Aku terperanjat kaget mendapati segudang hadiah memenuhi ruangan
Bunga,baju,sepatu,parpum,hingga Daleman ku dapatkan. Dari dia suamiku tercinta yang sedang sibuk bekerja...
Ini hari ke tiga bulan madu kami,dan ternyata diisi dengan aku termenung seorang diri,karena dia sang suami sibuk dengan aktivitas nya sendiri.
“Pantaslah ia begitu terburu-buru mengajakku berbulan madu,ternyata jadwal pekerjaannya sudah menunggu “kataku pagi tadi ketika dia berpamitan.
Aku tak menyangka pilihanku kemarin akan aku sesalkan hari ini,aku terjebak disini,dikamar hotel seorang diri,hanya dapat menatap keluar jendela dengan secangkir kopi yang menemani.
Hujan
Sejuk menyergap
Bersandar bersama kedatanganmu
Hujan sunyi kudapat
Bersama heningnya malam
Dalam relung terdalam
Hujan
Rintikmu bagai bui dilautan
Membasahi bumi yang kehausan
Hujan
Indahnya malam
Bertabur cahaya
Lampu jalan
Hujan
Aku sendirian
Menanti dia
Yang hidup dalam bayang pekerjaan
“Heeeeeeeehm...”
Aku tak menyangka pilihanku menghabiskan waktu 2 hari kemarin dikamar hotel menikmati kenikmatan dunia akan ku sesali saat ini.
“Tau begini,aku pasti akan membuat jadwal padat untuk berkeliling Bali..”gerutuku
“Ya tuhaaan,maafkan aku jika belum bisa jadi istri yang baik..tapi aku kesaaaaaal “kataku kemudian sedikit berteriak menengadahkan kepala ke atas berbicara dengan sang pemilik hidup.
“Rooom service “ teriak seseorang dibalik pintu.
“Ooowh ya ampuuun ..”gerutuku malas melangkah ke pintu,sudah kesekian kalinya tamu yang mengetuk pintu kamarku adalah pelayan kamar.
“Apalagi kali ini “ kataku malas
“Tok..tok..tok...room service “katanya lagi
“Sebentar..”jawabku bersiap memastikan pakaianku normal dan tertutup rapat.
“Iya mas...”Kataku ramah
“Layanan kamar Bu,apakah kamarnya mau dibersihkan..apakah ada yang dibutuhkan..?”tanyanya kemudian
“Ooh,tidak mas,terimakasih..kamarnya masih bersih..besok saja dibersihkan ya..dan terimakasih juga tapi saya tidak butuh apa-apa saat ini ..”jelasku berbicara.
“Kok laki2 ya..”pikirku dalam hati padahal sejak kemarin semua pelayan yang melayani ku perempuan,dan lagi penampilan pelayan ini aneeeh..dengan topi hitam menutupi wajahnya.
“Kalau begitu,apakah kamar mandinya mau dibersihkan..”tanyanya lagi membuatku semakin heran.
“Kok maksa ..”pikirku dalam hati aku menjadi takut,ku perhatikan lorong hotel sepi tanpa seorangpun,akupun beringsut semakin merapatkan pintu menyisakan kepala yang hanya keluar sedikit kemudian menyantelkan rantai pengaman pintu takut pelayan ini memaksa menerobos masuk.
“Bagaimana Bu,apakah kamar mandinya ada masalah atau mau dibersihkan..”tanyanya lagi.
“Tidak pak,terima kasih..terima kasih atas pelayanannya tapi saya tak butuh apa-apa ?”kataku
“Permisi,silahkan ke kamar yang lain..”kataku hendak menutup pintu,belum juga pintu tertutup dengan sempurna tiba-tiba setangkai bunga mawar beringsut masuk kedalam.
“Soory sayang ...”kata seseorang yang pamiliar.
“Maaaf..”lanjutnya lagi membuatku mengurungkan niat menutup pintu,mengintip dan memastikan bahwa pemilik suara itu adalah dia yang sejak pagi ku tunggu kedatangannya.
