Malam Penyatuan
Aku terbangun dari tidur pulasku, mataku terganggu dengan embusan angin dan kilatan cahaya pagi yang mengintip dari balik jendel besar. Bau manis yang menyatu dengan aroma kopi menelisik hidung, memaksaku membuka mata.
“Pagi Sayang ....” sapanya tersenyum ramah penuh arti.
“Eum ....” kataku menggeliat membalas sapaan yang dilontarkannya dengan senyuman.
“Pagi ....” kataku kemudian membuka mata seutuhnya.
“Tidurnya nyenyak banget si ... sampai enggak tega ngapa-ngapain.“ lanjutnya lagi meraih tubuhku dalam pelukannya.
“Mana masih lengkap pakai baju pengantin lagi. “katanya lagi mengecup lembut kening ini.
“Ya Tuhan ....” Semeriwing rasa aneh menyergap didada ketika bibirnya menyentuh kulit kepala, ada rasa menggelitik diperut ketika kulit kami bersatu.
“Enggak berasa ya, ditelanjangi? “ katanya lagi berbisik ditelinga membuatku terperanjat kaget.
“Apaaaaaa ...?” kataku berteriak, seketika bangun memeriksa seluruh tubuh.
“Ya ampun, kamu ganti in baju aku?“ kataku marah.
“Kayak begitu tuh, enggak sopan tahu ... aku kan perempuan. Enak saja main buka-buka baju orang, ganti in segala. Enggak pernah di ajar in sama orang tua ya, buat sopan sama perempuan” Cerocosku tak terkendali.
“Hahahaha ....” tawanya menggema.
“Gemesin banget si ....” lanjutnya lagi kembali meraih tubuhku dalam dekapannya.
“Enggak bisa begitu ... ” Rontaku tak terima dengan perbuatannya.
“Sttttt ....” katanya membuatku terpaku diam, menghentikan segala ocehanku.
Sejak dulu aku tak pernah bisa melawan kharismanya saat mengucapkan atau memberi isyarat untuk diam. Seakan ia ditakdirkan untuk menjadi pemimpin yang tak sanggup ditolak oleh karyawannya.
“Marah ya?” katanya bertanya, aku jawab dengan anggukan kepala.
“Kesel ya ?” tanyanya lagi, kembali aku jawab dengan anggukan. Kali ini bibirku ikut mengerucut, manyun tanda tak suka.
“Ayang kesel ya, karena bajunya aku buka?” katanya.
“Ayang kesel ya, karena di telanjang in?”
“Ayang juga kesel ya, karena bajunya diganti in?” katanya terus meledek.
“Iyalah kesel, aku marah itu enggak sopan Yang?” kataku kemudian
“ Ahhahahahhah ....” tertawanya semakin keras menggema ditelinga, seraya mengeratkan pelukannya padaku.
“Ayang kan tahu, menghormati perempuan itu penting, dan kehormatan paling besar wanita itu ada di seluruh tubuhnya. Terutama kesuciannya. Apa kata orang nanti, aku sudah enggak suci lagi.” kataku sedih, hatiku terasa sakit.
“Masa masih perawan, tapi sudah pernah ditelanjangi laki-laki. Siapa yang percaya kalo begitu? “ lanjutku menitikkan air mata.
“Ahhahahahhah ... iya ya, mana ada yang percaya kalo Ayang bilang, Ayang masih perawan tapi udah pernah ditelanjangi orang.” katanya.
“Tuh, Ayang tahu, terus kenapa laku in itu?” tanyaku.
“Kenapa laku in itu??” Ucapnya rendah, menatapku dengan tatapan menggoda. Alisnya terangkat bersamaan dengan senyum tipisnya yang mengembang sebelah. Sudut bibir satunya lebih tinggi sudut lainnya.
