Beranda / Urban / TERALIS WAKTU / Kenyataan Pahit

Share

Kenyataan Pahit

Penulis: UmuSaBiQa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-04 22:51:17

Aku baru saja tiba ketika ku dengar suara sumbang memekakkan telinga.

Bagai petir menyambar disiang bolong,aku tertegun mendapati kenyataan.

“Saya mah sampe kapan juga gak bakal nerima itu anak jadi mantu saya “

“Anak orang miskin gitu,gak sepadan sama keluarga sayalah “

“Kalo bukan gara-gara dipaksa anak,mana mau saya nerima dia “

“Liat aja paling gak lama,nanti juga dibuang sama anak saya,diluar sana kan masih banyak perempuan cantik lebih dari dia “

“Loh,kok gak langsung masuk ? “ Tanya suamiku dengan semua barang ditangan.

“Assalamualaikum..”ucapnya seraya membuka pintu.

“Waalaikumsalam “jawab serempak beberapa orang yang sedang duduk berbincang diruangan.

Suasana mendadak canggung kulihat mereka saling berpandangan bertanya-tanya apakah kami mendengar pembicaraan mereka atau tidak.

Aku terdiam mengikuti langkah suamiku menyalami mereka satu persatu mulai dari ibu mertuaku  kemudian sahabat-sahabat arisannya.

Senyumku hilang aku sama sekali tak berniat untuk lama-lama bercengkrama dengan mereka,sekedar ngobrol basa-basi.

“Aku ijin ke kamar duluan ya Bu..”kataku ngeloyor meninggalkan kumpulan orang yang baru saja ku kenal tapi sudah sangat menyakiti hati.

Pahit

                    Oleh ku yang disakiti

Tuhan

Rasanya sakit

Sesak nyeletit

Rasanya

Kenyataan pahit

Menyiksa pikiran dan hati

Aku termenung

Jiwaku rasanya melayang menjauh dari badan

Kenyataan yang baru saja ku dengar membuatku bimbang

Amarah membumbung tinggi di badan

Tak menerima apa yang ada

Ingin rasanya aku pulang berlari kerumah orang tua

Mengadu dan menceritakan kenyataan yang ada

Jika anaknya tak diterima menjadi bagian dari keluarga barunya

Namun aku bertahan

Ajaran agama membuatku hanya menatap kosong keluar jendela

Sambil beristighfar,melamun dalam doa 

Menghapus bayangan indah kehidupan baru dengan bakti pada orang tua baru.

“Ada apa ?” tanya suara lantang yang baru saja datang.

“Ada apa sayang,kenapa kok tau-tau Bete?” Lanjutnya

“Kita keluar lagi yuuk !”jawabku menitikkan air mata.

Aku tak sanggup, pertahanan ku runtuh,hatiku berteriak tak sanggup menghadapi kenyataan seorang diri.

Aku memeluknya menumpahkan kesedihan yang hinggap di dada,ada pula amarah menggelayut kencang meneriakan rasa yang sulit diartikan.Ia terdiam tanpa kata memeluk erat seakan mengerti apa yang ku rasakan.

“Yuuk,jadi mau keluar lagi..??”tanyanya ketika aku sudah tenang.

“Gak..,aku mau tidur aja “jawabku menjauh dari tubuhnya.

“Gak mau cerita ??” tanyanya ku jawab dengan gelengan kepala seraya melangkah gontai menuju peristirahatan,ranjangnya yang berwarna biru menjadi saksi kelabu perjalanan rumah tanggaku yang baru saja dimulai.

Aku hancur dalam diam

Hatiku terluka amat dalam

Sesak memenuhi dada

Namun sesal

Membingungkan rasa

Otakku berpikir

Penuh rasa

Ego menyiksa

Namun agama menjaga

Tuhan

Aku hancur dalam diam

Luka menganga lebar

Menyakiti raga dan jiwa

Kenyataan Pahit

Yang diterima

Menyiksa seluruh jiwa

Malam tiba

Aku terbangun dengan dia menatap cemas disisi ranjang

"Jam berapa sekarang yang ?"tanyaku menguatkan jiwa

"Ada apa?" Tanyanya 

Aku beringsut bangun,tak ada niat menjawab pertanyaan nya,aku hanya ingin segera menyingkir dari pandangannya dan menghindari pertanyaannya.

