Share

Satu sama

Author: Rafasya
last update Last Updated: 2023-12-25 21:58:33

"Mbak, Mbak Winda!" Firman menjentikkan jari di depan mataku. Aku langsung tersentak, tersadar dari lamunan.

"Em, a—apa?" ucapku gugup.

"Aku tanya, Kak Hendra sering berbuat kasar seperti ini? Eh mbak malah melamun." tanya nya. Menatap wajahku.

Jadi yang barusan kami lakukan itu hanya hayalanku? Ah, aku langsung menyentuh bibirku. Benar, kering.

"Mbak kenapa? Bi bir nya masih sakit?"

"Bukankah kita tadi—" ucapannku terjeda, aku tak jadi melanjutkannya.

"Tadi apa Mbak, wah jangan-jangan Mbak mikir yang enggak-enggak ya." Firman mengejekku.

Aku langsung menggeleng. "Tidak, Mbak gak mikir yang aneh-aneh kok."

"Terus itu kenapa, kok megangin bibir aja, apa Mbak Winda mau Firman ci um, biar cepat sembuh?!"

Seketika mataku langsung membulat mendengar penawarannya. Aku langsung mencubit pinggang Firman. "Kamu ya!"

"Aw, sakit Mbak. Ampun Mbak!" Firman mengg3linjang sambil terkekeh. Aku ikut tertawa bersamanya.

Kemudian napas kami terengah, tawa kami pun terhenti.

"Nah, kalo ketawa gini kan Mbak Winda keliatan cantik." ujar Firman menatapku lekat.

Pipiku tiba-tiba saja terasa memanas, aku tersipu.

Aku bangun dari ranjang, berniat pergi dari sana. "Sudahlah, Mbak mau masak dulu."

"Biar Firman bantu ya Mbak." pinta Firman, mengiringi langkahku.

"Tidak perlu, kamu istirahat saja, ini kan hari libur." tolakku.

"Tidak apa-apa, Mbak. Firman janji gak bakal merepotkan Mbak."

Langkahku terhenti, kemudian melirik ke arahnya. "Benar ya?"

"Iya," Firman mengangguk, kemudian tersenyumlah manis.

***

Kami mulai memasak bersama di dapur, aku menjadi sedikit risih dengan kehadiran Firman. Aku mengupas bawang sambil terus memperhatikan Firman yang sedang sibuk memotong bahan masak dengan cekatan. Aku tertegun, Firman bisa melakukan semua itu padahal itu pekerjaan perempuan.

"Kenapa Mbak? Kaget ya, ngeliat aku bisa melakukan semua ini?"

Aku sedikit malu, ternyata Firman menyadari rasa penasaranku terhadapnya.

"Aku kan dulu merantau, Mbak. Jadi melakukan semua ini sendiri. Awalnya aku juga nggak bisa, tapi lama-lama jadi terbiasa."

"Ma-maaf Mbak tidak tau banyak hal tentang kamu."

"Gimana mau tau, semenjak Mbak menikah dengan Kak Hendra, kita kan jarang bertemu. Sekalinya bertemu Mbak Winda selalu menghindar. Jadinya ya, kita gak sempet ngobrol seintim ini."

Aku mengangguk, membenarkan ucapan Firman.

Aku mulai mengambil bahan masakan kemudian membawanya ke arah keran mencucinya.

Firman mendekat ke arahku yang tengah berdiri di wstafel. "Mbak bukan begitu cara mencucinya." tegur Firman padaku.

Aku sedikit tersentak. "Oh benarkah? Aku biasa mencuci dengan menggoyangkan wadahnya." ujarku.

"Jika cara mencucinya seperti itu. Maka kotorannya tidak akan hilang. Itu sama saja tidak higenis. Sini biar aku ajari."

Firman mendekat ke arahku, aku jadi terhimpit karenanya. Tangannya meraih tanganku, kemudian membawanya ke arah keran yang menyala.

"Begini Mbak." ujarnya dengan wajah serius mengajariku.

Dalam posisi begini, bisa kurasakan hembuskan napasnya menyentuh leherku. Aku merasa gugup. Degup jantungku berdebar kencang.

Wajah Firman mendekat hampir menyentuh pipiku. Jantungku semakin jumpalitan saja.

"Mbak..." bisiknya pelan di telingaku. Membuat tu bu h ini berdesir.