“Ahhahahahhah ....” Ia kembali tertawa, tawanya lepas. Sepertinya ia sangat puas, tertawa diatas kegelisahan dan amarahku. Aku semakin sebal ketika menyadari kenyataan itu. Harga diriku terluka, aku merasa tak berharga.
“Kok malah ketawa sih, orang lagi serius juga!“ kataku semakin sedih dan marah. Aku bangkit keluar dari dalam pelukannya.
“Ayang nanya benaran nih? kenapa aku laku in itu?”
“Iyalah ....” kataku mulai meninggikan nada suaraku, aku benar-benar kesal dan marah saat itu.
“Sini, aku jawab!” katanya memberi isyarat dengan tangan. Agar aku kembali mendekat.
“Tapi sebelum aku jawab, mulai sekarang panggil aku Ayah ya!” pintanya lembut mengecup punggung tanganku. Kemudian meraih tubuhku kembali masuk dalam dekapannya.
“Bisa ya? panggil aku Ayah!” lanjutnya lagi dipegangnya daguku menghadap wajahnya.
“Bisa panggil Ayah?” tanyanya sekali lagi, aku jawab dengan anggukan kepala. Aku terhipnotis, pandangan sejuk dan sendunya membuatku tak dapat menolak pesonanya. Aku takut juga terpesona secara bersamaan.
“Ayah melakukan itu, nelanjangin kamu, buka in baju kamu, ganti in baju kamu .... “ Jedanya menghembuskan nafas di wajahku.
“Karena sekarang ayah adalah suami kamu?, suami Ayang.” katanya alisku terangkat bingung.
“Tidak ingat?” katanya bertanya.
“Kita sudah resmi menikah, sekarang Ayang milik Ayah seutuhnya. Ayang istri Ayah sekarang, Is-tri A- yah.” katanya penuh penekanan.
“ Ayah bebas melakukan apa saja, termasuk nelanjangin Ayang kapan pun Ayah mau.“ lanjutnya lagi pipiku merona antara malu dan grogi, pikiranku melayang, ingatan dikepala kembali menayangkan cerita masa lalu. Data penyimpanan dalam memory memutar semua kejadian hari kemarin. Film kisah hidupku berputar seluruhnya menyadarkanku akan kejadian sebenarnya.
“Sudah ingat?” tanyanya, aku jawab dengan anggukan kepala. Aku malu, ingin rasanya aku benamkan tubuh ini ke dasar bumi, lagi-lagi aku membuat malu diriku sendiri.
“Kok bisa lupa sih!” Kicauku lemah memukul jidatku sendiri. Aku tertunduk tak berani menatap wajahnya.
“Jadi tak akan ada yang menyangsikan atau bertanya jika Ayang bilang. Ayang masih perawan tapi sudah pernah ditelanjangi Ayah.” Katanya berbisik ditelinga, mengangkat wajahku dengan tangannya agar kami saling bertatapan.
“Kalaupun Ayang cerita sama orang-orang, soal itu Ayah yakin tak akan ada yang peduli. Mereka tidak akan menganggap Ayang rendah karena, yang melakukan itu sama Ayang adalah suami Ayang sendiri.“ jelasnya membuatku semakin grogi. Apalagi ketika kurasakan bibirnya semakin mendekat ke bibirku.
“Ayang, sekarang Ayah panggil Bunda ya?” katanya semakin mendekatkan bibirnya.
“I love you “ katanya kemudian menyatukan bibir kami berdua. Aku terdiam seketika menutup mata.
Ada rasa yang tak dapatku jelaskan, rasanya melayang seperti ada banyak kupu-kupu terbang dalam perut. Jantungku memompa darah semakin cepat, detaknya lebih cepat dari detak jam didinding rumah.
“Inikah kenikmatan dunia?“ tanyaku dalam hati seraya menikmati apa yang terjadi.
Mataku terbuka, ketika aku rasakan bibirnya menjauh. Seperti anak kecil yang kehilangan permen kesukaannya, ada yang menghilang dalam diriku, ketika ia melakukan itu.