“Sorry,..”katanya sambil memegang setangkai bunga mawar sementara tangan yang satunya menjewer kuping bawahnya sendiri,khas pemain drama Korea..sementara seseorang yang sejak tadi membuatku takut berdiri disampingnya sambil menahan tawa.
Alisku terangkat
“Ini permainannya “pikirku Seketika kesal memenuhi dada.
Aku diam tak menjawab,beringsut membuka pintu setelah memastikan pakaianku tertutup.
“Sorry..”katanya lagi tak ku pedulikan aku beranjak pergi kembali ke posisi awal termenung di dekat jendela dengan segelas kopi,ku dengar kicauan diluar sana.
“Kan apa gua bilang,mana ada cewe gak marah kalo dikerjain kayak gitu..lu yang nyuruh y..bukan salah gue..udah ya,gua balik...gue gak mau kena sasaran amuk”
“Gak jadi mampir..”
“Gak deh,gak enak gua ama teteh..lain kali aja di kondisi yang menyenangkan “
“Oke deh,thank ya..”
“Siiiip..inget jangan kasar,jangan jadi dia kalo lagi ngadepin istri loe “lanjutnya lagi aku keheranan.
“Kenapa sahabatnya ngomong gitu ya ?”pikirku dalam hati.
“Sayaaaang,bunda ayaaaaah...”panggilnya setelah menutup pintu
“Ikh,ngambek nih ceritanya...”lanjutnya lagi mencium kepalaku
“Ayah,mandi dulu y..”katanya kemudian meninggalkanku yang sedang emosian
“gak peka banget si,bukanya diBae-in dulu ...”gerutuku sebal
Hai hujan
Lihat lah diriku
Aku menunggu
Menanti dengan ragu
Dia yang membelenggu
Dalam ruang kelabu
Hai hujan
Lihatlah diriku
Yang terbelenggu
Rentang waktu
Hingga ragu
Mengharu biru
Hai hujan
Aku tau
Tak penting bagiku
Merajuk
Karna Hidup
Bukanlah soal waktu
“haaaaaaaaaah...ya sudahlah “pikiirku merapikan diri dan ruangan,memojokkan tiap hadiah agar tak memenuhi ruang tidur tempatku dan dia merebahkan diri.
“Kruyuuuuuuuk..”
“Looh,aku lapar ternyata..”kataku Ternyata aku keasikan melamun sampai melupakan waktu makan malam ku
“hahhahha..”ku tertawa sendiri seraya memegangi perut yang tak henti bersuara.
“Laper ya...”tanya seseorang yang baru saja mandi,harumnya memenuhi seluruh ruangan..aroma maskulin dengan harum sampo dan sabun khas bunga Kamboja membuatku terbuai..dada bidangnya terbuka membuatku bersemu malu.
"Aku rindu dada itu.."pikirku
“Sayang ayah sudah mandi,?”tanyanya ku jawab anggukan
“Iiikh,masih kesal rupanya..”lanjutnya lagi mendekat kemudian memeluk sambil menggelitik pinggang.
Aku terperanjat kemudian tertawa terbahak-bahak.
Ia terus melakukan itu,mengejar setiap kali aku berlari menghindar.
Ruangan yang senyap mendadak riuh tawa karena kejahilannya.
Aku menyerah dalam pelukannya sambil terengah-engah.
“Masih marah ?” tanyanya kujawab dengan gelengan.
“Serius,sudah gak marah “katanya lagi
“Iya sayang,bunda sudah gak marah “jawabku memegang wajahnya kemudian mengecup singkat bibirnya.
“Boleh gak kita makan,bunda laper banget..”pintaku memeluknya aku malu karena sudah berani melakukan itu.
Aku malu telah mengecup bibirnya.
“Baiklah sayang,ayo bersiap..”katanya.
“Mau makan di resto hotel atau di luar hotel “tanyanya lagi.
“Diresto dalam hotel aja,bunda tau ayah capeee..”kataku.
“Terimakasih sayang..”katanya kembali mengecup pucuk kepalaku.