"Ada apa??"tanyanya menahan tanganku ada sedikit nada intimidasi dari suaranya.

"Ada apa??"katanya sekali lagi mulai meninggikan suara.

Aku kesal,amarahku memuncak namun aku tak dapat bersuara...Hanya air mata yang mengalir,membasahi pipi lewat mata.

Kupalingkan wajah berusaha menghindar dari kungkungan dan intimidasi nya yang sangat menyiksa.

Aku tak ingin memperlihatkan sisi lemahku padanya.

Saat ini aku hanya ingin diam,berusaha menerima kenyataan pahit didepan mata.

Aku memilih mengalah dan menerima kenyataan daripada berontak melawan,aku tak ingin keluargaku tau dan kecewa.

Apa kata tetangga jika aku mengakhiri mahligai rumah tangga yang baru saja ku bangun.

Belom kering rasanya wangi pesta pernikahan yang baru saja diadakan,belom hilang lelah jiwa dan raga keluarga dengan segala kerumitan persiapannya hingga hari H,rasanya aku tak sanggup mengabarkan kabar duka yang sedang mengganggu jiwa dan ragaku disini,aku sedih amat sakit hati tapi aku tak mengerti mengapa aku hanya pasrah menanti sesuatu yang mustahil terjadi.

Aku berharap apa yang ku dengar hanyalah mimpi tapi itu tak terjadi.

Meski menyakitkan aku akan menerimanya sebagai ujian awal rumahtangga.

"Sayang ayah,please..kasih tau ayah ! Kamu kenapa ??" Tanyanya ketika aku kembali dari kamar mandi.

Aku tau dan sadar betul mustahil menghindar dari keingintahuannya,tapi aku juga tak sanggup bercerita.Kenyataan ini terasa sangat pahit dan menyayat hati impianku untuk berbakti pada orang tua baru juga hancur bersamaan dengan harapan mempunyai teman dekat baru.

"Jika orang tuanya saja tidak setuju, bagaimana dengan saudara-saudarinya "pikirku semakin membuatku hancur dan terpuruk.Aku kecewa teramat kecewa mengapa aku begitu bodoh tak mencari tau kebenaran atas kenyataan yang ada,mengapa aku begitu bodoh hanya percaya kata-katanya semata.

Aku kembali terisak,lelah rasanya harus terus menangis tapi mata ini seperti sangat mengerti kesakitan yang dirasakan hati dan terus menangis setiap kali sayatan kembali menggores hati.

"Bunda...sayaaaang...tolong ayah sayang,kasih tau ayah ada apa?kamu kenapa?"tanyanya lemah,ia merangkul ku penuh sayang memeluk penuh cinta,diciumnya mata ini seraya berkata

"Ayah tau,ayah bisa ngerasain sakit hati yang sekarang kamu rasaaain...ayah tau,tapi ayah gak ngerti apa penyebabnya yang bikin kamu sampel begini."

"Demi Alloh,kasih tau ayah sayang ! Biar ayah ngerti dan paham penyebabnya" lanjutnya 

Air mataku semakin berderai,rasanya aku ingin menghabiskan semua air mata ini hingga tak bersisa,supaya aku bisa menghadapi dunia dengan status menantu tanpa restu mertua.

"Sayaaaang..."panggilnya lembut 

"Please..."lanjutnya lagi

"Kalo bunda begini terus ayah bisa hilang kesabaran" katanya payau suaranya berat mengisyaratkan kemarahan.

"Haruskah ayah tanya semua orang disini?Ayah yakin kamu pasti denger sesuatu yang bikin kamu kayak gini." lanjutnya lagi

"Ayah..."kataku 

"Ayah maksa y waktu ngelamar bunda..??"tanyaku 

"Maksa..?" Jawabnya bingung 

"Ayah kenapa gak cerita kalo Ibu gak setuju dengan pernikahan kita?"

"Kenapa ayah gak bilang kalo selama ini Ibu benci bunda dan gak pernah setuju dengan hubungan kita..?"kataku terisak,air mata ini kembali lolos dari tempatnya..rasanya perih saat mengatakan pertanyaan itu padanya.