“Kita sudah suami istri ....” katanya.
“I-iya ....” jawabku terbata-bata. Menyembunyikan wajahku kembali ke dalam dada bidangnya. Dipeluknya diriku lebih erat seraya mengecup pucuk kepalaku yang terbenam dalam pelukannya. Ia tersenyum kecil lalu tertawa.
“Maaaf ... aku lupa Ayah ....” kataku lagi, ia kembali mengecup pucuk kepalaku dengan lembut.
“Nda tahu enggak?” tanyanya.
Kutengadahkan kepalaku melihatnya, wajahku mengisyaratkan tanya apa untuk pertanyaannya.
“Kamu ngegemesin banget tahu ... pengen banget ayah makan sekarang juga ....” katanya pelukannya erat, seerat pelukan seorang gadis saat memeluk boneka Teddy kesayangannya, gerakannya pun seperti gadis itu memeluk mencium seraya menggoyang-goyang gemas.
Hatiku bahagia, sebait puisi mampir hinggap dikepala. Aku seperti penyair, melantunkan puisi kala bahagia.
Aku bahagia
Aku terharu
Aku malu
Aku juga tersipu
Cinta ini nyata
Manis
Dan kualami
Semoga cinta kami
Abadi hingga akhir nanti
“Terima kasih ya Sayang!” kataku membalas pelukannya.
INIKAH cinta di malam Yang“Aku capek banget..”kataku memukul-mukul betis kakiku sendiri saat pantat ini mendarat di tepi ranjang.“Cape ya..? “ Tanyanya ku jawab anggukan.“Laper juga..”kataku lagi memegang perut yang keroncongan.“Mau makan apa sayang “ tanyanya sambil terus membereskan koper-koper bawaan kami,gerakannya sangat telaten mindahkan semua koper yang dibawa pelayan kamar dari luar kedalam,tak diijinkannya aku membantu membawa barang sedikitpun padahal banyak juga barangku yang sengaja ku masukan dalam tas-tas kecil agar aku mudah dan dapat membawanya sendiri,selain itu dia sungguh protektif aku begitu dijaganya hingga tak diijinkan bicara pada pelayan,supir atau pedagang laki-laki.Meski terasa risih diawalnya tapi aku senang,seperti mendapat bodyguard VIP gratis.“Sebentar y sayang,ayah urus ini dulu “katanya nyelonong pergi menemui pelayan yang sejak ta
Aku terperanjat kaget mendapati segudang hadiah memenuhi ruanganBunga,baju,sepatu,parpum,hingga Daleman ku dapatkan. Dari dia suamiku tercinta yang sedang sibuk bekerja...Ini hari ke tiga bulan madu kami,dan ternyata diisi dengan aku termenung seorang diri,karena dia sang suami sibuk dengan aktivitas nya sendiri.“Pantaslah ia begitu terburu-buru mengajakku berbulan madu,ternyata jadwal pekerjaannya sudah menunggu “kataku pagi tadi ketika dia berpamitan.Aku tak menyangka pilihanku kemarin akan aku sesalkan hari ini,aku terjebak disini,dikamar hotel seorang diri,hanya dapat menatap keluar jendela dengan secangkir kopi yang menemani.HujanSejuk menyergapBersandar bersama kedatanganmuHujan sunyi kudapatBersama heningnya malamDalam relung terdalamHujanRintikmu bagai bui dilautanMembasahi bumi yang kehausanHujanIndahnya malamBertabu