"A—apa?" jawabku. Posisi kami masih sama, dengan tangan yang mengaduk-aduk di dalam wadah.

"Mbak Winda wangi banget." tukasnya. Kemudian mengendus tengkukku, membuatku sedikit mendesis.

Aku menggigit bibir bawahku. "Fi—Firman...." lirihku.

Firman tersentak kemudian langsung menjauh. "Ah maaf Mbak. Aku terbawa suasana."

Aku menunduk. "Ah tidak apa-apa." balasku.

"Baiklah, aku akan mengerjakan yang lain saja."

Kami melanjutkan memasak bersama, sesekali Firman membuat kelakar sehingga aku tertawa, melupakan kesedihan yang baru beberapa jam yang lalu akibat perlakuan kakaknya padaku.

Aku menatap punggung Firman yang masih tertawa, pria dewasa yang lemah lembut. Seandainya saja Mas Hendra seperti Firman mungkin aku akan bahagia. Kami menikah karena cinta. Tapi semenjak tak kunjung di karuniai kehadiran seorang anak, sikapnya yang semula manis berubah, apalagi kakak iparku Mbak Santi, terus memprovokasi Mas Hendra agar menceraikanku.

Aku mencicipi masakan yang di buat olehku dan juga Firman. "Hem, rasanya pas. Sangat enak." ujarku.

"Tapi masakan yang di buat oleh Mbak Winda sendiri jauh lebih enak. Aku suka." sahutnya.

Deru langkah kaki yang mendekat membuat aku dan Firman menoleh ke arah sumber suara. Dan kini berdiri seorang lelaki yang beberapa jam yang lalu telah menamparku.

Mas Hendra menatapku dan juga Firman. Aku membuang pandangan ke arah lain. "Kalian sedang apa?"

"Aku sedang membantu Mbak Winda memasak Kak. Kasian dia, sepertinya suasana hatinya kurang membaik. Aku pergi dulu." jawab Firman tersenyum sambil menepuk pundak Mas Hendra.

Kini hanya ada aku dan Mas Hendra di dapur.

"Win, bisa kita bicara sebentar?"

"Bicaralah."

"Jangan disini, ada Firman. Aku tidak enak. Sepertinya dia mendengar pertengkaran kita tadi."

"Lalu dimana?" jawabku tanpa menoleh ke arahnya.

"Di kamar saja. Ayo." Mas Hendra berjalan mendahuluiku.

"Baiklah." kataku. Aku berjalan mengekorinya dari belakang.

Sesampai di dalam kamar mas Hendra langsung bersimpuh di kakiku. Aku sedikit terkejut dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba.

"Win maafkan Aku, aku khilaf. Aku tak sengaja telah menyakitimu. Maafkan aku Win." lirihnya.

"Mas, kau kenapa?"

"Maafkan aku Win. Jangan tinggalkan aku. Aku sangat mencintaimu. Kau benar, aku terlalu mendengarkan ucapan Kak Santi."

Aku menyentuh pundaknya. "Mas, ayo bangun."

Mas Hendra menggeleng. "Aku tidak akan bangun sebelum kau memaafkanku."

"Aku memaafkanmu." kataku tersenyum. Mas Hendra mendongak. Aku menuntunnya untuk berdiri.

"Aku sangat mencintaimu Win." ujarnya kemudian mengecup keningku.

Entahlah Mas Hendra selalu begini setiap kali membuat kesalahan. Dia aka pergi sebentar, setelah itu memohon maaf. Besoknya di ulangi lagi. Aku sedikit lelah menghadapi sikapnya.

***

Pukul 9 malam.

Aku ketiduran sore hari dan baru terbangun. Aku menoleh ke samping. Dan ternyata Mas Hendra sudah terlelap di sampingku.

Aku tidak tau dimana Firman, dia sudah pulang atau belum?

sejak selesai masak siang tadi Firman tak kunjung pulang. Entah dimana dia?

Aku turun dari ranjang saat merasa ingin buang air kecil. Ku segera langkahkan kaki karena sudah tak tahan.

Sesampai disana aku segera mendorong pintunya sebab tak terkunci.

BRAK!

Mataku terbelalak saat melihat Firman yang sedang mandi di dalamnya. Firman pun sama! tak kalah terkejut dariku. Disana dia tengah menggosok gigi dengan keadaan tanpa busana.

Aku hendak berteriak "A—" namun Firman mendekat kemudian membekap mulutku.