“Sekali lagi maaafin ayah y..”katanya kemudian pergi meraih pakaian dan hilang dalam ruangan.
Hatiku terenyuh
Ada nada berat penuh penyesalan didalam kata maafnya tadi.
Ada kata tersirat yang sepertinya mengandung arti lain dari yang terjadi.
Hatiku bertanya
Menggelitik membisikan sesuatu
Ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan namun aku tak berani bertanya.
Aku percaya semua hanya kegelisahan semata,aku berharap hanya itu saja.
“Ayooo..! "ajaknya.
“Woooow..”kataku meraih ajakannya penampilannya santainya membuatku takjub tak percaya.
Malam pun berlalu dengan liburan Memabukkan,dia sungguh pandai menyenangkanku.
Aku sangat takjub padanya dalam memenejement waktu.
Aku tak menyangka meski sibuk bekerja seharian dia mampu membuat semua kejutan ini demi menyenangkanku,menebus rasa kesepian ku.
Makan malam romantis dengan lagu yang menemani dan hanya ada kami di balkon resto,makanan sedap menggugah selera lengkap dengan pemandangan kota yang gemerlapan dilengkapi harum udara khas berbaur dengan sisa hujan.
Meski tak saling bicara makan malam penuh keheningan ini mampu mengobati penatku terkurung seharian.
“Makasih sayang..meski aku tau lelah sedang menyergap seluruh ragamu tapi kau tetap berusaha menyenangkanku “tulisku dalam secarik memo mengembangkan senyum di bibirnya yang sejak tadi rapat menyatu.
Ia mengangguk menggenggam tanganku dengan sayang.
Terimakasih tuhan
Cintaku dia
Meski diam
Aku tau dia
Selalu ada
Untukku
Aku baru saja tiba ketika ku dengar suara sumbang memekakkan telinga.Bagai petir menyambar disiang bolong,aku tertegun mendapati kenyataan.“Saya mah sampe kapan juga gak bakal nerima itu anak jadi mantu saya ““Anak orang miskin gitu,gak sepadan sama keluarga sayalah ““Kalo bukan gara-gara dipaksa anak,mana mau saya nerima dia ““Liat aja paling gak lama,nanti juga dibuang sama anak saya,diluar sana kan masih banyak perempuan cantik lebih dari dia ““Loh,kok gak langsung masuk ? “ Tanya suamiku dengan semua barang ditangan.“Assalamualaikum..”ucapnya seraya membuka pintu.“Waalaikumsalam “jawab serempak beberapa orang yang sedang duduk berbincang diruangan.Suasana mendadak canggung kulihat mereka saling berpandangan bertanya-tanya apakah kami mendengar pembicaraan mereka atau tidak.Aku terdiam mengi
Kami duduk bersama bersandar bantal dikepala ranjang,kopi hitam buatannya bertengger manja ditangan memberikan sedikit ketenangan.“Coba cerita sayang,kenapa tiba-tiba bunda ayah yang cantik ini tau-tau ngomong gitu?kita baru saja pulang bulan madu..kita masih pengantin baru “godanya penuh canda berharap kesedihanku berkurang.“Lihat ayah sayang..!”pintanya ketika pandanganku tetap saja kosong lurus kedepan.Kuseruput kopi ditangan tak berniat mengubah arah pandang,memandang lurus menikmati putihnya tembok kamar yang hanya berhias lukisan abstrak tak berbentuk namun mampu menghantarkan rasa siapapun yang melihat.Ku Hela napas panjang.“Ayah yang harusnya jawab pertanyaaan bunda?Kenapa ayah bohong?"Tanyaku dia diam"Kenapa ayah gak terus terang soal ibu ?""Kenapa ayah gak bilang kalo ibu sampe sekarang gak merestui hubungan kita?"lanjut ku terisak,berat rasanya hati ini melanjutkan pembicaraa