Aku baru saja tiba ketika ku dengar suara sumbang memekakkan telinga.Bagai petir menyambar disiang bolong,aku tertegun mendapati kenyataan.“Saya mah sampe kapan juga gak bakal nerima itu anak jadi mantu saya ““Anak orang miskin gitu,gak sepadan sama keluarga sayalah ““Kalo bukan gara-gara dipaksa anak,mana mau saya nerima dia ““Liat aja paling gak lama,nanti juga dibuang sama anak saya,diluar sana kan masih banyak perempuan cantik lebih dari dia ““Loh,kok gak langsung masuk ? “ Tanya suamiku dengan semua barang ditangan.“Assalamualaikum..”ucapnya seraya membuka pintu.“Waalaikumsalam “jawab serempak beberapa orang yang sedang duduk berbincang diruangan.Suasana mendadak canggung kulihat mereka saling berpandangan bertanya-tanya apakah kami mendengar pembicaraan mereka atau tidak.Aku terdiam mengi
Kami duduk bersama bersandar bantal dikepala ranjang,kopi hitam buatannya bertengger manja ditangan memberikan sedikit ketenangan.“Coba cerita sayang,kenapa tiba-tiba bunda ayah yang cantik ini tau-tau ngomong gitu?kita baru saja pulang bulan madu..kita masih pengantin baru “godanya penuh canda berharap kesedihanku berkurang.“Lihat ayah sayang..!”pintanya ketika pandanganku tetap saja kosong lurus kedepan.Kuseruput kopi ditangan tak berniat mengubah arah pandang,memandang lurus menikmati putihnya tembok kamar yang hanya berhias lukisan abstrak tak berbentuk namun mampu menghantarkan rasa siapapun yang melihat.Ku Hela napas panjang.“Ayah yang harusnya jawab pertanyaaan bunda?Kenapa ayah bohong?"Tanyaku dia diam"Kenapa ayah gak terus terang soal ibu ?""Kenapa ayah gak bilang kalo ibu sampe sekarang gak merestui hubungan kita?"lanjut ku terisak,berat rasanya hati ini melanjutkan pembicaraa
Aku terdiam,pandanganku lurus kedepan.Memandang senja yang tampak indah terbingkai dari balik jendela kamar.Kamar gelap penuh kesunyian kontras dengan indahnya pemandangan yang dilukiskan alam.Senja Olehku yang berdukaHai senjaWarnamu indahOren kemerahanMemberi semangat juga kehangatanCahayamu memberi ketenanganUntuk hatikuYang mengharu biruHai senjaKau mengantarkan cahaya kehidupanMengawali kegelapan malamMengantar makhlukKe peristirahatanHai senjaLihatlahAku terdiamMemandangmuDengan lukaSenyumku hilangMelayangTerbawa kegelapanTerbang bersama kebahagiaanMelayangTinggi ke awanHai senjaTeruslah bersinarHingga peraduanDan aku kembali bahagia“Hai
Aku berjalan dalam kebimbangan.Otakku menolak namun hatiku menerima.Aku mengalah.Aku menyerah.Aku akan melanjutkan pernikahan ini.Meski dengan segudang luka.Yang menunggu didepan mata.“Assalammualaikum”salamku ketika sampai didepan rumah tempatku dibesarkan.Kulihat dengan jelas senyum dan sambutan seluruh keluarga.Ini adalah pertama kalinya aku berkunjung setelah pernikahan,oleh-oleh yang aku bawa saat kembali dari bulan madu telah bertengger ditangan,disiapkan dengan apik oleh dia yang kini jadi suamiku tercinta.“Mama,Bapak.. Assalammualaikum,”kataku menyalami tangan mereka satu persatu dilanjutkan oleh suamiku yang juga menyalami mereka satu persatu secara bergantian.“Kemaren katanya sakit..”tanya ibu ku cemas.Ku iyakan dengan senyuman“Udah sembuhkan sekarang ..”ledek ayahku penuh canda."Udah dong,kalo belom m
