Sasha kembali ke ruangan kerjanya dengan wajah pias, ia bahkan lupa membawa kopi hitamnya yang sudah tidak lagi panas. Entah apa maksud Raga mengatakan semua itu pada Sasha, namun perasaan Sasha menjadi sangat berantakan sekarang. Kata-kata Raga ada benarnya, jika Raga dan Gianna di satukan, mereka akan jadi pasangan paling menyedihkan di dunia, karena mereka tidak mencintai satu sama lain dan sama-sama sedang mencari pelarian semata. Sasha mengangkat interkomnya dan berusaha menghubungi Daniel untuk sekedar menenangkan perasaannya. "Ya Sha, sebentar lagi aku telepon ya, aku belum selesai dengan Karin, key?" Daniel menutup teleponnya, membuat Sasha menghentakkan kaki kesal. Belakangan Sasha benar-benar tak bisa mengendalikan rasa cemburunya. Apalagi Daniel sering sekali meeting berdua dengan Karin. Menyebalkan! "Halo Stev! Bawa semua pendingan ke meja saya Stev, mau saya beresin semua!" tukas Sasha pada Stevi melalui saluran interkom. Jika Daniel sok sibuk ia bisa lebih menjadi s
Dua minggu kemudian, Sasha membuka matanya dan mendapati Daniel masih bernafas halus di sampingnya, memeluk Sasha di dekapan dadanya yang bidang. Dengan perlahan Sasha berusaha melepaskan lengan Daniel yang memeluknya, namun saat akan turun dari tempat tidur Daniel menarik tangannya sampai Sasha terjatuh lagi di atas dadanya. Senyum manis dengan dua dekik dalam terbit di wajah Daniel walaupun kedua matanya masih setengah terpejam. Tanpa membuka mata Daniel menarik tali piyama tidur Sasha hingga terlepas seutuhnya membuat Sasha memekik dan menahan tawa. "Good morning Baby," tukas Daniel mulai menarik Sasha ke dalam pelukannya dan melancarkan serangan fajar yang langsung membuat Sasha lupa jika tadi ia berniat untuk segera mandi dan membuat sarapan, karena ternyata sarapan yang Daniel sediakan lebih menggoda. *****"Gianna keluar dari rumah sakit hari ini kan?" tanya Sasha sambil meletakkan sepiring nasi goreng dengan omelet di atas meja di depan Daniel. Daniel yang sedang membaca
Malam harinya, setelah memborong bahan makanan sehat di supermarket, Sasha dan Daniel segera mengunjungi Gianna di apartemennya. Gianna terlihat jauh lebih sehat dan lebih segar dari terakhir kali Sasha melihatnya. Senyum sumringah menghiasi wajahnya saat melihat Sasha dan Daniel muncul di pintu apartemennya. "Kalian bawa apa sih? Banyak banget! Raga juga udah belanja banyak, semoga kulkasku muat!" seloroh Gianna yang langsung di sambut tawa oleh Sasha dan Daniel. "Raga mana Gi?" tanya Daniel saat ia sudah duduk di depan TV sambil menenggak sekaleng bir dingin. "Tadi dia bilang mau pulang dulu, ada yang mau di ambil kayaknya," sahut Gianna seraya menghempaskan tubuhnya di atas sofa. "Oh mungkin dia gak tau kalo kita mau ke sini," tukas Daniel santai. Dalam hati Sasha bergumam, pasti Raga pulang karena menghindari dirinya dari bertemu dengan Sasha. "Gimana Gi kata dokter?" tanya Sasha, ia meletakkan tasnya di lantai dan duduk di sebelah Gianna. Gianna mengangkat bahu, "Dokter b
Hari-hari Sasha selanjutnya terasa sangat aneh karena ia tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata terakhir Raga "Kalau gue gak bisa ngobatin diri gue, paling gak gue bisa ngobatin orang lain." Apakah sebegitu dalamnya perasaan Raga terhadap Sasha, sampai sangat sulit bagi Raga untuk melupakannya. Jujur hal ini sangat mengganggu Sasha, walaupun Raga tidak memaksanya atau mengganggunya, tapi mengetahui orang yang sangat Sasha pedulikan berada dalam perasaan yang menderita, juga membuat Sasha ikut menderita. Satu bulan sudah berlalu, kondisi Gianna sudah semakin membaik. Gianna mengatakan pada Sasha bahwa ia dan Raga akan melangsungkan pernikahan di Bali pada dua bulan yang akan datang. Sasha pura-pura menyambut gembira kabar itu, padahal ia tidak begitu antusias karena tahu apa yang sebenarnya ada di benak Raga. Sementara itu di kantor, Karin tampaknya masih tak menyerah dalam menebar pesonanya pada Daniel. Ia seringkali menjebak Daniel untuk bisa berduaan saja dengannya diberbagai k
Dua bulan sudah berlalu, Sasha dan Daniel baru saja mendarat di bandara I Gusti Ngurah Rai untuk menghadiri acara pernikahan Raga dan Gianna. Wajah Sasha tampak tak terlalu bersemangat, ia beralasan sedang datang bulan waktu Daniel menanyakan hal itu padanya. Di bandara, Luke dan Gendis sudah menunggu mereka. Lalu mereka segera meluncur ke hotel tempat resepsi akan diadakan keesokan harinya. "Nyet, lo kenapa sih? Kok mood lo kayaknya jelek banget," tanya Gendis saat ia sedang berdiri berdua dengan Sasha di tepi pantai. Sasha menghela nafas panjang, "Butuh bir dingin Nyet buat nyeritain semuanya," sahut Sasha disambut seringai lebar di bibir Gendis. Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk di berhadapan di sebuah kafe dengan bir dingin di tangan mereka masing-masing. "Go ahead, tell me everything," tukas Gendis. Selanjutnya Sasha menceritakan semua kepada Gendis, mengenai apa yang Raga katakan kepada Sasha dua bulan sebelumnya. "Gila Nyet, gue gak nyangka dia sedalem itu sama lo!