"Kamu denger dari siapa?"tanyanya

"Ja..jawab aja yah pertanyaaan bunda..kenapa ayah gak cerita??"kataku terduduk lemas.Hatiku merasakan sakit,jiwaku terluka dan seluruh tubuhku merana.

"Bunda bisa tenangkan diri dulu.."katanya 

"Bunda harus tenang dulu,kuat dulu baru kita bahas pembicaraan ini lebih lanjut..ayah tau semua ini berat ,tapi percayalah apapun yang kamu pikirin itu gak semuanya benar,apapun yang kamu dengar itu gak semuanya benar..terkadang ada hal-hal yang tidak seperti yang terlihat "ucapnya bijak dipeluknya aku semakin lekat dalam pelukannya.Kutarik nafas panjang kudian menghembuskan ya perlahan berharap hati ini diam dan mata ini berhenti mengalirkan air mata.

"Kita selesaikan pembicaraan kita,bunda harus tenang dulu y..cerita ke ayah pelan-pelan !"pintanya ku iyakan,dipapahnya tubuh ini menuju tempat terbaik agar kami bisa mengobrol dengan baik.

"Minum dulu..!"perintahnya menyodorkan segelas air ditangan 

"Tenang dulu ya..kalo bunda sudah tenang baru kita bicara.."katanya kemudian.

Aku tau semua tak akan selesai jika aku hanya menangis dan diam,dia berhak tau..aku juga berhak tau.Mengapa Ibu mertuaku mengatakan hal itu ?

Bab terkait

  • TERALIS WAKTU   Duka Pengantin Baru

    Kami duduk bersama bersandar bantal dikepala ranjang,kopi hitam buatannya bertengger manja ditangan memberikan sedikit ketenangan.“Coba cerita sayang,kenapa tiba-tiba bunda ayah yang cantik ini tau-tau ngomong gitu?kita baru saja pulang bulan madu..kita masih pengantin baru “godanya penuh canda berharap kesedihanku berkurang.“Lihat ayah sayang..!”pintanya ketika pandanganku tetap saja kosong lurus kedepan.Kuseruput kopi ditangan tak berniat mengubah arah pandang,memandang lurus menikmati putihnya tembok kamar yang hanya berhias lukisan abstrak tak berbentuk namun mampu menghantarkan rasa siapapun yang melihat.Ku Hela napas panjang.“Ayah yang harusnya jawab pertanyaaan bunda?Kenapa ayah bohong?"Tanyaku dia diam"Kenapa ayah gak terus terang soal ibu ?""Kenapa ayah gak bilang kalo ibu sampe sekarang gak merestui hubungan kita?"lanjut ku terisak,berat rasanya hati ini melanjutkan pembicaraa

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • TERALIS WAKTU   Bayang Duka

    Aku terdiam,pandanganku lurus kedepan.Memandang senja yang tampak indah terbingkai dari balik jendela kamar.Kamar gelap penuh kesunyian kontras dengan indahnya pemandangan yang dilukiskan alam.Senja Olehku yang berdukaHai senjaWarnamu indahOren kemerahanMemberi semangat juga kehangatanCahayamu memberi ketenanganUntuk hatikuYang mengharu biruHai senjaKau mengantarkan cahaya kehidupanMengawali kegelapan malamMengantar makhlukKe peristirahatanHai senjaLihatlahAku terdiamMemandangmuDengan lukaSenyumku hilangMelayangTerbawa kegelapanTerbang bersama kebahagiaanMelayangTinggi ke awanHai senjaTeruslah bersinarHingga peraduanDan aku kembali bahagia“Hai

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • TERALIS WAKTU   Keputusan

    Aku berjalan dalam kebimbangan.Otakku menolak namun hatiku menerima.Aku mengalah.Aku menyerah.Aku akan melanjutkan pernikahan ini.Meski dengan segudang luka.Yang menunggu didepan mata.“Assalammualaikum”salamku ketika sampai didepan rumah tempatku dibesarkan.Kulihat dengan jelas senyum dan sambutan seluruh keluarga.Ini adalah pertama kalinya aku berkunjung setelah pernikahan,oleh-oleh yang aku bawa saat kembali dari bulan madu telah bertengger ditangan,disiapkan dengan apik oleh dia yang kini jadi suamiku tercinta.“Mama,Bapak.. Assalammualaikum,”kataku menyalami tangan mereka satu persatu dilanjutkan oleh suamiku yang juga menyalami mereka satu persatu secara bergantian.“Kemaren katanya sakit..”tanya ibu ku cemas.Ku iyakan dengan senyuman“Udah sembuhkan sekarang ..”ledek ayahku penuh canda."Udah dong,kalo belom m