Aku terdiam,pandanganku lurus kedepan.Memandang senja yang tampak indah terbingkai dari balik jendela kamar.Kamar gelap penuh kesunyian kontras dengan indahnya pemandangan yang dilukiskan alam.Senja Olehku yang berdukaHai senjaWarnamu indahOren kemerahanMemberi semangat juga kehangatanCahayamu memberi ketenanganUntuk hatikuYang mengharu biruHai senjaKau mengantarkan cahaya kehidupanMengawali kegelapan malamMengantar makhlukKe peristirahatanHai senjaLihatlahAku terdiamMemandangmuDengan lukaSenyumku hilangMelayangTerbawa kegelapanTerbang bersama kebahagiaanMelayangTinggi ke awanHai senjaTeruslah bersinarHingga peraduanDan aku kembali bahagia“Hai
Aku berjalan dalam kebimbangan.Otakku menolak namun hatiku menerima.Aku mengalah.Aku menyerah.Aku akan melanjutkan pernikahan ini.Meski dengan segudang luka.Yang menunggu didepan mata.“Assalammualaikum”salamku ketika sampai didepan rumah tempatku dibesarkan.Kulihat dengan jelas senyum dan sambutan seluruh keluarga.Ini adalah pertama kalinya aku berkunjung setelah pernikahan,oleh-oleh yang aku bawa saat kembali dari bulan madu telah bertengger ditangan,disiapkan dengan apik oleh dia yang kini jadi suamiku tercinta.“Mama,Bapak.. Assalammualaikum,”kataku menyalami tangan mereka satu persatu dilanjutkan oleh suamiku yang juga menyalami mereka satu persatu secara bergantian.“Kemaren katanya sakit..”tanya ibu ku cemas.Ku iyakan dengan senyuman“Udah sembuhkan sekarang ..”ledek ayahku penuh canda."Udah dong,kalo belom m
Aku tersenyum,melihat hasil 2 garis yang tercetak di alat uji kehamilan.“Aku hamil,” kataku dalam hati.Kabar ini menjadi hadiah terbesar yang kumiliki di tengah usahaku mencari restu ibu.Usia pernikahan ku baru satu bulan tapi Alloh telah menitipkan sebuah jiwa didalam rahimku.Aku sangat bahagia teramat bahagia sampai melupakan segala kesedihanku.Aku yakin ini akan membuatku semakin dekat dengan ibu mertua,dan itu artinya aku akan segera mendapat restu ibu karena seorang cucu.Pokoknya aku sangat bahagia.Suamiku masih sibuk di kantor,aku tak berniat untuk mengabarkannya saat ini..aku akan mengabarkannya setelah ia kembali.Hamil itu memang aneh ya,pertandanya selalu membuat geleng-geleng kepala..tapi aku menikmati setiap prosesnya.Aku tak menyangka sakit sekujur badan yang aku rasakan selama dua minggu terakhir adalah pertanda awal tubuhku akan menerima calon manusia baru buah cintaku.Aku j
Kabar tak mengenakan yang didengar keluargaku, cukup memukul hati kedua orang tua. Mereka sedih atas apa yang kulakukan, meski tak percaya dengan ucapan ibu mertua mereka tetap memikirkan hal itu. Berusaha mencari untuk mendapat kebenaran. Aku bingung dan cemas tapi tak mampu berbuat apa-apa, karena aku tak bisa menghubungi siapapun. Tak ada nomor telepon yang ku hapal dengan baik. Ini hari keduaku dirumah ini,rumah baru kami, sementara suamiku belum juga kembali. Ia hanya mengabariku melalui telepon rumah memberi perintah, untuk menunggu kedatangannya dan jangan pergi kemana-mana. Dikirimnya dua orang berbaju hitam untuk menjagaku, ia juga mengirim seorang ibu untuk membantu menyiapkan segala keperluanku. Hatiku gelisah. Aku tidak tenang. Aku khawatir pada kedua orang tuaku. Aku khawatir dengan keluargaku. Tapi tak ada yang dapat kulakukan. Suamiku membawa handphone ku bersamanya, ia tak mengijin
