Share

Masakan asin

Penulis: Rafasya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-23 10:45:39

Aku menutup kamarku, kemudian berjalan ke arah ranjang, aku duduk dan segera mengambil surat dari rumah sakit dalam tasku. Kemudian mulai membukanya perlahan. Jantungku semakin berdegup tak karuan. Perlahan aku membaca dengan seksama setiap kata. Dan... Hasilnya sangat mengejutkanku. Aku membekap mulut tak percaya. Di keterangan tertulis bahwa Mas Hendra tidak bisa mempunyai keturunan, itu artinya dia.... Mandul.

Aku menggeleng kuat. "Tidak, tidak. Mas Hendra tidak boleh tahu tentang ini. Jika dia tahu, dia pasti akan sedih."

Aku segera menyembunyikan kertas itu di dalam lemari, menyimpannya rapat-rapat.

Banyak orang-orang diluar sana yang diagnosa mandul, tapi tetap bisa punya anak.

Aku segera pergi ke dapur, memasak untuk makan malam Mas Hendra dan juga Firman.

Saat sedang masak pikiranku melambung pada kertas diagnosa Mas Hendra yang tidak bisa memiliki keturunan. Entah sampai kapan aku akan menyembunyikannya. Yang jelas aku tidak ingin Mas Hendra merasa sedih.

Sebenarnya aku juga sama seperti wanita yang lain, ingin memiliki anak apalagi usia pernikahanku sudah terbilang cukup lama. 4 tahun bukanlah waktu yang sebentar. meskipun terkadang Mas Hendra selalu menyalahkanku atas masalah ini.

Aku menautkan Ali saat mencium aroma sesuatu yang terbakar. Aku terkejut saat melihat masakanku sudah menjadi hitam.

"Ah... Gosong!" gumamku lirih. Ini pasti karena aku yang terus melamun sejak tadi, tidak fokus pada masakanku.

Aku segera membuang makanan yang telah gosong. Kemudian membuatnya dengan yang baru. Lagi-lagi pikiranku terus melambung pada kertas diagnosa rumah sakit, sehingga membuatku benar-benar tidak fokus.

Malam pun tiba.

Malam ini Mas Hendra pulang lebih cepat, dan firman belum pulang hingga kami menjelang makan malam. Di meja makan hanya ada aku dan Mas Hendra saja.

Aku menyiapkan makan malam Mas Hendra dengan senyum yang dipaksakan.

"Kemana saja kamu hari ini Win?" Seperti biasa, Mas Hendra selalu menanyakan apa saja aktivitasku di rumah. Gerakan tanganku yang semula sibuk menyiapkan makanan terhenti. Kemudian menetap Mas Hendra dengan ragu-ragu.

"Aku.... Aku siang tadi ke rumah sakit untuk mengambil, hasil pemeriksaan kita tempo lalu."

"Lalu apa hasilnya? Pasti kamu kan yang bermasalah! Di keluargaku itu semuanya subur-subur bahkan bibiku saja punya anak lebih dari 5."

Aku menghembuskan napas perlahan.

"Tidak ada yang bermasalah Mas, semuanya baik-baik saja. Mungkin saja memang kita harus berusaha lebih keras lagi."

Cih! Terdengar suara Mas Hendra berdecih.

"Sepertinya rumah sakit itu yang salah. Nanti jika aku ada waktu, periksa lagi ke rumah sakit yang lebih bagus."

Aku mengangguk samar.

Aku menggigit bibir saat melihat Mas Hendra mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. Dia mengunyahnya perlahan kemudian terdiam.

HOEK!

"Makanan macam apa ini Winda! kenapa rasanya macam k o t o r a n?! Kamu ini nggak becus banget jadi istri."

"Ma—masa sih Mas?"

"Coba saja, kalo kamu nggak percaya!"

Dengan tangan bergetar aku mengambil sedikit makanan itu kemudian memasukkannya dalam mulutku.

Aku langsung mengernyit, sepertinya aku terlalu banyak menaruh garam pada masakanku. Ini pasti karena tadi siang aku terus saja melamun.

"A—asin."

"Tidak enak kan? Tau kan kesalahan kamu dimana? Lain kali di coba, jangan makanan tidak enak seperti ini kamu berikan pada suami!"

"Ma—maaf, Mas. Kalo begitu biar aku masakin lagi ya."

"Tidak perlu! Nafsu makanku sudah hilang."