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • TERALIS WAKTU   Kabar Bahagia Pembawa Duka

    Aku tersenyum,melihat hasil 2 garis yang tercetak di alat uji kehamilan.“Aku hamil,” kataku dalam hati.Kabar ini menjadi hadiah terbesar yang kumiliki di tengah usahaku mencari restu ibu.Usia pernikahan ku baru satu bulan tapi Alloh telah menitipkan sebuah jiwa didalam rahimku.Aku sangat bahagia teramat bahagia sampai melupakan segala kesedihanku.Aku yakin ini akan membuatku semakin dekat dengan ibu mertua,dan itu artinya aku akan segera mendapat restu ibu karena seorang cucu.Pokoknya aku sangat bahagia.Suamiku masih sibuk di kantor,aku tak berniat untuk mengabarkannya saat ini..aku akan mengabarkannya setelah ia kembali.Hamil itu memang aneh ya,pertandanya selalu membuat geleng-geleng kepala..tapi aku menikmati setiap prosesnya.Aku tak menyangka sakit sekujur badan yang aku rasakan selama dua minggu terakhir adalah pertanda awal tubuhku akan menerima calon manusia baru buah cintaku.Aku j

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • TERALIS WAKTU   Kehilangan

    Kabar tak mengenakan yang didengar keluargaku, cukup memukul hati kedua orang tua. Mereka sedih atas apa yang kulakukan, meski tak percaya dengan ucapan ibu mertua mereka tetap memikirkan hal itu. Berusaha mencari untuk mendapat kebenaran. Aku bingung dan cemas tapi tak mampu berbuat apa-apa, karena aku tak bisa menghubungi siapapun. Tak ada nomor telepon yang ku hapal dengan baik. Ini hari keduaku dirumah ini,rumah baru kami, sementara suamiku belum juga kembali. Ia hanya mengabariku melalui telepon rumah memberi perintah, untuk menunggu kedatangannya dan jangan pergi kemana-mana. Dikirimnya dua orang berbaju hitam untuk menjagaku, ia juga mengirim seorang ibu untuk membantu menyiapkan segala keperluanku. Hatiku gelisah. Aku tidak tenang. Aku khawatir pada kedua orang tuaku. Aku khawatir dengan keluargaku. Tapi tak ada yang dapat kulakukan. Suamiku membawa handphone ku bersamanya, ia tak mengijin

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • TERALIS WAKTU   Wajah ke Dua Bagian 1

    Wajah Ke-2Bagian 1Kehancuran kami berlanjut sepulangnya aku dari rumah sakit. Keluargaku telah menunggu dengan wajah masam di rumah tempat kami tinggal sekarang. Aku tidak tahu siapa yang mengabari mereka. Mungkin suamiku?.Aku turun dari kendaraan yang mengantarku pulang. Menyiapkan hati dan mental menghadapi mereka seorang diri. Sementara suamiku, telah pergi. Ia berpamitan mengerjakan pekerjaan yang ia tinggalkan beberapa hari ini. Meski berat, akhirnya aku mengizinkannya, jadilah di sini aku sendiri.Suasana mendadak sunyi, ibu sudah menyiapkan kamarku dengan rapi. Membuatkan makanan, dan menghidangkannya untukku makan.Sementara ayah tak bersuara, hanya diam saja. Namun wajahnya masam menunjukkan segudang kekesalan memenuhi dadanya. Aku tak berani bertanya, aku tak ingin memulai pembicaraan.Aku ingin mendengar mereka lebih dulu, mengatakan apa pun yang mereka pikirkan. Aku ingin merasakan apa pun yang mereka rasakan, me

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • TERALIS WAKTU   Wajah ke-2 Bagian 2

