninggal setahun yang lewat. Perabotan rumah dan tempat tidur sudah ditutup kain putih agar debu tak menempel.Kuletakkan tas di kamar. Lalu aku mulai membersihkan rumah ini. Harus sedikit ekstra tenaga karena baru juga sampai. Untung kak Murni sudah persiapkan bahan makanan hingga untuk tiga hari ke depan,
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 50 ( di waktu yang salah )Kak Yuda langsung berdiri saat pak Ridwan mendekati kami. Kuseka air mata agar pak Ridwan tak melihatku menangis. Bodohnya aku menangis jika merasa tak dihargai."Ini belum terlanjur, Dinda," ucapku di hati berusaha mensugesti diri."Dinda dan Pak Yuda, ngapain di sini?" tanya pak Ridwan melihatku, lalu memalingkan muka ke kak Yuda."Mmm ini, Pak Ridwan a ...." Belum sempat kak Yuda melanjutkan jawabannya, terdengar seseorang memanggil. "Ridwan! Ridwan!" Ternyata Gina memangil sambil melangkah mendekat. "Kamu ke mana aja? pesta dansanya akan dimulai, ayok." Gina menarik tangan pak Ridwan. Sangat terlihat ia berusaha mendapatkan kembali mantan suaminya.Dibanding Gina, aku tak ada apa-apanya masalah harta, ia dari keluarga pengusaha sukses, sedangkan aku hanya anak yatim piatu meskipun sudah tamat S1. Cari kerja pun dari usaha sendiri tanpa ada keluarga yang membantu. Melihat kejadian ini, kak Yuda langsung melihatku.
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 49 (kenapa dia yang menghapus air mataku?)Jadi wanita bersama kak Yuda keponakan pak Ismail. Pantas mereka sangat akrab, pak Ismail saja bersikap baik ke kak Yuda. Meskipun hanya sekali melihat, tapi aku bisa merasakan itu. "Aku Bunga." Wanita bernama Bunga itu mengulurkan tangan padaku. "Dinda," ucapku menyambut tangannya. Kami saling melempar senyum. Ada sesuatu yang kurasakan, namun sulit kugambarkan perasaan apa itu. Lalu Bunga juga bersalaman dengan pak Ridwan bentuk mereka berkenalan. Dan setelah itu kami duduk. Aku duduk di samping pak Ridwan dengan kursi yang berhadapan dengan kursi Bunga yang berdampingan dengan kursi kak Yuda."Kita seperti double date, ya," ucap pak Ridwan sambil membentangkan tangan kanannya di sandaran kursiku."Pak Ridwan bisa aja, lagian makan bakso di sini sangat menyenangkan, kebetulan saya suka melihat keramaian sana," tanggapan kak Yuda sambil menunjuk ke arah taman, banyak anak-anak berlari bermain. Wajah m
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 48 ( wanita bersama kak Yuda )Tanganku dilepas. Dari sorot mata pak Ridwan, seolah ia tak percaya dengan ucapanku. Lebih tepatnya terpengaruh dengan ucapan mantan suamiku yang muncul tiba-tiba. "Terserah kalau kamu tidak percaya," ucapku melangkah terus ke tepi jalan. "Tunggu, Din!" ucap pak Ridwan.Aku tak peduli dan terus melangkah."Dinda!" Tiba-tiba kak Angga berlari mendekat. Tanganku ditahan."Lepaskan aku!" Kutarik tangaku agar terlepas. Aku berhasil."Tunggu, Din, aku bukan ingin menyakitimu, sungguh, aku tak ada niat buruk.""Dinda!" Pak Ridwan memanggil sambil melangkah mendekat."Ikut denganku, Ibu ingin bertemu.""Tolong jangan ganggu hidupku, aku mohon." Kusatukan kedua telapak tangan memohon."Kamu mau apa lagi ke sini!" Tiba-tiba pak Ridwan menujuk kak Annga dengan mata melotot."Hey, santai, emang kamu siapa melarangku? Di sini uang dan kekuasaanmu tak berlaku, Dinda belum resmi menjadi Istrimu, jadi aku masih punya hak untuk i