BRAK!

Mas Hendra menggebrak meja membuatku tersentak.

Aku menatap punggung Mas Hendra yang berjalan penuh emosi, dengan mata yang mengembun.

Kemudian melihat ke arah makanan yang kubuat.

"Makanannya memang asin, tapi masih bisa dinikmati, setidaknya bicara baik-baik."

Air mataku menetes di pipi.

Tak berselang lama terdengar suara dari luar. Aku segera menghapus air mataku. Kemudian mulai merapikan piring.

"Selamat malam Mbak Winda." Firman mendekat ke arahku.

"Wah sedang makan malam rupanya, kebetulan aku sudah lapar." Firman duduk di kursi, kemudian mengambil piring. Aku mencegahnya.

"Jangan Firman, masakan ini tidak enak. Nanti Mbak masakin lagi ya, kamu bisa tunggu sebentar."

"Nggak usah Mbak, aku bisa makan yang ini. Lagi pula Mbak Winda kan sudah berkerja keras membuatnya, pasti capek."

Firman tak mendengarkan ucapanku, dia mulai menggendong makanan buatanku kemudian memasukkannya pada mulutnya.

Aku meringis, apa yang akan dikatakan Firman setelah ini.

Firman menyendok kembali, kemudian melahapnya lagi.

"Bukankah rasanya tidak enak? Mas Hendra saja tidak mau memakannya." lirihku.

"Sedikit asin Mbak, tapi masih bisa di nikmati. Kalau di buang kan mubazir. Biar Firman yang makan." ucapnya kemudian lanjut dengan suapan berikutnya sampai habis.

Aku tersenyum samar. Firman ternyata lebih bisa menghargai seseorang daripada suamiku.

***

Tengah malam, takut terbangun saat mendengar suara seseorang yang sedang merintih.

Aku melirik ke sebelah ranjang, tidak ada Mas Hendra di sampingku. Aku teringat, Mas Hendra pergi saat aku masuk ke dalam kamar selesai makan malam. Dan sampai saat ini dia tak kunjung pulang.

Suara rintihan itu terdengar kembali. Aku segera turun dari ranjang dan mencari sumber suara. Saat berpapasan dengan Firman sambil memegangi perutnya.

"Firman—" sapaku. Firman malah berbalik dan berlari ke arah kamar mandi.

"Tunggu sebentar Mbak!" teriaknya.

Kemudian terdengar suara air yg mengalir. Tunggu Firman di ruang tengah. Tempat biasa aku menonton televisi.

Firman menghampiriku dengan wajah sedikit pucat. Lalu duduk di sebelahku.

"Akhh!" desahnya.

Aku melirik ke arahnya. "Firman kamu—" belum sempat melanjutkan ucapanku Firman menjawabnya lebih dulu.

"Diare Mbak! Tapi gakpapa mencret dikit gak ngaruh." ucapnya.

Aku sedikit merasa bersalah. "Ini pasti karena kamu makan makanan Mbak tadi, Mbak kan udah bilang, kalo makanan itu lebih baik di bu—"

Sttt! Firman menempelkan jari telunjuknya pada bibirku.

"Aku gakpapa kok Mbak, mbak gak usah khawatir. " ucapnya kemudian tersenyum. Namun senyum itu pudar berganti menjadi meringis.

"Tuh kan, gakpapa bagaimana?! Tunggu sebentar ya, Mbak mau ngambil minyak tawon dulu."

"Loh kok minyak tawon Mbak? Nggak sekalian minyak urut?"

"Ah, maksud mbak... Minyak angin. Tunggu sebentar ya."

Aku segera mengambil minyak angin di kamarku, kemudian kembali menghampiri Firman di ruang tengah.

"Berbaringlah." Aku menyuruh Firman berbaring di sofa panjang. Dengan wajah yang masih meringis Firman menuruti apa kataku.

Setelah Firman berbaring, aku mendekat. Kemudian membuka kaos yang dia kenakan. Firman menatapku dengan lekat. Tanpa ragu Aku mengoleskan minyak angin pada permukaan perutnya. Sedikit mengurutnya, agar bisa mengurangi rasa sakit.

Firman memejamkan mata seolah menikmati sentuhan tanganku pada perutnya. Aku terus melakukannya, sampai Firman berhenti meringis. Namun aku merasa aneh, saat ringisan itu malah berubah menjadi suara d e s a h a n. Meskipun samar, tapi telingaku masih bisa mendengarnya.