Aku tersenyum,melihat hasil 2 garis yang tercetak di alat uji kehamilan.“Aku hamil,” kataku dalam hati.Kabar ini menjadi hadiah terbesar yang kumiliki di tengah usahaku mencari restu ibu.Usia pernikahan ku baru satu bulan tapi Alloh telah menitipkan sebuah jiwa didalam rahimku.Aku sangat bahagia teramat bahagia sampai melupakan segala kesedihanku.Aku yakin ini akan membuatku semakin dekat dengan ibu mertua,dan itu artinya aku akan segera mendapat restu ibu karena seorang cucu.Pokoknya aku sangat bahagia.Suamiku masih sibuk di kantor,aku tak berniat untuk mengabarkannya saat ini..aku akan mengabarkannya setelah ia kembali.Hamil itu memang aneh ya,pertandanya selalu membuat geleng-geleng kepala..tapi aku menikmati setiap prosesnya.Aku tak menyangka sakit sekujur badan yang aku rasakan selama dua minggu terakhir adalah pertanda awal tubuhku akan menerima calon manusia baru buah cintaku.Aku j
Kabar tak mengenakan yang didengar keluargaku, cukup memukul hati kedua orang tua. Mereka sedih atas apa yang kulakukan, meski tak percaya dengan ucapan ibu mertua mereka tetap memikirkan hal itu. Berusaha mencari untuk mendapat kebenaran. Aku bingung dan cemas tapi tak mampu berbuat apa-apa, karena aku tak bisa menghubungi siapapun. Tak ada nomor telepon yang ku hapal dengan baik. Ini hari keduaku dirumah ini,rumah baru kami, sementara suamiku belum juga kembali. Ia hanya mengabariku melalui telepon rumah memberi perintah, untuk menunggu kedatangannya dan jangan pergi kemana-mana. Dikirimnya dua orang berbaju hitam untuk menjagaku, ia juga mengirim seorang ibu untuk membantu menyiapkan segala keperluanku. Hatiku gelisah. Aku tidak tenang. Aku khawatir pada kedua orang tuaku. Aku khawatir dengan keluargaku. Tapi tak ada yang dapat kulakukan. Suamiku membawa handphone ku bersamanya, ia tak mengijin
Bab 23 Menantu Baru Sudah dua Minggu, suamiku meninggalkan rumah sejak malam itu. Meski selalu memberi kabar, tapi hatiku merasa gersang sejak kepergiannya.Sebuah notifikasi muncul memendar sinar pada gawaiku, dari SMS banking yang menyatakan bahwa rekeningku menerima uang sebesar sepuluh juta.[ bunda ....Itu uang modal untuk bisnis bunda ... Di pikirin baik-baik mau bisnis apa, tapi sebelum mulai kasih tahu ayah dulu ya! ] Tulisnya kemudian memberikan emoticon penuh cinta [ Oh iya, Alhamdulillah Ibu baik-baik saja. Cuma kelelahan dan darah tingginya kambuh.Sekarang sudah di rawat di rumah sakit.] Mengirimkan gambar Selfi dirinya dengan background ibu mertuaku yang terbaring di rumah sakit. [ Terima kasih ya ayah.] Balasku untuk pesan pertamanya, yang segera dibalasnya dengan emoticon cinta.