Tak ada yang janggal dengan resepsi pernikahan Raga dan Gianna, keduanya terlihat seperti pasangan normal lainnya, Sasha berusaha keras untuk terlihat bahagia dan menyembunyikan rapat-rapat rasa resah dihatinya. Gianna tampak anggun dengan gaun pengantin lace curvy yang mencetak jelas tubuhnya yang kurus. Wajahnya terlihat cantik dengan make up bold yang menyembunyikan wajah pucatnya. Gendis berkali-kali menghampiri Sasha dan mengingatkan Sasha untuk tak perlu khawatir berlebihan dengan keputusan yang diambil oleh Raga. "It's so weird seeing Raga dan Gianna together as husband and wife," tukas Daniel saat melihat Raga dan Gianna sedang berfoto berdua. Sasha menyandarkan kepalanya di bahu Daniel, "Yeah it's so weird," sahut Sasha setuju, karena memang semuanya terlalu cepat. Rasanya baru kemarin Sasha dan Daniel memergoki Raga berada di apartemen Gianna dan sekarang tahu-tahu mereka sudah menjadi suami istri. "Babe, they asked you to deliver the speech," tukas Daniel yang mendengar
Lima Bulan Kemudian, Kesibukan Sasha sama seperti sebelumnya, seputar Daniel, LPC, keluarganya, Allysa dan persidangan Olivia Wangsa. Sampai suatu pagi ia merasakan ada yang salah dengan tubuhnya, "Are you okay Babe?" tanya Daniel saat melihat Sasha masih merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang TV. "Gak tau nih, badan aku gak enak banget, lemes," sahut Sasha dengan mata terpejam. Ia meringkuk di sofa sambil memeluk guling kesayangannya. Daniel mendekat, lalu berjongkok di samping Sasha. Ia memeriksa suhu tubuh Sasha, namun tampak normal. "Kamu kecapean mungkin, kamu istirahat aja, gak usah ke kantor dulu," tukas Daniel lalu mengecup pipi Sasha. Sebelum berangkat ke kantor, Daniel menyiapkan sarapan untuk Sasha dan meletakkannya di meja ruang TV. Lalu ia menyelimuti Sasha yang tertidur dan segera berlalu menuju kantor LPC. Satu jam kemudian Sasha terbangun dan mengernyit saat mencium aroma nasi goreng yang disiapkan oleh Daniel. Entah mengapa ia merasa mual dengan aroma garlic ya
Fase insecure yang terjadi dalam kehamilan pun dimulai. Sasha mulai merasa tidak seksi lagi padahal berat badannya hanya bertambah 4 kg di kehamilannya yang baru menginjak empat bulan. Ia sering uring-uringan jika Daniel dan Karin harus rapat sampai larut malam dan tidak melibatkan Sasha, tentu saja Daniel tak ingin melibatkan Sasha, karena takut akan mengganggu kesehatan janin dalam perut Sasha jika sampai harus bekerja sampai larut malam. Namun demi kenyamanan Sasha, Daniel selalu melibatkan orang lain dalam rapat tersebut dan tidak pernah hanya berduaan saja dengan Karin yang herannya masih saja terus berusaha mengejar perhatian Daniel. Malam ini, saat Sasha sedang berbaring di atas paha Daniel sambil menonton film, ponsel yang pernah diberikan Evan dan sudah lama tak berdering tiba-tiba berdering lagi, membuat Sasha dan Daniel saling tatap. Sebelum Sasha mengangkat Daniel menarik tangan Sasha, "Remember Babe you're pregnant! Don't put your self in danger," tukas Daniel sungguh