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 47 (sikap dan kepercayaan)Aku terdiam menatap pak Ridwan. Bukan karena merasa bangga ia punya rasa cemburu padaku. Seorang pak Ridwan lelaki yang hampir mendekati sempurna bagiku, tapi ..., kenapa bersikap seperti posesif. Mudah-mudahan aku salah."Kenapa harus memecat Pak Boby, Mas? Yang salah kan aku?" Kutekan nada suara agar pak Ridwan tidak semakin marah."Kenapa sih kamu bela dia?" Pak Ridwan melihatku sekilas."Ini bukan membela tapi ...." Tak kuasa melanjutkan kata-kataku. Kupalingkan mata ke luar jendela kaca mobil lalu menyeka air mata. Tentu aku terkejut dengan suara lantang pak Ridwan.Tiba-tiba mobil dihentikan di tepi jalan yang agak sepi. Pak Ridwan menghela nafas besar. Terdengar nafasnya meskipun aku belum mengalihkan pandangan ke dia."Maafkan aku, tolong jangan menangis, Din." Suara pak Ridwan melunak.Tapi aku tetap memalingkan mata ke luar jendela."Aku hanya cemburu, itu karena aku takut kehilanganmu, apakah aku salah?"Aku t
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 46 (Cemburu)Ada rasa lega setelah meninggalkan kantor pak Ismail. Bukan karena pak Ismailnya, tapi karena kak Yuda yang menyulitkanku berucap. Seandainya aku jujur ke pak Ridwan dengan statusku mantan kak Yuda, apakah ia bisa mengerti?Aku takut ini jadi salah paham karena dari awal kebohongan ini tak sengaja hadir. Dan akhirnya berlanjut hingga beberapa kali pertemuan. Pertemuan kali ini diketahu pak Ismail, tak sengaja, semua serta tak disengaja."Hey, kenapa diam aja? Aku masih di sini loh, Din," ucap pak Ridwan membubarkan lumunanku."Iya, aku tau Mas Bos," jawabku berusaha santai ketahuan memikirkan sesuatu."Mikirin apa?""Nggak ada." Bingung mau jawab apa."Jangan bohong.""Mm siapa yang bohong?" Aku balik tanya."Lagi melamun mikirin apa?" Pak Ridwan tetap menyetir."Nggak ada.""Ya udah kalau nggak mau cerita, kita ke PT abadi dulu ya?""Apa? Harus ya?" tanyaku balik karena enggan ingin ke sana. Tentu aku malas bertemu kak Angga. Semenja
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 45 (diketahui pak Ismail)Pov YudaKenapa rasanya sesak. Depan mata, kulihat wanita yang dicintai bersama lelaki lain. Sampai saat ini ia terus bersemayam di hati, pikiran dan bahkan bayangannya hadir di setiap malam. Dinda, Dinda ....Tatkala hati ini berbisik. Dekap aku dalam tatapan cinta meskipun dirimu sudah memilih yang lain. Tapi bibirmu diam dan bahkan mata itu berpaling. Bodohnya aku masih merasakan tak rela melihat tanganmu digenggamnya. Aku tahu, kamu hanya sebuah kenangan yang selalu mengikutiku. Entah sampai kapan.Dinda ...."Pak Yuda minta pendapat saya?" Reaksi wajah Dinda sedikit tegang. Apakah ia merasa kesulitan menjawab pertanyaanku. Tentu wanita yang dimaksud adalah dia. "Iya, Din, gimana pendapatmu jika kesempatan sedikit itu dimanfaatkan Pak Yuda merebut wanita yang dicintainya." Kali ini pak Ridwan yang ikut menjelaskan."Saya ..., saya juga bingung harus jawab apa. Mungkin Pak Ismail punya pendapat," ucap Dinda melihat ke
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 44 (situasi sulit)Pesan WA kak Yuda hanya kubaca tanpa dibalas. Jika aku terus berkomunikasi, ini menyulitkanku karena pasti ada-ada saja yang membuat kenangan kembali hadir. Aku sudah memutuskan harus setia. Pak Ridwan hampir sempurna di mataku, ya ..., di mataku.***[Sudah siap, Din?]Barusan kubaca pesan WA dari pak Ridwan, ops salah, mas Ridwan.[Siap apa, Mas?]Pesannya rancu hingga maksudnya tak nyambung dengan pikiranku.[Berangkat]Kubalas lagi.[Berangkat kerja?][Bukan, berangkat menemaniku di kantor]Rio Dewanto KW ada-ada saja. Menemani di kantor? Apa ia serius memecatku? Oh tidak.[Kerja?]Tanyaku lagi.[Bukan, menemaniku di kantor][Serius Mas Bos memecatku?] Kusertai dengan emoticon sedih.[Kamu itu calon istri Bos, kok sedih dipecat?][Aku cinta pekerjaanku, Mas Bos][Pekerjaan aja? Sama aku gimana?][Masih pagi, jangan bercanda, Mas Bos][Pagi itu membawa berkah, Sayangku]Kok mas bos terlihat lebay. Tapi aku harus membiasakan d