    Wajah Ke-2Bagian 2Kakakku diam, tak berkomentar. Ia hanya mengusap-usap lembut kepalaku yang berada dalam pelukan ibu. Sementara ibuku tetap dengan posisinya, memelukku dengan erat memberikan kasih sayang yang terus menjalar.“Mama tahu enggak! Aku stres Ma ... aku stres, mau aku berusaha kayak apa pun aku masih enggak diterima di keluarga itu, apa pun yang aku lakukan enggak pernah diliat, aku enggak pernah diajak ke acara keluarga. Aku enggak diakui menantu, bahkan dia enggak terima kehadiran calon anakku Ma.” ceritaku panjangIbu memegang kepalaku, mencium keningku.“Iya sayang ... Iya, Mama dengar semuanya, Mama mengerti sayang, Mama ngerti!” katanya memegang kepalaku, berbicara memandang mataku sambil terus menciumiku.“Sudah, sudah Sayang! Mama tahu semua yang dia bilang pasti enggak benar.”“Mama tahu anak Mama, Mama yakin anak Mama enggak mungkin melakuka

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-01
  • TERALIS WAKTU   Wajah kedua bagian 3

    Wajah ke-2 Bagian 3 Suamiku kembali dari pekerjaannya, dua hari ia terpaksa pergi meninggalkan aku demi mengurus pekerjaannya di luar kota. Sesekali menelepon, menghubungi untuk sekedar menanyakan dan memberi kabar. Ia selalu sibuk, status pada gawai miliknya hanya online di waktu-waktu tertentu. Karena itu aku tidak pernah berani menghubunginya terlebih dahulu, karena takut mengganggu. Sempat aku dengar, bapak bertanya soal kabar yang bapak dengar dari keluarganya. Bapak menanyakan tentang kebenaran ceritaku padanya, bahkan aku sempat mendengar, suara bapak meninggi saat mereka berbicara dari telepon. Begitu pun dengan kakakku. Setiap malam, aku mendengar kakak mengobrol panjang dengan suamiku, menanyakan kebenaran cerita dan perlakuan yang aku terima dari keluarganya. Tentu saja tak semua suamiku tahu, aku tak selalu cerita padanya soal perlakuan seluruh keluarganya padaku. Terutama

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07

Bab terbaru

  • TERALIS WAKTU   Menantu Baru

    Bab 23 Menantu Baru  Sudah dua Minggu, suamiku meninggalkan rumah sejak malam itu. Meski selalu memberi kabar, tapi hatiku merasa gersang sejak kepergiannya.Sebuah notifikasi muncul memendar sinar pada gawaiku, dari SMS banking yang menyatakan bahwa rekeningku menerima uang sebesar sepuluh juta.[ bunda ....Itu uang modal untuk bisnis bunda ... Di pikirin baik-baik mau bisnis apa, tapi sebelum mulai kasih tahu ayah dulu ya! ]  Tulisnya kemudian memberikan emoticon penuh cinta [ Oh iya, Alhamdulillah Ibu baik-baik saja. Cuma kelelahan dan darah tingginya kambuh.Sekarang sudah di rawat di rumah sakit.]  Mengirimkan gambar Selfi dirinya dengan background ibu mertuaku yang terbaring di rumah sakit.  [ Terima kasih ya ayah.]  Balasku untuk pesan pertamanya, yang segera dibalasnya dengan emoticon cinta.

  • TERALIS WAKTU   Awal Petaka

    Bab 22Awal Petaka Siang itu suamiku berubah, begitu memanjakan ku. Dibujuknya aku yang sedang merajuk dengan beragam cara, termasuk mengajak keluar rumah. Kami berkeliling ke taman, mall dan rumah makan yang menjual makanan favoritku. Ia bahkan mematikan gawainya sepanjang waktu. Aku menikmati semunya, tapi hatiku masih terus merasa tak tenang.“Sudah dong marahnya istri ayah, ayah kan sudah minta maaf!” pintanya saat kamu dalam perjalanan pulangAku tersenyum, menatap matanya.‘Ya Allah, tunjukan padaku jika ada sesuatu yang salah, aku ikhlas menerima segala ketentuan-Mu ya Allah.” Doaku dalam hati, mengangguk menjawab pintanya.Ia tersenyum, sambil kembali mengendarai mobil meraih sebelah tanganku dan mengecupnya.Ada desir aneh dalam hatiku saat itu juga.“Oh iya yah, bunda mau ngomong sesuatu ....”tanyaku menoleh padanya.“Mau ngomong apa? Ngomong aja sayang!” jawabnya, sebelah