"Mbak, bisa lebih sedikit di tekan lagi." pintanya.

Aku mengangguk. Kemudian mulai menekan lebih keras.

Firman memejamkan mata kembali saat jari lentik tuh mengelus-elus perutnya.

"Kebawahan dikit Mbak."

Aku mengangguk kembali. Kemudian mulai mengelus perut bagian bawahnya.

"Kebawahan lagi Mbak."

"Minyaknya tambahin dikit lagi."

Lagi-lagi aku menurut, mengikuti setiap yang di katakan Firman. Namun tak lama kemudian gerakan tanganku terhenti, saat tak sengaja menyentuh benda kenyal yang menegak keras.

Aku melirik ke arah Firman yang ternyata sedang menatapku dengan tatapan sayu.

Bab terkait

  • TERGODA IPAR   Bertemu kakak ipar

    Aku mengangguk kembali. Kemudian mulai mengelus perut bagian bawahnya."Kebawahan lagi Mbak.""Minyaknya tambahin dikit lagi."Lagi-lagi aku menurut, mengikuti setiap yang di katakan Firman. Namun tak lama kemudian gerakan tanganku terhenti, saat tak sengaja menyentuh benda kenyal.Aku melirik ke arah Firman yang ternyata sedang menatapku dengan tatapan sayu."Fi—Firman, K-kau?" Aku menjadi gugup."Maaf, Mbak. Aku tidak bisa menahannya." lirihnya.Aku langsung menarik tanganku dari sana.BRAK!Pintu rumah terbuka menampakkan Mas Hendra di sana. Firman segera terduduk. Dan aku juga segera berdiri. Aku sangat gugup, takut Mas Hendra salah paham."Kalian sedang apa?" tanyanya menatapku dan Firman bergantian."Perut ku sangat sakit Kak, sepertinya aku diare. Jadi aku minta minyak angin dan obat pada Mbak Winda."Aku berusaha bersikap sebiasa mungkin di depan Mas Hendra."Oh, kalau begitu minum obatmu."Mas Hendra masuk ke dalam, kemudian menarik tanganku agar mengikutinya masuk kedalam ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-23
  • TERGODA IPAR   Satu sama

    "Mbak, Mbak Winda!" Firman menjentikkan jari di depan mataku. Aku langsung tersentak, tersadar dari lamunan."Em, a—apa?" ucapku gugup."Aku tanya, Kak Hendra sering berbuat kasar seperti ini? Eh mbak malah melamun." tanya nya. Menatap wajahku.Jadi yang barusan kami lakukan itu hanya hayalanku? Ah, aku langsung menyentuh bibirku. Benar, kering."Mbak kenapa? Bi bir nya masih sakit?""Bukankah kita tadi—" ucapannku terjeda, aku tak jadi melanjutkannya."Tadi apa Mbak, wah jangan-jangan Mbak mikir yang enggak-enggak ya." Firman mengejekku.Aku langsung menggeleng. "Tidak, Mbak gak mikir yang aneh-aneh kok.""Terus itu kenapa, kok megangin bibir aja, apa Mbak Winda mau Firman ci um, biar cepat sembuh?!" Seketika mataku langsung membulat mendengar penawarannya. Aku langsung mencubit pinggang Firman. "Kamu ya!""Aw, sakit Mbak. Ampun Mbak!" Firman mengg3linjang sambil terkekeh. Aku ikut tertawa bersamanya.Kemudian napas kami terengah, tawa kami pun terhenti."Nah, kalo ketawa gini kan M

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-25
  • TERGODA IPAR   Dedemit

    Aku masih diam mematung di kamar mandi, menatap punggung polos Firman yang berjalan menjauh.Aku meringis saat kembali merasakan ingin buang air kecil. Aku segera menutup pintu kemudian buang air kecil dengan lega.Setelah selesai buang air kecil aku kembali ke kamar, aku terkejut saat melihat Mas Hendra terbangun. "Mas, kenapa kau bangun?" sapaku.Mas Hendra tersenyum, "Aku ketiduran, melihatmu yang tidur nyenyak membuatku ikut mengantuk."Aku berjalan mendekat ke arahnya. "Apa kau butuh sesuatu? Biar aku ambilkan.""Emm ya, aku baru ingat. Aku masih punya pekerjaan yang belum ku selesaikan." ujar Mas Hendra."Bisa kah kau pinjam laptop Firman di kamarnya. Laptopku tidak ada signal." sambungnya.Aku terdiam. Apa? Kamar Firman? Jadi aku harus kembali ke sana. Ah menyebalkan. Belum rasa malu karena kejadian tadi menghilang. Dan sekarang aku harus ke kamar Firman."Win, kok melamun? Kau mau meminjamkan tidak. Kalo tidak ya tidak apa-apa. Biar Mas saja yang kesana." ujar Mas Hendra."Jan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-12
  • TERGODA IPAR   Tukang servis