Aku tak bisa bersuara, mataku bergerak liar melihat belalai gajah di bawahnya. Firman segera menutup pintu dengan kakinya. Menyelesaikan mandinya. Kemudian mengambil handuk di castok. Dan segera memakainya.

Firman melepaskan tangannya dari mulutku. Aku diam mematung, sampai Firman hendak pergi dari sana. Namun sebelum itu dia berbisik, membuatku diam membisu. "Satu, sama."

Related chapters

  • TERGODA IPAR   Dedemit

    Aku masih diam mematung di kamar mandi, menatap punggung polos Firman yang berjalan menjauh.Aku meringis saat kembali merasakan ingin buang air kecil. Aku segera menutup pintu kemudian buang air kecil dengan lega.Setelah selesai buang air kecil aku kembali ke kamar, aku terkejut saat melihat Mas Hendra terbangun. "Mas, kenapa kau bangun?" sapaku.Mas Hendra tersenyum, "Aku ketiduran, melihatmu yang tidur nyenyak membuatku ikut mengantuk."Aku berjalan mendekat ke arahnya. "Apa kau butuh sesuatu? Biar aku ambilkan.""Emm ya, aku baru ingat. Aku masih punya pekerjaan yang belum ku selesaikan." ujar Mas Hendra."Bisa kah kau pinjam laptop Firman di kamarnya. Laptopku tidak ada signal." sambungnya.Aku terdiam. Apa? Kamar Firman? Jadi aku harus kembali ke sana. Ah menyebalkan. Belum rasa malu karena kejadian tadi menghilang. Dan sekarang aku harus ke kamar Firman."Win, kok melamun? Kau mau meminjamkan tidak. Kalo tidak ya tidak apa-apa. Biar Mas saja yang kesana." ujar Mas Hendra."Jan

    Last Updated : 2024-03-12
  • TERGODA IPAR   Tukang servis

    Aku masuk kembali ke dalam rumah melanjutkan aktifitas memasakku. Aku harap tidak ada gangguan lagi seperti tadi.Setelah selesai memasak menu kesukaan Mas Hendra dan juga Firman, aku langsung mengambil sendok kemudian mencicipinya. "Mmh, rasanya sangat pas." Aku sangat tidak sabar menyajikannya pada suami dan adik iparku.Sore hari,Terdengar suara gemericik air, yang artinya di luar sedang hujan deras. Aku menonton televisi dengan serius, melihat berita maling masuk saat penghuni rumah sedang tertidur. Mendadak aku takut. Karena di rumah hanya sendiri, Mas Hendra biasa pulang malam. aku yang fokus menonton televisi terkejut saat mendengar langkah kaki mendekat. Segala pikiran buruk memenuhi isi kepalaku. Aku langsung mengambil sapu, kemudian menjadi waspada, takut jika itu adalah maling atau penjahat yang ini mencuri di rumahku.Aku bangkit dari sofa, berjalan menuju ruang tengah di sana ada seorang pria yang sedang membelakangiku. Dia menggunakan Hoodie berwarna hitam. Aku merasa a

    Last Updated : 2024-03-13
  • TERGODA IPAR   Ungkapan perasaan

    TUT! panggilan itu di tutup sepihak, tanpa ku tahu siapa yang menelpon suamiku barusan dengan nama kontak 'tukang servis'.Aku segera mengotak-atik ponsel milik Mas Hendra untuk mencari informasi, kemudian membuka aplikasi chat. Berharap ada petunjuk di sana. Namun sayang, aku tidak beruntung. Aplikasi chat itu menggunakan sandi yang tidak aku ketahui.Siapa suara perempuan dengan nama kontak tukang servis tadi? Servis apa? Selama ini tidak ada hal yang aneh-aneh yang menunjukkan Mas Hendra selingkuh.Mas Hendra masuk ke dalam kamar dia melihatku cemas sambil tangan masih mengotak-atik ponselnya."Win. Kau sudah menghangatkan makan malam?" ujarnya. Aku tersentak kaget, sebab sejak tadi terlalu fokus pada ponselnya."Em, be-belum. Oh iya Mas. Tadi—ada yang menelpon dan suaranya perempuan. Dengan nama kontak 'tukang servis' siapa itu Mas?" tanyaku hati-hati.Mas Hendra terlihat kaget, kemudian langsung menghampiriku. Dia merebut ponsel itu dari tanganku.Aku terkejut, gerakan yang sarka