  • TERALIS WAKTU   Merajuk

    Bab 21 Merajuk Aku bangun pagi-pagi sekali, menunaikan kewajiban ibadah kemudian sibuk dengan gawaiku di samping jendela kamar.Sudah jadi kebiasaanku, saat hati ini gundah aku akan duduk termenung di depan jendela. Memandang alam dari bingkai sempit yang menghalangi pandangan.Waktu menunjukkan pukul enam pagi, sudah waktunya suamiku bangun. Tak ingin bertemu pandang pagi ini, aku bangkit hendak meninggalkan kamar saat gawainya berdering singkat, pertanda masuknya sebuah pesan.[Mas bangun, sudah pagi. Ayo Shalat sayang!]Bunyi pesannya, tertera dilayar depan. Membuat alisku terangkat. “Sayang?” pikirku masih bingung dengan kata terakhir yang tertulis.[Mas, ikh ... Sejak semalem pesanku tidak pernah dibalas.] Aku masih menatap layar gawai suamiku, nyeri di hati. Takut menghadapi kenyataan pahit yang akan hinggap dalam rumah tangga ini.Pikiran ku melayang, membayangkan sesuatu y

  • TERALIS WAKTU   Bentak

    Bab 20Bentak“Yah,” kataku riang menyambut kedatangan suamiku yang baru saja kembali kerumah.“Hai,” jawabnya mengecup pucuk keningku, sejenak setelah aku menyalami tangannya.Ini pertama kalinya bagiku, menjalani tugas istri di rumah baru kami. Aku sudah pulih, meski belum bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, terutama pekerjaan berat, tetapi aku sudah mulai memasak, menyiapkan masakan seperti yang bisa aku lakukan saat di rumah mertuaku dulu.“Gimana kabar Bunda?” tanyanya merangkul tubuhku seraya mengajak duduk di sofa ruang tamu.“Baik,” jawabku tersenyum, memandang wajahnya lalu berjongkok dan melepaskan sepatunya yang terpasang.“Terima kasih ya!” katanya mengusap lembut kepalaku.Tak ada yang aneh, ia tetap mesra seperti biasa ... Tetapi entah mengapa, instingku terus saja mengatakan ada yang salah sejak suamiku.“Mau langsung makan atau mandi

  • TERALIS WAKTU   Lain

    Bab 19LainDua Minggu berlalu sejak kedatangan ibu mertua beserta saudara iparku. Aku sudah pulih, tubuhku bugar hingga mampu merawat kebun kecil di depan dan belakang rumah.Aku masih berdoa memohon petunjuk agar segera mendapat jawaban atas kehidupan rumah tangga seumur jagungku.Jujur aku ingin mengakhiri semua ini, memulai lagi kehidupan seorang diri dengan status baru. Tetapi aku takut pada Tuhan yang membenci perceraian, lagi pula suamiku tidak bersalah. Ia melakukan tugasnya dengan baik sebagai suami dan terus membelaku selama ini.“Huuuh,” engahku membuang napas panjang demi menghempas pikiran yang sempat hinggap dikepala.“Namanya hidup berumah tangga emang banyak cobaannya Non. Enggak dari suami ya dari mertua, ipar bahkan bisa jadi dari anak. Tinggal gimana kita,” ucap ibu Ir, pembantu yang sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini terus membantu dan menemaniku.Aku t