    Aku masuk kembali ke dalam rumah melanjutkan aktifitas memasakku. Aku harap tidak ada gangguan lagi seperti tadi.Setelah selesai memasak menu kesukaan Mas Hendra dan juga Firman, aku langsung mengambil sendok kemudian mencicipinya. "Mmh, rasanya sangat pas." Aku sangat tidak sabar menyajikannya pada suami dan adik iparku.Sore hari,Terdengar suara gemericik air, yang artinya di luar sedang hujan deras. Aku menonton televisi dengan serius, melihat berita maling masuk saat penghuni rumah sedang tertidur. Mendadak aku takut. Karena di rumah hanya sendiri, Mas Hendra biasa pulang malam. aku yang fokus menonton televisi terkejut saat mendengar langkah kaki mendekat. Segala pikiran buruk memenuhi isi kepalaku. Aku langsung mengambil sapu, kemudian menjadi waspada, takut jika itu adalah maling atau penjahat yang ini mencuri di rumahku.Aku bangkit dari sofa, berjalan menuju ruang tengah di sana ada seorang pria yang sedang membelakangiku. Dia menggunakan Hoodie berwarna hitam. Aku merasa a

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-13
  • TERGODA IPAR   Ungkapan perasaan

    TUT! panggilan itu di tutup sepihak, tanpa ku tahu siapa yang menelpon suamiku barusan dengan nama kontak 'tukang servis'.Aku segera mengotak-atik ponsel milik Mas Hendra untuk mencari informasi, kemudian membuka aplikasi chat. Berharap ada petunjuk di sana. Namun sayang, aku tidak beruntung. Aplikasi chat itu menggunakan sandi yang tidak aku ketahui.Siapa suara perempuan dengan nama kontak tukang servis tadi? Servis apa? Selama ini tidak ada hal yang aneh-aneh yang menunjukkan Mas Hendra selingkuh.Mas Hendra masuk ke dalam kamar dia melihatku cemas sambil tangan masih mengotak-atik ponselnya."Win. Kau sudah menghangatkan makan malam?" ujarnya. Aku tersentak kaget, sebab sejak tadi terlalu fokus pada ponselnya."Em, be-belum. Oh iya Mas. Tadi—ada yang menelpon dan suaranya perempuan. Dengan nama kontak 'tukang servis' siapa itu Mas?" tanyaku hati-hati.Mas Hendra terlihat kaget, kemudian langsung menghampiriku. Dia merebut ponsel itu dari tanganku.Aku terkejut, gerakan yang sarka

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • TERGODA IPAR   Meminta maaf

    Aku terbangun di pagi hari. Mataku mengerjap melihat sekitar. Aneh, bukankah semalam aku tidur di sofa ruang televisi. Lalu kenapa aku bisa berada di kamar.Dan, dimana selimut Firman? Bukankah semalam Firman menyelimutiku dengan selimutnya.Aku melihat ke arah suamiku yang sudah berpakaian rapih."Mas, kenapa aku bisa disini? Bukankah—" belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Mas Hendra sudah menjawabnya. "Aku yang memindahkanmu.""Kau?" tanyaku."Iya, tumben sekali kau menonton televisi sampai ketiduran. Tidak seperti biasanya." ucap Mas Hendra sambil memakai dasi di lehernya. Dia menatap wajahku dari pantulan cermin."Aku—aku semalam tidak bisa tidur, jadi mencoba untuk menonton televisi dan malah ketiduran." sahutku. Ku paksakan untuk tersenyum. Agar Mas Hendra tidak curiga bahwa aku tidak bisa tidur karena memikirkan Firman.Aku bergeming, benarkah semalam hanya mimpi? Tapi kecupan itu terasa nyata.Aku mendadak kecewa, jika itu semua benar hanya mimpi. Itu artinya Firman masih ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-15
  • TERGODA IPAR   Senjata makan tuan