    Last Updated : 2024-03-14
  • TERGODA IPAR   Meminta maaf

    Aku terbangun di pagi hari. Mataku mengerjap melihat sekitar. Aneh, bukankah semalam aku tidur di sofa ruang televisi. Lalu kenapa aku bisa berada di kamar.Dan, dimana selimut Firman? Bukankah semalam Firman menyelimutiku dengan selimutnya.Aku melihat ke arah suamiku yang sudah berpakaian rapih."Mas, kenapa aku bisa disini? Bukankah—" belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Mas Hendra sudah menjawabnya. "Aku yang memindahkanmu.""Kau?" tanyaku."Iya, tumben sekali kau menonton televisi sampai ketiduran. Tidak seperti biasanya." ucap Mas Hendra sambil memakai dasi di lehernya. Dia menatap wajahku dari pantulan cermin."Aku—aku semalam tidak bisa tidur, jadi mencoba untuk menonton televisi dan malah ketiduran." sahutku. Ku paksakan untuk tersenyum. Agar Mas Hendra tidak curiga bahwa aku tidak bisa tidur karena memikirkan Firman.Aku bergeming, benarkah semalam hanya mimpi? Tapi kecupan itu terasa nyata.Aku mendadak kecewa, jika itu semua benar hanya mimpi. Itu artinya Firman masih ma

    Last Updated : 2024-03-15
  • TERGODA IPAR   Senjata makan tuan

    "Apa Mbak Winda memiliki perasaan yang sama? Di.... Sini." terangnya menunjuk ke arah dadaku.Deg deg deg!Degup jantungku berdetak kencang."Pertanyaan macam apa itu. Tentu saja aku... Aku—" belum sempat aku menjawab pertanyaannya. Firman telah membungkamku dengan b1birnya.Drrttt Drrttt Drrtt.Dering ponsel Firman berbunyi, dia segera berhenti. Kemudian mengambil ponselnya yang berada di saku celana."Halo?""Baiklah. Ya, aku sudah menemukannya. Aku akan segera kesana. Hem."Napasku masih terengah-engah. Aku merapihkan bajuku yang sedikit berantakan lalu menyaka sudut bib1rku yang terdapat air l1ur kami.Firman melirik ke arahku. Kulihat dad4nya juga masih naik turun. "Mbak, maaf aku harus segera pergi. Em—terimakasih untuk vitaminnya."Hah! Vitamin? Vitamin apa? Mataku langsung mengerjap. Belum sempat bertanya Firman sudah pergi keluar.***Setelah Firman pergi aku segera pergi ke dapur. Belum sempat mengolah bahan apa saja yang ku beli di Bang Jamal. Pintu rumahku ada yang mengetu

    Last Updated : 2024-03-16
  • TERGODA IPAR   Melepaskan rasa yang tertahan

    "Firman!"Firman segera menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Kemudian menaruh jari telunjuknya di bibirku. Aku menatapnya kebingungan, mau apa dia."Jangan berisik, Mbak. Nanti Kak Hendra dengar." ucapnya kemudian melepaskan jarinya dari bibirku. Mataku mengerjap memandangnya. Firman juga menatapku dengan tatapan sayu."Jika kau ingin memakai kamar mandinya bilang, biar Mbak yang keluar." kataku, bersiap membuka pintu. Namun Firman malah membalik badanku agar menghadapnya. Aku sedikit tersentak, apalagi Firman mengunciku dengan kedua tangannya di letakan ke tembok."Aku tau Mbak tidak puas kan sama Kak Hendra?" tanyanya menelisik wajahku. Aku membuang pandangan ke samping. Firman mencondongkan wajahnya mendekat hampir menyentuh wajahku. Posisi ini membuat aku yang terbakar g4irah semakin memanas."Itu bukan urusanmu!" ucapku masih enggan menatapnya."Aku tau, aku sering mendengarnya." jawabnya. Aku langsung menatapnya. "Aku tau Mbak tidak puas dengan Kak Hendra, aku juga tau Kak He