Bab 22Awal Petaka Siang itu suamiku berubah, begitu memanjakan ku. Dibujuknya aku yang sedang merajuk dengan beragam cara, termasuk mengajak keluar rumah. Kami berkeliling ke taman, mall dan rumah makan yang menjual makanan favoritku. Ia bahkan mematikan gawainya sepanjang waktu. Aku menikmati semunya, tapi hatiku masih terus merasa tak tenang.“Sudah dong marahnya istri ayah, ayah kan sudah minta maaf!” pintanya saat kamu dalam perjalanan pulangAku tersenyum, menatap matanya.‘Ya Allah, tunjukan padaku jika ada sesuatu yang salah, aku ikhlas menerima segala ketentuan-Mu ya Allah.” Doaku dalam hati, mengangguk menjawab pintanya.Ia tersenyum, sambil kembali mengendarai mobil meraih sebelah tanganku dan mengecupnya.Ada desir aneh dalam hatiku saat itu juga.“Oh iya yah, bunda mau ngomong sesuatu ....”tanyaku menoleh padanya.“Mau ngomong apa? Ngomong aja sayang!” jawabnya, sebelah
Bab 21 Merajuk Aku bangun pagi-pagi sekali, menunaikan kewajiban ibadah kemudian sibuk dengan gawaiku di samping jendela kamar.Sudah jadi kebiasaanku, saat hati ini gundah aku akan duduk termenung di depan jendela. Memandang alam dari bingkai sempit yang menghalangi pandangan.Waktu menunjukkan pukul enam pagi, sudah waktunya suamiku bangun. Tak ingin bertemu pandang pagi ini, aku bangkit hendak meninggalkan kamar saat gawainya berdering singkat, pertanda masuknya sebuah pesan.[Mas bangun, sudah pagi. Ayo Shalat sayang!]Bunyi pesannya, tertera dilayar depan. Membuat alisku terangkat. “Sayang?” pikirku masih bingung dengan kata terakhir yang tertulis.[Mas, ikh ... Sejak semalem pesanku tidak pernah dibalas.] Aku masih menatap layar gawai suamiku, nyeri di hati. Takut menghadapi kenyataan pahit yang akan hinggap dalam rumah tangga ini.Pikiran ku melayang, membayangkan sesuatu y
Bab 20Bentak“Yah,” kataku riang menyambut kedatangan suamiku yang baru saja kembali kerumah.“Hai,” jawabnya mengecup pucuk keningku, sejenak setelah aku menyalami tangannya.Ini pertama kalinya bagiku, menjalani tugas istri di rumah baru kami. Aku sudah pulih, meski belum bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, terutama pekerjaan berat, tetapi aku sudah mulai memasak, menyiapkan masakan seperti yang bisa aku lakukan saat di rumah mertuaku dulu.“Gimana kabar Bunda?” tanyanya merangkul tubuhku seraya mengajak duduk di sofa ruang tamu.“Baik,” jawabku tersenyum, memandang wajahnya lalu berjongkok dan melepaskan sepatunya yang terpasang.“Terima kasih ya!” katanya mengusap lembut kepalaku.Tak ada yang aneh, ia tetap mesra seperti biasa ... Tetapi entah mengapa, instingku terus saja mengatakan ada yang salah sejak suamiku.“Mau langsung makan atau mandi
Bab 19LainDua Minggu berlalu sejak kedatangan ibu mertua beserta saudara iparku. Aku sudah pulih, tubuhku bugar hingga mampu merawat kebun kecil di depan dan belakang rumah.Aku masih berdoa memohon petunjuk agar segera mendapat jawaban atas kehidupan rumah tangga seumur jagungku.Jujur aku ingin mengakhiri semua ini, memulai lagi kehidupan seorang diri dengan status baru. Tetapi aku takut pada Tuhan yang membenci perceraian, lagi pula suamiku tidak bersalah. Ia melakukan tugasnya dengan baik sebagai suami dan terus membelaku selama ini.“Huuuh,” engahku membuang napas panjang demi menghempas pikiran yang sempat hinggap dikepala.“Namanya hidup berumah tangga emang banyak cobaannya Non. Enggak dari suami ya dari mertua, ipar bahkan bisa jadi dari anak. Tinggal gimana kita,” ucap ibu Ir, pembantu yang sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini terus membantu dan menemaniku.Aku t