    "Apa Mbak Winda memiliki perasaan yang sama? Di.... Sini." terangnya menunjuk ke arah dadaku.Deg deg deg!Degup jantungku berdetak kencang."Pertanyaan macam apa itu. Tentu saja aku... Aku—" belum sempat aku menjawab pertanyaannya. Firman telah membungkamku dengan b1birnya.Drrttt Drrttt Drrtt.Dering ponsel Firman berbunyi, dia segera berhenti. Kemudian mengambil ponselnya yang berada di saku celana."Halo?""Baiklah. Ya, aku sudah menemukannya. Aku akan segera kesana. Hem."Napasku masih terengah-engah. Aku merapihkan bajuku yang sedikit berantakan lalu menyaka sudut bib1rku yang terdapat air l1ur kami.Firman melirik ke arahku. Kulihat dad4nya juga masih naik turun. "Mbak, maaf aku harus segera pergi. Em—terimakasih untuk vitaminnya."Hah! Vitamin? Vitamin apa? Mataku langsung mengerjap. Belum sempat bertanya Firman sudah pergi keluar.***Setelah Firman pergi aku segera pergi ke dapur. Belum sempat mengolah bahan apa saja yang ku beli di Bang Jamal. Pintu rumahku ada yang mengetu

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • TERGODA IPAR   Melepaskan rasa yang tertahan

    "Firman!"Firman segera menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Kemudian menaruh jari telunjuknya di bibirku. Aku menatapnya kebingungan, mau apa dia."Jangan berisik, Mbak. Nanti Kak Hendra dengar." ucapnya kemudian melepaskan jarinya dari bibirku. Mataku mengerjap memandangnya. Firman juga menatapku dengan tatapan sayu."Jika kau ingin memakai kamar mandinya bilang, biar Mbak yang keluar." kataku, bersiap membuka pintu. Namun Firman malah membalik badanku agar menghadapnya. Aku sedikit tersentak, apalagi Firman mengunciku dengan kedua tangannya di letakan ke tembok."Aku tau Mbak tidak puas kan sama Kak Hendra?" tanyanya menelisik wajahku. Aku membuang pandangan ke samping. Firman mencondongkan wajahnya mendekat hampir menyentuh wajahku. Posisi ini membuat aku yang terbakar g4irah semakin memanas."Itu bukan urusanmu!" ucapku masih enggan menatapnya."Aku tau, aku sering mendengarnya." jawabnya. Aku langsung menatapnya. "Aku tau Mbak tidak puas dengan Kak Hendra, aku juga tau Kak He

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-17

Bab terbaru

  • TERGODA IPAR   —SELESAI—

    Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu ... Aku dan anak-anak terus mencoba untuk menghibur Winda. Jangan sampai dia sedih dan terus memikirkan Farah. Ternyata, tidak ada usaha yang menghianati hasil. Winda yang tadinya menangisi Farah setiap malam. Kini sedikit berkurang. Hari ini adalah hari jadi pernikahan kami yg ke 6 tahun, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku berencana mengajaknya liburan di bali sekaligus merayakan anniversary kami. Anak-anak sengaja kutitipkan pada Kak Santi selama aku liburan di bali.Kami sampai di resort Bali setelah sebelumnya naik pesawat selama 2 jam. Winda langsung merebahkan diri di kamar hotel. Aku tau dia pasti kelelahan.Setelah memasukan isi koper ke dalam lemari, aku langsung membuka tirai jendela. Terlihat deburan ombak yang sangat kencang di sertai dengan pemandangan yang sangat cantik. Aku sengaja memilih resort yang menghadap langsung dengan laut. Jadi, saat berdiri di jendela seperti yang kulakukan i

  • TERGODA IPAR   Mencoba Ikhlas

    “Bagaimana? Apa ada perkembangan?” itu suara Kak Santi. Aku segera menoleh ke arah nya. Kemudian menggeleng, “Belum, Winda masih belum sadar.” jawabku. Aku menatap ke arah ranjang di mana ada Winda yang tengah berbaring dengan luka perban di kepalanya. Kejadian dua hari yang lalu membuatnya tak berdaya di rumah sakit ini. “Anak-anak bagaimana, mereka sama siapa?” Aku menghela napas sejenak, “Bersama asisten rumah tangga kami.” “Kakak ke rumahmu ya, kasian keponakanku. Dua kali ibu mereka masuk rumah sakit.” Aku mengangguk,“Terima kasih, Kak.” “Ya sudah. Kakak pamit ingin menemui mereka. kamu jangan terus bersedih, doakan saja istrimu cepat pulih.“ “Oh iya, bagaimana dengan pelaku yang menyebabkan Winda begini?” “Aku sudah melaporkannya kepada pihak berwajib, biarkan mereka yang mengurusnya.” Kak Santi tersenyum, “Aku tau, adikku tau apa yang harus di lakukan.”