    Last Updated : 2024-03-17
  • TERGODA IPAR   Membuat kue

    Kami tiba di tempat parkiran motor, semua mata memandang ke arahku dan juga Firman, hal itu membuatku sedikit merasa tidak nyaman.Setelah Firman memarkirkan motornya dia bergegas menghampiriku. "Ayo, Mbak. kita cari bahan yang Mbak inginkan?!" ajaknya, menggenggam tanganku. Aku segera menepis tangannya, tak enak dengan tatapan orang-orang yang berada disana. Sepertinya mereka mengenaliku. Aku biasa di antar oleh Mas Hendra, namun kali ini malah di antar oleh laki-laki berbeda. "Tidak perlu, sebaiknya kau di sini saja, Firman." tukasku."Loh, kok begitu, Mbak? aku kan mau nganter Mbak Winda ke pasar, tentu saja aku harus ikut. Masa di sini terus, emangnya aku tukang ojek." Firman membuang pandangan ke arah lain, sepertinya dia merajuk.Aku menghembuskan napas kasar "Dasar Firman. Udah jangan ngambek begitu. Tapi nanti kamu jangan rewel ya.""Siap Bos!" Jawabnya memberi hormat. Firman nyengir ke arahku, memperlihatkan barisan giginya. Dia tersenyum sangat—manis.Deg Deg Deg!Jantungku

    Last Updated : 2024-03-18
  • TERGODA IPAR   Terkuak

    Aku menempelkan telingaku pada daun pintu. Suara itu semakin terdengar jelas."Ayo, Mas. Goyang yang cepat. Ahh!""Kau sangat nikm4t sayang."Tiba-tiba saja perasaanku mendadak tidak enak. Keringat dingin membanjiri pelipisku. Pikiranku berkecamuk memikirkan apa yang sedang terjadi di dalam sana.Aku segera mengetuk pintu dengan cepat, kemudian membukanya.BRAK!Mataku membulat sempurna, disana ada Mas Hendra dan seorang—wanita. Mereka terkejut melihat kehadiran ku. Mereka sedang berada dalam posisi sang wanita duduk di pangkuan suamiku. Dengan tangan yang melingkar di lehernya.Melihat kehadiranku Mas Hendra langsung mendorong wanita itu agar berdiri. Aku diam mematung, lidahku kelu tak mampu berucap sepatah katapun. Jadi benar dugaanku mengenai kontak bernama 'tukang servis' waktu itu. Apa itu kontak wanita yang sedang bermain dengan suamiku itu.Mas Hendra membetulkan celananya dengan cepat, kemudian berjalan menghampiriku yang masih diam mematung di daun pintu."Winda sayang, kau

    Last Updated : 2024-03-19

Latest chapter

  • TERGODA IPAR   —SELESAI—

    Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu ... Aku dan anak-anak terus mencoba untuk menghibur Winda. Jangan sampai dia sedih dan terus memikirkan Farah. Ternyata, tidak ada usaha yang menghianati hasil. Winda yang tadinya menangisi Farah setiap malam. Kini sedikit berkurang. Hari ini adalah hari jadi pernikahan kami yg ke 6 tahun, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku berencana mengajaknya liburan di bali sekaligus merayakan anniversary kami. Anak-anak sengaja kutitipkan pada Kak Santi selama aku liburan di bali.Kami sampai di resort Bali setelah sebelumnya naik pesawat selama 2 jam. Winda langsung merebahkan diri di kamar hotel. Aku tau dia pasti kelelahan.Setelah memasukan isi koper ke dalam lemari, aku langsung membuka tirai jendela. Terlihat deburan ombak yang sangat kencang di sertai dengan pemandangan yang sangat cantik. Aku sengaja memilih resort yang menghadap langsung dengan laut. Jadi, saat berdiri di jendela seperti yang kulakukan i

  • TERGODA IPAR   Mencoba Ikhlas

    “Bagaimana? Apa ada perkembangan?” itu suara Kak Santi. Aku segera menoleh ke arah nya. Kemudian menggeleng, “Belum, Winda masih belum sadar.” jawabku. Aku menatap ke arah ranjang di mana ada Winda yang tengah berbaring dengan luka perban di kepalanya. Kejadian dua hari yang lalu membuatnya tak berdaya di rumah sakit ini. “Anak-anak bagaimana, mereka sama siapa?” Aku menghela napas sejenak, “Bersama asisten rumah tangga kami.” “Kakak ke rumahmu ya, kasian keponakanku. Dua kali ibu mereka masuk rumah sakit.” Aku mengangguk,“Terima kasih, Kak.” “Ya sudah. Kakak pamit ingin menemui mereka. kamu jangan terus bersedih, doakan saja istrimu cepat pulih.“ “Oh iya, bagaimana dengan pelaku yang menyebabkan Winda begini?” “Aku sudah melaporkannya kepada pihak berwajib, biarkan mereka yang mengurusnya.” Kak Santi tersenyum, “Aku tau, adikku tau apa yang harus di lakukan.”