Wajah Ke-2Bagian 1Kehancuran kami berlanjut sepulangnya aku dari rumah sakit. Keluargaku telah menunggu dengan wajah masam di rumah tempat kami tinggal sekarang. Aku tidak tahu siapa yang mengabari mereka. Mungkin suamiku?.Aku turun dari kendaraan yang mengantarku pulang. Menyiapkan hati dan mental menghadapi mereka seorang diri. Sementara suamiku, telah pergi. Ia berpamitan mengerjakan pekerjaan yang ia tinggalkan beberapa hari ini. Meski berat, akhirnya aku mengizinkannya, jadilah di sini aku sendiri.Suasana mendadak sunyi, ibu sudah menyiapkan kamarku dengan rapi. Membuatkan makanan, dan menghidangkannya untukku makan.Sementara ayah tak bersuara, hanya diam saja. Namun wajahnya masam menunjukkan segudang kekesalan memenuhi dadanya. Aku tak berani bertanya, aku tak ingin memulai pembicaraan.Aku ingin mendengar mereka lebih dulu, mengatakan apa pun yang mereka pikirkan. Aku ingin merasakan apa pun yang mereka rasakan, me
Wajah Ke-2Bagian 2Kakakku diam, tak berkomentar. Ia hanya mengusap-usap lembut kepalaku yang berada dalam pelukan ibu. Sementara ibuku tetap dengan posisinya, memelukku dengan erat memberikan kasih sayang yang terus menjalar.“Mama tahu enggak! Aku stres Ma ... aku stres, mau aku berusaha kayak apa pun aku masih enggak diterima di keluarga itu, apa pun yang aku lakukan enggak pernah diliat, aku enggak pernah diajak ke acara keluarga. Aku enggak diakui menantu, bahkan dia enggak terima kehadiran calon anakku Ma.” ceritaku panjangIbu memegang kepalaku, mencium keningku.“Iya sayang ... Iya, Mama dengar semuanya, Mama mengerti sayang, Mama ngerti!” katanya memegang kepalaku, berbicara memandang mataku sambil terus menciumiku.“Sudah, sudah Sayang! Mama tahu semua yang dia bilang pasti enggak benar.”“Mama tahu anak Mama, Mama yakin anak Mama enggak mungkin melakuka
Bab 23 Menantu Baru Sudah dua Minggu, suamiku meninggalkan rumah sejak malam itu. Meski selalu memberi kabar, tapi hatiku merasa gersang sejak kepergiannya.Sebuah notifikasi muncul memendar sinar pada gawaiku, dari SMS banking yang menyatakan bahwa rekeningku menerima uang sebesar sepuluh juta.[ bunda ....Itu uang modal untuk bisnis bunda ... Di pikirin baik-baik mau bisnis apa, tapi sebelum mulai kasih tahu ayah dulu ya! ] Tulisnya kemudian memberikan emoticon penuh cinta [ Oh iya, Alhamdulillah Ibu baik-baik saja. Cuma kelelahan dan darah tingginya kambuh.Sekarang sudah di rawat di rumah sakit.] Mengirimkan gambar Selfi dirinya dengan background ibu mertuaku yang terbaring di rumah sakit. [ Terima kasih ya ayah.] Balasku untuk pesan pertamanya, yang segera dibalasnya dengan emoticon cinta.