  • TERGODA IPAR   Tolong, panggilkan ambulans!

    POV Firman Aku baru saja sampai di kantor. Berbarengan dengan aku masuk ke dalam loby, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Aku segera mengangkatnya karena itu berasa dari rumah. Aku sangat takut terjadi sesuatu di rumah. Apalagi itu menyangkut Winda. Kondisi nya masih belum stabil. “Halo, Bibik. Ada apa?” “Halo, Pak. Ibu ... Ibu ....” “Ada apa? Bicara yang jelas?! Winda kenapa?” bertubi-tubi pertanyaan kulontarkan, aku benar-benar merasa khawatir. “Ada apa dengan Winda?” “Tadi Ibu pamit keluar sebentar katanya, dia membawa tas.” Ah, aku meraup wajah kasar. “Sudah kuduga, dia pasti akan berpergian. Harusnya aku tetap di rumah.” Aku menyesal. Kupikir memang benar Winda hanya per

  • TERGODA IPAR   Tas biru

    Pagi hari .... Firman membuka matanya perlahan. Kepala yang semalam terasa berat, kini menghilang perlahan. Meskipun dia demam tinggi semalam, tapi dia ingat semalam Winda mengompres dirinya. Firman pikir Winda percaya pada ucapan seseorang yang mengatakan dirinya adalah penyebab kematian Hendra—kakaknya sendiri. Ternyata wanita itu masih perduli padanya. Firman mengulum senyum. Dia menoleh ke samping. Kosong! Winda tidak ada di sana. Entah semalam istrinya itu tidur di mana dia tidak tau. Sebab, setelah minum obat matanya terasa berat. Dia tertidur dan baru bangun sekarang. Firman menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dia harus segera pergi ke kantor. Hari ini ada jadwal meeting pagi. Sebagai manager yang disiplin tentu saja Firman tidak ingin telat. Meskipun tubunya masih terasa tidak enak. Namun, semangatnya tidak berkurang sedikitpun. Ada wajah Fira dan Farhan, yang menjadi semangatnya ketika rasa malas itu datang. D

  • TERGODA IPAR   Merasa Khawatir

    Setelah itu Winda mendekat ke arah Firman duduk di sampingnya, dia menatap muka wajah yang tengah terlelap. Wajah yang sangat teduh, tiba-tiba saja jantungnya berdetak kencang saat menatapnya. Winda menyentuh dadanya sendiri. Deg Deg Deg!Benar, jantungnya berdebar-debar. Padahal Firman Tengah tertidur.“Perasaan apa ini? Apakah aku jatuh cinta pada Firman?”“Ah, sudahlah. Jika memang iya, bukankah tidak apa-apa. Toh, dia suamiku.” Winda mengulum senyum.Senyum di wajah Winda pudar saat melihat bibir Firman bergetar.“A—aku tidak melakukan apapun, Win. Tidak ...” gumam Firman dengan mata yang masih terpejam.Winda langsung menyentuh keningnya.“Sshh, panas!”“Ternyata Firman demam, pantas saja dia tidak turun untuk makan malam.”Winda segera bangun dari ranjang. Kemudian keluar dari kamar. Dia mengambil sesuatu kemudian kembali lagi ke dalam kamar. Sambil membawa bak berisi air hangat dan juga

  • TERGODA IPAR   Berdebat

    Firman pulang setengah jam kemudian. Setelah menyelesaikan permasalahannya di kantor. Dia segera memarkirkan mobilnya ke garasi. Sebelumnya, dia sudah mendapatkan kabar dari asisten rumah tangganya bahwa Winda sudah pulang.Dengan tergesa dia segera masuk ke dalam rumah. Terlihat Winda tengah duduk di sofa, dengan tangan bersedekap dada. Pandangannya tajam lurus ke depan.Firman tersenyum kemudian berjalan perlahan ke arah nya.“Sayang kamu dari mana saja,” ujarnya saat sudah dekat. Firman duduk di samping Winda. Jarak di antara mereka hanya satu jengkal saja.Winda melirik tajam ke arah Firman. Pria di sampingnya tanpa aba-aba langsung merangkul pundak nya.“Sejak tadi aku mencarimu. Kamu membuatku khawatir, tapi syukurlah kamu sudah pulang.”“Sayang ...”“Berhenti memanggilku dengan sebutan sayang, Firman!” Winda menepis kasar tangan Firman.“Ka—kamu kenapa?”“Aku sudah tau apa yang telah kamu lakukan