  • TERGODA IPAR   Tolong, panggilkan ambulans!

    POV Firman Aku baru saja sampai di kantor. Berbarengan dengan aku masuk ke dalam loby, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Aku segera mengangkatnya karena itu berasa dari rumah. Aku sangat takut terjadi sesuatu di rumah. Apalagi itu menyangkut Winda. Kondisi nya masih belum stabil. “Halo, Bibik. Ada apa?” “Halo, Pak. Ibu ... Ibu ....” “Ada apa? Bicara yang jelas?! Winda kenapa?” bertubi-tubi pertanyaan kulontarkan, aku benar-benar merasa khawatir. “Ada apa dengan Winda?” “Tadi Ibu pamit keluar sebentar katanya, dia membawa tas.” Ah, aku meraup wajah kasar. “Sudah kuduga, dia pasti akan berpergian. Harusnya aku tetap di rumah.” Aku menyesal. Kupikir memang benar Winda hanya per

  • TERGODA IPAR   Tas biru

    Pagi hari .... Firman membuka matanya perlahan. Kepala yang semalam terasa berat, kini menghilang perlahan. Meskipun dia demam tinggi semalam, tapi dia ingat semalam Winda mengompres dirinya. Firman pikir Winda percaya pada ucapan seseorang yang mengatakan dirinya adalah penyebab kematian Hendra—kakaknya sendiri. Ternyata wanita itu masih perduli padanya. Firman mengulum senyum. Dia menoleh ke samping. Kosong! Winda tidak ada di sana. Entah semalam istrinya itu tidur di mana dia tidak tau. Sebab, setelah minum obat matanya terasa berat. Dia tertidur dan baru bangun sekarang. Firman menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dia harus segera pergi ke kantor. Hari ini ada jadwal meeting pagi. Sebagai manager yang disiplin tentu saja Firman tidak ingin telat. Meskipun tubunya masih terasa tidak enak. Namun, semangatnya tidak berkurang sedikitpun. Ada wajah Fira dan Farhan, yang menjadi semangatnya ketika rasa malas itu datang. D

  • TERGODA IPAR   Merasa Khawatir

    Setelah itu Winda mendekat ke arah Firman duduk di sampingnya, dia menatap muka wajah yang tengah terlelap. Wajah yang sangat teduh, tiba-tiba saja jantungnya berdetak kencang saat menatapnya. Winda menyentuh dadanya sendiri. Deg Deg Deg!Benar, jantungnya berdebar-debar. Padahal Firman Tengah tertidur.“Perasaan apa ini? Apakah aku jatuh cinta pada Firman?”“Ah, sudahlah. Jika memang iya, bukankah tidak apa-apa. Toh, dia suamiku.” Winda mengulum senyum.Senyum di wajah Winda pudar saat melihat bibir Firman bergetar.“A—aku tidak melakukan apapun, Win. Tidak ...” gumam Firman dengan mata yang masih terpejam.Winda langsung menyentuh keningnya.“Sshh, panas!”“Ternyata Firman demam, pantas saja dia tidak turun untuk makan malam.”Winda segera bangun dari ranjang. Kemudian keluar dari kamar. Dia mengambil sesuatu kemudian kembali lagi ke dalam kamar. Sambil membawa bak berisi air hangat dan juga

  • TERGODA IPAR   Berdebat

    Firman pulang setengah jam kemudian. Setelah menyelesaikan permasalahannya di kantor. Dia segera memarkirkan mobilnya ke garasi. Sebelumnya, dia sudah mendapatkan kabar dari asisten rumah tangganya bahwa Winda sudah pulang.Dengan tergesa dia segera masuk ke dalam rumah. Terlihat Winda tengah duduk di sofa, dengan tangan bersedekap dada. Pandangannya tajam lurus ke depan.Firman tersenyum kemudian berjalan perlahan ke arah nya.“Sayang kamu dari mana saja,” ujarnya saat sudah dekat. Firman duduk di samping Winda. Jarak di antara mereka hanya satu jengkal saja.Winda melirik tajam ke arah Firman. Pria di sampingnya tanpa aba-aba langsung merangkul pundak nya.“Sejak tadi aku mencarimu. Kamu membuatku khawatir, tapi syukurlah kamu sudah pulang.”“Sayang ...”“Berhenti memanggilku dengan sebutan sayang, Firman!” Winda menepis kasar tangan Firman.“Ka—kamu kenapa?”“Aku sudah tau apa yang telah kamu lakukan