Kata Maaf Ibu Mertua Bagian 4 “Nda!” panggil sebuah suara gusar membalikkan badanku yang tengah menangis sesenggukan. Ia tampak ngos-ngosan. “Nda,” panggilnya lagi saat melihatku hanya menatap kosong ke arahnya. “Maaf, ayah tidak tahu ibu akan datang!” katanya memeluk tubuhku yang masih diam saja. “Maaf,” katanya lagi, semakin erat memeluk tubuh ini dalam dekapannya. Terasa sekali aura bimbang dan marah yang terpancar dalam geliat dan gerak tubuhnya. Aku tahu, suamiku tidak bersalah. Seperti yang ia katakan ia pasti tidak tahu, keluarganya akan datang menemuiku dan aku juga tidak tahu siapa yang memberi tahu suamiku perihal kedatangan ibu dan kakaknya kerumah ini. Ia pasti terburu-buru pulang ketika mendapat kabar itu, hingga suaranya terdengar cepat dan ngos-ngosan. Aku tahu, sejatinya bukan hanya aku yang kehilangan, tapi juga dirinya. Bu
Kata maaf Bagian 3Pilihan ada di tanganku, lanjut atau tidaknya pernikahan ini tergantung dengan keputusanku. Sudah sebulan berlalu, luka di perutku telah kering, meski nyerinya kadang masih terasa saat aku terlalu kelelahan. Wajar katanya, itulah efek pasca operasi, dan akan begitu terus sampai setahun ke depan. Karenanya untuk berjaga-jaga, siapa pun tidak boleh bekerja terlalu berat, setelah melakukan operasi. Terutama untuk para ibu yang melahirkan dengan operasi sesar.“Assalamualaikum,” sapa seseorang di luar sana. Suaranya tak asing, begitu familiar hingga membuat merinding.“Waalaikumsalam,” jawab ibu yang membantuku di rumah, bergegas membukakan pintu.Tampak dari kejauhan suara itu semakin membuatku tak nyaman. Mereka berbincang berbasa-basi kemudian masuk ke dalam.“De!” panggil suara itu membuatku semakin malas.Bukan maksud mengabaikan panggilannya, tapi sejak saat itu. Setiap kali aku mengingatn
Kata MaafBagian 2Waktu berlalu, aku dan suamiku pulih dari keterpurukkan akibat kehilangan calon anak. Pernikahan ini masih berlangsung, aku juga masih terus berdoa dalam shalat menunggu jawaban terbaik dari Allah mengenai kelangsungan hubungan pernikahan kami berdua.“Assalamualaikum,” kata Mama memberi salam.“Waalaikum salam,” jawabku dari dalam rumah, membuka pintu.“Waaah, Mama ....” jawabku semringah mencium punggung tangannya.Hari ini suamiku kembali bertugas keluar kota. Pagi tadi sebelum berangkat ia bilang bahwa mama akan datang untuk menemaniku selama dia pergi, dan kepergiannya kali ini tak lama. Sebab dia akan kembali besok pagi, saat pekerjaannya selesai dengan pesawat paling pagi.Ia berjanji akan langsung kembali ketika pekerjaannya telah selesai paling telat besok pagi.“Ayo Ma, masuk!” ajakku“Nanti dulu, panas. Kita ngobrol di sini aja dulu ....&
Kata MaafBagian 1Waktu berlalu, aku telah pulih dari segala rasa yang menyakiti. Tersenyum, menatap mentari dari luar bilik kamar yang biasa kutempati.Aku berhasil melewati semua ini, berkat perawatan mama dan dampingan seluruh keluarga. Meski, luka sesar pasca keguguran dan luka hati akibat kehilangan masih basah menganga. Tetap saja aku bersyukur, karena tak melewati semuanya sendiri.Aku kembali bahagia dan merasa hidup setelah badai ini sedikit berlalu. Begitu pun dengan suamiku, sudah seminggu ini aku melihatnya lebih sering tersenyum.Ia tampak bahagia dengan kedekatannya dengan seluruh keluarga. Mereka seperti saling berlomba, memperbaiki kecanggungan yang ada. Aku bersyukur, melihat keakraban yang tercipta. Rasanya tak sia-sia dia mengorbankan waktu mengambil cuti dari segala aktivitasnya.Iya dia libur dari aktivitasnya bekerja, seminggu ini ia di rumah. Menghabiskan waktunya menemaniku, s