  • TERALIS WAKTU   Kata Maaf Bagian 4

    Kata Maaf Ibu Mertua Bagian 4 “Nda!” panggil sebuah suara gusar membalikkan badanku yang tengah menangis sesenggukan. Ia tampak ngos-ngosan. “Nda,” panggilnya lagi saat melihatku hanya menatap kosong ke arahnya. “Maaf, ayah tidak tahu ibu akan datang!” katanya memeluk tubuhku yang masih diam saja. “Maaf,” katanya lagi, semakin erat memeluk tubuh ini dalam dekapannya. Terasa sekali aura bimbang dan marah yang terpancar dalam geliat dan gerak tubuhnya. Aku tahu, suamiku tidak bersalah. Seperti yang ia katakan ia pasti tidak tahu, keluarganya akan datang menemuiku dan aku juga tidak tahu siapa yang memberi tahu suamiku perihal kedatangan ibu dan kakaknya kerumah ini. Ia pasti terburu-buru pulang ketika mendapat kabar itu, hingga suaranya terdengar cepat dan ngos-ngosan. Aku tahu, sejatinya bukan hanya aku yang kehilangan, tapi juga dirinya. Bu

  • TERALIS WAKTU   Kata Maaf Bagian 3

    Kata maaf Bagian 3Pilihan ada di tanganku, lanjut atau tidaknya pernikahan ini tergantung dengan keputusanku. Sudah sebulan berlalu, luka di perutku telah kering, meski nyerinya kadang masih terasa saat aku terlalu kelelahan. Wajar katanya, itulah efek pasca operasi, dan akan begitu terus sampai setahun ke depan. Karenanya untuk berjaga-jaga, siapa pun tidak boleh bekerja terlalu berat, setelah melakukan operasi. Terutama untuk para ibu yang melahirkan dengan operasi sesar.“Assalamualaikum,” sapa seseorang di luar sana. Suaranya tak asing, begitu familiar hingga membuat merinding.“Waalaikumsalam,” jawab ibu yang membantuku di rumah, bergegas membukakan pintu.Tampak dari kejauhan suara itu semakin membuatku tak nyaman. Mereka berbincang berbasa-basi kemudian masuk ke dalam.“De!” panggil suara itu membuatku semakin malas.Bukan maksud mengabaikan panggilannya, tapi sejak saat itu. Setiap kali aku mengingatn

  • TERALIS WAKTU   Kata Maaf Bagian 2

    Kata MaafBagian 2Waktu berlalu, aku dan suamiku pulih dari keterpurukkan akibat kehilangan calon anak. Pernikahan ini masih berlangsung, aku juga masih terus berdoa dalam shalat menunggu jawaban terbaik dari Allah mengenai kelangsungan hubungan pernikahan kami berdua.“Assalamualaikum,” kata Mama memberi salam.“Waalaikum salam,” jawabku dari dalam rumah, membuka pintu.“Waaah, Mama ....” jawabku semringah mencium punggung tangannya.Hari ini suamiku kembali bertugas keluar kota. Pagi tadi sebelum berangkat ia bilang bahwa mama akan datang untuk menemaniku selama dia pergi, dan kepergiannya kali ini tak lama. Sebab dia akan kembali besok pagi, saat pekerjaannya selesai dengan pesawat paling pagi.Ia berjanji akan langsung kembali ketika pekerjaannya telah selesai paling telat besok pagi.“Ayo Ma, masuk!” ajakku“Nanti dulu, panas. Kita ngobrol di sini aja dulu ....&

  • TERALIS WAKTU   Kata Maaf Bagian 1

    Kata MaafBagian 1Waktu berlalu, aku telah pulih dari segala rasa yang menyakiti. Tersenyum, menatap mentari dari luar bilik kamar yang biasa kutempati.Aku berhasil melewati semua ini, berkat perawatan mama dan dampingan seluruh keluarga. Meski, luka sesar pasca keguguran dan luka hati akibat kehilangan masih basah menganga. Tetap saja aku bersyukur, karena tak melewati semuanya sendiri.Aku kembali bahagia dan merasa hidup setelah badai ini sedikit berlalu. Begitu pun dengan suamiku, sudah seminggu ini aku melihatnya lebih sering tersenyum.Ia tampak bahagia dengan kedekatannya dengan seluruh keluarga. Mereka seperti saling berlomba, memperbaiki kecanggungan yang ada. Aku bersyukur, melihat keakraban yang tercipta. Rasanya tak sia-sia dia mengorbankan waktu mengambil cuti dari segala aktivitasnya.Iya dia libur dari aktivitasnya bekerja, seminggu ini ia di rumah. Menghabiskan waktunya menemaniku, s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status