Bab 22Awal Petaka Siang itu suamiku berubah, begitu memanjakan ku. Dibujuknya aku yang sedang merajuk dengan beragam cara, termasuk mengajak keluar rumah. Kami berkeliling ke taman, mall dan rumah makan yang menjual makanan favoritku. Ia bahkan mematikan gawainya sepanjang waktu. Aku menikmati semunya, tapi hatiku masih terus merasa tak tenang.“Sudah dong marahnya istri ayah, ayah kan sudah minta maaf!” pintanya saat kamu dalam perjalanan pulangAku tersenyum, menatap matanya.‘Ya Allah, tunjukan padaku jika ada sesuatu yang salah, aku ikhlas menerima segala ketentuan-Mu ya Allah.” Doaku dalam hati, mengangguk menjawab pintanya.Ia tersenyum, sambil kembali mengendarai mobil meraih sebelah tanganku dan mengecupnya.Ada desir aneh dalam hatiku saat itu juga.“Oh iya yah, bunda mau ngomong sesuatu ....”tanyaku menoleh padanya.“Mau ngomong apa? Ngomong aja sayang!” jawabnya, sebelah
Bab 21 Merajuk Aku bangun pagi-pagi sekali, menunaikan kewajiban ibadah kemudian sibuk dengan gawaiku di samping jendela kamar.Sudah jadi kebiasaanku, saat hati ini gundah aku akan duduk termenung di depan jendela. Memandang alam dari bingkai sempit yang menghalangi pandangan.Waktu menunjukkan pukul enam pagi, sudah waktunya suamiku bangun. Tak ingin bertemu pandang pagi ini, aku bangkit hendak meninggalkan kamar saat gawainya berdering singkat, pertanda masuknya sebuah pesan.[Mas bangun, sudah pagi. Ayo Shalat sayang!]Bunyi pesannya, tertera dilayar depan. Membuat alisku terangkat. “Sayang?” pikirku masih bingung dengan kata terakhir yang tertulis.[Mas, ikh ... Sejak semalem pesanku tidak pernah dibalas.] Aku masih menatap layar gawai suamiku, nyeri di hati. Takut menghadapi kenyataan pahit yang akan hinggap dalam rumah tangga ini.Pikiran ku melayang, membayangkan sesuatu y
Bab 20Bentak“Yah,” kataku riang menyambut kedatangan suamiku yang baru saja kembali kerumah.“Hai,” jawabnya mengecup pucuk keningku, sejenak setelah aku menyalami tangannya.Ini pertama kalinya bagiku, menjalani tugas istri di rumah baru kami. Aku sudah pulih, meski belum bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, terutama pekerjaan berat, tetapi aku sudah mulai memasak, menyiapkan masakan seperti yang bisa aku lakukan saat di rumah mertuaku dulu.“Gimana kabar Bunda?” tanyanya merangkul tubuhku seraya mengajak duduk di sofa ruang tamu.“Baik,” jawabku tersenyum, memandang wajahnya lalu berjongkok dan melepaskan sepatunya yang terpasang.“Terima kasih ya!” katanya mengusap lembut kepalaku.Tak ada yang aneh, ia tetap mesra seperti biasa ... Tetapi entah mengapa, instingku terus saja mengatakan ada yang salah sejak suamiku.“Mau langsung makan atau mandi
Bab 19LainDua Minggu berlalu sejak kedatangan ibu mertua beserta saudara iparku. Aku sudah pulih, tubuhku bugar hingga mampu merawat kebun kecil di depan dan belakang rumah.Aku masih berdoa memohon petunjuk agar segera mendapat jawaban atas kehidupan rumah tangga seumur jagungku.Jujur aku ingin mengakhiri semua ini, memulai lagi kehidupan seorang diri dengan status baru. Tetapi aku takut pada Tuhan yang membenci perceraian, lagi pula suamiku tidak bersalah. Ia melakukan tugasnya dengan baik sebagai suami dan terus membelaku selama ini.“Huuuh,” engahku membuang napas panjang demi menghempas pikiran yang sempat hinggap dikepala.“Namanya hidup berumah tangga emang banyak cobaannya Non. Enggak dari suami ya dari mertua, ipar bahkan bisa jadi dari anak. Tinggal gimana kita,” ucap ibu Ir, pembantu yang sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini terus membantu dan menemaniku.Aku t