  • TERGODA IPAR   Winda menghilang

    Pintu ruangan terbuka membuat keduanya terkejut. Delia dan Firman menoleh ke arah sumber suara.Terlihat seorang Office boy datang membawa ember dan kain pel. Dia terkejut melihat Firman yang sedang berada di sana. Berdebat dengan seorang wanita. Wanita yang tentu saja bukan pegawai di sana.“Ma—maaf, Pak. Saya kira bapak tidak masuk hari ini. Sebelumnya saya di tugaskan untuk membersihkan ruangan bapak.” ujar sang office boy dengan wajah menunduk, takut. Dia takut di pecat karena kelancangannya ini.Namun, Firman malah bersyukur. Adanya dia di sana akan membebaskan dirinya dari Delia. Wanita tidak war4s yang ingin menjadi madunya.“Tidak apa-apa, masuk lah. Kau juga tidak lama kan?”“I—iya, Pak.”Delia menghela napas. Dia membuang pandangan ke arah lain. Kedatangan Office boy di sana mengganggu saja.Firman menatap ke arah Delia kembali. Terlihat wajah wanita itu seperti kesal.“Delia, pergilah. Aku harus bekerja.” pinta Firman. “Firman, ku mohon ... Jadikan aku istri keduamu.”“A

  • TERGODA IPAR   Ingin mengulanginya lagi

    “Ya, aku percaya, sangat percaya padamu sayang.” bisik Firman dengan lembut. Membuat darah Winda berdesir.Firman mendekat, menaruh dagunya di bahu Winda. Membuat wanita itu menjadi gugup. Firman menghirup aroma shampoo yang di pakai Winda. Selalu manis, sama seperti awal mereka dekat. Shampoo beraroma strawberry yang membuat Firman jadi bertekuk lutut padanya.“Fi—Firman ....” suara Winda terdengar lirih. Dia bertopang pada sisi lemari. Selimut yang melekat di tubuh Firman jatuh sehingga belalai itu langsung menyentuh paha Winda yang mu lus. Berdiri tegak begitu gagahnya. Napas Winda memburu saat Firman mencium tengkuknya.“Firman, a—aku ....” Winda tergagap.“Sudhalah, semalam kamu sangat menikmatinya.”Ya, memang Winda akui semalam dia sangat menikmati permainan Firman di atas r@njang. Tapi bukan itu yang ingin dia sampaikan tadi.Winda bergeming menatap ke arah lain. Firman memeluknya dengan erat. Setidaknya Winda hanya lupa, bukan menolaknya.“Ayolah sayang, kita ulangi permainan

  • TERGODA IPAR   Terbakar gairah

    Delia tertawa sambil memainkan laptop, “Lihat Firman. Aku kurang paham yang bagian ini. Apa kamu bisa mengajariku dan apa ada saran lain darimu?” Delia terus bicara. Sedangkan Firman hanya fokus pada bibirnya.Suasana semakin terasa panas, Firman mulai melepas jaz kerjanya. Lalu membuka dua kancing bagian depan untuk mengurangi rasa panas di tu buhnya.“Firman hei, kau kenapa?” Delia menyentuh pahanya. Membuat Firman terhenyak sesuatu di bawah sana semakin tak bisa di kendalikan. Sentuhan itu kini semakin terasa. Firman menghembuskan napas kasar, ia menginginkan hal lebih dari ini.Melihat Firman yang gelisah, dengan deru napas nya yang tidak beraturan, membuat Delia tersenyum. Rencananya telah berhasil.“Apa kamu merasa gerah, sama aku juga. Sepertinya akan datang hujan.” Delia melepas blazer yang ia kenakan sejak tadi memperlihatkan bahunya yang mulus.Firman yang terbakar gairah. Mulai tak tenang, ada sesuatu yang harus dia tuntaskan.Ia segera bangun dari sofa. Namun matanya masi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status