  • TERGODA IPAR   Winda menghilang

    Pintu ruangan terbuka membuat keduanya terkejut. Delia dan Firman menoleh ke arah sumber suara.Terlihat seorang Office boy datang membawa ember dan kain pel. Dia terkejut melihat Firman yang sedang berada di sana. Berdebat dengan seorang wanita. Wanita yang tentu saja bukan pegawai di sana.“Ma—maaf, Pak. Saya kira bapak tidak masuk hari ini. Sebelumnya saya di tugaskan untuk membersihkan ruangan bapak.” ujar sang office boy dengan wajah menunduk, takut. Dia takut di pecat karena kelancangannya ini.Namun, Firman malah bersyukur. Adanya dia di sana akan membebaskan dirinya dari Delia. Wanita tidak war4s yang ingin menjadi madunya.“Tidak apa-apa, masuk lah. Kau juga tidak lama kan?”“I—iya, Pak.”Delia menghela napas. Dia membuang pandangan ke arah lain. Kedatangan Office boy di sana mengganggu saja.Firman menatap ke arah Delia kembali. Terlihat wajah wanita itu seperti kesal.“Delia, pergilah. Aku harus bekerja.” pinta Firman. “Firman, ku mohon ... Jadikan aku istri keduamu.”“A

  • TERGODA IPAR   Ingin mengulanginya lagi

    “Ya, aku percaya, sangat percaya padamu sayang.” bisik Firman dengan lembut. Membuat darah Winda berdesir.Firman mendekat, menaruh dagunya di bahu Winda. Membuat wanita itu menjadi gugup. Firman menghirup aroma shampoo yang di pakai Winda. Selalu manis, sama seperti awal mereka dekat. Shampoo beraroma strawberry yang membuat Firman jadi bertekuk lutut padanya.“Fi—Firman ....” suara Winda terdengar lirih. Dia bertopang pada sisi lemari. Selimut yang melekat di tubuh Firman jatuh sehingga belalai itu langsung menyentuh paha Winda yang mu lus. Berdiri tegak begitu gagahnya. Napas Winda memburu saat Firman mencium tengkuknya.“Firman, a—aku ....” Winda tergagap.“Sudhalah, semalam kamu sangat menikmatinya.”Ya, memang Winda akui semalam dia sangat menikmati permainan Firman di atas r@njang. Tapi bukan itu yang ingin dia sampaikan tadi.Winda bergeming menatap ke arah lain. Firman memeluknya dengan erat. Setidaknya Winda hanya lupa, bukan menolaknya.“Ayolah sayang, kita ulangi permainan

  • TERGODA IPAR   Terbakar gairah

    Delia tertawa sambil memainkan laptop, “Lihat Firman. Aku kurang paham yang bagian ini. Apa kamu bisa mengajariku dan apa ada saran lain darimu?” Delia terus bicara. Sedangkan Firman hanya fokus pada bibirnya.Suasana semakin terasa panas, Firman mulai melepas jaz kerjanya. Lalu membuka dua kancing bagian depan untuk mengurangi rasa panas di tu buhnya.“Firman hei, kau kenapa?” Delia menyentuh pahanya. Membuat Firman terhenyak sesuatu di bawah sana semakin tak bisa di kendalikan. Sentuhan itu kini semakin terasa. Firman menghembuskan napas kasar, ia menginginkan hal lebih dari ini.Melihat Firman yang gelisah, dengan deru napas nya yang tidak beraturan, membuat Delia tersenyum. Rencananya telah berhasil.“Apa kamu merasa gerah, sama aku juga. Sepertinya akan datang hujan.” Delia melepas blazer yang ia kenakan sejak tadi memperlihatkan bahunya yang mulus.Firman yang terbakar gairah. Mulai tak tenang, ada sesuatu yang harus dia tuntaskan.Ia segera bangun dari sofa. Namun matanya masi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status