Kata Maaf Ibu Mertua Bagian 4 “Nda!” panggil sebuah suara gusar membalikkan badanku yang tengah menangis sesenggukan. Ia tampak ngos-ngosan. “Nda,” panggilnya lagi saat melihatku hanya menatap kosong ke arahnya. “Maaf, ayah tidak tahu ibu akan datang!” katanya memeluk tubuhku yang masih diam saja. “Maaf,” katanya lagi, semakin erat memeluk tubuh ini dalam dekapannya. Terasa sekali aura bimbang dan marah yang terpancar dalam geliat dan gerak tubuhnya. Aku tahu, suamiku tidak bersalah. Seperti yang ia katakan ia pasti tidak tahu, keluarganya akan datang menemuiku dan aku juga tidak tahu siapa yang memberi tahu suamiku perihal kedatangan ibu dan kakaknya kerumah ini. Ia pasti terburu-buru pulang ketika mendapat kabar itu, hingga suaranya terdengar cepat dan ngos-ngosan. Aku tahu, sejatinya bukan hanya aku yang kehilangan, tapi juga dirinya. Bu
Kata maaf Bagian 3Pilihan ada di tanganku, lanjut atau tidaknya pernikahan ini tergantung dengan keputusanku. Sudah sebulan berlalu, luka di perutku telah kering, meski nyerinya kadang masih terasa saat aku terlalu kelelahan. Wajar katanya, itulah efek pasca operasi, dan akan begitu terus sampai setahun ke depan. Karenanya untuk berjaga-jaga, siapa pun tidak boleh bekerja terlalu berat, setelah melakukan operasi. Terutama untuk para ibu yang melahirkan dengan operasi sesar.“Assalamualaikum,” sapa seseorang di luar sana. Suaranya tak asing, begitu familiar hingga membuat merinding.“Waalaikumsalam,” jawab ibu yang membantuku di rumah, bergegas membukakan pintu.Tampak dari kejauhan suara itu semakin membuatku tak nyaman. Mereka berbincang berbasa-basi kemudian masuk ke dalam.“De!” panggil suara itu membuatku semakin malas.Bukan maksud mengabaikan panggilannya, tapi sejak saat itu. Setiap kali aku mengingatn
Kata MaafBagian 2Waktu berlalu, aku dan suamiku pulih dari keterpurukkan akibat kehilangan calon anak. Pernikahan ini masih berlangsung, aku juga masih terus berdoa dalam shalat menunggu jawaban terbaik dari Allah mengenai kelangsungan hubungan pernikahan kami berdua.“Assalamualaikum,” kata Mama memberi salam.“Waalaikum salam,” jawabku dari dalam rumah, membuka pintu.“Waaah, Mama ....” jawabku semringah mencium punggung tangannya.Hari ini suamiku kembali bertugas keluar kota. Pagi tadi sebelum berangkat ia bilang bahwa mama akan datang untuk menemaniku selama dia pergi, dan kepergiannya kali ini tak lama. Sebab dia akan kembali besok pagi, saat pekerjaannya selesai dengan pesawat paling pagi.Ia berjanji akan langsung kembali ketika pekerjaannya telah selesai paling telat besok pagi.“Ayo Ma, masuk!” ajakku“Nanti dulu, panas. Kita ngobrol di sini aja dulu ....&
Kata MaafBagian 1Waktu berlalu, aku telah pulih dari segala rasa yang menyakiti. Tersenyum, menatap mentari dari luar bilik kamar yang biasa kutempati.Aku berhasil melewati semua ini, berkat perawatan mama dan dampingan seluruh keluarga. Meski, luka sesar pasca keguguran dan luka hati akibat kehilangan masih basah menganga. Tetap saja aku bersyukur, karena tak melewati semuanya sendiri.Aku kembali bahagia dan merasa hidup setelah badai ini sedikit berlalu. Begitu pun dengan suamiku, sudah seminggu ini aku melihatnya lebih sering tersenyum.Ia tampak bahagia dengan kedekatannya dengan seluruh keluarga. Mereka seperti saling berlomba, memperbaiki kecanggungan yang ada. Aku bersyukur, melihat keakraban yang tercipta. Rasanya tak sia-sia dia mengorbankan waktu mengambil cuti dari segala aktivitasnya.Iya dia libur dari aktivitasnya bekerja, seminggu ini ia di rumah. Menghabiskan waktunya menemaniku, s